“Sekarang kita akan pergi liburan. Berbahagialah dan lupakan semua beban masalahmu, sebentar saja,” ucap Kaivan membuat Khayra menoleh ke arah pria itu. Saat ini, mereka sedang berada di dalam pesawat bersama tim divisi mereka. Kaivan duduk berdampingan dengan Khayra. “Ya, aku ingin melakukannya, tetapi sulit sekali mengenyahkan perkataan Marlina dari kepalaku,” ucap Khayra. “Tapi, kamu jangan terbebani dan nikmatilah liburanmu.” Kaivan tersenyum sambil mencubit pipi Khayra. “Benar-benar istri yang perhatian,” seru Kaivan membuat Khayra mencibirnya. “Tidurlah, perjalanannya masih lama,” ucap Kaivan. “Wah, tidak sangka, pak Bos galak bisa seperhatian itu,” kepala Sunny dan Nita muncul di belakang kursi mereka. “Tidak masalah, kan. Perhatian dengan istri sendiri?” tanya Kaivan melirik ke arah mereka. “Ah, bahagia banget rasanya jadi istri pak Kaivan ini, iya gak, Ra?” goda Nita membuat Khayra melihat ke ara
“Ugh!” Khayra terbangun dari tidurnya. Dia kaget saat menyadari dirinya berada di dalam pelukan seseorang. Bahkan pria di depannya tidur tanpa mengenakan pakaian bagian atas. Dengan cepat, Khayra menarik tubuhnya menjauh, tetapi pelukan pria itu bukannya melonggar malah semakin erat dan menarik Khayra semakin menempel ke dada bidangnya. Kini tepat di depan mata Khayra adalah dada bidang yang kekar dan hangat. “Sebentar saja, aku masih mengantuk,” bisik pria itu memeluk Khayra. Sebenarnya posisi seperti ini adalah posisi paling nyaman dan Khayra pun sangat menikmatinya. Dia merasa terlindungi, dikasihi, dan merasakan kehangatan yang menyentuh hatinya. Karena terlalu nyaman, dia pun kembali terlelap dalam dekapan Kaivan. Tok! Tok! Tok! Ketukan di pintu membuat mereka berdua terbangun dari tidurnya. “Ugh sial! Siapa yang mengganggu,” keluh Kaivan. “Pak Kaivan! Khayra!” itu adalah teriakan dari Nita
“Pak, setelah dari sini, kita belanja, ya,” seru Sunny menyadarkan keterpakuan Khayra dan Kaivan. “Ya, kita lanjut keliling dulu. ada tempat lain yang harus kalian lihat di sini,” ucap Kaivan berjalan lebih dulu diikuti yang lain. Sedangkan Khayra masih terdiam di tempatnya dengan tatapan yang tertuju pada punggung Kaivan. tidak menyangka kalau ternyata orang yang menyebabkan trauma para Kaivan adalah Yuda. Entah apa alasannya, Khayra tahu kalau Yuda tipe pria yang memiliki obsesi besar dan temperamen jelek, tidak jarang Khayra mendapat bentakan dan hampir terkena pukulannya. Tetapi Khayra tidak menyangka kalau hal itu sampai membuatnya melakukan hal yang mengerikan. Bagaimana kalau saat Yuda mendorong Kaivan di usia itu, Kaivan tidak selamat dan meninggal dunia. ‘Apa Yuda memang berencana membunuh Kaivan?’ batin Khayra. “Ra, ayo cepat!” panggil Sunny menyadarkan Khayra. “Iya,” jawab Khayra berlari cepat ke arah rombongannya.
