***
"Jadi gitu ceritanya?"Dengan raut wajah yang masih menampakan sebuah rasa kaget bahkan syok, pertanyaan tersebut lantas Anindira sampaikan pada sang putri yang kini duduk dengan kedua mata sembab.Tak saling memeluk seperti tadi, saat ini posisi Anindira sendiri bersandar pada bed tempat sang putri berada dan tak sekadar berdiri, beberapa detik lalu dia barusaja selesai menyimak penjelasan panjang lebar Elliana tentang anak yang dia kandung.Bukan anak Sagara, pada akhirnya Elliana jujur jika bayi yang sempat dikandungnya adalah buah hati dia juga Yudistira, dan karena Anindira menagih penjelasan, Elliana mengungkap apa saja yang pernah terjadi padanya dengan Yudistira sebelum pernikahan—membuat rasa kecewa tentu saja muncul di benak Anindira, karena sedikit pun perempuan itu tak menyangka jika putri sulungnya melepas keperawanan sebelum menikah.Namun, meskipun begitu sebisa mungkin Anindira bersikap tenang karena emosi pada Elliana***"Ini gue harus ngomong apa ya pas nanti Yudis tanya-tanya? Takut banget keceplosan."Duduk di kursi kemudi mobilnya, pertanyaan tersebut lantas dilontarkan Miko pada dirinya sendiri yang sejak beberapa saat lalu dilanda rasa bingung.Tak di kantor seperti biasa, saat ini Miko tengah berada di rumah sakit tempat Elliana juga Sagara dirawat dan bukan untuk main-main, alasannya datang adalah; untuk memastikan kondisi dua orang yang beberapa waktu lalu mengalami kecelakaan karena rem blong tersebut.Ditelepon Yudistira, Miko akhirnya tahu tentang kecelakaan Sagara yang melibatkan Elliana dan tak hanya itu, Miko juga mendapatkan informasi lain yaitu; berhentinya Yudistira untuk membalaskan dendamnya pada Sagara karena rasa takut menyakiti Elliana lebih dari sekarang.Tak setega Miko, pertahanan Yudistira memang runtuh setelah mendengar Elliana keguguran, sehingga niatnya untuk berhenti pun semakin bulat dan hal tersebut tentunya membuat d
***[Maaf, ini siapa ya?]Mendapat balasan untuk pesan yang dia kirim beberapa waktu lalu, Yudistira tersenyum dengan perasaan yang sedikit bahagia karena meskipun nomor yang dia pakai untuk mengirim chat pada Elliana, asing, perempuan tersebut tetap berkenan untuk membalas.Berdiam diri di kamar setelah memutuskan sambungan telepon dengan Miko, Yudistira memang memutuskan untuk mengirim pesan pada Elliana demi mengurangi rasa bersalahnya, dan alih-alih panjang, pesan yang dia kirim hanyalah kata; maaf."Elliana balas pesan aku, tapi aku enggak bisa balas lagi pesan dia karena Sagara pasti enggak akan tinggal diam," ucap Yudistira. "Dia pasti akan cari tahu di mana posisi nomor hp yang aku pakai. Jadi aku harus segera lepas sim ini sebelum Sagara lacak posisi aku.""Maaf enggak balas pesan kamu, Lian, tapi intinya aku minta maaf karena udah bikin kamu keguguran," ucap Yudistira. "Aku enggak punya niat buat lakuin itu dan aku barap suatu s
***[Halo, Lian. Apa kabar?]Barusaja duduk di kursi kemudi, kerutan di kening Elliana seketika terbentuk setelah sebuah pesan dari nomor asing terpampang jelas di layar. Entah dari siapa pesan tersebut, Elliana sendiri tak tahu. Namun, yang jelas dia merasa orang tersebut mengenalnya—terlihat dari panggilan yang dilontarkan."Siapa ya? Mendadak tanya kabar gini," tanya Elliana.Tak langsung melajukan mobil yang sejak tadi terparkir di depan sebuah supermarket, setelahnya Elliana memutuskan untuk membalas pesan yang dia terima dan tak panjang, pesan yang Elliana kirim hanyalah sebuah pertanyaan singkat.