Dengan perlakuan dan sentuhan yang lembut, Lukman memakaikan baju ke tubuh istrinya, baju yang dia pilih sendiri karena Andin sama sekali tidak diperbolehkan bergerak oleh sang suami. Saat hendak keluar pun, Lukman kembali menggendong Andin dan saat sampai di luar, betapa terkejutnya Andin karena makanan sudah terhidang lengkap. Baunya memanjakan indera penciuman Andin membuat perut wanita itu seketika keroncongan.Lukman mendudukannya di kursi, membawakan makanan untuk Andin yang sudah tak sabar ingin menyantap semua makanan itu apalagi tenaganya seperti dikuras habis oleh suaminya semalam. Dan perlakuan istimewa Lukman tidak sampai di sana, lelaki itu menyendokkan makanan di piring lalu menyuapi Andin pelan-pelan.“Aku mau makan sendiri,” rengek Andin.“Nanti kamu kecapean, Sayang.” Lukman kembali menyuapi sang istri.“Yang cape itu melayani kamu semalaman tanpa henti,” kelakar Andin membuat Lukman mengulum senyuman.“Tapi, kamu mau lagi, ‘kan?” godanya.“Boleh, deh.” Lukman dan An
Setelah malam pertama itu, kehidupan rumah tangga Andin dan Lukman menjadi semakin dekat, keduanya sudah tidak malu lagi mengungkapkan kata cinta dan sayang bahkan kalau dilihat-lihat, Andin dan Lukman tak ubahnya seperti sepasang remaja yang sedang kasmaran.Luka-luka yang Seno torehkan perlahan mengering dengan sendirinya, Andin sudah lupa kalau tidak ada yang mengingatkannya. Kini, dia adalah seorang ratu di rumah mewah Lukman, diperlakukan dengan sangat baik, dan diberi harta kekayaan yang melimpah.Setiap malam, Andin dan Lukman melewati malam yang penuh gairah, berbagi desah setelah berkeluh kesah dalam obrolan malam yang selalu mengantarkan keduanya pada hasrat yang membawa mereka pada kenikmatan.Perbedaan usia sudah tidak lagi menjadi halangan, tak ada lagi rasa sungkan. Kebahagiaan mereka sudah terasa lengkap kalau saja Andin tidak mengingat sesuatu yang terjadi dalam dirinya."Aku tidak bisa memberikan keturunan untuk Lukman," lirih Andin dengan sudut mata yang mengembun.L
"Andin?" Suara itu membuat Andin menoleh ke belakang di mana suara seseorang yang memanggilnya terdengar. Tatkala melihat siapa yang memanggilnya, mata Andin seketika melotot karena tak menyangka kalau orang yang dia takuti selama ini hadir di rumah ini. Rumahnya bersama Lukman sekarang. "M-mas Seno?" ucap Andin terbata. Perlahan, Andin melangkah, menghindari Seno yang mendekatinya dengan wajah yang menyeringai. Namun, Seno terus mengikuti ke manapun Andin melangkah hingga tak terasa wanita itu menabrak tembok yang membuatnya tak bisa lagi ke mana-mana. "Kamu mau apa, Mas? Pergi dari sini atau suamiku akan marah karena kamu berada di rumahnya!" teriak Andin. "Ini rumah adikku, jadi aku leluasa dan bebas datang ke sini kapan pun aku mau. Bahkan, kalau aku ingin menikmati istrinya pun sepertinya dia tidak akan keberatan." Seno tertawa keras. "Sudah lama sekali, Andin, aku rindu sekali." Tubuh Andin dihimpit oleh tubuh Seno hingga wajah keduanya berdekatan dan nafas keduanya s
