Yuksel semakin berlari terburu. Apalagi ketika melihat di depan kamar Kimberly ada beberapa pelayan. Yuksel langsung membuka pintu dan terenyuh, begitu melihat Kimberly yang ternyata masih belum terbangun dari tidur. Di sudut lantai samping ranjang, terlihat Emma yang menangis tersedu. Seolah benar-benar telah kehilangan sang nyonya. Langkah kaki Yuksel sedikit tertatih, ketika menghampiri Kimberly."Istriku," sebut Yuksel dengan nada sendu.Dalam beberapa langkah yang sulit. Yuksel telah berhasil melewati Emma dan duduk di tepi ranjang. Terburu mengambil tangan Kimberly dan merasakan denyut nadi yang sangat lemah.Saat itu juga. Semua kesedihan dalam diri Yuksel perlahan lenyap. Pria itu terburu bangkit dari ranjang dan mulai mengusir Emma dengan tangan sendiri. "Tuan! Biarkan saya tetap di sisi Lady, sampai Lady dimakamkan," rengek Emma yang diseret paksa oleh Yuksel untuk keluar."Kimberly tidak meninggal, tutup mulutmu dan hapus air matamu."Emma telah berada di luar kamar. Tepa
Mata Kimberly membulat sempurna. "Hamil?"Yuksel langsung tersenyum lebar. "Iya istriku."Namun, senyum pria ini perlahan luntur begitu mendengar pertanyaan darinya. "Bagaimana bisa?"Yuksel yang semula duduk di kursi. Memutuskan untuk berpindah dan duduk di atas ranjang, di sisinya. Mata menatap Kimberly sangat serius."Kenapa bisa pertanyaan itu keluar dari mulutmu Sayang? Bukankah harusnya sudah berapa minggu?"Kimberly mengerutkan dahi. "Bukan, maksudku. Aku sejak kecil sakit-sakitan, tubuhku sudah lemah. Sejak dulu didiagnosis tidak bisa memiliki anak."Mata Kimberly saling bertatapan dengan Yuksel. "Makanya aku heran."Begitu mendengar ucapannya. Yuksel tersenyum, padahal pria itu sepertinya terlihat ingin memberi tahu. Bahwa Kimberly bisa hamil karena melakukan hal itu dengan Yuksel.Tangan Kimberly kembali digenggam, bahkan kali tersebut dikecup sangat lembut oleh Yuksel. "Itu anugerah, jadi jangan meragukan kehadiran anak kita, istriku."Bibirnya langsung tersenyum. Tentu saj
Selesai diintrogasi oleh pangeran kelima. Madam Ane terlihat keluar dari sana dan bertemu dengan Arabella yang sedang berjalan mendekat. Wanita dari kerabat kerajaan ini nampak menatap Madam Ane dengan sinis, apalagi Madam Ane yang terang-terangan mendukung Kimberly."Minggir, kau menghalangi jalan Nyonya," bahkan pelayan di bawah Madam Ane pun bersikap kurang ajar.Namun, Madam Ane terlihat tak ingin berurusan dengan Arabella. Wanita yang dinikahi tapi hanya dijadikan pajangan di kediaman utama, sama seperti wanita lainnya yang ditempatkan oleh Yuksel di kediaman kedua."Ayah."Baru saja memasuki ruang kerja pangeran kelima. Arabella langsung menyebut dengan manja dan berlari kecil. Hal itu membuat Madam Ane yang masih belum sepenuhnya pergi menyeringai."Tuan Yuksel tidak salah memilih calon nyonya, dia sangat jauh dari kata layak menjadi nyonya rumah," gumam Madam Ane sembari meninggalkan ruang kerja pangeran kelima.Begitu melihat Arabella masuk. Pangeran kelima nampak langsung me
