Share

Tiba Di Malang

last update Last Updated: 2023-02-11 20:09:54
“Sayang, bangun. Kita udah sampai."

Hana membuka mata. Hal pertama yang dilihatnya adalah senyum lembut yang terbit dari bibir suaminya. Wanita itu tersenyum kecil, berusaha menegakkan tubuh meski akhirnya mendesis.

“Ngilu,” bisik Hana sambil memegangi pinggang. Sejak usia kandungannya memasuki bulan keempat, pinggangnya mulai berdenyut ngilu setiap saat. Hana sudah berusaha meminimalisirnya dengan melakukan pekerjaan rumah yang ringan, tapi pada akhirnya dia dilarang oleh Salwa dan dirinya hanya bisa puas dengan mengerjakan pekerjaan ringan di kantor humas asrama.

“Mau Mas bantu jalan?” tanya Arkan lembut. Satu tangannya terulur, memijat bahu istrinya dengan lembut.

“Kakiku masih ada.” Hana menolak dengan halus. Dilepasnya safety-belt dan membuka pintu mobil, kemudian turun dan bersandar di pintu.

Hal kedua yang dilihat Hana begitu turun adalah sebuah halaman seluas setengah lapangan bola. Beberapa mobil box dan mobil bak terparkir rapi, berikut tembok-tembok rendah dengan sulur tanam
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Diskusi Pekerjaan

    “Sebelum ini Hana pernah kuliah?” tanya perempuan paruh baya yang duduk di seberangnya ketika makan malam.Namanya Nur Laila, biasa dipanggil oleh semua orang dengan sebutan Umi Laila. Usianya yang baru menginjak awal enam puluhan sama sekali tidak memperlihatkan bahwa dirinya sudah begitu tua.Hana menggeleng, menjawab sopan, “Mboten , Umi. Gak sempat lebih tepatnya karena saya langsung kerja.”Diam-diam matanya melirik Arkan, namun pria-nya itu ikut melirik dan balas tersenyum. Satu tangan besarnya terulur dan mengusap kepala Hana dengan lembut.Semua itu tak luput dari pandangan keluarga Abdurrahman yang ikut tersenyum.“Kerja apa, Nduk?” tanya Kyai Zain Abdurrahman, ayah Tasha. Di sekeliling mereka, anak-anaknya—dua laki-laki beserta istri masing-masing dan satu perempuan dengan suami bersama anak-anak mereka—juga Tasha yang duduk di sebelah ibunya, ikut menatap ingin tahu.Hana sekali lagi melirik Arkan, lalu menjawab malu, “Nulis buku, Abah.”“Berarti sama kayak Tasha ya?” tanya

    Last Updated : 2023-02-12
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Bertengkar Dengan Ayah

    Salah satu kitab kuning yang paling dikuasai Arkan adalah Ta'limul Muta'alim, dan itulah yang diisinya siang ini. Suara bariton pria itu terdengar menggelegar di aula besar saat berdiskusi dengan kedua kakak laki-laki Tasha, sebagian didominasi semangat karena ini adalah kajian kesukaannya, dan sebagian lagi bahagia karena bisa tampil didampingi istri yang sangat dia cintai.“Mas Arkan kalo tampil emang selalu senyum-senyum gitu ya?” bisik Hana pada Keira yang duduk di sebelah kirinya.“Cemburu, Bu?” goda Zara. Haura, Kania, Luna, serta Tasha terkekeh mendengar pertanyaan blak-blakan tersebut.Hana tidak menjawab. Mata bulatnya fokus menatap Arkan yang berdiri di podium, sesekali mengulum senyum saat Arkan meliriknya secara sembunyi-sembunyi.Sesekali Hana mencatat poin penting dari kajian yang dilakukan suaminya, lalu kembali menyimak sambil sesekali berdiskusi dengan Naura. Getaran di saku gamis sama sekali diabaikannya, lebih karena tahu siapa yang menghubunginya tanpa henti sejak

    Last Updated : 2023-02-12
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Diskusi Bahasa

