"Sejak ponselmu berbunyi, dan sejak kamu yang memandangi aku." Senyumnya begitu terlihat di wajah tampan Sean.Perasaan Stela benar-benar malu saat mengetahui jika ternyata Sean sudah bangun sejak saat itu. Pipinya menghangat dan memperlihatkan rona merah."Kenapa?" tanya Sean menggoda. "Malu ketahuan akan membelai pipiku?" tanyanya kembali sebelum Stela menjawab kembali. Tangan Sean yang masih mencengkeram tangan Stela membawanya ke arah pipinya. Dia menggerakkan tangan Stela untuk membelainya.Walaupun malu, tapi Stela membiarkan Sean untuk menggerakkan tangannya membelai rahang tegas Sean. Namun, karena tidak mau terlalu terbawa suasana, akhirnya Stela menarik tangannya. "Aku ingin ke kamar mandi," elaknya. Dia buru-buru menyibak selimutnya. Bangkit dari tempat tidur, dia buru-buru menuju ke kamar mandi. Sebenarnya dia memang tidak berbohong, karena memang panggilan alam terasa olehnya.Sean yang melihat Stela, tersenyum. 'Perlahan kamu akan kembali padaku,' batinnya. Dia menyibak
Seharian Stela disibukkan dengan pekerjaan. Hari senin memang adalah hari yang terberat untuk memulai aktifitas, karena pekerjaan di hari senin, biasanya sangat banyak.Finn yang juga tak kalah sibuk, meminta Stela untuk memesan makanan. Rencananya dia akan makan di kantor. Finn juga meminta Stela untuk memesan makanan untuknya, karena dia ingin Stela menemani makannya.Dalam hal ini, Stela benar-benar tidak bisa menolak. Apalagi status Finn adalah atasannya. Di dalam pikiran Stela adalah ini adalah kawasan kantor, dan Finn berhak memerintahkannya.Tepat sejam setelah Stela memesan makanan, kurir makanan datang. Menerima makanan, dia membawanya ke dalam ruangan Finn."Sudah datang?" tanya Finn saat Stela masuk."Iya." Stela menuju ke sofa dan membuka makanan yang dibelinya."Kenapa pekerjaanku hari ini banyak sekali?" tanyanya Finn seraya mendudukkan tubuhnya di sofa.Stela tersenyum. Dia sebenarnya juga merasakan jika memang banyak sekali pekerjaan hari ini. "Makanlah dulu, nanti kam
Finn yang mendengar suara tidak asing, memutar tubuhnya untuk memastikan siapa pemilik suara itu, dan benar saja saat dia melihat ternyata Sean sedang berjalan menghampirinya.Mata Finn menatap tajam pada Sean. Sebenarnya dia sedikit terkejut saat mengetahui Sean ada di kantornya. Tanpa harus Finn tanya untuk apa Sean berada di kantornya, dia sudah tahu jawabannya."Ternyata kamu di sini?" tanyanya dengan nada menyindir."Iya, aku menjemput istriku," jawab Sean penuh penekanan.Finn memutar bola matanya malas, mendengar jawaban Sean. "Ruang tunggu bukan di sini, lalu untuk apa kamu di sini?" tanya Finn masih menyindir."Ruang tunggu kantormu itu sangat tidak nyaman, panas, jadi aku ke sini" Dengan santai Sean mengelak."Sebaiknya kita langsung pulang saja, aku sudah selesai." Stela yang melihat dua pria saling serang pun akhirnya menghentikan aksinya. Dia berjalan menuju ke lift dan diikuti dua pria di belakangnya.Mereka masuk ke dalam lift bersama-sama. Di dalam lift, Sean dan Fin
Stela yang mendengar bunyi alarm, membuka matanya. Saat membuka matanya, dia tidak menemukan Sean. Sisi tempat tidur terlihat kosong.Karena Stela begitu penasaran ke mana Sean, akhirnya dia bangun dari tempat tidur. Tempat pertama yang ditujunya adalah tempat tidur. Namun, dia tidak menemukan Sean di sana.Akhirnya dia memilih untuk keluar dari kamar untuk mencari keberadaan Sean. Saat keluar, dia mendengar suara Sean, dan saat dia melihat Sean yang sedang lari di atas treadmill."Kamu sudah bangun?" tanya Sean dengan suara yang terengah-engah. Dia masih terus lari di atas tredmill."Iya."Stela membuang mukanya, karena melihat tubuh bagian atas Sean yang terbuka. Tetesan keringat yang mengalir di tubuh Sean, membuat Sean begitu tampak sexy. Perut kota-kotak yang bak roti sobek pun terlihat begitu menggodaSean menghentikan alat treadmill, dan meraih handuk untuk menghapus keringatnya. Dia meraih air minum yang dia letakkan di atas meja dan meminumnya. Menghilangkan dahaga akibat be
