Celindia turun dari mobil, Ia kembali mengagumi pemandangan di depannya. Sedari tadi, saat di mobil, gadis itu selalu berdecap kagum dengan kota Chicago. Ia sekarang tengah berdiri di depan rumah yang menjulang tinggi, sangat besar dan memiliki halaman yang luas.
Tidak perlu bertanya lagi, Ia tahu ini pasti adalah rumah suaminya. Ia melangkah mengikuti Keindra memasuki rumah besar itu, sama seperti saat di rumah sakit, Ia kembali melihat orang-orang besar berpakaian hitam dan alat pendengar berkabel di telinga mereka.
Bahkan ini lebih banyak dari yang di rumah sakit, lagi-lagi Celindia berdecap kagum. Ada sekitar sepuluh orang pelayan yang berpakaian rapi dan sama, berdiri di samping-samping diantara pintu besar rumah itu.
"Selamat Datang Tuan Aldres," sambut mereka dengan kompak.
Melihat mereka yang membungkuk, spontan Celindia ikut membungkuk. Itu karena Celindia tidak biasa
Pagi harinya, Celindia sudah berkutat dengan perabotan dapur. Gadis itu berencana membuatkan sarapan untuknya dan untuk Keindra, omong-omong soal Keindra, ia belum melihat pria itu sejak kemarin saat Celindia di antar Meri ke kamar barunya.Beberapa pelayan sempat menghentikan Celindia untuk memasak, namun Gadis itu tetap memaksa untuk memasak sendiri. Ia bahkan tidak membiarkan Meri ikut membantunya, Celindia sekarang sedang mencoba menjadi Istri yang baik."Astaga!" ujarnya terkejut.Celindia di kejutkan oleh minyak kelapa yang memancar ke segala arah, Ia jadi lebih waspada. Rencananya Ia mau membuat nasi goreng khas Indonesia, makanan yang selalu Kalana masakkan untuknya dan keluarganya."Kenapa, Non?" Meri datang dengan terbirit-birit.Ia melihat Celindia yang maju-mundur di depan kompor elektronik berwarna putih itu, di atasnya terdapat wajan ya
Keindra turun ke lantai bawah rumahnya, karena hari libur, Pria itu memutuskan untuk bersantai di rumah saja. Ia mengedarkan pandangannya, tidak melihat keberadaan Celindia.Tidak mau memusingkan hal itu, Keindra melangkah ke samping rumahnya. Ia menggeser pintu kaca yang terdapat kolam berukuran cukup besar, Keindra yang sudah melepas kausnya yang hanya menyisakan celana pendek itu lalu menceburkan diri di dalam kolam itu.Ia berenang ke kanan dan ke kiri, para pelayan sekali-kali mencuri pandangan ke arah tuan mereka yang tampak masih betah di dalam kolam renang. Ada sekitar sepuluh orang pelayan yang berada di dalam rumah besar Keindra, tujuh dari mereka merupakan perempuan yang masih muda, dan sisanya adalah perempuan yang sudah berumur dan berkeluarga.Munafik jika mereka tidak mengakui kegagahan tuan mereka, melihat ketampanan Keindra saat pertama kali mereka bekerja saja sudah hampir membuat mere
"Air yang masuk ke dalam tubuhnya lumayan banyak, tapi untungnya enggak sampe ke paru-paru. Keadaannya juga udah membaik, tinggal nunggu dia sadar terus kasih dia makanan sama obat." Keindra mengangguk sebagai respon."Dia siapa sih?" tanya seorang pria yang tadi menjelaskan kondisi seseorang yang Ia periksa.Keindra menatap sekilas lalu beralih menatap Meri yang juga berada di kamarnya. "Buatin dia makanan," titahnya yang di angguki oleh Meri.Setelah kepergian Meri, pria yang tadi bertanya berdecap."Lo tuli apa gimana, ndra?""Bukan urusan lo," kata Keindra datar."Mending lo keluar, Jordan," suruh Keindra menatap tajam pria yang bernama Jordan yang tak kunjung keluar."Jawab dulu pertanyaan gue."Keindra menghela napas, pria kurang ajar di depannya ini merupakan sahabatnya. Mereka mulai menjalin pertemanan saat Keindra memutuskan untuk menetap di Amerika, Jordan adalah warga n