    “Setelah disini, rencananya mau kemana?” tanya Kyai Zain saat makan siang.Arkan melirik Hana, namun istrinya sibuk menekuni piring makanannya.“Rencananya saya mau ajak semua orang ke Batu Night Spectacular, Abah. Saya sudah janji sama Hana bakalan ajak dia jalan-jalan,” ucap Arkan sopan.Tak jauh darinya, Naura mengangguk-angguk dengan tampang puas. Kontras dengan ekspresi Keira yang sebal.“Arkan ini sayang istri banget ya. Sebelum shalat dzuhur tadi saya lihat pertunjukan di depan aula.” Kakak pertama Tasha, Ayash, menceletuk ringan.Semua orang tertawa, sementara Arkan menahan senyum dan sekali lagi melirik Hana. Dilihatnya pipi gembil itu memerah, membuat Arkan gemas ingin menciumnya.Semua itu juga tak luput dari tatapan Kyai Zain dan istrinya, juga anak-anak dan menantu mereka. Sejak kemarin, mereka gemas sekaligus bahagia melihat interaksi manis pasangan tersebut.“Saya yang udah nikah sepuluh tahun sama Haura ngerasa kalah saing sama yang baru nikah satu tahun,” goda Ayash la

    Last Updated : 2023-02-12
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Teror (3)

    Hal pertama yang dilihat Hana adalah langit-langit kamar berwarna putih bersih.“Aku dimana?” tanyanya lirih.“Kamu baik-baik aja?”Hana menoleh. Terlihat Zara mendekat dan duduk di pinggir ranjang. Wanita itu berusaha bangun, namun Zara segera menahannya.“Aku kenapa, Mbak?” tanya Hana lagi. Kepalanya berdenyut nyeri—vertigonya kambuh lagi karena berusaha mengingat apa yang terjadi tadi.Zara tidak menjawab. Diliriknya ponsel yang diletakkan di meja nakas, lalu melirik Hana.“Kamu pernah berantem sama orang lain?” tanya Zara lembut.Hana menggeleng.“Aku takut, Mbak. Awalnya didatangi orang gak dikenal waktu sendirian di rumah, terus dikirim paket nyeremin, diteror lewat chat, diawasi waktu kita berhenti di pom bensin. Awalnya kukira mataku yang salah, tapi ini serius, Mbak. Aku ngerasa ada yang ngikutin kita semua.”“Sssh, jangan panik.” Zara segera maju dan memeluknya. “Jangan sampai kamu stres dan nanti berpengaruh ke bayimu. Kamu harus tenang, Dek.”Bibir mungil kemerahan itu sege

    Last Updated : 2023-02-12
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kemarahan Arkan

    “Kamu pernah punya masalah sama orang di luar sana, Han? Jujur!” ucap Arkan tegas saat hanya ada mereka berdua di kamar.Hana menunduk, takut untuk menjawabnya. Bagaimana kalau Arkan marah dan memutuskan untuk memprovokasi peneror itu?“Han!”Hana menatap mata suaminya lekat dan berkata, “Yang benci aku banyak. Yang gak suka aku juga banyak. Mas udah tahu soal itu.”“Kamu punya pikiran siapa yang neror kamu sampai kayak gini?” tanya Arkan lagi.Hana mengedikkan bahu.“Apa yang tertulis di chat itu beneran?” Arkan menunjuk ponsel Hana yang berada di tangannya.Hana sontak mendengus. “Mas tahu gaji aku sebagai penulis gede banget. Ngapain aku nadahin tangan ke laki-laki yang bahkan waktu itu belum jadi suamiku?”“Tapi kenapa disini dia bilang kamu morotin laki-laki?” balas Arkan tak mau kalah.“Mas lebih percaya pesan gaje itu daripada aku?” tanya Hana kaget.Iris hitam Arkan tidak menyorotkan emosi sedikitpun saat berkata, “Mas begini karena sadar kalau Mas belum mengenal karakter kamu

    Last Updated : 2023-02-13
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Curhat Pada Zara

