PoV Arjuna
****Sebelum papa meninggal.
"Jun. Papa punya klien. Dia seusia kamu. Tapi dia sudah ditinggal oleh kedua orang tuanya menghadap Sang Pencipta."
"Hemh." Aku menanggapi papa dengan cuek. Seperti biasa. Sejak aku tahu kalau papa memadu mama, aku jadi tak ingin bersikap baik padanya.
Tapi ...
Kasih sayang papa baru kusadari beberapa Minggu sebelum ia kecelakaan dan meninggal dunia. Gara-gara ingin mengurusi masalah si Aurel.
"Papa mau keluar dulu. Mau ke rumah Aurel." Dia mengelus kepalaku. Juga kepala Tania adikku yang saat itu sedang duduk bersama menonton televisi. Kami pun seraya menjawab.
"Pah?" Aku memanggilnya.
"Ya?" Papa menoleh. Tak banyak bicara, aku langsung memeluk papa. Ia nampak kaget dan menepuk-nepuk punggungku sambil bilang terima kasih
Disangka Masih Hilang IngatanPart 53***PoV Aurel**********"Mbok? Mbok tahu apa soal tante Windy dan om Idris? Bukannya sebelum aku lahir Mbok sudah kerja disini?" tanyaku pada Simbok sambil menyeruput susu jahe buatan dirinya. Ia sangat pandai menyuguhkan hidangan supaya otak ini memunculkan inspirasi.Simbok sedang membereskan benda rawan pecah ke rak. Aku menemuinya di dapur. Dan ia sudah siapkan susu jahe."Gak tahu banyak, Non. Kan mereka jarang kesini. Paling satu tahun sekali. Dan mereka seringnya pergi keluar negeri." Dan ternyata Sim
PoV Aurel**********"Apa ini?" kembali batinku bergema kala melihat sebuah surat penangkapan yang di tujukan untuk ..."Om Idris? Tante Windy? Apa ini maksudnya?"Aku terus selidiki semuanya. Apapun yang membuatku penasaran terus kucari. Tak ingin ada keganjilan.Aku mencari kembali siapa tahu ada yang mama simpan atau rahasia yang tak pernah ia beritahu padaku. Nihil. Tak ada lagi. Aku hanya menemukan surat keterangan dari kepolisian mengenai sebab kecelakaan papa, juga surat penangkapan untuk Tante Windy dan Om Idris.Aneh. Kenapa ada surat penangkapan di rumah? Apa mereka berdua yang telah buat papa celaka dulu? Lalu mama tak jadi tuntut mereka?Astaghfirullah.Bathin ini berkecamuk menduga kalau yang kupegang adalah bukti kecelakaan papa di akibatkan oleh kegilaan Tante Windy dan Om Idris mengenai kecemburuan mer
****♥️♥️♥️"Non? Mau pergi ma siapa?" Simbok bertanya saat aku sudah selesai bersolek dan memakai gaun sederhana berwarna putih. Aku menuruni tangga."Sendiri saja," jawabku masih terus melangkah."Loh? Kok sendiri? Hem ... makanya cepet-cepet nyari gebetan, Non! Biar ada yang dampingin." Bi Atun tiba-tiba menyambar dari samping. Aku sudah sampai lantai bawah."Enak sendiri. Mau pergi gak ada yang kepo." Kujawab cuek."Biasanya ada den Juna, Non? Kok dia gak jemput?" tanya Bi Atun. Pun dengan Simbok. "Iyo!""Sepertinya gak di undang. Cuma Feri saja yang di undang." Kujawab lagi."Suruh den Feri jemput saja, Non?" ide Simbok. "Iyo, betul!" tanggap Bi Atun. Kepala ini hanya menggeleng saja. "Ah, bisa sendiri, kok," jawabku sambil duduk di sofa. Terlihat jam dinding masih men
PoV Feri*****Setelah kucari-cari, ternyata wanita yang mengenakan gaun putih kutemui. Dia sepertinya Aurel. Dari kejauhan perawakannya memperlihatkan bahwa itu adalah ciri-ciri seorang Aurel."Sedang apa dia?" Hatiku berbisik saat melihat dia sedang termenung sendiri di pinggir danau. Duduk di kursi pendek yang terbuat dari kayu atau entah itu adalah sebuah batu artifisial yang sengaja dibuat, aku tak tahu.Dia tidak nampak sedang di sekap atau di culik orang. Dia cukup santai sambil terus melemparkan batu kerikil ke danau. Percikan airnya makin terdengar karena langkah kaki ini kudorong makin mendekatinya. Dia melamun. Aneh. Ada apa?Cluk!Cluk!Suara kerikil menembus permukaan air danau. Tatapan anak itu kosong. Dia tidak takut kesambet? Apa ada makhluk ya
