Aku berusaha menahan kantukku. Pikiranku tentang kehadiranku di dunia ini dan menyakiti orang-orang, bahkan membunuh orang yang sudah melahirkanku terus berdatangan memenuhi kepalaku. Aku tidak bisa fokus ke jalanan dan semuanya terlihat begitu kabur. Aku hanya mengira-ngira jalanan dan beberapa kali hampir menabrak trotoar dan juga kendaraan lain.
“Sialan kau, Ava! Hentikan mobilnya sekarang juga!” teriak Liam yang berada di kursi penumpang.
Aku tidak mempedulikannya dan terus melaju. Liam beberapa kali mencoba mengambil alih setir yang ada di tanganku, namun, aku tidak memberikannya dan memukul-mukul tangannya karena aku menganggap dia mengganggu aktivitas mengemudiku.
Diamlah. Kau masih tidak mengerti juga ya rupanya?
Aku sudah mengatakannya kepadamu bukan sebelumnya? Kau adalah orang yang paling aku inginkan. Setidaknya keinginanku itu tersirat dalam semua kalimat yang aku katakan kepadamu sebelum aku menerobos kerumunan orang-orang itu da
Aku terbangun dari tidurku, hari sudah sore dan seingatku, aku tertidur di pangkuan Olivia pagi tadi. Aku berdiri dan meminum segelas air, rumahku sepi sekali, aku memanggil-manggil ayah, Olivia dan juga Liam, namun tidak ada jawaban.Aku lalu memeriksa ponselku dan melihat pesan dari Olivia, dia pergi bersama ayahku untuk mengurus sesuatu. Aku sendirian dirumah dan aku merasa lapar sekali.“Kapan kau pulang, Olivia? Jika kau pulang, bisa kau sekalian membelikan makanan? Aku lapar sekali,” tulisku di aplikasi pengirim pesan.Aku lalu pergi ke kamar mandi dan berendam di air panas dengan di temani lagu dari seorang penyanyi wanita di radio. Sungguh nyaman sekali.Tidak lama kemudian, aku bisa mendengar suara mobil dari luar, aku rasa Olivia dan ayahku sudah datang. Aku segera menyelasaikan mandiku dan menemui mereka di lantai bawah. Olivia tersenyum lebar seraya menunjukkan beberapa kotak pizza dari Pizza Hut. Aku segera menyambar satu kotak pi
Aku tidak tahu bagaimana spesifikasi ponsel yang bagus untukku. Malah, aku terlihat sangt kebingungan dengan semua pilihan ponsel yang ada di depanku. Teman-temanku yang lain malah asyik berfoto-foto di taman yang berada di gerai ponsel itu. Gerai ponsel ini memang sangat luas dan terbaik di negeri ini, sebuah layar besar berisi spesifikasi ponsel keluaran terbaru mereka dan taman dengan berbagai macam tanaman dan bunga-bunga di dalamnya.“Kau tidak tahu harus beli yang mana?” Tiba-tiba saja, sebuah suara bertanya kepadaku. Aku menoleh, Billy berada di belakangku dan melihat serius ke arah salah satu ponsel. Dia memang orang yang sangat melek teknologi dan sudah pasti kalau aku sudah menemukan orang yang tepat.“Ponsel seperti apa yang kau inginkan?” tanya Billy.“E-entahlah, alasanku membeli ponsel baru adalah karena aku bertaruh dengan ayahku, dia mengatakan kalau dia terlihat jelek jika aku memotretnya menggunakan kamera ponselku
