Bab 219Hari sudah menjelang petang. Akhirnya Zakia bisa menarik nafas lega, karena pekerjaannya sudah selesai. Rapat dengan jajaran direksi sudah bubar. Semua orang kembali ke tempatnya masing-masing. Zakia keluar dari ruangan dan langsung disambut oleh anak-anaknya beserta dengan baby sisternya masing-masing, sementara Hanna memilih pulang bersama Iqbal sejak satu jam yang lalu. Rapat ini memang hanya dipimpin oleh Zakia beserta Kanaya dan Rinjani. Sebenarnya yang lebih berperan itu adalah Kanaya. Namun wanita itu tidak kekurangan akal. Zakia berhasil membuat rapat itu berjalan dengan lancar.Setelah pamit dengan Kanaya, Zakia diiringi oleh ketiga anak dan tiga baby sisternya langsung menuju mobil untuk pulang. Untung saja mobil itu cukup besar sehingga muat dinaiki oleh delapan orang sekaligus termasuk sopir dan Rara yang tak bisa lepas dari gendongan Zakia.Mobil meluncur dengan tenang dengan kecepatan sedang. Zakia menarik nafas. Momen seperti inilah yang ia nantikan setiap hari
Bab 220Zakia memilih menghabiskan waktu antara magrib dan isya untuk menyusui Rara yang memang tak bisa lepas darinya sejak ia memasuki ruangan ini. Bayi itu seolah ingin menumpahkan rasa rindunya karena hampir seharian selalu berada di tangan baby sister. Wanita itu hanya tersenyum saat Rara menyusu dengan begitu rakus. Memang, menyusu langsung dari payudaranya akan terasa lebih menyenangkan ketimbang menyusu dengan botol, walaupun sama-sama ASI. Berada dalam dekapan ibu kandungnya membuat bayi yang berumur beberapa bulan itu terlihat begitu bahagia. Aniera Hazna Nalani Ashraf. Nama yang sangat indah disematkan oleh Arkan kepada putrinya, buah cintanya dengan Zakia.Berkali-kali Zakia ingin melepas puting payudaranya, tetapi Rara selalu saja menahan. Bibir imutnya adalah seolah tak ingin lepas dari payudara sang ibunda meski matanya sudah terpejam."Bobok ya, Sayang." Zakia menepuk-nepuk pantat putrinya yang nampaknya masih saja betah menyusu.Jika boleh memilih, Zakia ingin sekal
Bab 221"Ada telepon dari Mas Leo, Nyonya," ujar Riri dengan wajah tertunduk dan suara bergetar. Dia sadar betul arti tatapan tuan besarnya itu. Sepasang suami istri ini pasti tengah terlibat pembicaraan serius dan merasa terganggu dengan kehadirannya. Namun panggilan telepon dari Leo di ponsel Zakia membuatnya terpaksa untuk melangkahkan kaki menuju ruang kerja ini dan membawakan ponsel milik Zakia yang memang tertinggal di ruangan anak-anak."Maaf, Ri. Aku melupakan benda ini," ujar Zakia menerima ponsel yang diberikan oleh Riri. Ada beberapa notifikasi panggilan tak terjawab dan itu dari Leo, pengawal pribadinya yang belakangan ini merangkap tugas sebagai detektif dadakan, karena sering ia tugaskan untuk menyelidiki sesuatu yang ingin ia ketahui."Tak apa, Nyonya. Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu," pamit Riri.Zakia membiarkan Riri melenggang pergi meninggalkan ruang kerja ini. Setelah bayangan Riri hilang dari pandangannya, Zakia menutup pintu dan berbalik melangkah menuju
