Home / Romansa / Dilema Arini / Kesalahpahaman

Share

Kesalahpahaman

Author: Ayu Rahayu
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Hallo, Rin sekarang aku berada di showroom motor bekas! Ini aku lihat ada dua motor matic yang satu harga tujuh juta dan yang satunya lagi harga sembilan juta. Kira-kira kamu mau pilih yang mana?” Tanya Wahyu di seberang telepon.

“Ehmm, bedanya apa, Yu?” tanya Arini balik.

“Yang harga tujuh jutaan tahunnya lebih tua tiga tahun. Mesinnya tadi aku coba masih bagus Cuma kedua bannya sudah minta ganti,” jawab  Wahyu.

“Kalau yang satunya?” tanya Arini.

“Tinggal pakai saja semuanya masih bagus. Aku matikan telepon dulu! Aku kirimkan foto kedua motor itu biar kamu bisa pikir-pikir dulu mau pilih yang mana,” jawab Wahyu kemudian menutup teleponnya.

Tak berapa lama Arini menerima kiriman pesan gambar dari Wahyu. Arini membukanya dan mulai melihat-lihatnya.

“Lasmi!” panggil Arini.

“Ya, Kak!” jawab Lasmi dari dalam kamarnya.

“Kamu ke sini seben

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Dilema Arini   Pertengkaran

    Arini tidak menyangka jika suaminya bisa sampai Semarah itu hanya gara-gara kedatangan Wahyu yang mengantarkan motor pesanannya. Kepalanya menunduk dengan perasaan yang bercampur aduk antara takut, kecewa, marah atas sikap suaminya. Arini menghela napas beratnya, meredam perasaannya yang bergejolak. Setelah perasaannya mulai tenang, dia pun mulai memberi penjelasan pada suaminya. “Seharusnya Mas enggak perlu marah seperti ini! Ada temanku yang bisa menolongku dan tidak perlu merepotkanmu. Justru kamu seharusnya merasa senang bukannya malah marah-marah,” kata Arini. “Kamu sudah pintar bicara, ya! Kamu menyuruhku berterima kasih pada laki-laki lain yang mungkin ada hubungannya denganmu. berarti tidak salah dengan dugaanku,” kata Badrun dengan suara tinggi. “Apa maksudmu, Mas?” kata Arini dengan suara tak kalah kerasnya. Arini sudah tidak bisa mengontrol emosinya. “Mas jarang pulang! Oke aku maklumi tapi kalau menuduhku se

  • Dilema Arini   Teguran Haryati

    “Lasmi, habis aku mandiin Arsy kamu mandi ya!” Suruh Arini ketika Lasmi berada di dapur mengambil minuman. “Mau ke mana, Kak?” Tanya Lasmi. “Rencananya hari ini kakak mau mencarikanmu tempat kursusan biar kamu tidak kelamaan nganggur di rumah,” jawab Arini. “Apa kakak tahu tempatnya?” Tanya Lasmi. “Enggak tahu! Makanya kita nanti keliling-keliling mencarinya. Kamu sarapan saja dulu tadi kakak goreng telur!” suruh Arini. “Ya, Kak,” jawab Lasmi sambil duduk di meja makan untuk sarapan. Tak berapa lama Arini selesai memandikan Arsy dan membawanya masuk ke kamar untuk mengganti bajunya dan memberikan Arsy sebotol susu setelah mengganti bajunya. “Kring ... Kring ... Kriiing!” terdengar dering telepon dari hp Arini yang diletakkan di meja kamar. Sesaat Arini penasaran setelah dia mengambil hpnya dari atas meja dan melihat ternyata ada nomor asing yang masuk memanggilnya. “Nomor siapa ini? Aku angkat saja ya! Siapa tah

  • Dilema Arini   Badrun dengan seorang Wanita

    “Ternyata jarak dari rumah dengan pusat keramaian tidak terlalu jauh ya, Lasmi!” Kata Arini ketika mereka berhenti di perempatan lampu merah. “Iya, Kak!” Terus kita mau belok ke mana ini, Kak? Sepanjang jalan tadi aku belum lihat tempat kursusan menjahit?” Tanya Lasmi. “Lurus saja! Itu ada penunjuk arah yang menuju alun-alun mungkin di sana ada ayo kita cari ke sana!” Kata Arini. “Iya, Kak!” Kata Lasmi melajukan motornya saat lampu rambu lalu lintas berwarna hijau. Tak berapa lama mereka sudah sampai di alun-alun, setelah memutari alun-alun mereka belum juga menemukan tempat yang mereka cari. “Kak, apa enggak sebaiknya kita tanya orang sekitar sini saja? Kita sudah berputar dari tadi tapi belum menemukannya juga,” kata Lasmi. “Ya coba kita tanya tukang parkir di depan itu!” jawab Arini sambil telunjuk tangan kanannya menunjuk ke arah depan. Lasmi melambatkan laju motornya dan berhenti di dekat tukang parkir itu. “Permis

