Aku membuka mata dan melihat sekelilingku. Ternyata aku tertidur di sofa depan televisi dan saat aku bangun aku bisa melihat ibuku yang tengah duduk di meja makan dan meminum secangkir kopi. Aku menghampirinya dan ibuku tersenyum melihatku. Dia lalu menawariku roti panggang dan aku hanya mengangguk seraya duduk di kursi meja makan.
“Hari ini adalah hari senin, kau akan pergi ke sekolah bukan?” tanya ibuku.
Sial, aku lupa kalau aku adalah seorang pelajar. Aku lalu mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, meninggalkan ibuku yang tengah menunuggu roti panggangku matang di alat pemanggang roti.
Setelah aku selesai, aku lalu turun dan menghabiskan roti panggangku serta meminum segelas air kemudian berpamitan dengan ibuku. Aku mengambil kunci mobil yang menggantung dan melangkah keluar dari pintu.
“Tunggu!” teriak ibuku. Aku lalu menoleh dan melihat ibuku menghampiriku.
Dia lalu menata rambutku yang tidak rapi dan membenarka
Aku menatap mereka satu per satu, masing-masing dari mereka memasang ekspresi panik. Ibuku lalu menghampiriku dan berusaha memelukku, namun aku menghindar dari setiap sentuhannya dan menatap tajam ke arah ibuku.“Ava, kau akan baik-baik saja jika bersama ayah, Olivia, ibu barumu akan memperhatikanmu dengan baik, ayah janji,” ucap ayahku. Olivia kemudian melihat ke arahku dan menganggukan kepala mengiyakan perkataan ayahku.Aku berusaha menahan air mataku. Seharusnya aku memang sedari awal tidak perlu memikirkan keluarga ini. Cukup jalani hidup dengan tenang dan menunggu semua uang yang datang dari mereka dan menginvestasikan uangku dan menjadi pebisnis handal. Tapi, Liam sudah membuatku terlanjur memiliki perasaan menginginkan sebuah keluarga. Sial.“Ava, ayo kita pergi dari sini, kemasi semua barang-barangmu dan tinggalkan tempat ini, bersama ayah dan Olivia, ayah sangat menyayangimu,” ucap ayahku yang sedikit mendekat ke arahku.
Aku sampai di sebuah rumah minimalis bernuansa putih di sebuah daerah di pinggir kota ini. Olivia membukakan pintu pagar dan seketika aku takjub karena pekarangan rumahnya sangat indah di penuhi bunga-bunga. Aku lalu membantu Olivia menurunkan bahan-bahan masakan tadi ke dalam rumahnya.Kesan pertama ketika aku masuk ke dalam rumahnya adalah ; luar biasa. Olivia benar-benar tahu dimana harus meletakkan barang dan dekorasi yang minim namun elegan membuat rumah yang tidak terlalu besar ini menjadi terasa mewah dengan tataaan rumahnya.“Aku akan melanjutkan pekerjaanku yang tersisa, kejutkan aku dengan masakan kalian ya,” ucap ayahku seraya masuk ke dalam sebuah ruangan. Aku bisa teriakan kegirangan ayahku dari dalam ruangan itu. Aku tidak tahu kenapa ayahku berselebrasi seperti itu.“Oke, jadi, apakah kau siap?” tanya Olivia seraya menyodorkan sebuah sendok besar ke arah mulutku layaknya sebuah mic.“Hahaha, tentu saja!”