Bab 222Hari masih pagi. Yudha bersimpuh di pusara yang gundukan tanahnya masih basah. Orang-orang yang membantu proses pemakaman sudah pergi sejak beberapa saat yang lalu dan hanya menyisakan dirinya sendiri.Kini hanya dia sendiri di dunia ini. Dia sudah sebatang kara. Bahkan kakaknya, Risa tidak kunjung muncul, meski dia sudah berusaha menghubungi lewat ponsel. Namun hasilnya nihil. Nomor kontak Risa tak aktif. Entah di mana kakak perempuannya itu berada. Namun mengingat perlakuan Risa selama ini kepada ibunya, membuat Yudha paham. Biarpun Risa bisa dihubungi sekalipun, sulit rasanya mengharapkan kedatangan Risa untuk sekedar melakukan penghormatan terakhir kepada mendiang ibu mereka.Matahari kian meninggi. Terik sinarnya menyadarkan Yudha dari lamunan. Dia pun bangkit dan akhirnya melangkah perlahan menjauhi tempat itu, kembali ke motornya yang terparkir tidak jauh dari areal pemakaman.Tidak ada acara tahlilan atau apapun istilahnya. Yudha hanya memberikan sejumlah uang kepada
Bab 223Tepat saat Yudha meninggalkan area pemakaman, sebuah mobil berwarna merah meluncur memasuki tempat peristirahatan terakhir itu.Seorang lelaki bertubuh tegap dan tampan turun dari mobil. Dia dengan setengah berlari membuka pintu mobil satunya. "Kamu sudah pastikan semuanya aman, Leo?" tanya Zakia. Dia yang barusan turun dari mobil mengamati keadaan sekeliling sembari terus melangkah mendekati gundukan tanah merah yang masih basah itu."Aman, Nyonya. Jangan khawatir, tidak akan ada orang yang mengenali Nyonya di tempat ini," sahut Leo yang berjalan di belakang Zakia.Wanita berpakaian serba hitam itu mengangguk dan segera berjongkok sembari memperbaiki cadarnya. Pagi ini Zakia sengaja menggunakan kain penutup muka itu untuk menutupi wajahnya. Dia ingin memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang mengenali dirinya. Dia tidak ingin membuat masalah sesuai dengan isi pesan Arkan, suaminya."Aku datang sebagai seorang anak, Ma. Aku datang untuk mendoakan Mama, semoga Mama tenang
Bab 224Begitu menaiki mobilnya, Leo langsung tancap gas. Dia harus berpacu dengan waktu, karena tidak mau membuat Zakia kecewa lantaran menunggunya. Klien yang akan ditemui Zakia pasti adalah klien penting yang akan berpengaruh pada kelangsungan perusahaan. Sebenarnya perjalanan antara cafe dan rumah sakit Prima Jaya tidak memakan waktu terlalu lama. Mobil yang dikendarai oleh Leo akhirnya sampai di halaman parkir rumah sakit itu.Hendrik menyambut kedatangannya. Lelaki itu menyelami Leo dengan penuh hormat."Apa ini benar-benar kecelakaan atau sebuah kesengajaan?" tanya Leo sembari mereka berjalan menuju ruangan jenazah."Sepertinya ini benar-benar kecelakaan, Bos. Kami sudah menyelidiki semua dan tidak ada indikasi yang mengarah kepada kesengajaan dari pihak-pihak tertentu. Mbak Risa sebelumnya bertemu dan terlibat pertengkaran dengan Mas Yudha di rumahnya," papar Hendrik.Leo berdehem. Otaknya segera mencerna penjelasan Hendrik dan mengambil sebuah kesimpulan. Pasti yang menjadi
Bab 225"Apa yang ingin Papa bicarakan? Bukannya semua sudah jelas bagi Papa? Jika maksud Papa memintaku pulang hanya untuk menyetujui perjodohan dengan seorang anak gadis dari kolega Papa, maka jawabanku sudah pasti. Aku tidak mau!"Leo enggan berbasa-basi. Dia ingin bisa meninggalkan rumah ini secepat mungkin dan kembali ke apartemen atau menyertai Zakia di dalam setiap aktivitas dan perjalanannya. "Jangan tergesa-gesa menolak, Nak. Kali ini calon yang Mama ajukan pasti sesuai dengan selera kamu. Kami ini orang tuamu dan tahu apa yang terbaik," ujar Sinta."Iya, benar. Kalian berkenalan lah dulu," timpal Arnando.Leo mendesah sesaat. "Aku hanya tidak ingin memberi harapan kepada gadis-gadis itu, lagi pula aku tidak suka dijodohkan. Aku bisa mencari calon pendampingku sendiri, tidak perlu Mama dan Papa repot-repot mencarikan calon istri." sahut Leo."Tapi mana? Siapa yang kamu pilih? Dari dulu janji-janji terus. Sampai saat ini kamu nggak pernah membawa seorang gadis pun ke hadapan