  • Dilema Arini   Perasaan yang tersisa

    Arini dan Lasmi masih berdiri terpaku terus memandang rumah makan yang ada di seberang jalan di mana Badrun berada bersama seorang wanita di dalamnya. “Ayo Lasmi kita pulang saja!” Ajak Arini karena merasa tidak tahan melihat kemesraan suaminya dengan wanita itu. “Baiklah, ayo Kak! Kata Lasmi. Selama perjalanan pulang Arini lebih banyak diam, dia masih memikirkan apa yang baru saja dilihatnya di rumah makan. “Siapa wanita itu seandainya aku tidak melihat sendiri mungkin aku tidak percaya. kalau mas Badrun bisa bersikap semesra itu di tempat umum. Padahal mengingat usianya sudah berumur. Kalau denganku dia tidak pernah bersikap seperti itu alasannya dia malu dengan usianya,” batin Arini. Lasmi memahami diamnya kakaknya, untuk itu dia juga ikut diam tidak mengajak bicara kakaknya. Tak terasa mereka sudah sampai di rumah. “Aku masuk dulu ya, Lasmi!” kata Arini begitu turun dari motor. “Ya, Kak! Aku mau memasukkan motor dul

  • Dilema Arini   Mencari Arsy

    “Oh, ini yang namanya Arsy, ayo ikut budhe,” kata Dina sambil mengulurkan kedua tangannya bermaksud menggendong Arsy. “Iya, Arsy ini ada budhe!” Kata Arini meraih tangan Arsy dan mengulurkan tangan Arsy untuk bersalaman pada Dina. “Aduh, lucunya sini ikut budhe, ya! kata Dina. Arsy tidak mau digendong oleh Dina kedua tangannya menggenggam baju ibunya erat-erat merasa asing dengan Dina yang tidak pernah ditemuinya. “Kenapa takut ini budhe ayo! Kata Dina terus merayu Arsy agar mau digendongnya. Dengan sedikit memaksa akhirnya Dina bisa menggendong Arsy. Setelah Arsy dalam gendongannya Dina terus merayu-rayu Arsy agar tenang. Melihat Arsy dalam gendongan Dina, Arini pun pergi pamit sebentar pergi ke dapur bermaksud untuk membuat minuman. Tak berapa lama Arini membawa dua gelas minuman dalam nampan, dia juga melihat Arsy sudah mulai akrab dengan Dina istri pak Rudi. “Ayo, diminum dulu!” kata Arini sambil meletakkan mi

  • Dilema Arini   Masih mencari Arsy

    Arini dan Lasmi mengikuti petunjuk dari Bu Dani. Tak berapa mereka akhirnya menemukan rumah yang ciri-cirinya disebutkan oleh Bu Dani. “Berhenti Lasmi! Sepertinya rumah ini,” kata Arini ketika melihat rumah bercat putih di sebelah kanan jalan. “Iya Mbak, kelihatanya memang rumah ini. Karena di sekitar sini hanya rumah ini yang bercat putih,” kata Lasmi menoleh ke kanan dan ke kiri begitu menghentikan laju motornya di depan rumah bercat putih. “Ayo kita turun, Kak! Ajak Lasmi. “Ya, Ayo,” jawab Arini. Merekapun turun dari motor dan mencoba membuka pintu pagar. “Kak, pintu pagarnya terkunci berarti pak Rudi enggak ada di rumah,” kata Lasmi. Arini yang melihat pintu pagar rumah pak Rudi terkunci mulai gelisah dan panik. “Aduh gimana ini, Lasmi!” kata Arini yang hampir menangis. “Tenang dulu, Kak! Kakak bawa hp enggak. Coba telepon pak Rudi mungkin pak Rudi berada di rumah kita. Siapa tahu dia lagi nganta