"Kau bilang apa barusan?""Bermalam dengan Grand Duke, Lady Arabella menginginkannya," ulang Madam Ane dengan mata bisa menebak seperti apa reaksi dari sang tuan.Yuksel tersenyum miring. "Apa dia ingin jadi mayat keesokan harinya?"Madam Ane nampak cemas. "Grand Duke. Tolong jangan membahas masalah ini di luar kamar atau ruang kerja."Wajah Yuksel yang semula terlihat ramah begitu keluar dari kamar Kimberly. Namun menjadi dingin setelah mendengar laporan yang diterima dari Madam Ane. Yuksel terlihat tak peduli dan terus berjalan jauh lebih cepat."Terserah, buatkan saja jadwalnya malam ini dan sebarkan pada seluruh istri, kalau aku akan bermalam dengannya."Madam Ane menatap punggung Yuksel dengan kaget. "Grand Duke ingin melakukannya?"Yuksel melirik dengan sorot mata kesal. "Bukankah orang seperti itu harus dibiarkan menang sekali saja."Kimberly yang mendengar itu dari bisikan Emma, langsung terdiam. Malam ini langit terlihat lebih gelap karena tanpa bintang yang menemani. Sama se
"Lady Arabella menangis seharian di kamar, karena tidur sendirian di kamar Grand Duke."Setelah selesai berbisik, Emma menjauh dari telinga Kimberly. Kepalanya menoleh dan mata menatap Emma yang sudah tersenyum puas. Pasalnya Emma adalah saksi bahwa Yuksel memilih tidur di kamarnya."Dari mana kau tahu, kalau Lady Arabella menangis?"Emma langsung tersenyum. "Seluruh pelayan sekaligus para istri Grand Duke, mereka membicarakan serta mengolok-olok Lady Arabella.""Lama-lama kau jadi tukang gosip ya, Emma," celetuknya sambil tersenyum.Emma ikut tersenyum, kemudian membantu menyisir rambutnya. "Bukankah itu lebih baik ketimbang tidak tahu informasi apa pun, Lady?"Matanya menatap Emma yang masih menyisir rambutnya dari pantulan cermin di hadapannya. "Selama tidak merugikanmu boleh, tapi jika hal yang mereka bicarakan bisa membuatmu dalam bahaya maka jangan ikut-ikutan.""Apalagi sekarang yang sedang mereka gosipkan adalah Lady Arabella. Jika sampai ketahuan kalian bergosip, maka tidak a
Kimberly berdecak kesal, meski begitu ia menatap lekat. Yuksel yang makan dengan lahap, tak peduli dengan rasa dari hidangan. Namun Kimberly yakin, bahkan pengemis jalanan saja tidak akan mencicipi masakannya."Sudah jangan dimakan lagi," ujarnya membuat Yuksel benar-benar berhenti makan.Entah mengapa. Kimberly justru merasa kesal. Hidangan dimakan lahap marah, apalagi langsung berhenti saat diminta. Seolah Yuksel telah menunggu permintaannya ini.Kimberly yang memang mulai memiliki mood berbeda tiap saat, nampak cemberut. Kemudian memutuskan untuk berdiri dari duduk dan pergi ke arah jendela. Membukanya dan membiarkan angin malam menerpa, hingga rambut sedikit berkibar.Emma yang merasa sudah harus pergi mulai pamit, "saya pamit Grand Duke."Emma sempat menatap Yuksel yang memeluk tubuh Kimberly dari belakang. Setelah memastikan kedua majikan tidak bertengkar, Emma mulai benar-benar keluar dari kamar. Menutup pintunya pun amat perlahan."Jangan ditutup," pi
Arabella terus saja melangkah dengan tempo cepat. Sampai membuat pelayan mengikuti dengan sedikit kewalahan. Begitu tiba di kamar, wanita itu langsung menutup pintu dan cukup keras. Membuat sang pelayan terkaget."Lady?" sebut pelayan itu sembari mengetuk pintu."Pergi!" seru Arabella penuh tekanan.Tangan sang pelayan pun terhenti, kemudian perlahan menjauhi pintu. "Jika Lady membutuhkan sesuatu, saya ada di depan pintu.""Aku tidak ingin ditemani, kembalilah ke kamarmu!"Sang pelayan menatap cemas pada pintu yang selain ditutup, rupanya dikunci juga. Perlahan tubuh mulai berbalik dan melangkah pergi. Meski hati ingin menemani, namun jika tidak menuruti keinginan Arabella maka nyawa pelayan itu bisa saja terancam.Sementara Arabella sendiri yang semula menyender pada pintu. Perlahan terduduk ke lantai dengan wajah syok. Ketika mata memandang ke depan, cermin membingkai ekspresi Arabella yang mulai ketakutan dengan jelas."Grand Duke memiliki racun di tubuhnya? Apakah sebentar lagi di