[Siapa ya?]Mengklik kirim tanpa banyak berpikir, setelahnya Elliana menunggu selama beberapa saat, dan tanpa memakan waktu lama, dua centang abu di pesan yang dia kirim berubah biru—tanda jika pesannya tersebut dibaca.Namun, meskipun begitu tulisan 'sedang mengetik' justru tak kunjung muncul sehingga setelah lebih dari
***"Baik, terima kasih untuk semua keterangannya, Mas. Yudistira. Laporan ini akan kami proses secepatnya dan nanti kami akan kabari lagi setelah semua siap."Usai wawancara panjang, ucapan tersebut lantas dilontarkan salah satu dari dua polisi yang siang ini datang ke rumah David. Bukan tanpa tujuan, kedatangan dua polisi tersebut tentu saja untuk meminta keterangan pada Yudistira perihal penculikan yang dialaminya, karena tak bisa asal menangkap, pihak kepolisian tentu saja butuh bukti yang kuat sebelum menangkap sang pelaku yang tak lain adalah Sagara.Ya, Sagara.Setelah tiga bulan bersabar menjalani pemulihan kedua kakinya di Bandung, tiba juga saatnya Yudistira balas dendam. Sembuh dari kelumpuhan hampir tiga minggu lalu, Yudistira pulang ke Jakarta satu minggu ke belakang dan tentunya tak sendiri, dia kembali ke rumah ditemani sang sahabat, Miko.Sempat menerima makian bahkan pengusiran dari sang Papa, Yudistira sebisa mungkin men
***"Ssst, Lian."Dengan kepala menyembul di celah pintu, panggilan tersebut lantas dilontarkan Sagara pada Elliana yang nampak duduk di sofa dengan ponsel di kedua tangan.Entah sedang apa perempuan itu, Sagara sendiri tak tahu. Namun, yang jelas tujuannya memanggil Elliiana adalah; untuk mengajak istrinya tersebut menghabiskan malam minggu di luar, karena memang sabtu ini dia dan sang istri belum pergi ke mana-mana—bahkan tak hanya sabtu ini, sabtu di minggu kemarin pun Sagara juga Elliana menghabiskan weekend di rumah, sehingga keluar untuk mencari hiburan rasanya perlu dilakukan."Kak," panggil Elliana yang tentu saja menoleh. "Kakak ngapain di situ? Kok enggak masuk?""Kakak mau ajak kamu keluar, mau enggak?""Keluar?" tanya Elliana. "Ke mana?""Hm, mall mungkin?" tanya Sagara. "Diem di rumah terus kayanya Kakak bosan, pengen jalan-jalan.""Nonton mau enggak?" tanya Elliana. "Kebetulan ada film superhero ya
***"Kak.""Ya, Lian kenapa?"Sedikit tersentak, Sagara yang semula sibuk menjepit potongan katsu, seketika mengangkat pandangan setelah panggilan mendadak tersebut dilontarkan Elliana yang sekarang duduk persis di depannya.Tak lagi di bioskop beberapa waktu lalu, saat ini dia juga Elliana memang tengah menikmati makan malam di sebuah restoran mall dan mengabulkan keinginan sang istri, Sagara memilih hokben untuk tempatnya mengisi perut."Kakak ngelamun?" tanya Elliana.Bukan tanpa alasan, pertanyaan tersebut dia lontarkan setelah sejak beberapa menit lalu Sagara terlihat sibuk memainkan katsu tanpa menyantapnya, sehingga rasa penasaran bahkan khawatir tentu saja datang."Ngelamun?" Sagar bertanya memastikan. "Enggak. Kata siapa?"Jujur? Tentu saja bohong, karena pada kenyataannya sejak beberapa saat lalu Sagara memang sedikit melamun dan bukan tanpa alasan, dia melakukannya setelah di bioskop tadi sebuah pesan diterimanya.Langsung tertuju pada Yudistira, itulah pikiran Sagara. Namu
***"Ah, akhirnya sampai juga."Memberhentikan mobilnya persis di depan pintu garasi, Sagara lantas berucap demikian pada Elliana yang