“Akhirnya sampai juga, lelah sekali rasanya,” keluh Khayra yang langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang saat sampai dari ke kamar hotel. “Tidak mandi dulu?” tanya Kaivan. “Rasanya seluruh tubuhku remuk,” keluh Khayra. “Aku akan menggendongmu dan mandi di dalam jacuzzi. Kamu mau?” tanya Kaivan membuat Khayra terdiam beberapa saat seakan berpikir keras. “He ... he ... sebegitu takutnya aku terkam. Aku hanya akan membantumu mandi, hanya mandi,” ucap Kaivan penuh penekanan. Khayra terkekeh dengan rasa malu. Dia pikir Kaivan tidak akan menyadarinya. “Kamu itu terlalu polos dan tidak akan bisa mengelabuiku. Keliatan sekali dari wajahmu,” ucap Kaivan membuat Khayra tersenyum. “Ayo, aku bantu kamu untuk mandi.” “Aku mandi sendiri saja,” jawab Khayra bangkit dari posisinya. “Kenapa? kamu takut padaku? Takut aku terkam?” tanya Kaivan. “Tidak, bukan seperti itu. Aku hanya merasa mal
“Sial!” amuk Yuda saat melihat media sosial milik Kaivan. Kakak sepupunya itu mengganti profilnya dengan foto dirinya bersama Khayra. Yuda mendadak tidak mood untuk bekerja. “Sialan, Kaivan! kau merebut semua yang harusnya menjadi milikku!” gumam Yuda mengepalkan kedua tangannya dengan erat. “Aku harus merencanakan sesuatu untuk memisahkan mereka dan menghancurkan Kaivan. Tidak peduli apa pun yang terjadi, yang jelas, Khayra harus kembali padaku. Dan posisi direktur utama harus jadi milikku!” gumam Yuda penuh rencana jahat di kepalanya.*** Tepat pukul tujuh malam waktu Turki. Mereka sampai di pinggir jembatan Canakkale. "Waw! Panjang sekali jembatannya," ucap Nita sambil tangan kanan di tempelkan di dahi seolah-olah sedang mengamati sesuatu dengan serius. Jembatan Canakkale merupakan jembatan gantung di provinsi Canakkale yang menyebarangi selat Dardanelles. Bukan hanya panjang, tapi keindahan jembatan ini jika dipandang da
“Tapi ini untuk apa, Ma?” tanya Ziya pada Ratna. Saat ini Ziya dan Ratna sedang berbelanja di sebuah mall besar. Ziya mendapatkan black card dari Yuda karena Yuda tidak mau mengantar Ziya untuk belanja perlengkapan bayi. “Kamu itu bodoh atau apa sih. Itu nanti kamu kasih untuk mertuamu. Bukankah dia sangat suka mengoleksi parfum, dan yang ini hadiahkan pada ibunya Kaivan. Katamu, si Khayra dan suaminya sibuk liburan terus, bukan. Jadi ini kesempatan kamu untuk mendekati mereka dan hasut keduanya untuk berada di pihakmu. Buat dukungan sebanyak-banyaknya di keluarga Dirgantara. Jangan biarkan Khayra menguasai keluarga Dirgantara,” ucap Ratna. Ziya tersenyum penuh rencana jahat. “Mama benar, aku harus mendekati mereka dan menghasut mereka untuk semakin membenci si jalang itu. Dia pikir, dukungan suaminya saja cukup. Aku akan buat dia lebih menderita di kediaman Dirgantara!” Ziya menatap dua parfum keluaran terbaru brand terkenal dengan penuh rencan
