"Ya," Reyhan singkat. Wajahnya datar dan cenderung tanpa ekspresi. Wanita itu adalah Carissa, istri Reyfan, saudara tiri Reyhan.Reyhan sebenarnya tidak ingin menanggapi ucapan wanita itu, wanita yang tidak ada kepentingan dengannya.Carissa kini sudah tepat berada di depan Reyhan. Senyuman di wajahnya tidak menunjukkan itikad baik, hanya dengan melihat saja, semua orang bisa tahu bahwa dia tidak menyukai apapun yang berhubungan dengan Reyhan."Kulihat wajahnya pucat, apa dia sedang sakit?" Carissa bertanya bukan karena peduli, dia hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sekilas dia melihat bahwa wanita itu pucat sepertinya bukan karena sakit, tetapi mungkin karena hal lain."Ya," Reyhan berbohong.Dia berpikir jika menjawab "tidak" maka akan menjadi panjang. Carissa akan bertanya lagi mengenai kejadian sebelumnya. Dia merasa bahwa tidak perlu menjelaskan. Lagi pula Reyhan juga tahu bahwa Carissa bertanya bukan karena peduli, melainkan hanya ingin mencari tahu dan menemukan hal
Reyhan membalikkan badannya, melihat Elaine yang keluar dari kamar dia sendiri tidak mengatakan apa-apa lalu masuk ke dalam kamar tanpa menghiraukan wanita yang masih berstatus istrinya itu.Elaine menghampirinya dengan berhati-hati, memeluk badannya dari belakang.“Lepaskan!” Dia melontarkan sepatah kata dengan nada yang sangat dingin, lalu langsung melepaskan tangan yang sedang melingkar di pinggangnya.Elaine tidak berdiri stabil, sehingga terjatuh ke lantai karena hempasan tangannya, kedua tangannya memeluk bahu, dan menanam kepalanya di atas lutut, akhirnya dia menangis tersedu-sedu.Suara tangisannya bagaikan suara kucing mengeong, membuat hati terasa sakit.Reyhan mengerutkan alis sambil menatapnya, tidak bergerak sama sekali, namun tangan yang mengepal erat perlahan-lahan dilepaskan.Setelah Elaine menangis beberapa saat, dia baru bangun dari lantai. Berlari lagi ke dalam pelukan Reyhan. Dia menanam kepalanya pada dada Reyhan, tangannya melilit erat di pinggang pria itu."Reyh
Pada saat bangun di keesokan harinya, seluruh tulang Elaine pegal dan kesakitan. Sinar matahari menembus ke dalam kamar melewali gorden yang belum tertutup rapat, terik matahari membuat mata Elaine terasa sakit.Elaine dengan refleksnya menutupi cahaya di depan mata dengan tangannya, dia berbalik badan, menempel erat pada dada yang kuat.Dia membuka matanya, paparan di dalam matanya adalah wajah tampan Reyhan yang sudah diperbesar.Reyhan sudah bangun dari tadi, tangannya sedang menahan kepala, berbaring untuk menatapnya.Elaine tersenyum padanya dengan senyuman manja, dia melilitkan tubuhnya bagaikan gurita, "Reyhan, apa kamu mencintaiku?"Mungkin dikarenakan baru saja bangun tidur, sehingga nada suaranya lembut dan manja."Menurutmu?" Reyhan mengangkat alis, tatapannya membawa senyuman."Aku mau dengar darimu.” Elaine melilit tangan pada lehernya, berkata dengan manja."Cinta." Reyhan menatap matanya, dengan tatapan yang menampakkan keseriusan."Aku juga mencintaimu." Elaine melingk