Rosalind tersenyum mendengar ucapan Kimberly. "Hal penting apa yang ingin adikku ini bicarakan? Hingga tidak ingin melibatkan kakaknya."Kimberly menatap Rosalind yang jelas ingin ikut dalam pembicaraan. Kemudian kepalanya menoleh, pasalnya menyadari tatapan Yuksel yang cukup serius. Namun, tangan menarik pelan gaunnya. Jelas suaminya ini tak ingin pergi."Sebentar saja," ujarnya meyakinkan."Setidaknya biarkan aku menemanimu, pembicaraan apa pun itu aku akan berpura tidak mendengarnya," bujuk Yuksel.Namun, kepala Kimberly menggeleng. "Tolong."Yuksel menarik napas, kemudian menatap pada Aaron. Seolah menyuruh sang mertua untuk tidak macam-macam, melalui pandangan. Bahkan Aaron pun mengangguk, seakan dia mengerti. Yuksel mulai berdiri dari duduk setelah mengusap kepalanya. "Aku di luar ruangan, panggil jika sudah bicaranya."Kimberly menatap heran. "Tidak melanjutkan pekerjaan?""Masih ada yang ingin aku bicarakan pada Ayah mertua, soal bisnis. Bukan begitu, Ayah mertua?" "Ya benar
Kabar mengenai perjodohan antara putri tangan kanan Raja dengan Pangeran Noah menyebar dengan cepat di telinga para warga ibukota Kairi. Terdengar juga gosip lainnya. Bahwa banyak yang patah hati atas perjodohan itu. Tentu saja dari pihak yang menyukai Noah juga Prisa. Namun, tak sedikit juga orang yang memberi selamat atas perjodohan itu. Karena merasa memang mereka berdua sangat cocok.Sementara Noah berdiri di hadapan gerbang rumah Prisa dengan kereta kuda terparkir. Nampak menanti sosok Prisa yang keluar kediaman dengan mengenakan dress berwarna peach dengan corak bunga sederhana. Bibir Prisa tersenyum malu saat Noah berjalan mendekat dan menawarkan tangan."Padahal saya bisa jalan sendiri Pangeran," ujar Prisa sangat pelan."Tidak, biarkan aku yang membantumu berjalan hingga menaiki kereta," sahut Noah terdengar ramah.Noah sudah berjanji membawa Prisa mengelilingi ibukota Kairi lewat jalur sungai. Kejernihan warna sungai dengan sekitar dihuni para pedagang sepanjang perjalanan.
Malam harinya. Kimberly mendudukkan diri di sudut ranjang. Mata membingkai sosok Yuksel yang membawa pekerjaan ke kamar. Rasa kesal membuatnya menampar dokumen dari tangan suaminya.Hingga mata Yuksel melirik. "Sayang.""Apa ini ruang kerjamu?" Nada suaranya terdengar mengeluh.Yuksel yang mengerti langsung menutup dokumen dan meletakkan di meja samping ranjang. Lantas merentangkan tangan dengan tubuh masih menyender pada board ranjang. Kimberly menjadi tersenyum dan mulai menempatkan diri di pelukan suaminya."Ingin membicarakan sesuatu?" tanya Yuksel.Kepala Kimberly pun mengangguk. "Iya, aku ingin bicara.""Soal Noah dan Prisa?" tanya Yuksel lagi mulai mengerti.Lagi, kepalanya mengangguk. "Iya, suamiku."Jemari Yuksel mengusap kepalanya. "Ayo bicara padaku."Kimberly menggerakkan tubuhnya, mencari tempat yang paling nyaman. Yuksel tersenyum atas kelakuan darinya. "Aku benar-benar ingin Prisa dan Noah bisa bersama," ujarnya."Bukankah ayah sudah menyarankan soal perjodohan?" singg