“Tidak ada pak Kaivan, berasa sepi banget, ya.” Sunny berkomentar. “Benar sekali. Tidak ada semangat untuk bekerja,” keluh Nita. “Kembali bekerja. Jangan sampai pengganti pak Kaivan meremehkan pak Kaivan karena pekerjaan kita tidak selesai,” ucap Rizal. “Benar. Karena dia pasti akan melakukan pemeriksaan pada hasil kinerja kita selama bersama pak Kaivan,” ucap Cecep. “Eh Khayra, sekarang Pak Kaivan kerja di mana? Dia gak jadi pengangguran, kan?” tanya Nita. “Tidak kok. Dia kembali bekerja di perusahaan keluarganya,” jawab Khayra. “Maksudmu, dia jadi Direktur atau CEO?” tanya Nita sangat kepo. “Ya, begitulah,” jawab Khayra. “Pak Kaivan itu dari keluarga Dirgantara. Kalian tahu, bukan Dirgantara group yang memiliki banyak anak perusahaan di bidang tertentu. Dia seorang crazy rich,” ucap Cecep. “Serius?” Nita sangat terkejut. “Haduh, ke mana saja, Neng. Padahal sudah lama kami ta
“Mommy!” panggil Aerline yang muncul di belakang Khayra. “Aerline? Apa yang kamu lakukan di sini dan mengajaknya?” tanya Genny. “Ayolah, Mommyku yang cantik. Kakak ipar juga ingin main golf bersamaku,” ucap Aerline dengan sangat ceria. Genny hanya bisa menghela napas dan melirik tajam ke arah Khayra. “Jeng Genny, apa dia menantu perempuanmu?” tanya salah satu wanita di sana. “Wah, jadi ini istrinya Kaivan. Cantik sekali,” puji salah satu dari mereka. “Kelihatannya dia sangat baik dan penurut,” puji yang lain. Khayra melihat ke arah Genny yang berpura-pura tidak peduli, padahal Khayra tahu kalau Genny merasa bangga di sana. “Tentu saja, Kakak iparku bukan orang sembarangan, iya, kan, Mommy,” goda Aerline dan Genny terlihat memalingkan wajahnya. “Bukankah kamu mantan kekasihnya Yuda, itu ya. Saya menghadiri pertunangan kalian waktu itu,” celetuk salah satu wanita tua di sana. “Benarkah? Yuda kepona
Lima Tahun Kemudian ... “Wah, kita naik pesawat!” seru Sasa heboh saat mereka berada di pesawat pribadi milik keluarga Dirgantara. Saat ini Kaivan, Khayra dan kedua anak-anak mereka Saga dan Sasa akan pergi liburan ke Maldives sesuai keinginan Khayra. “Kalian senang?” tanya Khayra. “Tentu saja. Kita gak pernah naik pesawat,” seru Sasa. “Kita pernah naik pesawat. Hanya saja saat itu kalian masih bayi,” kekeh Khayra. “Saga, kenapa diam saja?” tanya Kaivan. “Nggak apa-apa. Sasa berisik,” keluh Saga yang terkenal pendiam. “Ih, dasar gak seru,” keluh Sasa. Kalian dan Khayra bersama anak-anak mereka, Saga dan Sasa, tiba di Maldives untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Mereka menginjakkan kaki di pantai berpasir putih yang lembut, dengan air laut yang jernih dan pemandangan yang sangat indah. "Wow, ini sungguh indah!" seru Khayra sambil memandangi keindahan pantai. “Y
“Hati-hati,” ucap Kaivan saat membantu Khayra menuruni brankar. Hari ini Khayra dan kedua bayi kembarnya sudah diperbolehkan untuk pulang. “Di sana Genny dan Rossa sudah menggendong bayi, masing-masing satu. “Kamu duduk di kursi roda,” ucap Kaivan menggendong Khayra dan mendudukkannya di atas kursi roda. “Semuanya sudah siap? Tidak ada yang ketinggalan lagi?” tanya Genny. “Sudah, koper sama tas bayi, aku yang bawa,” ucap Aerline. “Sebagian sama Papa.” “Ya sudah kalau begitu, mobil sudah siap di bawah,” ucap Tommy. Mereka pun berjalan beriringan meninggalkan rumah sakit, setelah berada di rumah sakit selama satu minggu. Saat sampai di lobi rumah sakit, terlihat dua buah mobil suv berwarna putih dan hitam sudah terparkir di sana dengan seorang sopir yang berdiri di dekat mobil, membukakan pintu penumpang. Kaivan membawa Khayra dan Rossa masuk ke dalam mobil putih, sedangkan Tommy, Genny dan Aerlin