Selalu saja seperti ini. Ketika seseorang mengatakan sesuatu tentang berhenti mencintai, aku selalu merasakan betapa aku sangat mencintai Liam. Aku ingin sekali melupakan dirinya. Tapi dia selalu datang di titik berat dalam hidupku dan berada di sana untukku.“Ava?” tegur Sam yang menyadari kalau sedari tadi aku berhenti berjalan dan termenung cukup lama. Teman-temanku yang lain pun ikut menghampiriku dan bertanya ada apa denganku.“Aku tidak apa-apa, aku hanya tiba-tiba saja memikirkan sesuatu,” jawabku seraya tersenyum.“Begitu,” gumam Sam.Aku lalu kembali berjalan dan ketika aku sampai di mobilku, aku dan Carla melambaikan tangan kepada teman-temanku.“Apa yang kau pikirkan? Kenapa tadi kau tiba-tiba berhenti?” tanya Carla saat kami berdua sudah berada di dalam mobil.“Ah Carla, aku tidak tahu,” jawabku seraya menutup wajahku.“Agatha Vavreu, lihat aku!” perin
Aku sudah sampai dirumah dan Olivia menyambutku dan memberikan aku segelas cokelat panas karena hari ini sangat dingin. Hujan turun saat aku dalam perjanan pulang dan aku sedikit menggigil.“Terima kasih,” ucapku seraya menerima cokelat panas itu.“Dimana ponsel barumu?” tanya Olivia.“Di tas,” jawabku seraya mengeluarkan 2 buah ponsel yang aku beli.“Kenapa ada 2?”“Yang ini memiliki kamera yang sangat luar biasa, yang satu lagi untuk memainkan game,” jawabku bangga.“Kenapa kau sangat boros nona?” tanya Olivia seraya membuka salah satu box kemasan ponsel baruku.“Ah, aku sudah lama tidak memiliki ponsel baru,” ucapku yang membuka box ponsel yang lainnya.Aku lalu mengurus semua hal yang diperlukan sebuah ponsel baru. Akun, nomor telepon, dan lainnya. Setelah selesai, Olivia memintaku untuk mencoba kamera baruku dan ketika aku mencobanya, aku t
Aku menggandeng Carla dan melangkah masuk menuju pesawat pribadi ayahku. Hari yang kami tunggu sudah tiba. Aku duduk bersama Carla dan menunggu beberapa teman-temanku yang masih belum datang.“Hey,” sapa seseorang seraya menepuk pundakku.“Hey Luke,” ucapku ketika menyadari kalau ternyata yang menepuk pundakku adalah pria bertubuh gempal itu.“Dimana Harry? Biasanya kalian selalu bersama?” tanyaku.“Dia di toilet, padahal dia baru saja sampai pesawat dan dia sudah mengeluh sakit perut,” jawab Luke. Luke dan Harry memang sangat dekat, keduanya bertetangga dan sama-sama bergabung dalam akademi klub sepak bola di kota ini.“Hahaha, lalu dimana yang lainnya? Atau semuanya sudah datang?” tanyaku.“Aku rasa sudah, aku tadi menyapa semuanya dan sepetinya semuanya sudah datang,” jawab Luke.Aku lalu mengabsen dan ternyata teman-temanku semuanya sudah datang. Aku lalu meng
Pesawat kami sudah mendarat di Canberra Airport. Kami tidak bisa mendaratkan pesawat kami di pulau itu langsung karena memang tidak ada tempat untuk mendaratkan pesawat. Aku menggandeng Carla dan turun dari pesawat menuju ke mobil travel yang sudah menunggu kami. Jarak pulau itu dari ibukota Australia memang tidak terlalu jauh. Setidaknya, itulah yang dikatakan ayahku.“Wah, sudah lama sekali aku tidak pergi ke Australia,” ujar Carla seraya membuka kaca mobil dan menikmati angin yang menerpa wajahnya.“Aku tidak pernah kesini, apakah Australia tempat yang bagus?” tanyaku.“Tempat ini sangat menyenangkan, Ava, setelah pernikahan ayahmu, ayo kita jalan-jalan di Australia, lagipula, kita akan berada disini selama seminggu,” ujar Carla.Aku hanya menganggukan kepala mengiyakan ajakan Carla. Dia memang orang yang menyenangkan, aku tidak mengerti kenapa dia tidak memiliki seorang pacar. Wajahnya cantik, dia juga oran