Bab 226"Panggil Leo saja. Bukankah kita sebaya?" tegur Leo halus. Dia menatap sosok yang duduk di sampingnya itu. Leo hanya sekedar mengira-ngira, karena dia tentu saja tidak tahu berapa persis usia Nilam."Baiklah. Apa yang membuat kamu nyaman saja," sahut Nilam sembari memperbaiki letak duduknya.Tak ada pembicaraan setelahnya selama beberapa puluh menit. Dan satu hal itu yang membuat Nilam merasa gelisah. Dia memilin ujung rambutnya, lantas tanpa sadar mengibaskannya, hingga helaian itu sempat mengenai bahu Leo. Harum rambut itu menguar, menyapu indra penciuman Leo yang membuat lelaki itu seketika meregangkan jarak di antara mereka."Jika yang kamu harapkan adalah perusahaan, maka aku sebagai pewaris dari perusahaan papa....." Leo menunjuk pada dirinya sendiri. "Kamu salah besar jika menginginkanku. Aku sudah menyerahkan perusahaan kepada Dilan dan aku menjalani hidupku seperti ini. Saat ini, apa yang tengah aku kerjakan mungkin tidak masuk akal buatmu." Leo menatap lurus wanita
Ekstra Part 6 (Penutup)Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?!Ingin rasanya ia menangis, tetapi tak bisa. Dia seorang laki-laki, pantang baginya untuk menangis. Dia harus tegar menghadapi kenyataan ini. Dialah yang membuat Citra akhirnya menggugat cerai dirinya. Dia yang tidak bisa menerima anak itu. Dia tidak bisa menerima kehamilan Citra, padahal Citra tidak salah. Yang salah disini adalah Kevin yang sudah berbuat curang. Sepanjang pernikahannya dengan wanita itu, dia sudah menyakitinya, bukan membuatnya bahagia. Apalagi ibu dan kakak perempuannya yang selalu saja menindas, menuntutnya macam-macam. Citra sama sekali tidak menemukan ketenangan hidup saat menikah dengannya.Dia pula yang membiarkan kedekatan Citra dengan dokter Budi, direktur rumah sakit ini. Kedekatan yang terjalin karena ia memang tak pernah mendampingi Citra kontrol kehamilan dan kemungkinan faktor itu yang membuat dokter Budi simpati kepada Citra. Sekarang hasilnya apa?!Kedekatan yang membuat Yudha akan sa
Ekstra Part 5"Bagaimana, Mbak Citra? Sudah siap?" tanya Dokter Budi. Lelaki itu mendekat saat Melda sudah menyadari kehadirannya.Melda buru-buru menyingkir dari tempat itu lantaran merasa malu karena sudah ketahuan membicarakan orang lain di hadapan yang bersangkutan."Antara siap dan tidak siap sih, Dok." Citra meringis."Sebenarnya saya deg-degan, karena ini pengalaman pertama saya. Tolong dimaklumi ya, Dok.""Tidak apa-apa. Tidak akan terjadi apa-apa. Kami semua sudah mempersiapkan dengan baik. Jangan khawatir Mbak Citra." Tangan lelaki itu terulur, mengusap kepala sang pasien kesayangannya.Lelaki itu merasa bersyukur, kini dia sudah selangkah lebih maju. Hakim sudah ketok palu dan Citra sudah resmi bercerai dari suaminya, walaupun mungkin masa iddahnya baru berakhir setelah wanita ini melahirkan. Ya, hanya sebentar lagi. Sebentar lagi ia bisa menyatakan perasaannya kepada wanita ini. Wanita cantik dan mandiri, sangat pas dengan kriteria wanita idamannya. Dia membutuhkan seoran