“Kamu masih bisa bertahan, kan?” tanya Kaivan. “Ya, Mas.” Khayra menjawab dengan napas tersenggal. Kaivan pun tidak peduli betapa sakitnya kedua lutut dan kedua tangannya. Menggendong Khayra yang sedang mengandung bayi kembar, dia tetap akan berjuang demi keselamatan istri dan kedua anaknya. “Bertahanlah, aku akan memastikan kalian selamat,” bisik Kaivan. Begitu sampai di rumah sakit, Khayra segera ditangani oleh para perawat dan dibawa ke ruangan khusus. Beruntung dokter yang biasa merawat Khayra, Dr. Windi, juga sedang praktek di rumah sakit itu. Khayra merasa lega, karena ia tidak mau ditangani oleh dokter lain selain Dr. Windi. “Sus, kalau saya ingin istri saya kembali ditangani dokter Windi, bisa?” tanya Kaivan. “Bisa, Pak. Kebetulan Dokter Windi ada jadwal hari ini. Tetapi untuk tindakan operasi caesar, akan ada biaya penambahan penanganan dokter,” jelas suster tersebut. “Tidak masalah, Sus. Istri saya terbiasa dir
“Mas, nanti siang aku bawakan makan siang untuk Mas, ya,” ucap Khayra yang sedang membantu memasang dasi di kerah kemeja Kaivan. “Tidak usah, Sayang. Kamu kan sedang hamil besar, istirahat saja, ya. Aku khawatir kamu kelelahan,” tolak Kaivan. “Biasanya juga kamu mau diantarkan makan siang sama aku. Kenapa sekarang gak mau? Ada apa? kamu ada rencana makan siang dengan orang lain, atau seorang wanita? Siapa itu, sampai menolak niat baik istri sendiri?” tanya Khayra memborong penuh kecurigaan dan rasa cemburu. Ya, sejak hamil, Khayra memang semakin lengket dengan Kaivan, dia seakan tidak mau berjauhan dengan suaminya. Ditambah dia juga sangat cemburuan, dan selalu salah paham dan overthinking. “Bukan begitu, Sayang. Aku mengkhawatirkan kamu, kamu sedang hamil besar dan waktu HPL kamu sebentar lagi. Aku sama sekali tidak ada janji makan siang dengan siapa pun, apalagi perempuan,” jelas Kaivan. “Tetap saja, mencurigakan! Kamu meno
“Kamu sudah datang, Mas,” ucap Khayra tersenyum manis ke arah Kaivan yang masih membeku di tempatnya. Kaivan terpana saat melihat Khayra yang tampil anggun dalam gaun indah yang membalut lekuk tubuhnya yang sedang hamil. Rambut Khayra ditata apik dan jatuh membingkai wajahnya yang berseri-seri. Sorot mata Kaivan tak mampu terlepas dari istrinya itu. Tak ada kata yang mampu terucap dari bibir Kaivan saat ia menyaksikan Khayra berjalan perlahan mendekatinya. Wajah Kaivan terlihat terpesona, seolah tak percaya dengan kecantikan istrinya yang sedang mengandung buah hati mereka. “Umm ... Mas Kaivan,” tegur Khayra sekali lagi membuat Kaivan tersadar dari lamunannya. "Khayr, kamu sangat cantik," ucap Kaivan akhirnya, dengan suara gemetar dan mata yang tak bisa berhenti menatap Khayra. Khayra tersenyum malu di depan Kaivan, hingga terlihat roda merah di kedua pipinya. Dia menjawab, "Terima kasih, Mas. Aku juga senang melihatmu begitu terpu