Dalam keadaan Andin yang masih sakit karena disebabkan ketakutan-ketakutan dalam hati dan pikirannya--takut tak bisa memberikan yang terbaik bagi Lukman, takut jika dia ditinggalkan, dan takut jika dipertemukan lagi dengan Seno. Semakin dipikirkan, semua ketakutan itu seperti malah mendekat dan semakin dekat.Dan benar saja, Seno memang sedang berusaha untuk bebas dari penjara dengan bantuan Dewi yang bahkan rela menjual apa saja demi bisa menebus kekasihnya itu dari penjara hingga akhirnya ... Seno bebas. Dia kembali ke dunia luar dengan sikap, perilaku, dan juga dendam yang masih sama."Akhirnya ... aku bisa bebas, Dewi. Terima kasih ya, kamu sudah melakukan yang terbaik hingga aku bisa bebas dan bisa menghirup udara dunia luar yang sangat kurindukan!" seru Seno merengtangkan tangannya saat keluar dari sana.Dewi tertawa, dia juga sangat senang karena lelaki yang dia cintai akhirnya bisa kembali bersama-sama lagi dengannya tanpa adanya tembok pembatas yang menghalangi keduanya."Aku
Di sela-sela rencana balas dendamnya kepada Lukman dan Andin, yang Seno dan Dewi lakukan hanya bersenang-senang, clubing, dan juga melakukan hubungan intim sesuka hati. Hidup keduanya benar-benar bebas tanpa aturan. Semua pintu neraka sudah menanti mereka dengan tangan terbuka.Namun, jiwa Seno dan Dewi yang sudah tertutup oleh silaunya dunia tidak pernah merasa berdosa akan apa yang mereka perbuat setiap harinya. Seno dan Dewi justru merasa bangga dengan apa yang mereka jalani sekarang.Bahkan, teman-teman Dewi yang sama-sama b*ngsatnya malah merasa iri dengan kehidupan pasangan tersebut karena bisa bebas tanpa ada orang yang melarang atau menegur mereka. Namun, tak sedikit pula dari mereka yang masih saja sering membicarakan Andin dan Lukman.Karena penasaran dengan apa yang sering teman-teman Dewi katakan, Seno berinisiatif melihat media sosial milik Lukman yang merupakan adiknya sendiri untuk sekedar mengintip dan memastikan kalau omongan orang-orang itu salah.Namun, ternyata sem
Seno mendatangi rumah Lukman yang terlihat sepi. Dia tahu seluk beluk rumah ini sehingga dia memilih jalan belakang yang biasanya tak dikunci dan juga tanpa penjaga. Namun, di sana ternyata ada satpam, gerbanya juga digembok sehingga Seno harus mencari jalan lain untuk masuk ke rumah itu.Dia lalu ke halaman depan di mana penjagaan lebih ketat di mana terdapat dua security yang berjaga. Hal itu membuat Seno kesal, tak ada jalan lagi untuk masuk ke dalam padahal dulu penjagaannya tidak seketat ini. Lukman benar-benar menjaga istrinya dengan baik."Aarrgh! Benar-benar si Lukman ini, rumahnya sudah kayak penjara padahal di dalam cuma ada si Andin doang! Gagal ini, gagal! Mana bisa aku masuk kalau setiap gerbang dijaga ketat."Seno terus mendumel sembari mengacak rambutnya. Frustasi dengan keadaan ini padahal tadi dia sudah membayangkan akan menjebak Andin, membuat keadaan seolah-olah Andin telah mengundangnya masuk ke rumah lalu Lukman memergokinya dan ... Boom! Terjdilah pertengkaran.S
Seno tiba-tiba bangkit dengan wajah yang sudah lebam babak beluk sembari merogoh ponsel di saku celananya, lalu menghubungi nomor polisi, melaporkan bahwa telah terjadi penganiayaan di sebuah kantor dari perusahaan xxx. "Polisi akan segera datang, jadi bersiaplah untuk merasakan apa yang pernah aku rasakan. Yaitu mendekam di balik jeruji besi!" desis Seno pada Lukman yang nafasnya masih tersengal.Lukman tak menggubris perkataan Seno yang langsung keluar dari ruangannya, dia malah sibuk merapikan baju serta dasinya yang berantakan karena menghajar kakaknya. Lukman tak peduli jika dia ditangkap polisi, karena apa yang dia lakukan adalah untuk membela istrinya. Lukman rela masuk penjara kalau memang hal itu akan menolong harga diri, harkat, serta martabat Andin sebagai perempuan. Namun, yang lelaki itu pikirkan adalah Seno. Kalau Lukman masuk penjara, maka Seno, ibunya, serta Dewi akan kembali mengganggu hidup Andin dan membuat istrinya menderita."Hubungi pengacaraku!" perintah Lukm