Celindia turun dari kamarnya dengan bersenandung riang, setelah dua hari ia dikurung oleh Keindra di kamarnya, akhirnya ia bisa menghirup udara luar kamarnya. Gadis itu melihat suaminya yang tengah sarapan di meja makan, ia mengerutkan kening dengan kesal.Kenapa Keindra sarapan tanpanya? Kenapa pria itu menganggap seolah dirinya tidak ada? Apa ia hanya sebagai pajangan di rumah besar ini? Seperti itulah pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam kepalnya. Dengan cepat, ia menarik kursi dengan kasar dan duduk di depan Keindra.Keindra mengangkat sebelah alisnya, merasa heran dengan gadis di depannya ini."Kenapa?" tanya Keindra datar.Celindia ikut menatapnya dengan datar. "Enggak ada," jawabnya dengan suara berat, seolah meniru gaya bicara suaminya.Setelahnya Celindia tertawa, merasa lucu dengan apa yang baru saja ia lakukan. Sedangkan Keindra makin dibuat heran, ia bertanya-tanya apa omanya tidak salah memilihkan istri
Jordan menatap Celindia yang juga menatapnya. "Kayaknya Indra lagi ada rapat, tunggu di sini aja ya." Jordan lalu beranjak."Lho terus Jordan mau ke mana?""Mau ke bawah, cari Indra. Tunggu di sini aja ya, jangan ke mana-mana." Celindia mengangguk patuh.Jordan lalu berlalu pergi dari ruangan Keindra, sedangkan Celindia melanjutkan penjelajahannya. Gadis itu mengelilingi ruangan Keindra yang tampak luas, bahkan lebih luas dari kamar pria itu.Dari tempat ini, Celindia bisa melihat pemandangan luar yang sangat memanjakan mata. Ia lalu beralih melihat di lemari buku yang tampak menarik dimatanya, Celindia menangkap judul buku yang membuatnya penasaran.*Data Dan Omset Penjualan*Ia lalu menarik buku yang ternyata bukanlah buku panduan bisnis, itu terlihat seperti buku album yang berisi tulisan seseorang. Saat melihat isinya, Celindia mengerutkan keningnya."Wah, Kein jual apa, ya? Kok sampe ke l
"Selesai," gumamnya dengan menatap ke arah cermin di depannya."Gimana penampilan aku, Bi?" Meri tersenyum."Sangat cantik, Nona." Celindia tersenyum puas.Sejak malam itu, Celindia kembali kepada ambisinya untuk menjadi istri yang baik untuk Keindra. Bukan hanya itu, ia juga bertekad untuk membuat Keindra jatuh cinta kepadanya.Karena ... entah sejak kapan, jantung Celindia sering berdetak dengan keras saat bersama Keindra. Bahkan hanya mendengar nama pria itu, Celindia seakan merasakan jantungnya yang melompat keluar.Ia lalu mengadukan kondisinya kepada Meri dengan polosnya, Meri yang mendengar itu hanya tersenyum. Ia sudah melewati masa mudanya, dan ia tahu betul apa yang dirasakan nonanya itu.Saat Meri mengatakan bahwa itu adalah perasaan cinta kepada seseorang, dan seseorang itu adalah Keindra, Celindia sangat terkejut. Tentu saja terkejut, bagaimana bisa hatinya selemah itu dan mudah terjatuh ke te
Celindia terdiam saat tak mendengarkan respons dari sahabatnya yang kini jauh darinya."Anjani?"Tak ada jawaban."Anjani? Woy!""Ah, ya? Kenapa?" tanya Anjani kemudian.Celindia berdecap kesal. "Dari tadi lo ngapain pe'a? Lo dengerin gak sih gue ngomong?" tanya Celindia gemas.Anjani tertawa canggung. "Maaf, gue gak fokus."Celindia menghela napas. "It's oke," jawabnya pelan."Gimana tadi?" tanya Anjani."Tadi? Apanya yang tadi?""Yang lo bilang tadi, tadi gue sempet denger lo nyebut nama ... siapa tadi? Kain? Kinan? Atau apa lah itu.""Apaan Kinan! Wah, lo kena racun layangan sambung, ya?""Layangan, layangan. Pala lo loyangan," ketus Anjani.Hening."Woy!" teriak Anjani membuat Celindia lagi-lagi menjauhkan ponsel dari telinganya."Santai pe'a! Aelah," gerutu Celindia dengan tangan yang m
Celindia beranjak bangun dengan malas saat mendengar sebuah ketukan pintu dari luar."Masuk," pintahnya dengan suara serak.Tak lama pintu terbuka menampilkan Meri dengan satu pelayan, wanita itu tersenyum menyapa nona-nya. Sedangkan pelayan yang satunya melangkah ke kamar mandi, Celindia hanya membiarkan.Pelayan yang hanya berbeda sekitar dua tahun dengannya itu pasti akan menyiapkan air hangat untuk ia berendam, kegiatan yang selalu ia lakukan saat memasuki kamar Celindia bersama Meri."Selamat pagi, nona," sapa Meri dengan sopan."Pagi, bibi." Celindia membalas dengan senyuman tipis.Meri tahu suasana hati nona-nya masih terbawa oleh keadaan yang semalam, ia ingat dengan jelas bagaimana raut kecewa yang tergambar di wajah cantik nona-nya. Wanita itu membuka tirai tinggi menggunakan remot elektronik, ia lalu kembali berdiri di samping ranjang Celindia."Bagaimana dengan tidur nona? Apa nyen