Setelah beberapa hari berlalu, Kimberly selalu saja mendapat kabar. Kalau ketiga putri sangat akur satu dengan lainnya. Hal yang selalu membuat Kimberly tersenyum senang.Kimberly sendiri dalam perjalanan menuruni anak tangga. Setelah mendengar kalau Emma akan berkunjung. Dengan membawakan buah yang baru saja dipanen."Emma," sebutnya dengan senang begitu melihat istri dari Aiden ini.Emma sendiri sempat ikut tersenyum, namun sedetik kemudian menunjukkan wajah heran. "Tumben hari ini Ratu saya bisa tersenyum lebar begini."Mendengarnya Kimberly langsung tertawa. "Aku merasa sangat senang."Mata Emma membulat terkejut. "Apa Yang Mulia mengandung anak kelima?"Anak kelima, kata yang selalu Yuksel bicarakan padanya. Saking bosannya, Kimberly langsung menghela napas. Emma yang merasa tebakan salah, menjadi lebih penasaran."Memangnya bukan ya?""Bukan itu, tapi akhirnya ada hari di mana ketiga putriku itu akur. Aku merasa sangat bahagia," ujarnya dengan tersenyum lebar.Setelah tahu apa y
Beberapa saat kemudian. Yuksel terlihat duduk di ruang kerja, tak lama pintu diketuk dan dibuka oleh pelayan. Terlihat Noah berjalan masuk ditemani oleh Yoshi.Mata Yuksel menatap sang putra yang sudah berusia 14 tahun. Noah memiliki tubuh yang tinggi dan berisi, serta ketampanan dari Yuksel benar-benar menurun pada Noah. Hingga terkenal di kalangan bangsawan dan juga putri para menteri."Kau sudah dengar masalah bencana di kota sebelah?" singgung Yuksel.Noah duduk di kursi sekitar Yuksel. "Sudah, Ayah.""Apa kau memiliki solusi?"Dan Yuksel selalu bertanya pada sang putra. Setiap kali ada masalah yang melibatkan kerajaan. Karena, Yuksel ingin Noah lebih cepat memahami dan ketika mewarisi tahta tidak akan terkejut begitu beratnya tanggung jawab seorang raja."Jumlahnya cukup banyak, jika membantu maka banyak dana yang harus dikeluarkan. Alangkah baiknya menyediakan lahan dan bantuan medis saja. Untuk dana Ayah bisa berikan seperlunya saja."Yuksel langsung tersenyum. "Ayah juga beren
Yuksel dan Kimberly terpaksa kembali ke kediaman dengan cepat. Karena malamnya akan menghadiri pernikahan dari Liliana dan Julian. Kemudian mereka menikmati pesta yang diadakan di istana dengan meriah.Meski di dalam pesta itu, ada seorang wanita yang hanya bisa menahan kemarahan di pojok ruangan. Tentunya dia adalah mantan Putri Mahkota yang hanya dijadikan selir. "Dia hanya anak ingusan, tapi berani sekali merebut Raja dari tangan Anda."Wanita itu menoleh ke arah Arabella. "Bukankah kau juga sama? Kau waktu itu kalah dari anak ingusan seperti Ratu Kimberly."Arabella menatap kesal pada selir Raja ini. Namun tak bisa berbuat apa pun, karena selain berada di pesta. Derajat Arabella juga tidak sebanding.Sementara Kimberly yang mulai lelah. Memutuskan duduk di kursi khusus yang disediakan untuknya. Yuksel yang semula berbicara dengan Yoshi dan Liliana, langsung melirik ke arahnya."Aku akan ke istriku," ujar Yuksel.Yoshi menatap sang adik yang sejak tadi sedang diawasi oleh Julian,
Pagi harinya, mereka semua sarapan bersama. Madam Ane pun mengulas senyum selama mengawasi suasana ruang makan yang dulu begitu sepi. Sekarang sangat ramai, apalagi Alesha yang selalu berteriak pada Isabella."Katanya rumah Kakek Aaron ada di kota ini juga?" Noah memulai kata setelah sarapan selesai.Mendengar hal itu, Aaron menoleh. "Benar, Nak.""Apa aku boleh berkunjung?" tanya Noah.Isabella menjadi bersemangat. "Aku juga! Aku ingin melihat kediaman Kakek!"Mendengar hal itu, Aaron langsung melirik ke arah Kimberly dan Yuksel. Meski sang kakek merasa tidak sedikit masalah. Tapi, ada pihak lain yang kemungkinan tidak akan setuju."Lebih baik tidak usah ya, tidak ada yang bisa dilihat dari kediaman kakek itu," tolak Aaron.Kimberly menatap pada sang ayah. Mungkin Aaron tidak ingin anak-anaknya tahu, kondisi seperti apa dirinya ketika tumbuh sewaktu dulu. Karena masa lalu yang buruk memang sebaiknya tidak diceritakan dan lebih baik dilupakan."Hanya melihat dari depan juga tidak bole