PoV Feri*****Terlihat dari belakang roda empat Aurel masih mengikutiku. Dia hari ini akan kubawa ke sebuah makam. Dimana aku akan mengajarkan dirinya bagaimana cara supaya dia bisa move on.Aku sudah turun."Fer? Kok ajak aku ke makam, sih?" Dia turun pula dari mobilnya. Menghampiriku dan langsung bertanya perihalku yang mengarahkan langkah kita ke sebuah area pemakaman."Ayok. Aku mau ajak kamu temui seseorang." Aurel nampak masih heran. Wajahnya bingung. Netranya menyapu setiap sudut area pemakaman yang sebagian besar di penuhi dengan pohon-pohon beringin dan kamboja."Di makam? Ketemu orang?" herannya."Ayok. Ikut saja. Siang bolong kayak gini penghuni makam gak bakalan keluar, kok." Aku berjalan lebih dulu."Ih, tunggu, Feri!" Wanita itu seperti ketakutan. Dia
PoV Aurel***Hatiku masih terkekeh. Bisa juga cowok semacam Feri berniat membawaku ke salon. Tadi aku malah berfikir bahwa aku akan pergi dengan keadaan lusuh ke pesta pernikahan mantan sekretarisku. Tapi tak apa juga, sih.Fer, Fer."Nah, make up-nya sudah selesai. Sekarang tinggal rambutnya ya, Mbak." Aku mengangguk. Selain sebagai tata rias wajah Mbak Erla juga kompeten sebagai hairstaylist. Aku tahu namanya karena tadi aku bertanya. Kami pun berkenalan."Ini sih sudah bagus. Saya rapikan lagi ya, Mbak. Biar lebih rapi." Mbak Erla kembali permisi merapikan rambutku. "Oke." Aku mengangguk."Gaunnya cantik, Mbak. Kok kotor. Mema
DisangkaMasih Hilang IngatanPart 59♥️♥️♥️PoV Aurel***"Ayok! Kok berhenti?" Tiba-tiba Feri berhenti."Aku 'kan tadi udah naik dan kasih selamat, Rel. Aku lupa. Masak aku harus dua kali naik?" jawabnya. Kini ia garuk bagian belakang kepala yang tak gatal."Oh, gak apa-apa. Bilang aja sekalian pamit.""Tapi kamu gak akan langsung pamit, kan? Baru juga dateng," jawabnya."Iih, aku juga mau langsung pamit, Fer. Gak mau lama-lama. Aku mau kesini untuk menghargai undangan dari Irlan aja. Setela
"Non? Gak di suruh masuk?" Simbok bertanya setelah Feri berlalu. Dia memang tidak mampir dulu, katanya sudah sore. Ada hal yang harus dia kerjakan pula."Enggak, Mbok. Dia katanya lagi ada urusan." Aku menjawab."Oh, begitu, silahkan, Non!" Simbok dengan ramah mempersilahkan aku masuk. Aku pun mengangguk lalu masuk ke dalam rumah."Loh, Non? Bajune, kok kayak berubah? Rambut, Non juga?" Simbok kaget dengan tampilanku yang berbeda dari tadi saat akan berangkat."Ceritanya panjang, Mbok." Aku mendorong tubuh ini ke sofa lalu duduk. Melihat Arloji di lengan masih menunjukkan pukul dua siang. Adzan ashar masih sekitar satu jam lagi."Panjang gimana, Non?" Ah, Simbok ingin tahu saja. Dia pasti penasaran sekali. "Si Non pergi ke salon?" Ia menduga. "Iya." Aku menjawab diiringi dua alis yang meninggi."Oh