Tepat pada saat jam enam sore, Lukman tiba di rumahnya. Andin menyambutnya di ambang pintu dengan wajah cemas karena tidak biasanya sang suami pulang terlambat seperti ini. Hingga mobil yang dinanti-nantikan itu akhirnya datang membuat senyum Andin mengembang.Belum juga Andin bertanya mengenai keterlambatang suaminya, Lukman sudah memeluk Andin membuat wanita itu merasa heran. Andin bertanya ada apa, dia sungguh terkejut dan cemas dengan sikap Lukman yang demikian, tapi Lukman tak menjawab dan malah membenamkan wajahnya di ceruk leher Andin sebab hanya di sanalah tempat ternyaman bagi Lukman untuk meredamkan semua amarahnya.“Kamu kenapa, Sayang?” Andin bertanya sembari balas memeluk Lukman yang belum kunjung bicara. “Coba sini.”Andin memeriksa kening Lukman takut jika lelaki itu sakit apalagi wajahnya terlihat lesu dan sedih sekali. Namun, keningnya tak terasa panas, Lukman baik-baik saja karena memang bukan tubuhnya yang sakit, tapi hatinya.Dia membawa Andin masuk ke dalam lalu m
Andin yang malu atas sikap suaminya hanya bisa merona sembari memalingkan wajahnya. Bahkan, pertanyaan Lukman barusan tidak dia jawab karena rasanya malu sekali menjawabnya. Lukman yang sudah tak tahan langsung mencium bibir sang istri, akan tetapi Andin malah kembali memalingkan wajahnya membuat Lukman semakin penasaran dibuatnya."Kamu sengaja menggodaku ya, Andin?" tanya Lukman mencium leher sang istri yang seketika melenguh, menikmati sensasi yang sudah beberapa hari ini tidak dia rasakan karena banyaknya kesibukan."Kamu suka, 'kan?" bisik Lukman dengan suara lirih.Andin hanya mengangguk. "Maaf karena akhir-akhir ini aku belum sempat melayanimu, kamu tahu kalau si kembar ingin selalu tidur dengan kita, jadi sulit sekali mencuri waktu untuk kita bersama," ucap Andin."Ya ... itulah mengapa aku ingin meminta jatahku har ini selagi Daniel dan Dania menginap di rumah kakekmu, aku mau kita melewati malam bersama, sepuasnya," kata Lukman."Namun, sesungguhnya tak ada kata puas untuk b
Berbeda dengan dulu, kini Andin dan Lukman harus mempersiapkan segala keperluan bayi jika hendak jalan-jalan meskipun hanya jalan-jalan ke komplek dekat rumah. Selain membawa beberapa botol susu, Andin juga membawa dua stroller untuk membuat Daniel dan Dania.Kebetulan cuaca sore ini sangat bagus, tidak panas dan tidak mendung sehingga sangat cocok untuk membawa bayi keluar rumah. Sebab, bayi juga perlu keluar rumah untuk menstimulasi penglihatan dan pendengarannya, dan yang paling penting adalah untuk mengusir rasa bosan ibunya.Keduanya berjalan beriringan, masing-masing mendorong satu stroller dengan wajah yang tak luput memberi senyuman bahagia. Hingga sampai di taman, Lukman membawa istrinya duduk sementara si kembar dibiarkan melihat indahnya langit yang biru cerah nan memesona."Mereka kelihatan senang," ujar Lukman mengamati raut wajah Daniel dan Dania yang sumeringah."Iya, aku juga senang karena sudah lama ga keluar rumah. Rasanya nikmat bisa menghirup udara segar, apalagi c