  • Dilema Arini   Arsy kembali

    “Bukankah yang aku lakukan adalah yang selama ini kamu inginkan?” tanya Haryati mencibir. “Apa yang aku inginkan? Aku semakin enggak ngerti maksudmu,” tanya Badrun balik. “Bukankah kamu hanya menginginkan anak laki-laki dan tidak menginginkan istri lagi? Sekarang aku mengambil Arsy yang akan aku asuh. Aku melakukan ini untukmu,” jawab Haryati dengan suara bergetar. Badrun tak menyangka kalau Haryati akan berkata seperti itu. Badrun terdiam tidak tahu apa yang harus dia katakan. Haryati menggunakan perkataannya Badrun dahulu untuk alasan mengambil Arsy. Haryati membalikkan perkataan suaminya dahulu yang diucapkannya yang menginginkan anak laki-laki dan digunakannya untuk alasan menikah lagi. “Tapi tak perlu kau rampas Arsy dari ibunya!” kata Badrun setelah beberapa saat terdiam. “Kalau aku mengambil Arsy dari Arini sudah adilkan bagiku. Seperti Arini merampas dirimu dariku! Bahkan waktumu sekarang kamu habiskan lebih banyak

  • Dilema Arini   Teman dekat Lasmi

    Tiga Minggu telah berlalu sejak kejadian Arsy dibawa pak Rudi bersama istrinya. Selama itu juga hubungan Arini dan suaminya Badrun tidak kunjung membaik. Arini melayani suaminya ketika pulang hanya menjalankan kewajibannya sebagai istri. Hal itu Karana suaminya kalau pulang hanya di waktu sore terkadang malam hari sehingga waktu untuk memberikan perhatian pada Arini dan Arsy kurang dan jika pagi hari sudah pergi lagi. Arini juga tidak pernah menanyakan tentang pekerjaan suaminya, Arini merasa suaminya Badrun tertutup jarang berbicara dengan aktivitasnya sehari-hari di luar rumah. Arini menyadari kalau dirinya hannyalah istri kedua dan berusaha memaklumi kalau waktunya Badrun lebih banyak untuk istri pertamanya. Di mana rumah tangga mereka awalnya dibangun atas dasar cinta. Sedangkan pernikahan Badrun dengan dirinya tidak dibangun dengan dasar cinta tapi atas dasar kesepakatan orang tuanya. Hari-hari Arini diliputi rasa kesepian, Arsy

Latest chapter

  • Dilema Arini   Mendapat kontrakan

    Lasmi dengan langkah cepat menuju kamar kakaknya. “Kak aku pergi dulu, ya! “Ya, hati-hati. Ingat jangan terlambat pulang nanti kalau mas Badrun melihatmu lagi pulang dengan seorang laki-laki!” Lasmi menganggukkan kepala dan bergegas keluar. “Maaf menunggu! “Enggak, ayo naik. Kita mau kemana sekarang? “Ke toko mesin jahit, Mas! “Iya, maksudku ke toko mana? “Aku tidak tahu daerah sini. Aku ikut saja sama mas Ridwan.” “Oke, kita berangkat sekarang! Pake helmnya dulu dan jangan lupa pegangan erat-erat.” Lasmi tersenyum mendengar kata-kata Ridwan, mereka saling berpandangan. “Sudah puas memandangku?” tanya Ridwan. Lasmi tertunduk tersipu malu mendengar kata-kata Ridwan. Ridwan melajukan motornya menyibak kemacetan kota. Tak berapa lama mereka tiba di sebuah toko peralatan menjahit yang sangat lengkap. Setelah memarkirkan motornya, Ridwan dan Lasmi berjalan masuk.

  • Dilema Arini   Rencana Arini

    Malamnya Lasmi tidak bisa memejamkan matanya, tubuhnya terus miring ke kanan dan miring ke kiri. Lasmi bingung harus bagaimana mengatakan yang sebenarnya pada kakaknya atau malah merahasiakan dengan apa yang dilihatnya kemarin siang. “Jika aku tidak mengatakan dan merahasiakan apa yang aku lihat tadi siang berarti aku mendukung perselingkuhan mas Badrun. “Sebaiknya besok aku katakan yang sebenarnya pada kakak” batin Lasmi. Keesokan harinya karena hari libur Lasmi tidak segera bangun masih bermalas-malasan di kamar. Arini membangunkan adiknya karena Lasmi tak kunjung keluar dari kamar. “Lasmi bangun sudah siang!” kata Arini melongok di pintu kamar. “Iya, Kak,” jawab Lasmi. Mendengar jawaban Lasmi sudah bangun Arini pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Sedangkan Lasmi turun dari tempat tidur, membersihkan muka dan berjalan ke dapur menyusul kakaknya di dapur untuk membantunya. “Kak ada yang mau aku bicarakan,” kata La