"Aurel? Feri?"Maya terkejut dengan kedatangan kami ke rutan bermaksud mengunjunginya. "Kalian jenguk aku lagi?" tanyanya. Kini Maya sudah duduk di kursi berhadapan dengan aku dan Feri. Wajahnya lumayan lusuh. Ya, namanya jiga di dalam sel tahanan. Tak seindah di rumah sendiri walaupun rumah itu amatlah kecil dan sederhana."Iya. Apa kabar kamu, May?" tanyaku sambil getar-getar kaki di bawah meja. Sontak bola mata Maya gelagapan mendengar tanya kabar dariku. Padahal ini bukan kali pertama kami bertemu. Tapi, mungkin dia masih belum terbiasa saja bertemu denganku."Baik, Rel. Makasih kamu udah kali ke duanya mengunjungi aku ke sini." Kata-kata Maya mulai memperlihatkan kalau dia sudah berubah menjadi lebih baik. Syukurlah. Memang seperti apa yang pernah aku ceritakan. Sebelumnya pernah mengunjungi Maya."Rel? Perut kamu?" Maya terkejut dengan kondisi perut
PoV Aurel***"Sayang, hari ini aku kepengen makan ketoprak, tapi yang di ujung jalan sana itu loh!" Suamiku Feri merangkulku dari belakang. Saat ini aku sedang minum air mineral sambil berdiri. Hari ini dia dan aku libur ngantor karena hari Minggu. Seperti biasa ia simpan dagunya di bahuku. Dan itu membuatku geli. Momen manja-manja kami tak pernah henti."Ih, geli!""Gimana? Mau gak? Ayok dong!" Ia kekeh ingin ketoprak. Sejak aku hamil, sama sekali aku tak pernah ngidam apapun. Alhamdulillah mual pun hanya di awal-awal saja. Dan ngidam, full dia yang tangani. Kok bisa? Aku pun tak tahu. Tapi biarlah."Iya, sebentar." Aku kembali minum. Dia masih memelukku dari belakang sambil elus-elus perut."Kamu apaan sih? Nanti ada simbok atau bibi, malu," ucapku terkekeh geli. Kadanga Simbok dan Bibi suk
PoV Putri***Namaku Annata Putri Salsabila. Anak satu-satunya dari Papa dan Mamaku. Mereka sudah almarhum. Kecelakaan pesawat beberapa tahun yang lalu telah merenggut nyawa mereka. Singkat sekali perjumpaan kami. Semoga kelak di surga aku dan mereka bisa kembali berkumpul.Aku tinggal bersama Tante Sandra, ia adalah Kakak dari almarhum Papa. Jadi, aku dan Mas Feri sepupuan. Ah, tak kusangka, ia kini sudah menikah dan akan segera mempunyai momongan dari wanita yang di cintainya, Mbak Aurel.Aku mengambil sekolah menengah atas jurusan keperawatan, hingga aku kuliah dan lulus menjadi seorang perawat. Aku lebih memilih menjadi perawat para korban bencana. Termasuk korban kecelakaan pesawat. Ah, itu semua aku lakukan karena kekecewaanku yang tak bisa merawat Papa dan Mama. Hingga aku bertekad ingin menjadi seorang perawat dan memb
PoV Aurel***Hari ini aku sangat bahagia. Tepat di hari ulang tahun pengacara keceku, yaitu suamiku sendiri, Feri, ternyata perutku sudah berisi janin yang kata dokter usianya baru enam minggu. Ah, aku bahagia sekali. Sejak dulu menikah dengan Mas Andri, aku menunda dulu soal momongan, tapi sekarang, setelah menikah dengan Feri, aku tak menggunakan alat kontrasepsi apapun. Itu mauku, juga mau Feri. Kami sudah tak sabar ingin menjadi orang tua. Dan Alhamdulillah, akan segera kesampaian."Sayang? Malam ini kita diner, yuk!" pintanya sambil memeluk tubuhku dari belakang. Dia selalu bertingkah manja."Memang boleh keluar malam?" tanyaku."Boleh, asalkan udah shalat isya. Aku udah siapkan tempat yang spesial untuk kita." Dia bicara lalu mengecup pipiku."Ish! Curi-curi kecupan. Gimana kalau ada simbok?" Aku mencub