“Bagaimana pekerjaanmu hari ini? bagaimana respon para pemegang saham? Mereka menyambutmu dengan baik, kan?” tanya Khayra saat membuka pintu rumahnya. Kaivan yang melihat Khayra menyambutnya dengan ceria, membuat rasa lelahnya hilang seketika. Tanpa kata, Kaivan langsung memeluk Khayra. “Nyaman sekali,” ucap Kaivan. “Apa terjadi sesuatu? Apa ada hal yang tidak berjalan dengan baik?” tanya Khayra semakin khawatir di sana. Kaivan melepaskan pelukannya dan tersenyum manis pada Khayra. “Semuanya berjalan dengan lancar,” ucapnya tersenyum merekah, membuat Khayra tidak bisa menyembunyikan senyumannya. “Lalu kenapa kamu malah membuatku khawatir tadi,” keluh Khayra. “Maaf. Aku tadi hanya merasa gemas dengan sikapmu. Selain itu aku juga sangat merindukanmu,” ucap Kaivan tersenyum merekah membuat Khayra membalas senyuman suaminya. “Kalau begitu kita masuk,” ajak Khayra dan mereka berjalan bersama dengan Ka
“Kamu gugup, tidak?” tanya Khayra. “Sedikit,” jawab Kaivan tersenyum. “Tapi aku yakin, bisa menghadapi mereka semua.” Khayra tersenyum melihat kepercayaan penuh dari suaminya. “Mama Rossa kembali ke Tangerang?” tanya Kaivan. “Iya, aku meminta sopir untuk mengantarnya. Katanya ada yang mau melihat-lihat rumah,” jawab Khayra. Kaivan berdiri tegak di depan Khayra yang sedang memasangkan dasi suaminya. Kemudian, Khayra mengambilkan jas hitam dan membantu memasangkan jas di tubuh Kaivan. Dia mengusap kedua pundak lebar Kaivan dengan senyuman manisnya. Kaivan mengernyitkan dahinya melihat Khayra. “Kenapa?” tanya Kaivan. Khayra tersenyum dengan rona merah di pipinya. Matanya tak henti-hentinya memandang sosok yang terlihat begitu elegan dan tampan di hadapannya. Dalam balutan setelan kerja lengkap dengan jas hitam yang terpasang rapi, Khayra tak bisa menyangkal bahwa hari ini suaminya tampak lebih mempesona dari biasanya.
“Menjauh kalian!” teriak Danang masih menempelkan ujung pisau di leher Khayra. Kaivan khawatir, tetapi berusaha tenang. Tatapannya terpaut dengan Khayra seakan mereka berdiskusi melalui tatapan. Kaivan bergerak mendekat. “Paman sangat membenciku, bukan?” tanya Kaivan. “Jangan mendekat!” “Bagaimana kalau aku saja yang Paman tawan, lepaskan Khayra,” ucap Kaivan membuat Khayra mengernyitkan dahinya. “Kamu pikir, Paman bodoh! kamu bisa berkelahi, jangan berusaha menipu Paman!” amuk Danang. “Baiklah begini saja, aku akan ikat kedua tanganku di belakang. Paman tawan aku saja dan lepaskan Khayra,” ucap Kaivan. “Mas,” seru Khayra tidak rela bertukar posisi. “Kalau begitu ikat kedua tanganmu!” perintah Danang. Khayra meminta bantuan polisi untuk meminjamkan borgolnya dan memborgol kedua tangan Kaivan di punggung. “Sekarang lepaskan Khayra,” ucap Kaivan berjalan mendekati Danang yang sed
Puput menatap Danang yang berjalan mondar-mandir di depannya. Pria itu terlihat sangat gelisah, dan berkali-kali mengusap kedua tangannya. “Bisakah kau berhenti mondar-mandir? Membuatku pusing,” keluh Puput. “Diam!” bentak Danang membuat Puput terpekik kaget. Tidak biasanya Danang berkata kasar begitu. “Ada apa denganmu, Pa? Biarkan saja kalau mereka mau melakukan autopsi pada tubuh Ayah,” ucap Puput. “Yang harus kita pikirkan adalah Yuda, bagaimana caranya kita menolong Yuda untuk segera keluar dari sana.” “Diam! Aku bilang diam!” amuk Danang di sana membuat Puput kaget sekaligus kebingungan. “Apa yang terjadi denganmu? Kamu seperti ketakutan. Sebenarnya apa yang sedang kamu sembunyikan dariku, Pa?” tanya Puput bangkit dari duduknya dengan kesal. “Apa kamu tidak bisa tutup mulut?” tanya Danang terlihat sangat frustrasi. “Sebenarnya apa yang sedang kamu sembunyikan? A-apa ini ada hubungannya dengan kematia