Aku membuka mata dan mendapati diriku masih berada di atas batu raksasa ini. Aku mencari Sam dan akhirnya menemukannya sedang duduk bersila dengan bertelanjang dada di sebuah batu yang terletak tidak jauh dari batu raksasa ini.“Sam, kau sedang apa?!” tanyaku setengah berteriak.“Aku sedang mengisi chakra!” teriaknya tanpa menoleh ke arahku. Aku tertawa mendengar jawabannya. Aku tidak tahu dia sekonyol ini.Aku menghampirinya dan dia masih memejamkan mata. Dia seperti sedang fokus melakukan sesuatu di dalam kepalanya. Aku mengguncang-guncang tubuhnya dan akhirnya dia membuka mata dan menatapku.“Apa yang sedang kau lakukan?” tanyaku keheranan seraya menahan tawa.“Aku sedang memainkan gitar,” jawabnya.“Mana gitarnya?”“Kau tidak melihatnya?”Aku melihat sekitar dan menggeleng. Memang tidak ada gitar di sekitar sini. Aku kebingungan, namun dia seperti menga
Aku membuka mata dan melihat ke sebelah kananku. Pria berambut pirang yang menumpang tidur di kamarku masih belum membuka mata. Aku meletakkan jari telunjukku di depan hidungnya untuk memeriksa apakah dia masih bernapas atau tidak. Syukurlah, dia ternyata belum mati. Tapi dia tidur seperti orang mati.“Sam, bangun, ini sudah pagi,” ucapku seraya mengguncang-guncangkan tubuhnya. Namun dia sama sekali tidak membuka matanya.Aku mendengus kesal dan meninggalkannya menuju restoran. Aku lalu bertemu dengan ayahku disana yang sedang sarapan bersama Olivia. Aku lalu bergabung dengan mereka di meja makan dan memesan makanan.“Christian, sepertinya liburan ini membuat Ava ‘sangat dewasa’ karena semalam dia tidur dengan seorang pria,” ujar Olivia seraya menahan tawa. Mata ayahku menyipit dan mengarah kepadaku. Aku tersipu dan menutup wajahku seraya menyumpah-nyumpah di dalam hati.“Apa kau menggunakan pengaman?” tanya
Aku bangun pagi ini dengan perasaaan segar dan bersemangat karena aku memiliki hal penting untuk dilakukan hari ini. Aku bergegas menuju ke kamar mandi dan mandi untuk membuat tubuhku semakin segar.Setelah mandi, aku pergi menuju ke ruang tamu dan mendapati ibuku yang tengah memasak sarapan. Dia tampak heran melihat aku yang masih pagi begini sudah mandi.“Mau kemana pagi-pagi sekali?” tanya ibuku.“Tidak kemana-mana, sedang ingin saja,” jawabku seraya tersenyum dan menunjukkan gigiku.Ibuku hanya menggelengkan kepala dan memasang ekspresi yang mengisyaratkan “terserah kau saja” di wajahnya.“Dimana ayah?” tanyaku.“Sepertinya di taman, bersama Finn,” jawab ibuku seraya membalik telur goreng.Semenjak Finn datang, ayahku selalu bangun sangat pagi dan menghabiskan waktu bersama Finn sampai waktu sarapan. Entah itu jalan-jalan pagi mengelilingi lingkungan rumah kami, atau hany
Malam menyapa. Kegiatan bakti sosial itu berlangsung sampai sore dan kami semua melewatkan jam makan siang sehingga kami memutuskan untuk makan bersama di restoran. Aku melihat unggahan akun sosial media yayasan kami yang dikelola oleh Yura sebagai bagian dokumentasi.Semua komentar positif dilontarkan oleh para pengguna sosial media di tiap unggahan serta semua hati dan ibu jari yang berjumlah ribuan berada disana. Aku tersenyum bahagia, dan aku ingin sedikit berteriak mengetahui rasa senangku, tapi aku tidak ingin terlihat memalukan di restoran ini.“Haruskah kita melakukan rapat sekarang? Nyonya ketua?” tanya Mason seraya menyeruput es tehnya.“Entahlah, aku rasa kita bisa melakukannya di pertemuan berikutnya, aku memiliki semua hal yang perlu kita evaluasi, aku bisa melakukan pertemuan kapan saja, tergantung kepada kalian, mungkin ada yang sibuk? Atau tidak bisa datang? Karena itu, untuk menghindari hal tersebut, aku ingin agar kita menyesu