PoV Feri***Hari ini, setelah Aurel terbangun dari koma, akad nikah akan kami langsungkan saja. Aku tak mau menunggu lagi hari esok atau lusa. Aku tak mau sampai acara ini di tunda lagi.Hari ini dia sudah membuat jantungku terasa copot. Pas bangun dari koma, dia malah tidak mengenalku. Eh, ternyata dia hanya sandiwara. Dasar Aurel. Di suasana sedih pun dia masih bisa bercanda. Entah apa yang terjadi bila ya, dia hilang ingatan lagi. Ah, aku mungkin sudah tak bisa lagi bicara. Tadi saja, aku sudah merasa tak punya harapan apapun lagi. Dia benar-benar berhasil membuatku kaget setengah mati. Tak hanya aku, tapi semuanya. Bahkan Simbok sampai mau pingsan.Akad nikah akan segera berlangsung. Sebelum mengucap qobul, kutatap wajahnya dengan penuh cinta. Aurel cantik sekali. Benarkah hari ini kami akan menikah? Akad
PoV Feri***"Gimana kabar Aurel, Fer?" Arjuna bertanya mengenai kabar Aurel. Dia sudah makin membaik, kini untuk berjalan pun tidak memakai bantuan kruk."Masih sama." Kuhempas tubuh ini ke sofa. Lalu melonggarkan dasi dan simpan tas di atas meja. Arjuna ikut duduk. Putri datang membawakan kami minuman. Waktu menunjukkan pukul tiga sore. Selesai meeting tadi aku langsung pulang. Nanti akan ke rumah sakit lagi. Sekarang katanya ada Bi Atun di sana. Menunggu Aurel sebelum aku datang."Kasihan ya, Mbak Aurel, Mas. Aku masih gak ngerti kenapa ini harus terjadi. Apalagi ... pernikahan kalian 'kan tinggal beberapa hari lagi." Putri berkomentar dengan lesu."Iya." Aku mendenguskan nafas kembali dorong punggung ke sofa. Netra ini hanya menatap langit-langit rumah yang terasa suram."Sabar, Fer, gue yakin Aurel akan s
Disangka Masih Hilang IngatanPart 91❤️❤️❤️PoV 3***Jadi sebenarnya siapa yang tertembak di keributan halaman hotel?Sebelumnya flashback dulu. Maya adalah anak dari Pak Nadimin dan Bu Samsiah. Ia pergi meninggalkan orang tuanya bermaksud mengadu nasib. Maya tak bicara pada orang tuanya perihal dirinya yang ternyata berangkat keluar negeri sepuluh tahun yang lalu.Maya lewat penyalur tenaga kerja Indonesia sepuluh tahun yang lalu telah di berangkatkan ke negeri gajah putih atau itu adalah sebutan untuk negara Thailand. Ia bekerja hingga akhirn
Siang ini aku dan Feri memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu. Ingin temui wanita yang bernama Maya itu, takutnya ia masih istirahat. Jadi setelah makan siang aku putuskan untuk menemuinya."Sayang, besok kita fitting baju pengantin. Besok aku jemput kamu, ya? Hari ini, em maksudnya siang ini aku ada meeting. Tapi nanti jam satu. Setelah zuhur," kata kekasihku Feri. Ah, ini masih seperti mimpi."Oke. Em, Fer, kamu jangan panggil aku sayang dong. Agak gimana gitu! Aurel aja ya?" Aku masih malu-malu."Loh? Kenapa? Ya sudah, aku panggil kamu Aurel. Aurel Sayang." Dia malah tersenyum.Aku merasa malu. "Ah, terserah lah. Asal sayangnya jangan cuma di bibir," ucapku."Lalu harus dimana lagi?" tanyanya."Ya ... hati sama ucapan kamu harus selaras. Jangan bohong.""Lalu, bagaimana ka
"Siapa itu, Pak?" Aku bertanya pada Pak Satpam. Ada dua buah mobil ternyata. Bukan cuma satu saja yang datang.Feri masih ada di dalam mobil. Hati ini masih agak senyam-senyum karena Feri ternyata telah mengungkapkan perasaannya padaku. Dan ternyata aku baru sadar, perasaanku selama ini adalah rasa nyaman yang berakhir mencintainya pula.Mobil itu berhenti di sampingku. Pintu mobil mulai membuka.Benar-benar kaget."Hah? Tante Sandra? Putri? Itu, siapa lagi?" ucapku heran.Lalu, Feri keluar. Ia malah senyam-senyum seperti tahu dengan apa yang terjadi. Bola mata ini malirik kesana kemari. Ke arah dua mobil itu, juga ke arah Feri."Silahkan masuk, silahkan!"Teg!Tiba-tiba Simbok dan Bi Atun menyuruh mereka masuk. Aku nyatanya masih heran. "Fer?" Aku menegur Feri.