Elaine menggigit bibir, memundurkan tubuh, kemudian menunduk. Dia menghela napas, tidak tahu apakah isi hatinya pantas untuk diungkapkan pada Reyhan.Namun, dia merasa sepertinya memang harus diutarakan. Jika tidak, maka dirinya sendiri yang akan tersiksa.Reyhan tahu ada sesuatu yang mengganjal hati istrinya. Sebelah tangannya melingkar di pinggul Elaine, sebelahnya lagi menarik dagu sang istri untuk menatap matanya."Katakan saja," ucapnya lembut, sangat perhatian. Dia tidak akan marah meski apa yang diucapkan Elaine mungkin adalah sebuah perasaan negatif.Elaine terdiam untuk beberapa saat. Tatapan Reyhan membuat hatinya yakin, akhirnya membuka mulut dan bersuara.“Orang-orang di sini sama sekali tidak ada yang aku kenal, aku mendengar semua pembicaraanmu dengan wanita di bawah kemarin. Dia terlihat tidak ramah.” Elaine berkata dengan tidak berdaya.Kerutan di kening Elaine semakin dalam. Meski tidak tahu siapa wanita itu, tetapi dia melihatnya memakai gaun tidur yang tidak pantas
“Iya, apa kalian ada pendapat?” Reyhan menjawab sambil menarik kursi untuk Elaine, di mata semua orang mungkin Reyhan terlihat begitu menyayangi wanita itu.“Kalau kamu sudah memilih, papa bisa apa? Asal jangan bercerai seperti pertama kali, bikin malu saja!” Roy lantas menaruh sendoknya dengan keras hingga dentingan yang memekakkan telinga terdengar.Pria paruh baya itu lantas bangkit diikuti dengan yang lainnya. Mereka seperti tidak memiliki keinginan untuk menyaksikan dua orang yang memamerkan keromantisan ini.Setelah meja makan kosong, tinggal mereka berdua yang tengah berada dalam keheningan.“Kenapa? Mereka tidak menyukaiku?” tanya Elaine.“Menurutlah, makan dulu, kalau tidak dimakan nanti makanannya keburu dingin.” Reyhan tersenyum, mencoba mengalihkan pemikiran Elaine tentang keluarganya.Reyhan membawanya ke rumah keluarga Sunarya secara mendadak, Elaine tentu tidak memiliki persiapan untuk menghadapi mereka.Elaine memindai matanya ke seluruh ruangan, villa ini sungguh tida
“Lupakan saja!” Detik berikutnya Elaine langsung menarik ucapannya.Reyhan tidak berbicara, hanya memeluknya dengan erat, berusaha keras untuk membuatnya merasa nyaman.“Reyhan, apa kamu hanya bermain-main denganku?”“Bagaimana membuktikan bahwa aku bukan main-main?" Reyhan bertanya dengan suara lembut dan serak.“Elaine, kapan papamu mengundangku?”Elaine menggenggam tangannya, alisnya melengkung, dan menatapnya sambil tersenyum, "Aku masih ragu untuk membawamu yang seorang tuan muda Sunarya untuk datang berkunjung.”Dia hampir bisa membayangkan jika seorang Albert Aditama memiliki menantu seperti Reyhan, untuk orang yang serakah seperti dia, mungkin dia akan berusaha dan mencoba menghisap darahnya seperti lintah.Meskipun Reyhan sekarang memiliki banyak darah, Elaine juga tidak ingin memberikannya dengan cuma-cuma untuk lintah darat seperti papanya."Ada terlalu banyak hantu di keluarga Aditama, hantu rakus, vampir, dan hantu menyeramkan lainnya. Aku takut kamu terjerat dan tidak da
Carissa tidak bisa berkata-kata. Hanya melihat punggung Elaine yang perlahan menjauhi mereka. Dalam hati tersimpan kebencian dan bertekad untuk menyingkirkan Elaine dari keluarga Sunarya. Dia dan suaminya tidak boleh dikalahkan terlebih oleh kedatangan wanita baru di sana.Melirik sejenak Aini yang sedang mengadu pada suaminya. Melihat ekspresinya yang menggebu-gebu ketika menceritakan keburukan Elaine, dia menduga bahwa ayah mertuanya itu percaya dan sudah pasti hal itu akan semakin menguntungkan posisi suaminya.Pembicaraan dengan Roy akhirnya selesai. Aini mematikan panggilan itu kemudian menyimpan ponselnya. Senyuman di wajahnya terlihat sangat cerah. Dia melihat Carissa dan seakan sedang bertelepatik keduanya mengerti tanpa berbicara.Sementara Elaine langsung menancapkan mobilnya pergi dari sana. Lebih tepatnya adalah mobil Reyhan yang diberikan padanya tadi pagi. Sebenarnya tidak benar-benar diberikan secara langsung, pria itu mengirimkan pesan singkat padanya dan mengatakan ba