Andin dan Lukman berada di Swiss selama lima hari. Mereka berjalan-jalan dan membeli berbagai benda-benda khas di negara tersebut untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh seperti keju, cokelat susu, lonceng, kotak musik, dan masih banyak lagi.Setelah puas berbelanja dan jalan-jalan, mereka akhirnya pulang karena masa cuti Lukman juga sudah habis hingga esok. Kalau ditambah, dia merasa kasihan kepada sekretaris dan asistennya yang menghandle semua pekerjaan Lukman sebagain pimpinan perusahaan.Keesokan harinya, mereka sudah sampai di Indonesia dan pulang ke rumah Bambang untuk membuka semua yang telah mereka beli. Andin memberikan semuanya kepada sang nenek dan juga paman-pamannya yang menyambut Andin dengan suka cita dan penuh kerinduan setelah satu minggu mereka tidak berjumpa"Kamu senang liburan di sana?" tanya sang nenek kepada Andin."Senang sekali, kalau ada kesempatan liburan lagi aku ingin ke sana lagi, di sana suasananya tenang dan sejuk, aku suka sekali. Lain kali kita pergi k
Hubungan Andin dan kakeknya, Bambang serta keluarganya semakin membaik. Mereka sudah tidak sungkan lagi dan menganggap Andin adalah anak kecil yang sangat dimanja. Semua keinginan Andin dipenuhi, bahkan paman-pamannya datang setiap hari untuk memberikan hadiah apa saja kepadanya.Tak jarang, Andin diajak keluar untuk makan siang bahkan bermain di timezone karena Bambang pernah mengatakan kalau Andin masih suka bermain di wahana permainan seperti itu meskipun usianya sudah dewasa. Andin sangat bahagia, dia tidak bisa memiliki anak, dan kini dialah yang menjadi seorang anak bagi kakek dan paman-pamannya.Hubungan yang membaik itu juga berimbas pada perusahaan Lukman, Bambang menggelontorkan banyak dana untuk memperbesar perusahaan itu sebagai wujud rasa terima kasih atas karena Lukman telah tulus menerima Andin dengan segala masa lalu dan juga kekurangannya.Lukman menerimanya dengan senang hati, sebab dengan kemajuan perusahaan, itu berarti dia juga bisa membahagiakan Andin lebih dari
"Mau sarapan apa?" Suara Andin membuat Lukman terperangah ketika lelaki itu duduk di meja makan untuk sarapan sebelum berangkat ke kantor.Suasana rumah Andin mulai mengalami sedikit perubahan karena Andin sudah kembali berbicara kepada suaminya setelah beberapa hari mogok bicara. Lukman merasa lega, dia bisa berangkat ke kantor dengan tenang. Namun meski begitu, masalah yang sebenarnya belumlah selesai dan Lukman tidak tahu harus bagaimana menyelesaikannya."Apa saja asalkan dimasak oleh istriku," jawab Lukman.Andin dengan cekatan memanggang roti tawar di dalam pemanggang lalu menggoreng telur setengah matang. Sambil menunggu telur yang berada di dalam penggorengan, wanita itu mengiris bawang bombai yang dia masak sebentar di samping telur, lalu mengiris beberapa sayuran mentah untuk dibuat sandwich.Andin sendiri tidak membicarakan masalah yang tengah dia hadapi, bahkan setelah melihat konferensi pers kemarin, Andin sama sekali tidak membicarakan kakeknya seolah konferensi pers itu
Bambang Sukseno adalah pengusaha paling sukses hingga dinobatkan menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia. Dia memiliki banyak relasi dan jangkauan yang luas naik di dalam maupun luar negeri, sehingga namanya sangat tersohor dan dikenal semua lapisan masyarakat di Indonesia.Bahkan, Bambang seringkali masuk pemberitaan acara atau akun gossip yang suka sekali meliput kegiatan keluarganya, baik di rumah maupun saat liburan bersama, sebab keluarga Bambang adalah keluarga yang harmonis, keluarga cemara yang sempurna. Lelaki itu bahkan dijuluki family man karena dianggap sangat romantis tanpa adanya pemberitaan miring yang menimpa keluarganya.Namun, konferensi pers yang dilakukannya di hadapan awak media hari ini seakan mematahkan semua persepsi tersebut. Bambang mengakui semua dosa-dosanya, dia mengumumkannya kepada dunia bahwa dia bukanlah manusia yang sempurna. Bambang tidak sebaik yang oranng-orang kira.“Saya melakukan konferesni pers ini untuk mengatakan bahwa saya memiliki ist