berada persis di samping kirinya. Tak lagi di mall, saat ini dia juga Elliana sudah sampai kembali di rumah karena memang setelah membeli kotak musik, keduanya memutuskan untuk pulang dan karena jalanan malam tak terlalu padat, dia juga sang istri sampai sebelum jarum jam sampai di angka sepuluh malam."Pergi sore pulang malam, puas juga," ucap Elliana."Senang?" tanya Sagara pada sang istri."Sure," kata Elliana. "Malam minggu depan kita bisa lakuin ini lagi supaya enggak jenuh karena diam di rumah terus menerus lumayan jenuh.""Kakak usahain," kata Sagara. "Semoga aja semesta mengizinkan.""Berat banget ucapannya, bawa semesta," kata Elliana sambil tersenyum kemudian memandang Sagara. "Kan biar puitis," ucap Sagara—sengaja berkilah untuk menutupi rasa khawatirnya te
***"Selamat pagi, Pak."Sampai di halaman rumah tanpa pagar miliknya, sapaan tersebut lantas dilontarkan Sagara pada kedua orang polisi yang nampak berdiri di dekat teras.Mendapat informasi dari Mbak Marni tentang kedatangan dua orang polisi ke rumah, Sagara memang memutuskan untuk segera pulang dan tentu saja tak sendiri, dia kembali ke rumah bersama Elliana yang sama tak tenangnya seperti dia, karena rasa penasaran pada apa yang menjadi tujuan kedua polisi tersebut datang ke rumah, tentu saja muncul."Selamat pagi," kata salah satu polisi. "Saya Sagara dan asisten rumah tangga di rumah saya bilang, bapak cari saya," ucap Sagara—berusaha bersikap setenang mungkin. "Ada apa ya? Apa ada kesalahan yang saya lakukan?""Kami ke sini untuk melakukan penangkapan terhadap anda, Mas Sagara," ucap salah satu polisi. "Dan tuduhan yang melandasi penangkapan pagi ini adalah penculikan, penyandraan bahkan percobaan pembunuhan yang sudah an
***"Ma, gimana kondisi Lian sekarang? Baik-baik aja, kan, dia? Enggak ada hal serius terjadi, kan? Dan anak aku, gimana kondisi anak aku sekarang, Ma? Baik juga, kan?"Barusaja sampai di depan ruang operasi, deretan pertanyaan tersebut langsung dilontarkan Sagara pada Anindira juga Athlas yang kini berada di sana.Datang dari kantor dengan perasaan panik, itulah Sagara setelah beberapa waktu lalu kabar tak mengenakkan diterimanya dari Anindira. Elliana jatuh di kamar mandi.Itulah kabar buruk yang Sagara terima sehingga tanpa banyak basa-basi yang dia lakukan usai menerima kabar tersebut adalah bergegas menuju rumah sakit tempat sang istri dirawat.Tak tepat waktu, Sagara pergi setengah jam setelah pesan dari Anindira masuk karena memang ketika pesan tersebut dikirim, dirinya tengah menjalani meeting sehingga khawatir tingkat tinggi pun dirasakannya."Tenang, Gar, satu-satu dulu nanyanya," ucap Athlas. "Mama kamu pusing kalau kamu nanyanya banyak gitu.""Ah iya, Maaf," ucap Sagara. M
***"Hai, Mas suami."Tersenyum, itulah yang Sagara lakukan setelah sapaan tersebut dilontarkan Elliana. Baru kembali dari kantor setelah seharian penuh bekerja, dia merasa lelahnya seketika hilang setelah sang istri yang malam ini terlihat cantik dengan dressnya, menyambut di ambang pintu.Tak heran dengan penampilan cantik Elliana malam ini, Sagara tentu saja tahu alasan sang istri berdandan cantik sehingga tak bertanya tentang pakaian, dia memilih untuk membalas sapaan Elliana dengan ucapan yang tak kalah manis."Hai, istriku yang cantik.""Aku lega karena Kakak pulang tepat waktu," ucap Elliana—mengingat lagi bagaimana Sagara meminta izin pulang terlambat sore