“Ada satu tempat lagi yang harus kita datangi, ini sangat penting, jadi kau tidak boleh menolak, ajak saja Finn, mereka tidak melarang anjing untuk datang,” ucap Carla seraya menyeruput minumannya.“Kemana?” tanyaku ingin tahu.Carla tidak menjawab dan Finn mengonggong dari belakang. Dia tampak senang berada di dalam mobil, dan aku mengelus kepalanya.Kami lalu masuk ke sebuah komplek perumahan elit dimana banyak sekali rumah-rumah berukuran besar. Aku tidak pernah pergi kesini sebelumnya, jadi ini semua terasa asing untukku.“Ini mau kemana? Aku tidak pernah kesini,” ucapku kebingungan.Carla masih tidak menjawab, namun dia tersenyum riang dan kami kemudian berhenti di sebuah rumah mewah dengan banyak mobil terparkir di depannya. Carla lalu mengajak kami masuk ke dalam dan aku membukakan pintu untuk Finn. Ketika aku sampai di depan pintu, terdengar suara berisik dari dalam.“Hai Ava!” teriak s
“SELAMAT DATANG DI PET CONVENTION TAHUNAN!!”Seorang wanita menyambut kami yang tengah berjalan memasuki sebuah tanah lapang yang dipenuhi tenda-tenda dan balon-balon. Carla yang terlihat sangat bersemangat menarik tanganku menuju ke salah satu dari tenda-tenda itu.Aku melihat ke sekelilingku dan memang benar, ada banyak sekali binatang-binatang unik dan lucu disini. Aku menghampiri sebuah tenda yang memiliki beberapa ekor landak berwarna putih dan aku mengelus duri-duri di punggungnya dengan lembut. Landak itu terlihat menyukai perlakuanku kepadanya. Entahlah, dia memejamkan matanya dan terlihat santai, jadi aku berasumsi kalau dia menyukaiku.“Ava Ava!! Lihat ini, dia sangat lucu!” teriak Carla dari tenda disebelahku. Dia menggendong seekor anak monyet berwarna putih.“Ah kau benar, dia sangat lucu!” ucapku seraya mengelus rambut putihnya. Dia juga terlihat mneyukainya.“Dia spesies yang langka, negara t
Sesampainya dirumah, aku membaringkan tubuhku di atas ranjang empuk di kamarku dan memandangi langit-langit kamarku. Aku memperhatikan lenganku yang terlihat sedikit berisi dibandingkan beberapa bulan yang lalu.“Aku rasa aku sedikit gendut, sepertinya memang benar,” gumamku seraya meremas lengan kiriku dengan tanganku.Aku lalu berdiri menghadap cermin dan memandangi cermin. Memandangi tubuhku dan beralih menatap mataku sendiri yang juga menatapku di sisi lain cermin.Asap. Dimana-mana ada asap, dan cerminku mulai retak. Luka di wajahku yang sudah mengering, terkelupas. Kakiku bergemetar hebat. Aku sudah mengalami ini berkali-kali, namun, aku masih merasa takut. Di dalam hati, aku berteriak. Ketika aku mengalihkan pandangan ke tempat tidurku, disana terbaring tubuh Carla dengan darah berlumuran dimana-dimana.“AVA!!”Aku menoleh, mencari asal suara yang ternyata datang dari ibuku yang tengah memperhatikan aku dari pintu kam