Beberapa minggu berlalu. Kimberly dan keluarganya telah tiba di kediaman Pangeran kelima, perjalanan membutuhkan waktu kurang dari dua hari untuk tiba. Karena mereka memilih jalan pintas dan tercepat.Isabella berdecak kagum melihat taman di kediaman lama. "Wah indahnya, Bu aku jadi ingin tinggal di rumah Kakek."Pangeran kelima tersenyum mendengar hal itu. "Benarkah? Apa Isabella tidak takut tinggal sendirian di sini?""Kenapa begitu Kek?"Noah melintasi Isabella dan menyahut dingin, "bukankah sudah jelas? Kau ingin tinggal di sini, sementara kami semua pulang ke ibukota."Isabella langsung cemberut. Meski begitu, anak keduanya itu berlari menyusul Noah yang berjalan mendekatinya. Kimberly sesekali tersenyum dan berbincang dengan ibunya."Bu, ayah di mana?" tanya Noah begitu berjalan di sampingnya.Mendengar anak mencari sang ayah, membuat Kimberly hanya bisa tersenyum. Namun, Noah teringat sendiri hingga memutuskan untuk tidak bertanya lagi.Kimberly mengusap kepala putranya. Jujur
"Apa yang membuat istriku ini sangatlah bergembira?"Kimberly menoleh dan tersenyum begitu mendapati Yuksel berjalan mendekat bersama Yoshi. Sementara Emma hendak bangkit berdiri lagi dan menyapa. Namun, Yuksel lebih dulu melarang."Wanita hamil tidak boleh banyak gerak, duduklah."Kimberly masih tersenyum. "Suamiku, apa yang membawamu ke sini?"Yuksel mendekatinya dan ikut tersenyum. "Aku hanya ingin melihat apa yang kau lakukan Sayang.""Aku menyulam," sahutnya dengan ceria.Jemari Yuksel mengusap kepalanya. Menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Kemudian mengambil hasil sulaman setengah jadi miliknya."Bagus," puji Yuksel."Terima kasih suamiku."Isabella yang melihat keberadaan sang ayah. Langsung berhenti bermain dan segera menghampiri Yuksel sembari berteriak memanggil ayah. Yuksel sendiri bangkit dari duduk dan mendekat.Alesha yang melihat Isabella sudah sangat dekat. Membuat putri kecil itu terburu berlari tertatih demi bisa mencapai Yuksel lebih dulu. Noah, Prisa dan para pe
Yuksel menatap ke arahnya. "Sayang, apa kau yakin Alesha tidak akan terbangun lagi?"Atas pertanyaan tersebut, Kimberly menatap suaminya. "Benar. Kalau sampai petir datang lagi, Alesha terbangun saat kita sedang ...."Kimberly tak melanjutkan ucapannya. Karena Yuksel pun sudah paham meski dirinya tak bicara lagi. Hingga kepala Yuksel mengangguk, dan tangan mengusap wajahnya."Tidak baik melakukannya saat anak terbangun," sambung Yuksel.Kimberly menarik napas. "Kalau begitu mari kita tidur."Yuksel mengusap wajahnya. "Ya Sayang."Dengan Alesha menjadi penghalang di antara Kimberly dan Yuksel. Namun, Yuksel malah mendekatkan diri demi bisa menjadikan tangan sebagai bantal tidur untuknya. Kimberly tersenyum senang dan mulai memejamkan mata.***Esoknya. Di ruang kerja, Yuksel kedatangan Putra Mahkota yang seharusnya sudah pulang. Justru terlihat enggan untuk kembali."Bukankah kau sudah mengerti cara kerja dan risiko dari obat yang diberikan?" tanya Yuksel."Bisakah aku tinggal di sini