  • Dilema Arini   Kontrak pertama Lasmi

    Hari ini Lasmi merasa cemas dan berdebar-debar hatinya karena akan bertemu klien yang akan menawarinya kerjasama menandatangani perjanjian kontrak. Dia terus mondar-mandir menunggu kedatangan Ridwan. Sesekali pandangannya melihat ke arah depan rumah. “Duduk dulu Lasmi! Dari tadi kakak lihat kamu terus mondar-mandir apa enggak lelah.” Lasmi melihat ke arah kakaknya. “Aku takut nanti melakukan kesalahan, Kak. Arini tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar perkataan adiknya. “Kak, apa kakak ikut saja untuk mendampingiku tanda tangan nanti?” “Apa sih yang kamu takutkan? Bukankah Ridwan nanti mendampingimu? Bukankah dia yang lebih berpengalaman?” “Iya, tapi kalau ada kakak mungkin aku akan lebih tenang.” “Belajarlah untuk mandiri! Kakak tidak bisa selalu ada di sampingmu,” ucap Arini. Terdengar klakson kendaraan di depan rumah. Lasmi beranjak dari tempat duduknya dan melihat keluar. “Itu R

  • Dilema Arini   Kemarahan Badrun

    Badrun terus menghujani pertanyaan-pertanyaan pada Arini. “Siapa laki-laki yang mengantarkan Lasmi? Berarti seperti ini setiap hari kamu membiarkan laki-laki lain masuk ke rumah selagi aku tidak ada?” kata Badrun marah. “Ya ampun, Mas! Itu yang kamu maksud? Dia itu teman kursus Lasmi. Selama ini Lasmi belajar jahit di tempat kursus karena aku belum bisa membelikan mesin jahit,” jawab Arini. “Tapi bukan berarti kamu membolehkan laki-laki lain keluar masuk rumah ini,” kata Badrun. “Dia itu tidak masuk rumah hanya di halaman rumah saja mengantar dan menjemput Lasmi. Kalau Mas tidak menginginkan hal itu Mas bisa membelikan Lasmi mesin jahit.” “Apa membelikan mesin jahit? Kamu itu tahu diri kalau kamu minta-minta, sekarang proyekku kalah terus,” kata Badrun. “Bukan tidak tahu diri, tapi mas Badrun yang memulai kan tadi. Sudah dua bulan mas Badrun tidak memberiku uang bulanan aku juga diam tidak menuntut.” “Aku enggak mau tahu!

  • Dilema Arini   Akibat Lasmi terlambat pulang

    Di malam hari Arini tidak bisa tidur dia terus membolak-balikkan tubuhnya ingatannya tertuju pada perkataan adiknya Lasmi, Arini mengerti walaupun Lasmi berkata tidak memaksa untuk membeli mesin jahit. Tetapi sebenarnya dia tahu betul watak adiknya yang sebenarnya menginginkan mesin jahit sendiri. Arini memikirkan bagaimana cara mengabulkan keinginan Lasmi. Dia sebenarnya bisa membelikan dengan uang tabungannya, tapi mengingat suaminya yang akhir-akhir ini tidak tentu memberikan nafkah. Kalaupun suaminya memberi jumlahnya tidak seperti dulu waktu awal menikah. Membuatnya bimbang atau ragu untuk membelikan dengan uang ditabungannya. “Aku sebenarnya kawatir membiarkan Lasmi sering pulang terlambat apalagi dia bersama lelaki yang baru dikenalnya tiga Minggu,” batin Arini. Angan-angan Arini teringat dengan Wahyu. “Apa mungkin aku minta tolong Wahyu lagi ya? Sedangkan aku sekarang bukan siapa-siapanya dia lagi. Aku sekarang suda