    Sampai malam, Hana tetap membisu. Di meja makan, pasangan itu pintar bersandiwara mesra, meski hanya Keira dan Naura yang mengetahui bahwa hal itu palsu. Sorot mata Hana masih memancarkan luka, sementara Arkan terus berusaha menghindari kontak mata dengan istrinya.“Acara tadi siang hebat sekali, Gus,” puji Ayash. “Kapan-kapan kita bisa buat acara semacam ini lagi?”Arkan mengangguk. “Bisa. Mas Ayash atur saja waktunya, insya Allah nanti kami ke sini lagi.”Zara dan Faris yang menyadari nada ganjil tersebut bertatapan, lalu menatap kedua adik kembar mereka.“Nanti aja,” bisik Keira lirih.“Hana kenapa diam aja? Sakit, Nduk?” tanya Bu Nyai Laila lembut.Hana menggeleng. “Cuma kecapekan, Bu. Gak apa-apa.”“Oh, wajar. Baru pertama kali pergi sejauh ini ya?” tanya Haura.“Enggak, Mbak. Cuma mungkin karena keadaan sekarang yang agak lain,” balas Hana sambil mengelus perutnya.Semua orang mengangguk-angguk paham.Selesai makan malam, mereka berkumpul di ruang tamu dan mengobrol. Hal ganjil

    Last Updated : 2023-02-13
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Permintaan Maaf Arkan

    “Lebih baik kamu tidur di kamar kalian,” bujuk Zara.“Aku gak mau ada pertengkaran jilid dua, Mbak.” Hana menggeleng.“Terus kamu pikir keluarga Kyai Zain gak bakalan nanya kenapa kamu tidur misah sama Arkan? Gimana kalau misalnya Tasha atau kakak-kakaknya kesini dan lihat?” sergah Zara.Hana membisu, namun otaknya mulai membenarkan ucapan kakak iparnya. Dia lalu bangkit dan berjalan menuju kamarnya bersama Arkan. Wanita itu berjalan menuju kamar mandi untuk berwudhu, kemudian duduk di ranjang dan membuka Al Qur’an-nya.Suara pintu terbuka membuat Hana mendongak. Dialihkannya pandang seketika saat Arkan mengunci pintu dan melepas kemeja kokonya.“Udah ngambeknya?” tanya Arkan dingin.Hana tidak menjawab.“Mas cuma minta kejujuranmu, tapi kamu malah ngomong berbelit-belit. Apa susahnya bilang enggak?” tanya Arkan lagi.Hana tetap membisu. Diletakkannya Al Qur’an dan merebahkan diri, berusaha memejamkan mata dan melupakan ucapan menyakitkan Arkan.Di posisinya, Arkan mulai meragukan pe

    Last Updated : 2023-02-13
  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Ejekan Untuk Keira

    “Udah gak marahan lagi nih?”Hana tidak menjawab saat keluar dari kamar pagi itu. Satu jam lagi, kajian kitab I'anatun Nisa’ yang diisi Zara akan dimulai, disusul acara Bathsul Masa'il yang diisi Arkan dan Faris hingga sore. Zara dan Faris sudah pergi lebih dulu untuk mempersiapkan acaranya, sementara Arkan, Hana, dan kedua adik kembarnya masih bersiap untuk sarapan. Kali ini mereka tidak bergabung di rumah keluarga Abdurrahman karena ingin sekalian mengecek persiapan acara dan prepare untuk kepindahan mereka ke hotel nanti malam.“Dia gak tahan dimarahin lama-lama,” ejek Hana sambil menuding Arkan dengan sendok bubur. Selepas jam mengaji tadi memang ada dua santri ndalem yang mengantarkan sarapan, dan Hana yang biasanya tidak mau sarapan didesak oleh Arkan untuk menghabiskan makanan.“Lihat kamu marah itu horor, Sayang,” balas Arkan. “Makan gak enak, tidur gak nyaman, mau ngapa-ngapain serasa ada yang salah.”“Halah, semalam aja makanannya habis,” sindir Keira. Naura yang baru menela