Makanan yang kami pesan datang dan aku masih belum menyentuh steak yang aku pesan. Aku masih memikirkan semua yang Liam katakan seraya melihat ke arah ayah dan ibuku yang tengah bercanda bersama Ruby dan juga nenek Liam.“Beberapa jam sebelum makan malam, menghabiskan waktu bersama kedua orang tuaku yang menyenangkan ini,” ucapku dalam hati.Sejak awal bertemu dengannya, dia merubah hidupku. Dan aku rasa aku sudah mengatakannya ratusan kali. Gadis bergelimang harta namun sarat akan kasih sayang, gadis yang memiliki sebuah istana namun tidak bisa dianggap rumah, gadis yang bisa mendapatkan semua yang dia inginkan kecuali cinta yang tulus, semuanya berubah hanya dalam satu hari dimana aku memutuskan untuk mencari sarapan di pagi yang cerah dalam kondisi mengantuk.“Ava, sayang, kenapa kau tidak makan?” tanya ayahku yang tengah mengobrol dengan Liam. Dia melihatku dengan wajah khawatir.“Ah iya, aku hanya sedang memikir
Kakiku tidak bisa berhenti bergemetar karena makan malam bersama Liam yang akan dilangsungkan beberapa jam lagi. Ayah dan ibuku sudah siap, begitu juga dengan aku. Tapi, aku benar-benar merasa takut yang tidak wajar, padahal aku hanya akan pergi makan malam di luar bersama keluargaku.“Sayang, apa kau benar-benar se-takut itu?” tanya ibuku yang sepertinya melihat kegelisahan di wajahku.“Entahlah, tapi, aku tidak bisa selamanya menghindar bukan?”“Kau benar, tapi kau tidak perlu buru-buru,” ujar ibuku lagi.“Tidak apa-apa, ini hanya makan malam, lagipula, aku tidak tahu kenapa aku harus merasakan ini, padahal aku sempat mencintai orang lain setelah aku dan dia tidak lagi saling menghubungi, jadi, aku berkesimpulan kalau rasa takut ini hanya rasa takut untuk sementara waktu, setelah beberapa saat aku di meja makan, tentu saja aku akan baik-baik saja,” jelasku.Ibuku hanya tersenyum dan kami meninggalka
Aku membuka mataku setelah semalaman tertidur di depan televisi. Semalam, aku memutar film Titanic untuk membantuku tidur, karena itu film yang sangat membosankan dan benar saja, aku bisa bangun pagi ini karena aku berhasil tidur semalam.“Selamat pagi, sayang,” ucap ibuku seraya membuka gorden dan mematikan lampu yang masih menyala.“Pagi, bu, apa ayah belum bangun?”“Belum, dia masih tidur sekarang, apa kau mau sarapan duluan?” tanya ibuku.“Boleh, aku ingin sereal milik ayah, sepertinya enak,” pintaku kepada ibuku.“Beberapa hari yang lalu kau meledek ayah karena makan sereal itu, tapi sekarang kau menginginkannya,” komentar ibuku seraya menahan tawa.“Ah sudahlah, semalam ada iklan tentang sereal itu dan itu benar-benar menggugah selera,” ucapku seraya memanyunkan bibir.“Kalau begitu kau cuci dulu wajahmu, agar terlihat lebih segar,” ucap ibuku de
Pertemuanku dengan orang tua Michael Pattertson kemarin, sejujurnya masih membuatku bingung. Sudah ada beberapa orang di dalam hidupku yang menganggap kalau uang akan memberiku kebahagiaan, padahal, tidak seperti itu.Jika aku ceritakan ulang, aku baru merasa bahagia ketika seseorang mau mengerti akan diriku, ketika aku merasa di cintai meskipun pada akhirnya itu hanya kebohongan dan juga kegagalan, ketika aku bisa bersama keluargaku, bersenda gurau bersama mereka, ketika aku bisa menceritakan berbagai masalah kepada teman baikku, aku sudah cukup bahagia.Aku rasa, kebahagiaanku tidak melulu soal uang, karena sebelum aku bertemu dengan Liam, aku juga belum paham bagaimana bahagia menurut orang-orang, dan ternyata, mereka hanya berpikiran kalau ada uang, maka akan bahagia.Liam dan Sam, membuatku merasa bahagia. Mereka membuatku merasa di cintai, namun, keduanya berakhir dalam kegagalan, dan yang kedua membuat semuanya menjadi runyam. Kebohongan, ancaman, dan ras