tadi. Padahal, malam ini ada acara makan bersama di rumah untuk merayakan bertambahnya usia sang putri, Rinjani. "Aku pikir bakalan telat dan makan malam kita kemalaman.""Enggaklah, aku kan tadi janji pulang maghrib dan kebetulan problem yang aku ceritain ke kamu tadi
***"Gimana sayang? Keluar enggak?"Duduk sambil memperhatikan Elliana yang kini menggendong sang putri, pertanyaan tersebut lantas dilontarkan Sagara dengan raut wajah penasarannya.Bukan tanpa alasan, Sagara bertanya demikian karena kini Elliana tengah memberikan ASInya untuk pertama kali dan yaps! Ringisan dari sang istri membuat dia mengerutkan kening."Ada dikit, Kak, bening," ucap Elliana. "Nanti pasti banyak," ucap Sagara. "Sakit enggak?""Enggak sih cuman agak gimanaa gitu," ucap Elliana. "Kaya ada geli-gelinya gitu.""Si cantiknya bangun?""Merem," kata Elliana sambil tersenyum. "Dia mungkin masih terlalu mager buat bangun.""Nanti malam mungkin bangun."Selesai operasi pukul sepuluh pagi, bayi mungil yang Elliana lahirkan memang baru dibawa ke kamar rawat Elliana enam jam setelahnya, dan tak langsung bangun, bayi cantik dengan berat badan 3,2kg tersebut terlelap dengan damai hingga s
***"Gimana, Kak, udah cantik belum? Aku enggak mau kelihatan pucat soalnya pas difoto nanti."Selesai memoles wajah, pertanyaan tersebut lantas Elliana lontarkan pada Sagara yang sejak tadi duduk di samping bed tempatnya berada. Tak di rumah seperti hari-hari sebelumnya, jumat ini Elliana sudah berada di rumah sakit karena memang setelah beberapa bulan berganti, usia kehamilan yang dia alami tiba juga di angka tiga puluh delapan minggu.Tak bisa melahirkan normal karena janin yang tetap di posisi sungsang, Elliana pada akhirnya pasrah pada tindakan cessar yang akan dilakukan dokter untuk kelahiran sang putri dan karena operasi akan dilakukan pukul sembilan pagi, sekarang—sekitar pukul tujuh, Elliana sibuk merias diri karena di kelahiran pertamanya, entah kenapa dia ingin tampil cantik dengan makeup di wajah.Tak hanya ditemani Sagara di ruang operasi nanti, Elliana sebelumnya meminta izin untuk mengajak satu orang lagi, dan bukan Anindi
***"Masih sedih?"Tak langsung melajukan mobil setelah sebelumnya masuk, pertanyaan tersebut lantas dilontarkan Sagara setelah kini di samping kirinya, Elliana terlihat terus menekuk wajah.Tak hanya memasang ekspresi tersebut, sejak beberapa waktu lalu Elliana juga tak banyak bicara dan seolah belum cukup, sejak masuk ke dalam mobil, Elliana memalingkan wajah ke arah luar—membuat Sagara tentu saja khawatir."Lumayan," ucap Elliana dengan atensi yang masih tertuju ke luar.Tak di rumah, saat ini dia juga Sagara tengah berada di parkiran rumah sakit setelah sebelumnya melakukan check up kandungan dan sama seperti bulan sebelumnya, kondisi janin di rahim Elliana baik. Namun, kendala yang muncul sejak dua bulan lalu masih sama dan hal tersebutlah yang membuat Elliana tak memasang raut wajah bahagia setelah melakukan check up.Bayi yang dia kandung mengalami posisi sungsang.Itulah kendala dalam kehamilan yang Elliana alami
***"Satu, dua, tiga, tusuk!"Dar!Tak memiliki jeda yang lama pasca seruan tersebut dilontarkan orang-orang di taman belakang rumah, balon hitam besar yang semula menggantung akhirnya meledak juga setelah sebuah jarum ditusukkan oleh Elliana juga Sagara di waktu yang sama.Tak sekadar berdiri bersebelahan di depan balon, Elliana juga Sagara tentunya