Setelah Elaine selesai menunjukkannya, dia mengangkat kepala dan melihat ke arah Reyhan, melihatnya sedang menatapnya tanpa berkedip sama sekali dengan ekspresi bingung.“Tatapan macam apa itu? Bukankah aku hanya menggunakan kartumu untuk membeli set cangkir porcelain seharga 5 juta saja, perlukah seperti itu?" Elaine mengkerutkan bibirnya dengan murung.Reyhan tercengang, jelas sekali apa yang mereka pikirkan tidak berada pada frekuensi yang sama. Dia menggeleng dengan tidak berdaya, lalu menghampirinya, seperti biasa dia akan mengelus kepalanya dengan begitu lembut."Asalkan kamu senang saja.”"Hm, kamu yang terbaik." Elaine mendekat, lalu mencium pipinya, setelahnya kembali memperhatikan kembali cangkir yang ia beli, dia terlihat begitu menyukainya.Reyhan merasa Elaine merupakan gadis yang sederhana, hanya satu set cangkir saja sudah bisa membuatnya senang sampai seperti ini.“Dari pagi melakukan apa saja?” Reyhan mencoba bertanya.“Shopping dan belanja banyak barang.” Elaine meng
Elaine merasa dia sudah berusaha adil pada kedua anaknya. Tapi entahlah namanya pemikiran orang dia tidak bisa menebak.Elaine mengerucutkan bibirnya, “Bagaimana bisa aku begitu menyayangi anak itu, aku memarahinya satu kali maka dia akan membalas 10 kali. Anak itu begitu pandai berbicara, dia pantas menjadi penerusmu.”“Abi ingin menjadi seorang pengacara, menegakkan keadilan.” Elaine tersenyum.Tahun ini Kaesha sudah berusia 17 tahun dan Abimanyu 11 tahun. Saat itu Reyhan datang ke kamar putrinya, dengan canggung berkata, “Bagaimana dengan sekolahmu?”“Papa.” Kaesha tidak lantas menjawab, lantaran kaget dengan sosok papanya yang masuk ke kamar. Perasaan campur aduk kini memenuhi seluruh ruangan.Reyhan tidak akan secanggung ini jika bertemu dengan Abimanyu atau sekedar mengobrol dengannya, mungkin karena Abimanyu adalah laki-laki sedangkan Kaesha adalah seorang putri yang sudah remaja. Sangat tidak baik jika dia memberikan kesan yang buruk.“Sekolah, baik Pa.”“Tahun depan kamu suda
Reyhan diberitahukan seperti itu, tidak kalah paniknya dengan Elaine. Dia berlari keluar dan memanggil sopir untuk menyiapkan mobil. Setibanya di rumah sakit, Elaine didorong menggunakan brangkar. Dokter dan perawat lalu masuk melihat kondisi Elaine. Dokter mencium cairan itu dan berkata dengan gugup, “Nyonya, jangan bergerak, cairan ketuban pecah. Aku akan segera perintahkan untuk mempersiapkan ruang persalinan dan dokter kandungan yang akan menanganimu.” Setelah mendengar itu, wajah Elaine menjadi pucat. Cairan ketuban pecah itu artinya anak akan segera lahir, tapi kandungannya baru berusia 7 bulan. “Dokter, tolong lakukan yang terbaik!” Elaine memegang perutnya dengan cemas dan bibirnya bergetar hebat. Reyhan pernah mendampingi Allesia melahirkan tapi dia tidak pernah menghadapi hal seperti ketuban pecah dan lain sebagainya. Karena dia merasakan ada keanehan, dia lalu bertanya pada dokter, “Apa yang terjadi, Dok?” “Istri anda akan dibawa ke ruang persalinan karena air ketubann