    Last Updated : 2023-02-13

Latest chapter

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kegelisahan Alina

    “Kakak lihat gak sih kalau mereka merhatiin kita terus?”Fauzan mengangguk, matanya tidak lepas dari laptop.“Buat apa sih dia masukin anaknya ke ponpes Al Mulk juga? Memangnya dia gak punya tujuan lain gitu? Atau dia ngelakuin ini karena pengen gangguin kita lagi? Bisa jadi begitu kan? Orangtuanya udah gak ada lagi, semua fasilitasnya udah balik, dan Rafika bahkan juga udah gak ada. Dia gak punya alasan buat gak ngelakuin apapun rencana buruknya,” ucap Alina geram. Dia terus saja mondar-mandir keliling kamar, membuat Fauzan pun tidak nyaman. Tapi dia tahu Alina begitu karena gelisah memikirkan keadaan putra mereka nanti.“Nanti kalau Raza diapa-apain anaknya gimana? Dari tadi siang aja kelihatan jelas kalau mereka terus merhatiin kita. Terus laki-laki itu berani banget deketin Raina. Memangnya dia gak takut dikeroyok orang-orang karena gangguin gadis muda gitu?” tanya Alina lagi. Dia kemudian merebahkan diri di sebelah Fauzan dan memainkan rambut merahnya yang mulai memutih.“Udah ng

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Ketakutan Raina

    Baru mereka sadari kalau Gabrielle memang tidak berhenti memperhatikan keluarganya. Bahkan ketika Raina mencoba mengingat-ingat lagi interaksinya dan Raza dengan Fathan dan Asyraf tadi, dia baru tahu kalau ada yang memperhatikannya.“Mukanya serem banget, Kak. Kayak mau makan kita,” ucap Raina.“Kayak gimana orang yang merhatiin kalian itu?” tanya Najwa penasaran.“Mukanya garang, matanya tajam, terus ekspresinya kayak orang marah terus....”Najwa menggeleng. “Bukan itu maksud Mbak Najwa. Maksudnya, penampilannya kayak apa?”“Rambutnya dicat pirang, terus pakaiannya acak-acakan. Matanya merah kayak orang gak tidur. Terus,” Raina merendahkan suara dan mendekatkan kepala. “Ada bau menyengat dari arah mereka. Kayak bau rokok sama kayak aroma manis, tapi menusuk hidung gitu.”Najwa, Farah—kakak kedua Najwa, Azka, Ahmad, Aiman, dan Raza bertatapan.“Bensin kali. Atau bubble gum,” sahut Aiman.Raina menggeleng. “Enggak. Baunya lebih menyengat. Dan bau itu baru pertama kalinya aku cium.”Sem

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Benci Yang Mengakar Dalam

    “Jangan sampai saya dengar kamu bikin masalah setelah sampai disana nanti. Saya gak mau denger pengaduan dari guru maupun pengasuhmu!”“Kalaupun Johan bikin ulah, memangnya Ayah peduli? Bukannya Ayah yang buang Johan ke sana supaya gak ngerecokin ayah lagi?” tantang Johan balik.Gabrielle mendelik. Dia sangat tidak suka mendengar nada menantang dari suara putranya, namun dia tidak bisa bertindak apa-apa disini. Dia tidak mau jadi tersangka kalau sampai menabrakkan mobil yang dikendarainya dan membuat Johan meninggal.Akhirnya mereka berdiam diri. Johan dengan pikirannya sendiri, sementara Gabrielle dengan angannya yang memikirkan Alina. Sekian lama sejak pertemuan terakhir mereka yang tidak mengenakkan, akhirnya dia melihat wanita itu lagi. Wanita yang dia cintai sejak kelas sebelas SMA, namun malah menikah dengan orang lain dan tega membuatnya gila. Atau setidaknya itu yang diyakini Gabrielle selama ini.“Apa istimewanya perempuan itu sampai ayah gak bisa move on?” tanya Johan mendad