Aku membuka mataku dan melihat sekeliling kamar. Melihat ke jam dinding dan mendapati waktu saat ini, jam setengah 7 pagi. Aku keluar dari kamar dan melihat Olivia yang sedang berkutat dengan kompor di depannya.“Selamat pagi, Ava,” ucap Olivia yang sedang membalik telur.“Selamat pagi,” balasku. Aku masih berusaha mengumpulkan nyawaku, bahkan, sebenarnya mataku belum terbuka sepenuhnya.“Ayah mana?” tanyaku setelah mataku terbuka sepenuhnya.“Sudah pergi, dia berangkat pagi sekali, dia bilang kalau ada urusan di luar negeri,” jawab Olivia seraya menyiapkan sarapan pagi. Dia menuangkan segelas susu dan memberikannya kepadaku.“Wow, terima kasih!” ucapku bersemangat. Aku menyantap telur goreng dan roti yang dimasak oleh Olivia dan meminum susu yang tadi di berikan Olivia.“Jangan lupa kalau hari ini kau harus sekolah,” ucap Olivia mengingatkan aku. Aku hanya mengangguk da
Aku masuk ke dalam mobil Carla dan kami pergi menuju mall. Di sepanjang jalan, kami bernyanyi dan tidak lama kemudian, kami sampai di mall. Saat di mall, kami malah berjalan dan melihat ke toko-toko yang ada di mall dan tidak makan sama sekali. Justru teman-temanku malah berbelanja dengan jumlah yang sangat banyak dan melupakan rencana kita semua untuk makan malam bersama. Lagipula, sekarang belum malam.Kami memainkan permainan di play zone dan berfoto bersama di photobooth. Aku tertawa tidak berhenti karena kekonyolan masing-masing dari teman-temanku, seperti Carla yang tidak sengaja memasukkan sedotan ke dalam hidungnya, atau ketika Yura memasukkan es batu ke dalam seragam Mason, atau momen ketika ponsel milik Billy masuk ke dalam air mancur mall. Mereka benar-benar tahu bagaimana menghiburku. Sedangkan aku, hanya tertawa dan memperhatikan mereka semua. Sungguh, hari ini tidak akan aku lupakan.“Tidak membeli sesuatu juga?” tanya Mason kepadaku. Aku mema
Carla menepuk pipiku, menyadarkanku dari lamunanku. Aku melihat ke sekeliling dan ternyata teman-temanku sedang menyesuaikan jadwal mereka. Aku yang tersadar dari lamunanku hanya mengangguk seraya meminum milkshake cokelatku.“Kau bahkan tidak mendengarkan,” ucap Mason seraya menatap sinis ke arahku. Aku hanya tertawa melihatnya dengan mata seperti itu.“Tapi, ya sudahlah, lagipula, ini baru rencana awal, mungkin juga ada baiknya kalau ayahmu yang menetapkan jadwalnya,” tambah Mason. Aku hanya mengangguk dan menghabiskan pizza terakhir yang berada di meja.“Ayo pulang,” ajak Justin.“Ya, Mason sangat bau, aku khawatir baunya masuk ke dalam dan mengusir seisi restoran,” ucap Yura.“Kurang ajar kalian,” ucap Mason seraya merangkul kedua temannya itu. Justin dan Yura segera berusaha melepaskan diri dari rangkulan Mason yang bau. Setelah berhasil melepaskan diri, mereka mencium pakaian mereka
Aku duduk di sofa seraya melihat grup pesan kelasku dan memperhatikan foto dan video yang kami abadikan saat bersenang-senang tadi. Aku tersenyum-senyum sendiri dan itu membuat Olivia menatap curiga ke arahku.“Kemana saja kau sepulang sekolah dengan teman-temanmu?” tanya Olivia seraya memberikan segelas teh untukku.“Mall dan Han’s Pizza, menyenangkan sekali,” jawabku seraya meminum teh buatan Olivia.“Kemana seragammu?” tanya Olivia heran.“Ah, teman-temanku mengerjai aku dan mendorong aku ke kolam ikan mall, aku meminjam baju Carla,” jawabku.“Pantas saja kau bau sekali,” ucap Olivia seraya menahan tawa.Aku lalu menatap kesal dan segera pergi mandi dengan sebersih-bersihnya. Setelah selesai mandi aku mengangkat tanganku dan memeluk Olivia.“Bagaimana? Apa aku masih bau?” tanyaku seraya memeluk Olivia dengan erat.“Hmm, kau terlihat cantik,&r