“Maaf Tuan, tiba-tiba ada seorang wanita yang muncul di depan mobil. Untung saja saya cepat menginjak rem, kalau tidak hasilnya akan parah sekali.” Supir sudah berkeringat dingin karenanya.“Turun dan lihat kondisinya. Jangan menunda waktu dan cepat bereskan.” Reyhan berbicara sembari melirik jam tangannya. Sama sekali tidak ada maksud untuk ikut turun dari mobil.Supir buru-buru mengangguk, mendorong pintunya dan turun dari mobil. Di depan mobil Mercedes hitam, seorang wanita duduk dengan sangat lemah. Kulit kakinya tergores membuat dia terus saja menangis kesakitan.Ketika perempuan itu mendengar ada orang yang mendekatinya, dia langsung menatapnya dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya. Alhasil, rencananya gagal, yang keluar bukanlah CEO yang tadi bersamanya.“Nona, apakah tidak apa-apa?” Supir berjalan menghampirinya, lalu melihat perempuan itu dari ujung kaki ke ujung rambut. Ketika tidak menemukan luka serius pada tubuhnya, kecuali kaki yang tergores sedikit, supir itu ba
“Hallo, Nona Elaine. Aku Audi putri kedua dari Pak Walikota. Maaf dari tadi aku belum sempat menyapa.” Audi memegang tangan Elaine.“Tuan Reyhan, apa kabar?” Audi tidak lupa menyapa Reyhan, dibandingkan dengan Andin, Audi jauh lebih agresif dan terlihat berterus terang.“Nona Elaine, sekarang kamu sudah bergabung dengan wanita kelas atas. Mari aku perkenalkan teman-temanku. Kamu pasti bisa menyesuaikan diri dengan mereka.” Dengan cepat Audi menarik tangan Elaine agar menjauh dari Reyhan.Selang waktu berjalan, Reyhan sudah menghabiskan wine yang ada di gelas. Tiba-tiba seorang pelayan datang lagi menghampirinya, dan mengatakan bahwa Elaine sedang menunggunya di lantai atas dan meminta untuk ke sana.“Tunggu, untuk apa istri saya ke atas? Ini rumah pribadi, bukan hotel yang bisa dia masuk sesuka hati.”“Nona kedua mengatakan kalau Nyonya Elaine merasa tidak nyaman pada perutnya. Dia lalu membawa Nyonya Elaine beristirahat di kamarnya.”Reyhan merasa ini cukup masuk akal, tapi sebelum i
“Ceritanya sangat panjang, bahkan aku saja tidak tahu harus menceritakannya darimana.” “Ya Tuhan! Sungguh dia bahkan tidak mengundangku dalam pernikahan kalian. Apa dia sudah tidak menganggapku sebagai teman lagi?” Dania dari tadi begitu banyak pertanyaan dan Elaine tidak bisa menjawab semuanya. Dia dan Reyhan bisa dibilang memang sudah menikah, tapi pesta pernikahan dan acara lainnya bahkan belum diadakan sama sekali. “Apakah kalian menikah secara diam-diam?” Dania sungguh orang yang tidak bisa mengontrol ucapannya. “Bisa dibilang seperti itu, dan aku rasa itu juga cukup baik.” Dari ucapan Elaine, Dania bisa menyimpulkan bahwa wanita di hadapannya ini adalah wanita sederhana juga cantik. Reyhan menatap mereka dengan dingin, hatinya sudah dibakar oleh perasaan cemburu terhadap Dania yang jelas-jelas tidak sebanding dengan dirinya dilihat dari sisi manapun. Ketika Dania merasakan tatapan Reyhan, dia lalu berkata padanya, “Reyhan, kamu tidak mengundangku di hari pernikahanmu. Diam
Di dalam sebuah ruangan, ada boneka barbie besar seukuran dirinya. Boneka itu bisa bergerak dan memberi hormat, bagaikan robot tapi sangat mirip dengan manusia sungguhan.Hanya saja ketika tahu bahwa tangan Kaesha sedang memegang remote untuk menggerakkannya, Elaine tersenyum padanya.“Nyonya, apakah ada yang bisa dibantu?” Betapa terkejutnya Elaine, ternyata robot itu bisa berbicara.“Di mana kalian mendapatkan robot seperti ini?” tanya Elaine penasaran.“Robot barbie ini didatangkan langsung dari German oleh papa. Papa sudah memesannya selama satu tahun, dan bertepatan dengan hari ulang tahun Kaesha, robot itupun selesai dirakit. Jadi papa menjadikannya sebagai hadiah untuk Kaesha.”Elaine sungguh tercengang mendengarnya, apakah mereka benar-benar tidak memiliki tempat lagi untuk menyimpan uang. Hanya ulang tahun seorang anak kecil berusia 6 tahun, apakah perlu menghamburkan uang seperti ini?Apakah putranya nanti juga akan dimanjakan hingga ke atas langit ke tujuh seperti ini? Ya t