Ekstra Part 4Niat hati ingin segera meloloskan diri demi menyusul Citra yang sudah lebih dulu masuk ke dalam gedung rumah sakit ini, tapi ternyata Kevin malah dihadang oleh beberapa orang lelaki berseragam petugas medis. Mereka mencekal Kevin dan memaksanya berjalan menuju pintu pagar. Mereka baru melepaskan Kevin setelah lelaki itu berada di luar batas area rumah sakit ini."Sial! Sial!" Lelaki itu mengumpat dalam hati melihat Yudha dan rekannya sudah menghadangnya di depan pintu pagar, sehingga dia tidak bisa lagi menerobos masuk."Pergilah, Kevin. Jangan membuat kekacauan di sini," ujar Yudha dingin. Dia berusaha mengabaikan sejenak kegalauan yang bersarang di hatinya."Aku tidak akan pergi sebelum kalian memberi jalan padaku untuk masuk ke rumah sakit ini. Aku yang lebih berhak mendampingi Citra melahirkan, karena anak itu adalah anakku!" ucap Kevin pongah dengan nada menindas. Tangannya bersedekap di dada. Lelaki itu mendongakkan wajah menatap Yudha yang tak kalah beringas."Keh
Ekstra part 3Pengalaman melahirkan sungguh mendebarkan bagi Citra. Dari sejak bangun tidur, mandi, kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan persalinannya di rumah sakit nanti, lalu sarapan bersama dengan bik Sum dan Melda.Hanya dua orang itu yang menemaninya pergi ke rumah sakit. Tetapi tidak masalah. Citra bersyukur dia memiliki dua orang yang sangat baik dan mau menemaninya dengan tulus.Setelah memastikan keadaan rumah aman dan pintu terkunci rapat, ketiga wanita itu segera masuk ke dalam mobil. Melda yang kebagian menyetir menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah. Hari ini adalah jadwal operasi caesar untuk Citra. Citra memilih melahirkan secara caesar untuk menghindari komplikasi. Usianya yang sudah 40 tahun cukup beresiko jika memaksakan melahirkan secara normal, lagi pula Citra bukan orang yang sanggup menahan rasa sakit.Sekali lagi cara melahirkan itu adalah pilihan. Bukan soal melahirkan secara normal atau operasi, tetapi kembali kepada kesanggupan tiap ca
Ekstra part 2"Jangan memikirkan soal sewa, Ri, karena aku yang akan menyewakannya untukmu," sahut Leo berbohong. Padahal sebenarnya apartemen ini adalah apartemen pribadi milik Leo sendiri. Dia tidak menyewanya. Apartemen yang sudah lama tidak pernah ia tinggali, karena Leo memilih untuk tinggal di apartemen sederhana yang sesuai dengan perannya sebagai pengawal pribadi seorang nyonya muda."Tapi..." Riri masih ingin memprotes."Sudahlah, Ri," tukas Leo seraya masuk ke dalam apartemen ini, sembari membawakan barang-barang milik Riri. "Masuklah, jangan cuma berdiri di depan pintu seperti itu. Kamu nggak usah takut padaku."Antara percaya atau tidak, tapi yang jelas hatinya benar-benar gamang. Akhirnya Riri melangkah masuk ke dalam. Apartemen ini benar-benar mewah, dengan ukuran yang cukup luas untuk ia tinggali sendirian. Dia baru berada di area ruang tamu, tapi sudah merasakan aura yang berbeda. Di ruang tamu ada satu set sofa dengan meja kaca di tengah-tengah. Lampu kristal yang me
Ekstra Part 1Riri masih menimang amplop berwarna coklat tua di tangannya. Amplop yang diberikan oleh Zakia beberapa jam yang lalu sebelum wanita itu pergi dari rumah ini. Tidak terlalu berat, tetapi Riri yakin, uang yang berada di dalam amplop itu nominalnya cukup besar untuk ukuran dirinya yang hanya orang kecil. Dia belum membukanya, apalagi menghitungnya. Dia masih saja terbawa oleh perasaan.Berat sekali. Rasanya ia ingin menangis saat Zakia memutuskan untuk memberhentikan dirinya sebagai pengasuh Naya. Bukan soal kehilangan pekerjaan, tapi lebih karena perpisahan dengan anak asuhnya. Masih terbayang-bayang semua tingkah anak asuhnya, Aretha Nayyara Az-Zahra yang aktif dan ceria. Balita cantik dan menggemaskan, buah perkawinan nyonya mudanya dengan suami pertamanya.Dia sangat menyayangi anak itu, karena ia pun mengalami hal serupa. Ayah dan ibunya bercerai saat ia masih kecil. Bedanya, Riri memiliki seorang kakak laki-laki yang kemudian bisa menggantikan sosok ayahnya yang pergi