  • Dilema Arini   Gambar desain Lasmi

    “Aku pulang, Kak! Lasmi berjalan masuk ke dalam rumah. “Kak-kak! Panggil Lasmi kembali karena kakaknya tidak menjawab. Lasmi melongok ke dalam kamar kakaknya. “Ssssst! Sebentar Arsy lagi tidur,” jawab Arini beranjak dari tempat tidur dan keluar kamar menghampiri Lasmi. “Ada apa sih, Lasmi?” Tanya Arini. “Enggak ada apa-apa! Tadi aku panggil-panggil kok kakak enggak menjawab. Aku kira tadi kakak enggak ada di rumah,” jawab Lasmi yang kemudian duduk di kursi. “Lasmi aku mau menanyakan sesuatu,” kata Arini yang mendekati adiknya dan duduk di sampingnya. Lasmi hanya diam dia memandang wajah kakaknya dan sudah tahu ke mana arah pertanyaan kakaknya. “Siapa teman kamu yang menjemput dan mengantarkanmu pulang tadi? Kamu kan belum ada sebulan di sini tapi kamu kok sudah punya teman cowok, siapa dia?” tanya Arini. “Itu, kak. Kakak ingat kan dengan orang yang ditempat kursusan waktu kita mendaftar yang namanya Ridwan,” kata

  • Dilema Arini   Teman dekat Lasmi

    Tiga Minggu telah berlalu sejak kejadian Arsy dibawa pak Rudi bersama istrinya. Selama itu juga hubungan Arini dan suaminya Badrun tidak kunjung membaik. Arini melayani suaminya ketika pulang hanya menjalankan kewajibannya sebagai istri. Hal itu Karana suaminya kalau pulang hanya di waktu sore terkadang malam hari sehingga waktu untuk memberikan perhatian pada Arini dan Arsy kurang dan jika pagi hari sudah pergi lagi. Arini juga tidak pernah menanyakan tentang pekerjaan suaminya, Arini merasa suaminya Badrun tertutup jarang berbicara dengan aktivitasnya sehari-hari di luar rumah. Arini menyadari kalau dirinya hannyalah istri kedua dan berusaha memaklumi kalau waktunya Badrun lebih banyak untuk istri pertamanya. Di mana rumah tangga mereka awalnya dibangun atas dasar cinta. Sedangkan pernikahan Badrun dengan dirinya tidak dibangun dengan dasar cinta tapi atas dasar kesepakatan orang tuanya. Hari-hari Arini diliputi rasa kesepian, Arsy

  • Dilema Arini   Arsy kembali

    “Bukankah yang aku lakukan adalah yang selama ini kamu inginkan?” tanya Haryati mencibir. “Apa yang aku inginkan? Aku semakin enggak ngerti maksudmu,” tanya Badrun balik. “Bukankah kamu hanya menginginkan anak laki-laki dan tidak menginginkan istri lagi? Sekarang aku mengambil Arsy yang akan aku asuh. Aku melakukan ini untukmu,” jawab Haryati dengan suara bergetar. Badrun tak menyangka kalau Haryati akan berkata seperti itu. Badrun terdiam tidak tahu apa yang harus dia katakan. Haryati menggunakan perkataannya Badrun dahulu untuk alasan mengambil Arsy. Haryati membalikkan perkataan suaminya dahulu yang diucapkannya yang menginginkan anak laki-laki dan digunakannya untuk alasan menikah lagi. “Tapi tak perlu kau rampas Arsy dari ibunya!” kata Badrun setelah beberapa saat terdiam. “Kalau aku mengambil Arsy dari Arini sudah adilkan bagiku. Seperti Arini merampas dirimu dariku! Bahkan waktumu sekarang kamu habiskan lebih banyak

  • Dilema Arini   Masih mencari Arsy

    Arini dan Lasmi mengikuti petunjuk dari Bu Dani. Tak berapa mereka akhirnya menemukan rumah yang ciri-cirinya disebutkan oleh Bu Dani. “Berhenti Lasmi! Sepertinya rumah ini,” kata Arini ketika melihat rumah bercat putih di sebelah kanan jalan. “Iya Mbak, kelihatanya memang rumah ini. Karena di sekitar sini hanya rumah ini yang bercat putih,” kata Lasmi menoleh ke kanan dan ke kiri begitu menghentikan laju motornya di depan rumah bercat putih. “Ayo kita turun, Kak! Ajak Lasmi. “Ya, Ayo,” jawab Arini. Merekapun turun dari motor dan mencoba membuka pintu pagar. “Kak, pintu pagarnya terkunci berarti pak Rudi enggak ada di rumah,” kata Lasmi. Arini yang melihat pintu pagar rumah pak Rudi terkunci mulai gelisah dan panik. “Aduh gimana ini, Lasmi!” kata Arini yang hampir menangis. “Tenang dulu, Kak! Kakak bawa hp enggak. Coba telepon pak Rudi mungkin pak Rudi berada di rumah kita. Siapa tahu dia lagi nganta

DMCA.com Protection Status