Hari ini tanggal 14 Juni, aku sudah menuntaskan ujian kelulusanku dan aku tidak terlalu buruk saat mengerjakannya. Itu karena teman-temanku yang membantuku belajar hingga aku bisa tidak terlalu bodoh saat ujian di mulai tanggal 12 Juni kemarin.Aku dan teman-temanku lalu merencanakan pesta malam ini karena kami sudah di pastikan lulus karena tidak mungkin anak dari orang-orang kaya seperti kami tidak dipastikan untuk lulus. Namun, tentu saja aku belajar karena aku tidak ingin terlihat terlalu bodoh di ujian kemarin.Pesta akan di langsungkan di taman milik ibunya Sam, dan tentu saja aku tidak sabar menunggu pest aitu karena itu adalah pesta pertamaku. Kami sudah menyiapkan semua yang kami butuhkan untuk pesta sejak kemarin-kemarin. Aku pulang kerumah menggunakan mobil baru yang aku minta kepada ayah beberapa hari yang lalu dan bersiap-siap untuk pesta jam 8 malam nanti.“Wow, kau akan berpesta dengan pakaian seperti itu?” tanya Olivia saat melihat ak
Aku terduduk lemas di rumput yang lembut. Mataku terbelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Seluruh orang yang berada di pesta itu mengerumumi aku. Semua orang disini pasti mengenal sosok ibuku yang memiliki brand mahal dan mendunia. Mendengar kabar kematian ibuku pasti menjadi berita duka di seluruh dunia.“Ava ….” Carla memegang bahuku. Aku mencoba untuk berdiri, namun aku tidak sanggup melakukannya. Beberapa temanku mencoba membantuku untuk berdiri. Tidak lama kemudian, ponselku bergetar, tenyata ayahku, dia sudah menelponku belasan kali ternyata.Aku menggeleng ketika Carla akan mewakili aku untuk mengangkat telepon itu. Carla hanya menurut dan memberikan ponselku kepadaku.“A-ava, ayo kita segera menuju ke rumah ibumu,” ajak Mason seraya menarik tanganku. Aku yang memang lemas hanya membiarkan tubuhku terbawa tarikan Mason dan akhirnya orang-orang di pesta kami mengikuti aku dan Mason menuju rumah ibuku.
Aku bangun pagi ini dengan perasaaan segar dan bersemangat karena aku memiliki hal penting untuk dilakukan hari ini. Aku bergegas menuju ke kamar mandi dan mandi untuk membuat tubuhku semakin segar.Setelah mandi, aku pergi menuju ke ruang tamu dan mendapati ibuku yang tengah memasak sarapan. Dia tampak heran melihat aku yang masih pagi begini sudah mandi.“Mau kemana pagi-pagi sekali?” tanya ibuku.“Tidak kemana-mana, sedang ingin saja,” jawabku seraya tersenyum dan menunjukkan gigiku.Ibuku hanya menggelengkan kepala dan memasang ekspresi yang mengisyaratkan “terserah kau saja” di wajahnya.“Dimana ayah?” tanyaku.“Sepertinya di taman, bersama Finn,” jawab ibuku seraya membalik telur goreng.Semenjak Finn datang, ayahku selalu bangun sangat pagi dan menghabiskan waktu bersama Finn sampai waktu sarapan. Entah itu jalan-jalan pagi mengelilingi lingkungan rumah kami, atau hany
Malam menyapa. Kegiatan bakti sosial itu berlangsung sampai sore dan kami semua melewatkan jam makan siang sehingga kami memutuskan untuk makan bersama di restoran. Aku melihat unggahan akun sosial media yayasan kami yang dikelola oleh Yura sebagai bagian dokumentasi.Semua komentar positif dilontarkan oleh para pengguna sosial media di tiap unggahan serta semua hati dan ibu jari yang berjumlah ribuan berada disana. Aku tersenyum bahagia, dan aku ingin sedikit berteriak mengetahui rasa senangku, tapi aku tidak ingin terlihat memalukan di restoran ini.“Haruskah kita melakukan rapat sekarang? Nyonya ketua?” tanya Mason seraya menyeruput es tehnya.“Entahlah, aku rasa kita bisa melakukannya di pertemuan berikutnya, aku memiliki semua hal yang perlu kita evaluasi, aku bisa melakukan pertemuan kapan saja, tergantung kepada kalian, mungkin ada yang sibuk? Atau tidak bisa datang? Karena itu, untuk menghindari hal tersebut, aku ingin agar kita menyesu