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Drama Santri Baru

    “Johan gak mau, Ayah!”“Saya gak peduli! Saya sudah muak lihat muka kamu!” Pria berambut dicat pirang itu balas melotot. Dia kemudian menoleh pada panitia pendaftaran santri baru dan bertanya, “Dia bisa daftar disini kan?”Fikri—pengurus berkoko putih yang sejak tadi memperhatikan pertengkaran mereka mengangguk patah-patah, ketakutan melihat ekspresi wali murid di depannya yang menyeramkan. Diberikannya formulir dan pulpen, kemudian melirik si calon santri baru yang mendelik penuh kebencian pada ayahnya.“Pak,” Mata Fikri menyipit membaca nama yang tertera di formulir. “Gabrielle.” Untuk sesaat dia tertegun, kemudian melanjutkan, “Njenengan asli Solo kah?”Gabrielle tidak mengacuhkannya dan terus menulis. Fikri memutuskan untuk tidak mencari masalah dan berpaling pada Johan. Namun, sebelum dia sempat berkata-kata, mendadak sepasang orangtua dan dua anaknya memasuki ruangan.“Assalamualaikum.”“Wa’alaikumsalam.”Karena ruangan sedang penuh, keluarga itu duduk di bangku tunggu sambil mem

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kegelisahan Arkan

    “Duduk dulu, Mas.”Arkan tidak mengacuhkan panggilan Keira dan terus mondar-mandir. Sesekali dia berhenti dan menempelkan telinga ke kaca UGD, namun tidak ada yang bisa didengarnya.“Kaca UGD itu tebel. Suara dan kegiatan apapun yang terjaid di dalam gak bakalan bisa diketahui orang luar,” komentar Ivan.Arkan berhenti dan kembali mondar-mandir. Kali ini dia melepas peci dan menyugar rambutnya yang keriting kecoklatan.“Padahal sebelum berangkat Hana baik-baik aja. Kenapa tiba-tiba kondisinya menurun lagi?” tanya Salwa penasaran.Alissa dan Azzam tidak bisa menjawab. Mereka pun baru tahu tadi kalau pneumonia Hana kembali parah. Wanita itu bahkan muntah darah setelah sebelumnya makan siang bersama keluarga mereka.“Njenengan jangan nyalahin diri sendiri, Bu.” Salwa berkata saat melihat Alissa yang tidak berhenti menunduk dan mengusap matanya. “Ini sama sekali bukan kesalahan Njenengan.”“Tapi saya lalai menjaga dia, Bu. Ibu macam apa saya yang ngebiarin anaknya yang lagi sakit untuk pe

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Omelan dan Nasihat Humaira

    “Mbak Aira tahu kamu mau bahas apa.” Baru saja duduk, Hana sudah disuguhi ekspresi Aira yang tidak enak dilihat. “Kenapa kamu gak terus terang aja sekalian?”“Memangnya beliau mau denger?” tanya Alina balik. Dipanggilnya penjaga kantin dan minta dibawakan dua botol teh dingin. “Sampe mulutku berbusa pun Mama gak bakalan mau ngerti. Yang ada beliau malah playing victim, nyari pembenaran, lalu ngatain aku ngegas dan gak sopan.”Hana yang tidak tahu hendak melakukan apa hanya memainkan kotak tisu yang diletakkan di meja kantin.“Bukannya Mbak Aira gak mau dengerin, Nduk. Tapi gimana ya....” Aira bergerak-gerak salah tingkah, lalu melirik Hana sekilas sebelum kembali menunduk menekuni mangkuk sotonya. “Mau ngatain mamamu, nanti Mbak Aira dibilang guru yang ngajarin hal buruk. Gak bertindak, misalnya menjauhkan kamu dari beliau, kamunya makin tersiksa.”Alina mengangguk.“Mbak masih inget kejadian waktu mamamu gak percaya kamu....”“Godain laki-laki lain di luar, padahal Umi udah nyiapin p