Celindia membuka matanya dengan perlahan, suara ringisan keluar dari bibirnya saat ia mencoba menggerakkan tubuhnya. Netranya melihat ke sekelilingnya. Sunyi. Tidak ada siapapun di dalam ruangan VIP itu selain dirinya, ia menghela napas dengan mata yang terpejam. Ingatannya kembali pada kejadian yang menjadi penyebab dirinya terbaring di brankar rumah sakit ini, perbuatannya yang terbilang nekat dan berani, yang juga membuatnya terlihat seperti orang bodoh. Celindia kembali mengingat. Saat itu, ia ingat sempat melihat wajah tegang Keindra saat berada di dalam mobil. Ia bahkan bisa merasakan tangan dingin Keindra yang menyentuh pipinya dan tangannya yang lain memegang luka tembaknya. CEKLEK Suara pintu yang terbuka membuatnya mengalihkan pandangannya. Keindra terdiam di depan pintu saat melihat Celindia yang sudah sadar dan sedang menatapnya. Mereka terdiam dalam hening yang tercipta. Saling menatap dari jarak yang tidak dekat. Celindia yang lebih dulu tersadar lalu segera menga
Keindra berdiri dari duduknya, lalu kembali duduk. Hanya itu yang ia lakukan di depan ruangan operasi yang sekarang masih berlangsung. Sudah lebih dari dua jam pria itu tidak beranjak dari tempatnya. Tepukan dibahunya membuat Keindra menoleh, ia mendapati Jordan yang membawa dua kaleng soda ditangannya. Keindra mengambil satu kaleng minuman yang disodorkan padanya. "Duduk dulu, Ndra." Keindra tidak mengindahkan dan tetap menatap pintu ruang operasi. Jordan menghela napasnya, lalu meminum minumannya. "Kenapa gak lo aja yang pimpin operasinya?" Keindra menatap Jordan dari tempatnya berdiri. Jordan menggeleng sekilas. "Enggak bisa. Ini bukan rumah sakit yang gue pegang, gue juga gak bisa seenaknya lakuin operasi darurat pasien rumah sakit lain." Jordan memang adalah seorang dokter, namun ia tidak bisa sembarangan mengambil alih pasien di rumah sakit yang bukan tempatnya bertugas. Keindra kembali menatap pintu operasi, lampu operasi belum juga mati, yang berarti operasi masih berja
Keindra memberikan pukulan kepada pria bertopeng itu tanpa jeda, ia bahkan tidak memberinya kesempatan untuk mengelak atau pun melawan. Setelah tadi menghabisi semua orang bayaran itu ia memasuki ruangan besar karena mendengar suara jeritan Celindia, saat sampai ia menyaksikan istrinya menahan sakit akibat rambutnya yang ditarik dengan kasar oleh pria yang saat ini sedang ia hajar.Jordan melepaskan semua ikatan yang berada di tubuh Celindia, ia meringis saat melihat memar di wajah dan tangan serta kaki gadis itu."Tunggu di sini, jangan ke mana-mana." Jordan menjauh setelah Celindia mengangguk setuju.Setelah beberapa saat, muncul beberapa orang yang memegang senjata tajam serta topeng di wajah mereka. Jordan membantu Keindra melawan mereka yang kewalahan, sedangkan Celindia meringkuk dengan takut.Mereka ada sekitar tiga belas orang, melawan dua orang jelas perkelahian itu a
Celindia membuka matanya yang terasa berat. Ia mengerjap panik, hanya gelap yang berada di hadapannya saat ini.Sangat gelap.Ia bahkan tidak bisa melihat apa pun. Gadis itu beranjak untuk meraba-raba sekitarnya, malah terdiam saat mengetahui dirinya tidak bisa bergerak.Celindia memberontak dengan panik."Hmphh!" Suaranya juga tidak muncul!Ia terengah dan diam sejenak, tahu bahwa usahanya akan sia-sia. Sekarang Celindia paham kondisinya.Ia terikat di kursi kayu dengan mulut yang dilakban serta kepala yang ditutupi sebuah kain, ia memejamkan matanya dengan jantung berdebar.Bagaimana ia bisa di sini?Apa yang terjadi sebelumnya?Di mana dia sekarang ini?Kepala gadis itu mulai berpikir. Seingatnya terakhir kali ia berada di toilet mall, ia melihat wanita jadi-jadian dan hendak keluar dari toilet. Setelahnya ia tidak mengingat apa-apa lagi.