“Ada satu tempat lagi yang harus kita datangi, ini sangat penting, jadi kau tidak boleh menolak, ajak saja Finn, mereka tidak melarang anjing untuk datang,” ucap Carla seraya menyeruput minumannya.“Kemana?” tanyaku ingin tahu.Carla tidak menjawab dan Finn mengonggong dari belakang. Dia tampak senang berada di dalam mobil, dan aku mengelus kepalanya.Kami lalu masuk ke sebuah komplek perumahan elit dimana banyak sekali rumah-rumah berukuran besar. Aku tidak pernah pergi kesini sebelumnya, jadi ini semua terasa asing untukku.“Ini mau kemana? Aku tidak pernah kesini,” ucapku kebingungan.Carla masih tidak menjawab, namun dia tersenyum riang dan kami kemudian berhenti di sebuah rumah mewah dengan banyak mobil terparkir di depannya. Carla lalu mengajak kami masuk ke dalam dan aku membukakan pintu untuk Finn. Ketika aku sampai di depan pintu, terdengar suara berisik dari dalam.“Hai Ava!” teriak s
“SELAMAT DATANG DI PET CONVENTION TAHUNAN!!”Seorang wanita menyambut kami yang tengah berjalan memasuki sebuah tanah lapang yang dipenuhi tenda-tenda dan balon-balon. Carla yang terlihat sangat bersemangat menarik tanganku menuju ke salah satu dari tenda-tenda itu.Aku melihat ke sekelilingku dan memang benar, ada banyak sekali binatang-binatang unik dan lucu disini. Aku menghampiri sebuah tenda yang memiliki beberapa ekor landak berwarna putih dan aku mengelus duri-duri di punggungnya dengan lembut. Landak itu terlihat menyukai perlakuanku kepadanya. Entahlah, dia memejamkan matanya dan terlihat santai, jadi aku berasumsi kalau dia menyukaiku.“Ava Ava!! Lihat ini, dia sangat lucu!” teriak Carla dari tenda disebelahku. Dia menggendong seekor anak monyet berwarna putih.“Ah kau benar, dia sangat lucu!” ucapku seraya mengelus rambut putihnya. Dia juga terlihat mneyukainya.“Dia spesies yang langka, negara t
Sesampainya dirumah, aku membaringkan tubuhku di atas ranjang empuk di kamarku dan memandangi langit-langit kamarku. Aku memperhatikan lenganku yang terlihat sedikit berisi dibandingkan beberapa bulan yang lalu.“Aku rasa aku sedikit gendut, sepertinya memang benar,” gumamku seraya meremas lengan kiriku dengan tanganku.Aku lalu berdiri menghadap cermin dan memandangi cermin. Memandangi tubuhku dan beralih menatap mataku sendiri yang juga menatapku di sisi lain cermin.Asap. Dimana-mana ada asap, dan cerminku mulai retak. Luka di wajahku yang sudah mengering, terkelupas. Kakiku bergemetar hebat. Aku sudah mengalami ini berkali-kali, namun, aku masih merasa takut. Di dalam hati, aku berteriak. Ketika aku mengalihkan pandangan ke tempat tidurku, disana terbaring tubuh Carla dengan darah berlumuran dimana-dimana.“AVA!!”Aku menoleh, mencari asal suara yang ternyata datang dari ibuku yang tengah memperhatikan aku dari pintu kam