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Kemarahan Alina

    “Gimana kabar keluarganya Mbak Alina?”“Ya begitu-begitu aja. Kamu berharapnya gimana?” balas Alina enteng. Sejak tadi, tangannya tidak berhenti memainkan tutup toples permen, membuat Hana gemas dan ingin melakban tangannya sekalian.“Mbak Alina bisa untuk gak peduli sama mereka lagi?”Alina mendongak, kebingungan tersorot dari iris matanya yang berwarna hijau.“Maksudku, Mbak Alina bisa gak peduliin ucapan buruknya Mama lagi? Mau beliau nyumpahin Mbak Alin kek, mau ngata-ngatain Mbak Alin kek, gak usah dipeduliin. Anggap aja angin lalu....”“Memangnya kamu dulu bisa kayak begitu?” tanya Alina balik. “Empat tahun lalu kamu bisa diam waktu Tante Naira ngatain kamu? Aku udah diam hampir seumur hidupku, Han! Gak bisa disamain dengan kamu yang langsung ngamuk dan lempar-lemparin piring ke dinding!”Hana tertegun. Ini pertama kalinya dia melihat Alina hilang kendali, dan perasaan bersalah mulai menelusup masuk ke hatinya.“Berapa kali Mamaku bilang gak mau peduli lagi sama aku dan Mas Fauz

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Perhatian Kedua Putri dan Cerita Tentang Alina

    “Umi baik-baik aja?”Alissa mengangguk. Pandangannya tidak lepas dari Hana yang sibuk mengerjakan ini-itu. Ditepuknya space kosong di sebelahnya dan berkata, “Duduk sini, Nduk.”“Sebentar, Umi. Hana beresin obatnya dulu biar nanti gak ribet nyarinya.”“Biar aku aja, Mbak,” tawar Rayya.“Gak usah. Kamu duduk aja.”Rayya merengut, namun dia tidak melawan dan terus memijit kaki ibu mertuanya.“Sini dulu, Han.”Barulah Hana menghentikan pekerjaannya. Diletakkannya lap di pinggir meja dan duduk di sebelah Alissa.“Umi jangan sakit-sakit terus. Nanti kalau Umi sakit, gak ada yang bisa diajak ngobrol dan diskusi lagi,” ucap Hana sambil memperbaiki selimut.“Rayya sama kakak-kakakmu kan ada.”“Hana pengennya sama Umi.”“Arkan juga ada. Kenapa kamu nyarinya Umi terus?” tanya Alissa lagi.“Hana cuma bisa ketemu dia pas malam aja. Siangnya sibuk kerja terus.”“Mas Arkan kan kerja buat Mbak Hana sama anak-anak juga,” sahut Rayya.“Ya udah. Gak usah kerja aja kalau gitu. Di rumah aja,” balas Hana

  • Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua   Takut Kehilangan

    “Mas mau pulang sebentar nengok anak-anak. Kamu mau disini?”Hana mengangguk.“Yakin? Kamu nanti sendirian lho. Mas-mas sama Mbak-mbak yang lain kan pada sibuk,” lanjut Arkan.“Nanti kalau Umi kebangun terus nyari aku, kasihan Mas. Abah juga belum balik dari mushola soalnya.”Arkan akhirnya mengangguk. Dipeluknya Hana erat-erat dan menciumi seluruh wajahnya, kemudian menatap ibu mertuanya yang tertidur pulas.“Kalau capek, langsung istirahat ya. Jangan maksain diri.”Hana mengangguk. Diantarnya Arkan ke luar, kemudian duduk di pinggir ranjang dan menatap wajah Alissa lekat-lekat. Tangannya lantas terulur dan meraih tangan Alissa dan menempelkannya di pipi.“Cepet sembuh, Umi. Jangan tinggalin Hana dulu,” bisik Hana pelan.Masih teringat jelas olehnya kejadian tiga jam lalu dimana Alissa ditemukan di kamar dalam keadaan pingsan. Seisi rumah seketika panik, dan Azzam yang baru pulang langsung membawanya ke mobil dan meminta Arkan untuk secepatnya ke rumah sakit.“Hana mohon, Ya Allah. J

DMCA.com Protection Status