"Andin, Sayang ... sudah, ya, maafkan aku. Ayo kita pulang!" ajak Lukman.Lukman merangkul Andin dengan penuh kesabaran, lalu memeluknya berharap wanita itu bisa lebih tenang. Dengan wajah cemas sekaligus panik, lelaki itu mengajak Andin pulang sebab kalau sudah begini, nasehat, saran, dan penjelasan apa pun takkan bisa masuk ke dalam perenungan.Lukman sendiri tidak menyangka kalau reaksi Andin akan seperti ini. Pikirannya hanya membayangkan kalau Andin akan bahagia karena ternyata masih memiliki kakek yang masih hidup dan memiliki ikatan darah yang kuat, sebab Bambang adalah ayah kandung dari Rendi Irawan.Namun, ternyata reaksi Andin sungguh tak terduga. Andin marah, tidak terima, bahkan menangis histeris menyalahkan Bambang."Pak Bambang, saya sangat terkejut dengan apa yang telah terjadi, mohon maaf atas kekacauan ini. Saya akan mencoba membicarakan ini kepada istri di rumah ketika dia sudah tenang. Kami pamit ya, Pak!" ucap Lukman masih sambil memeluk Andin yang kini menangis da
"Jadi, kamu adalah anak Rendi? Kamu adalah cucuku ...." ucap Bambang dengan suara lirih.Pertanyaan sekaligus ungkapan itu membuat Andin tercengang, antara percaya dan tidak percaya, semua itu sulit untuk dipercaya. Bambang sendiri terisak sementara Andin merasakan tubuhnya seperti membeku, tidak bisa bergerak sama sekali. Wanita itu syok atas apa yang telah didengarnya barusan."Pantas kamu mirip sekali dengan anakku, bahkan aku sampai mengira kalau kalian adalah orang yang sama meskipun tidak mungkin juga rasanya. Aku ... aku minta maaf, cucuku, aku sudah menelantarkanmu hingga kamu mengalami banyak hal yang berat semasa kamu ditinggalkan ayah dan ibumu," papar Bambang masih terisak.Dada Andin kini kembang kempis, tangannya mengepal kuat dengan tatapan mata yang tertuju pada sosok lelaki tua yang mengaku sebagai kakeknya. "Selama ini, saya hidup sebatang kara. Jadi, saya tidak bisa percaya begitu saja atas apa yang Bapak katakan," sahut Andin tegas dengan tatapan tajam.Sahutan it
Andin, Lukman, Bambang, dan juga sekretarisnya telah selesai dengan hidangan utama mereka dan mulai menikmati dessert berupa puding serta buah yang segar, lalu ditutup kembali dengan teh yang kembali diisi oleh pelayan karena Bambang mengatakan bahwa mereka akan di sana untuk beberapa lama lagi.Ya, Andin baru ingat kalau Bambang tadi berkata ingin mengobrol dengannya dan juga Lukman sehingga dia tidak bisa pergi cepat-cepat dari sana. Entah apa yang akan Bambang bicarakan, yang pasti Andin hanya berpikir kalau lelaki tua itu mungkin ingin membicarakan masalah kerja samanya bersama Lukman.Andin tidak banyak bicara apalagi membantah, dia manut dan duduk mendampingi suaminya. Ada secercah senang dalam hatinya, juga perasaan dihargai karena dilibatkan dalam pekerjaan sang suami.Dan benar saja, sekretaris Bambang mengeluarkan sebuah berkas yang harus Lukman tandatangani. Dia menyimpannya di atas meja yang sudah dibereskan dan dibersihkan oleh pelayan beberapa saat yang lalu, setelah itu