Hanya ada lampu berwarna orange di dalam kamar, cahaya lampunya sedikit redup. Kaesha berbaring di atas ranjang, tubuhnya terbungkus dengan selimut kartun. Wajah putih kecilnya mengerut, menangis terisak, kedua tangannya tidak berhenti melambai.“Mama, mama!”Elaine duduk di samping ranjang, mengangkat tubuh Kaesha yang berat dan membawanya ke dalam pelukan, menghibur dengan ringan, “Jangan takut, ada mama di sini.”Mendapatkan pelukan yang hangat, Kaesha mulai merasa tenang, tapi masih ada butir air mata di wajahnya. Elaine dengan lembut menyeka bekas air mata di pipinya.“Apakah dia mimpi buruk lagi?” Reyhan berdiri di depan pintu, rambutnya masih basah setelah mandi. Dengan lembut bertanya.“Iya.” Elaine mengangguk.Dia terus saja memanggil mamanya, Elaine juga tidak tahu mama yang dimaksud di sini apakah dirinya atau Allesia.Reyhan melihat ada sorot kekecewaan dalam wajah Elaine, dia lalu berkata, “Kaesha dari kecil selalu bermimpi dan memanggil mama, sudah lama semenjak kehadira
Roy kembali merangkul tubuh Elaine dan mengucapkan selamat ulang tahun untuknya, segala doa dia panjatkan untuk menantunya di dalam hati.“Nyonya, maaf, hanya ini yang bisa kami berikan untukmu.” Suara salah seorang perwakilan pelayan yang juga sedang membawa kue di tangannya.Tidak heran jika Elaine begitu dihormati dan disegani oleh para pelayannya, karena memang karakter Elaine yang baik hati dan tidak sombong.Dia tidak pernah sekalipun memandang rendah mereka, justru Elaine selalu mengajari mereka cara menghormati orang lain dari prilakunya.“Makanan sudah siap kan? Ayoo kita makan bersama.” Roy mengarahkan mereka untuk masuk, dia juga mulai belajar memperlakukan pelayan dengan baik.Dia hampir seharian ini sudah mendengar langsung dari para pelayan di rumah Reyhan, bagaimana Elaine memperlakukan mereka selama ini.Jika dulu dia mendengar semua itu, dia pasti akan menganggap Elaine wanita rendahan yang berasal dari kalangan pelayan. Karena bagi Roy, pelayan hanyalah orang yang di
Elaine juga kaget dan langsung melihat Reyhan yang sudah memeluk tubuhnya, “Kenapa ponselmu tidak bisa dihubungi? Elaine, apakah kamu tahu betapa khawatirnya aku menunggumu di sini?” Elaine yang menghadapi tatapan mata perhatian dari Reyhan, luka dihatinya seperti terkoyak lagi. Namun dia hanya berpura-pura menyembunyikan perasaannya. “Kenapa kamu ada di sini? Apakah kamu sudah sembuh?” “Tidak peduli dengan rasa sakitku, aku hanya ingin bersamamu dan merindukanmu.” Reyhan menarik Elaine ke atas, setelah menutup pintu apartemen, dia pun memeluk Elaine dengan sangat erat, seperti Elaine akan menghilang dari hidupnya. “Apakah kamu tahu, bagaimana aku melewati hari-hari tanpamu? Setiap hari aku lalui dengan rasa takut. Berjanjilah ini adalah pertama kalinya dan juga terakhir kalinya kamu tidak ada di sisiku. Kalau tidak, aku pasti akan hancur.” Elaine bersandar di dada Reyhan yang hangat, dia bahkan bisa merasakan detak jantung Reyhan. Air mata kembali mengalir, hari-hari terakhir ta