Bab 232"Istrimu benar. setidaknya kamu sudah menjalankan kewajiban dan amanah dari dua wanita itu dan kamu sudah menjadi anak dan cucu yang berbakti," ujar Iqbal menghibur seraya menatap wajah menantunya dalam-dalam."Seandainya mereka masih ada, ibu dan nenekmu pasti juga akan berpikiran sama dengan Papa jika melihat kondisimu memprihatinkan seperti ini. Mereka pasti akan memilih keselamatanmu, ketimbang harta yang tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan nyawamu," ucap Iqbal lagiMendapatkan bujukan bertubi-tubi dari istri dan kedua mertuanya membuat Arkan terdiam. Usul dari Zakia terasa masuk akal. Namun entah kenapa, dia merasa masih berat. Dia menginginkan semua harta peninggalan milik orang yang dicintainya tetap utuh. Dia sangat ingin menjaganya. Dia tahu sekali, jika ia menyerahkan semua itu kepada anggota keluarga Hadiningrat, maka tidak akan lama, semua itu pasti akan lenyap. Keluarga besar Hadiningrat hanya akan tinggal nama. Padahal di masa lalu, keluarga itu sungg
Bab 231Mendapatkan protes dari anak-anak merupakan sesuatu yang paling membuat hati Zakia pedih. Anak-anak benar. Sejak Zakia dan Arkan sibuk mengurus perusahaan masing-masing, perhatian mereka terhadap anak-anak menjadi sangat terbatas.Sejauh ini semua berjalan sebagaimana mestinya. Dengan dibantu tiga baby sister, Zakia tetap bisa mengurus anak-anaknya dengan baik. Hanya saja, perhatian secara khusus tentunya tidak bisa Zakia lakukan setiap waktu.Entah bagaimana hari-hari ke depan, lantaran Arkan yang harus dirawat di rumah sakit, bahkan saat ini belum juga sadar. Remuk redam rasanya hati Zakia membayangkan kemungkinan terburuk. Dia tidak siap untuk kehilangan suaminya, ayah dari anak-anaknya. Pernikahannya dengan Arkan bisa terjadi dengan melewati banyak hal yang tidak mudah mereka lalui. Mereka bisa sampai ke titik ini dengan perjuangan yang keras. Mereka bahkan harus menikah ulang karena Zakia sudah menemukan orang tua kandungnya, yang berarti pernikahan mereka sebelumnya rus
Bab 230"Apa? Leo?!" Sepasang alis Zakia seketika terangkat."Emangnya kenapa, Nak? Ada apa dengan Leo?" tanya Hanna yang sedikit kaget dengan perubahan di wajah putrinya."Mama tau nggak, gara-gara Leo yang mengantarku pulang ke rumah, Mas Arkan sampai terluka parah begini," adu Zakia. Namun Hanna hanya manggut-manggut."Sayang, Leo itu nggak salah. Tugas Leo itu memang untuk menjaga kamu dan dia digaji oleh papa kamu, jadi dia tidak bekerja untuk Arkan," jelas Hanna. Sebenarnya itu tidak perlu di jelaskan, karena Zakia sudah tahu soal posisi Leo."Nggak gitu juga kali, Ma," bantah Zakia seraya mendengus. Dia merasa sangat kesal."Sesuai dengan tugasnya, Leo itu pastinya memprioritaskan keselamatan kamu, meski di sisi lain dia pun peduli dengan suamimu. Buktinya dia balik lagi ke restoran itu, kan? Meskipun kedatangannya sudah terlambat," ujar Hanna. Dia tahu putrinya kesal, tapi Zakia harus menyadari tugas dan kewajiban Leo. Hendrik dan lainnya memang digaji oleh Arkan, tetapi khus