Makanan yang kami pesan datang dan aku masih belum menyentuh steak yang aku pesan. Aku masih memikirkan semua yang Liam katakan seraya melihat ke arah ayah dan ibuku yang tengah bercanda bersama Ruby dan juga nenek Liam.“Beberapa jam sebelum makan malam, menghabiskan waktu bersama kedua orang tuaku yang menyenangkan ini,” ucapku dalam hati.Sejak awal bertemu dengannya, dia merubah hidupku. Dan aku rasa aku sudah mengatakannya ratusan kali. Gadis bergelimang harta namun sarat akan kasih sayang, gadis yang memiliki sebuah istana namun tidak bisa dianggap rumah, gadis yang bisa mendapatkan semua yang dia inginkan kecuali cinta yang tulus, semuanya berubah hanya dalam satu hari dimana aku memutuskan untuk mencari sarapan di pagi yang cerah dalam kondisi mengantuk.“Ava, sayang, kenapa kau tidak makan?” tanya ayahku yang tengah mengobrol dengan Liam. Dia melihatku dengan wajah khawatir.“Ah iya, aku hanya sedang memikir
Kakiku tidak bisa berhenti bergemetar karena makan malam bersama Liam yang akan dilangsungkan beberapa jam lagi. Ayah dan ibuku sudah siap, begitu juga dengan aku. Tapi, aku benar-benar merasa takut yang tidak wajar, padahal aku hanya akan pergi makan malam di luar bersama keluargaku.“Sayang, apa kau benar-benar se-takut itu?” tanya ibuku yang sepertinya melihat kegelisahan di wajahku.“Entahlah, tapi, aku tidak bisa selamanya menghindar bukan?”“Kau benar, tapi kau tidak perlu buru-buru,” ujar ibuku lagi.“Tidak apa-apa, ini hanya makan malam, lagipula, aku tidak tahu kenapa aku harus merasakan ini, padahal aku sempat mencintai orang lain setelah aku dan dia tidak lagi saling menghubungi, jadi, aku berkesimpulan kalau rasa takut ini hanya rasa takut untuk sementara waktu, setelah beberapa saat aku di meja makan, tentu saja aku akan baik-baik saja,” jelasku.Ibuku hanya tersenyum dan kami meninggalka
Aku membuka mataku setelah semalaman tertidur di depan televisi. Semalam, aku memutar film Titanic untuk membantuku tidur, karena itu film yang sangat membosankan dan benar saja, aku bisa bangun pagi ini karena aku berhasil tidur semalam.“Selamat pagi, sayang,” ucap ibuku seraya membuka gorden dan mematikan lampu yang masih menyala.“Pagi, bu, apa ayah belum bangun?”“Belum, dia masih tidur sekarang, apa kau mau sarapan duluan?” tanya ibuku.“Boleh, aku ingin sereal milik ayah, sepertinya enak,” pintaku kepada ibuku.“Beberapa hari yang lalu kau meledek ayah karena makan sereal itu, tapi sekarang kau menginginkannya,” komentar ibuku seraya menahan tawa.“Ah sudahlah, semalam ada iklan tentang sereal itu dan itu benar-benar menggugah selera,” ucapku seraya memanyunkan bibir.“Kalau begitu kau cuci dulu wajahmu, agar terlihat lebih segar,” ucap ibuku de
Pertemuanku dengan orang tua Michael Pattertson kemarin, sejujurnya masih membuatku bingung. Sudah ada beberapa orang di dalam hidupku yang menganggap kalau uang akan memberiku kebahagiaan, padahal, tidak seperti itu.Jika aku ceritakan ulang, aku baru merasa bahagia ketika seseorang mau mengerti akan diriku, ketika aku merasa di cintai meskipun pada akhirnya itu hanya kebohongan dan juga kegagalan, ketika aku bisa bersama keluargaku, bersenda gurau bersama mereka, ketika aku bisa menceritakan berbagai masalah kepada teman baikku, aku sudah cukup bahagia.Aku rasa, kebahagiaanku tidak melulu soal uang, karena sebelum aku bertemu dengan Liam, aku juga belum paham bagaimana bahagia menurut orang-orang, dan ternyata, mereka hanya berpikiran kalau ada uang, maka akan bahagia.Liam dan Sam, membuatku merasa bahagia. Mereka membuatku merasa di cintai, namun, keduanya berakhir dalam kegagalan, dan yang kedua membuat semuanya menjadi runyam. Kebohongan, ancaman, dan ras