Keindra menatap lurus ke depan, didepannya terlihat beberapa orang dengan pakaian hitam yang melekat di tubuh mereka. Hanya dirinya sendiri yang memakai jas formal, karena memang pria itu tidak pulang dan malah pergi ke markas.Inilah salah satu dari sekian hal yang disembunyikan oleh pria berdarah Amerika itu.Keindra Genanta Aldres. Pria yang memiliki pekerjaan di dua dunia, dunia manusia dan dunia gelap. Ia memang memiliki usaha yang melejit.Tidak hanya di dunia perusahaannya, tapi juga di bisnis gelapnya.Sekarang mereka sedang melakukan runding untuk strategi pemasaran ganja. Pemerintah Amerika tidak bisa diajak bekerja sama, mereka akan membantai habis orang-orang yang terlibat perdagangan benda terlarang itu.Maka dari itu, mereka sedang melakukan rundingan dan mencari cara agar bisnis mereka berjalan lancar tanpa adanya hambatan. Keindra men
Celindia melangkah riang dengan senandung lirih dari bibirnya, Andrew mengikuti nonanya dengan berjalan agak sedikit ke belakang. Mereka menatap sekeliling, mall di pusat kota Chicago sangat ramai. "Mau beli apa ya," gumam Celindia kecil. Matanya lalu melihat timezone yang berada tidak jauh dari posisi mereka, Celindia lalu berlari ke arah timezone. Sedangkan Andrew yang tidak tahu malah panik, ia ikut berlari menyusul nonanya. "Wah!" Celindia menatap timezone di depannya dengan mata berbinar. "Andrew, Andrew!" Gadis itu menatap pria disampingnya dengan semangat. "Aku mau bermain!" "Nona bisa membeli kartu timezone ke sebelah sana, mari ikuti saya." Andrew berjalan ke arah tempat dijualnya kartu timezone diikuti Celindia dibelakangnya. Setelah membeli kartu itu, Celindia mulai bermain dengan semangat. Tak jarang
"Apa saja jadwal saya hari ini?" tanya Keindra dengan berjalan diikuti sekretarisnya disamping.Sang sekretaris membuka tabletnya. "Sambutan untuk para karyawan baru, rapat untuk melihat presentasi dari divisi perencanaan, berkunjung ke kantor cabang terbaru, dan menyambut kedatangan CEO dari WS ENTERTAINMENT."Mereka berdua telah sampai di depan lift, Keindra melirik ke arah sekretarisnya. Wanita itu terlihat ingin mengatakan sesuatu namun terlihat ragu."Ada apa, Jenni?" tanya Keindra membuat Jenni--sekretarisnya tersentak kecil."Begini Pak, saya mendengar bahwa H'S Group berusaha untuk mengajak CEO dari WS ENTERTAINMENT menjalin kerja sama. Saya juga mendengar bahwa orang dari H'S Group menunggu kedatangan Sir Zhang Yuxing di bandara saat pagi tadi," jelas Jenni.Keindra membalikkan tubuh sepenuhnya menghadap sang sekretaris, ia tersenyum miring.
Celindia tersadar saat merasakan sesak dalam tidurnya. Tidak hanya itu, ia juga merasakan sesuatu yang lembut seolah sedang mengemut bibirnya. Entah karena terlalu malas atau sangat mengantuk, gadis itu hanya berusaha untuk memiringkan tubuhnya. Namun Keindra yang juga sedang menikmati hukuman untuk Celindia malah membatasi pergerakan gadis itu sehingga Celindia kembali terlentang, ia lalu berdecak dan membuka mata dengan malas. Celindia mengerjap, ia masih merasa linglung dan bodoh saat menatap wajah tampan yang paripurna tepat di depan wajahnya. "Gwamtemnya," gumamnya tidak jelas. Keindra yang masih melumat bibirnya lalu membuka mata saat mendengar gumamannya, ia ikut menatap Celindia yang sedang menatapnya seperti orang bodoh. Alih-alih bergenti, Keindra terus melanjutkan ciuman itu sampai
Celindia mengerjapkan matanya, ia beranjak bangun dengan meregangkan otot tubuhnya. Tangan kanannya menutup mulutnya yang menguap lebar, gadis itu menatap sekeliling.Ia berada di kamarnya.Dalam ingatannya kembali saat di mana ia sedang duduk di sofa, tepat sebelah meja kecil dengan telepon rumah di atasnya yang berada di sudut. Ia berniat menjahili suaminya dengan menelepon nomor pria itu melalui telepon rumah, Celindia menekan nomor telepon Keindra.Tak berselang lama panggilan di angkat oleh sang penerima. "Kenapa, Meri?"Celindia menutup mulutnya, berusaha untuk meredam tawanya yang siap menyembur. Ia berdehem tanpa suara dan memulai aksinya."Ke-kein," panggil Celindia dengan nada takut yang dibuat."Celin?" tanya Keindra dari seberang sana.Celindia membulatkan matanya saat melihat seekor k