berpegangan tangan bahkan jarum yang mereka pakai pun hanya satu—dipegang oleh keduanya dan yaps! Begitu balon pecah, compety berwarna merah muda berhamburan—membuat semua orang yang sore ini hadir seketika berseru, karena lewat warna compety yang keluar dari dalam balon, jenis kelamin bayi yang Elliana kandung akhirnya bisa diketahui."Bayi kita perempuan, Kak," ucap Elliana sambil memandang Sagara."Iya, sayang. Baby girl," kata Sagara. "Sini peluk dulu."Tersenyum dengan perasaan yang bahagia, setelahnya Elliana masuk ke dalam dekapan Sagara kemudian di tengah meriahnya a
***"Hai."Tersenyum dengan perasaan speechles, itulah yang Elliana rasakan ketika sapaan tersebut dilontarkan Sagara yang barusaja turun dari mobil. Berpenampilan berbeda dengan tadi pagi ketika hendak pergi ke kantor, sore ini pria itu pulang menggunakan kemeja biru muda dan tentu saja hal tersebut membuat Elliana heran."Kakak kok ganti baju?" tanya Elliana begitu Sagara mendekat. "Baju yang tadi mana?""Ada di mobil," kata Sagara. Sampai di teras tempat sang istri menunggu, setelahnya dia bertanya, "Udah siap?""Udah," kata Elliana. "Mau ke mana kita sore ini?"Beberapa jam berlalu, sore akhirnya tiba dan merealisasikan ajakan Sagara tadi siang, Elliana sudah rapi dengan dress merah muda juga sneaker putih yang diberikan sang suami, karena memang tak ada perubahan jadwal, Sagara ingin mengajaknya berjalan-jalan."Tempatnya masih dirahasiakan," ucap Sagara. "Oh ya, Mbak Marni mana? Bilang ke beliau ayo berangkat."
***"Siapa, Bi, barusan? Tetangga atau siapa?"Tengah bersantai di kursi tengah, pertanyaan tersebut lantas Elliana lontarkan setelah Mbak Marni yang semula ke depan untuk mengecek tamu, kini kembali sambil menenteng sebuah paper bag di tangan kanan.Entah apa isi dari paper bag tersebut, Elliana sendiri tak tahu karena dibanding apa yang dibawa sang art, dia rasanya lebih penasaran pada siapa yang datang ke rumahnya beberapa waktu lalu."Kurir, Non," kata Mbak Marni. "Katanya mau anterin paket buat Non Lian.""Paket?" tanya Elliana sambil mengerutkan kening. "Dari siapa?""Den Gara," ucap Mbak Marni. Mendekati Elliana yang masih berada di sofa, setelahnya yang dia lakukan adalah; menyimpan paper bag yang dibawanya di atas meja. "Tadi kurirnya bilang ini paket buat Non Lian dan pengirimnya Den Gara. Karena setelah dicek, isi paper bagnya kain, Saya terima aja deh.""Kak Gara kasih apa ya?" tanya Elliana. "Dia bilang lemb
***"Ngerjain Kak Gara dosa enggak sih? Mendadak kasihan juga nih aku tinggalin dia di pasar."Sambil terus mengemudikan mobil yang sejak tadi dia bawa, Elliana lantas bertanya demikian setelah perasaan tak enak juga kasihan pada Sagara tiba-tiba saja menghampiri.Sudah jauh meninggalkan pasar tempat Sagara mencari jengkol, Elliana sengaja meninggalkan suaminya tersebut setelah rasa ingin buang air kecil tiba-tiba saja menghampiri.Tak terlalu mendesak, sebenarnya Elliana masih bisa menunggu Sagara selama beberapa menit. Namun, entah kenapa keinginan untuk meninggalkan pria itu tiba-tiba saja menguat—membuat dia lantas mengemudikan mobil suaminya itu pergi meninggalkan pasar.Entah masuk ke dalam kategori ngidam atau tidak, tapi yang jelas ketika Sagara menghubunginya untuk bertanya, Elliana justru semakin ingin mengerjai sang suami sehingga meminta Sagara pulang menggunakan angkot pun dilontarkannya dan jujur, membayangkan Sagara menggun