Finn kemarin memang sengaja mengikuti mobil Sean, tetapi dia tidak menyangka jika dia justru melihat Stela dan Sean ke apartemen."Iya.""Kamu—"Baru saja Stela ingin berbicara, tetapi lift terbuka, dan dia melihat Sean berada di depan lift."Kamu di sini?" tanyanya terkejut."Aku menunggumu pulang.""Apa harus menunggu di depan lift?" cibir Finn.Sean mengabaikan Finn yang sedang menyindirnya. Meraih tangan Stela, dia membawa Stela untuk pulang."Ayo, Sayang, kita pulang!"Stela yang ditarik Sean pun tidak bisa mengelak. "Aku duluan, Finn," ucap nya."Sudah tidak perlu berpamitan dengannya," Sean menarik sang istri. Finn hanya membalas dengan anggukan. Dia benar-benar melihat kedekatan Stela dan Sean yang semakin intens. 'Sebelum palu hakim diketuk, aku akan menunggumu,' batinnya.Sean terus saja membawa Stela menuju ke mobilnya. Membukakan pintu mobil, dia meminta Stela untuk masuk.Tanpa penolakan Stela mengikuti apa yang diminta oleh Sean. Dia masuk ke dalam mobil dan langsung m
"Se, aku lapar."Satu kalimat ampun yang seketika menghentikan aksi Sean. "Ayo kita lanjutkan masak," ucapnya seraya menarik tangannya.Stela merasa lega karena akhirnya Sean menghentikan aksinya. Dia sendiri juga takut akan tergoda dengan apa yang dilakukan oleh Sean.Akhirnya mereka melanjutkan memasak. Sean setia membantu Stela, memberikan apa yang dibutuhkan oleh istrinya itu.Suasana dapur sesekali menjadi ramai, saat suara tawa mereka terdengar. Keduanya begitu menikmati acara masak bersama."Emm … aromanya," ucap Sean mencium aroma manis dari kecap."Duduklah! Aku akan memindahkan di piring saji."Sean mengangguk dan menunggu Stela di meja makan, sedangkan Stela memindahkan masakan di piring saji. Setelah selesai, dia membawa makanannya ke meja makan.Melihat makanan di hadapannya, dia begitu senang. Dengan semangat Sean memakannya. "Emm … enak sekali," ucapnya saat makanan di dalam mulutnya.Stela tersenyum melihat ekspresi Sean. Dia memang tahu jika suaminya begitu menyukai a
Sean melepas seatbelt yang melekat di tubuhnya. Dia mendekat pada Stela, mengunci pergerakan Stela dengan kedua tangannya."Katakan sekali lagi?"Stela merasakan debaran saat Sean mendekat padanya. Jarak keduanya yang terlalu dekat membuat mata mereka saling mengunci."Apa?" tanyanya ragu-ragu."Kata lagi kenapa kamu tidak rela aku mati?" Sean mengulang lagi pertanyaannya.Tatapan mata Sean yang penuh damba, membuatnya seolah terhipnotis. "A-ku …." Belum sempat Stela menjawab, suara klakson terdengar, dan menghentikannya menjawab.Dalam hati Sean mengumpat. Dia kesal di saat dia ingin mendengarkan jawaban Stela justru harus terhenti. Dia beralih kembali menegakkan tubuhnya. Memasang seatbelt, dia kemudian melajukan lagi mobilnya.Stela yang malu, memilih membuang muka, agar Sean tidak melihat wajah meronanya. Dia mengingat jika tadi dia tidak sadar mengatakan jika tidak mau kehilangan Sean, dan itu menandakan jika dia sangat mencintai Sean.Mobil terus melaju, dan di dalam mobil hanya
Hari ini sesuai dengan rencana Stela dan Sean, mereka akan pergi jalan-jalan ke pantai. Sean sengaja memilih ke salah satu pulau di kepulauan seribu. Selain karena pantainya lebih indah, dia ingin benar-benar menikmati liburan bersama Stela.Pagi-pagi mereka berangkat dan untuk menyeberangi pulau. Sebenarnya ini bukan kali pertama Stela dan Sean pergi, karena dulu mereka sering pergi bersama teman-teman mereka."Kamu tidak akan mabuk laut bukan?" tanya Sean menggoda Stela."Walaupun sudah lama tidak naik kapal, aku yakin tidak akan mabuk," jawab Stela seraya memutar bola matanya malas."Baiklah Tuan putri, semoga kamu tidak akan mabuk." Sean tersenyum manis pada Stela.Menggenggam tangan Stela, dia membawa istrinya naik ke kapal. Dia sengaja menyewa kapal karena dia ingin benar-benar menikmati waktu berdua.Kapal mulai melaju menuju pulang seberang. Stela yang tak mau kehilangan moment bahagianya, menikmati deburan ombak dan angin laut yang menerpa tubuhnya. Rambut indah milik Stela
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D
Stela tersenyum tipis. "Mama tetap ingat anaknya, mana mungkin dia tidak menyisihkan makanannya." Stela menambahkan lauk di piring Sean."Iya, tetapi nanti tempat aku akan di isi dengan cucunya, jadi pasti aku akan di tendang." Seraya memasukan makanan ke dalam mulut, dia menggerutu. "Mana ada orang tua akan menendang anaknya," ucap Stela tersenyum.Sean hanya tersenyum saat kalimatnya dicela istrinya sendiri. Kemudian dia melanjutkan makannya.Menyelesaikan makannya, mereka menuju ke kamar. Mengistirahatkan tubuh yang sudah seharian bekerja keras.Di atas tempat tidur, Sean meletakan kepalanya di kaki Stela, membelai perut Stela yang belum tampak besar. "Apa kamu tahu, terkadang aku tidak menyangka kita bisa sampai di sini."Mendengar ucapan Sean, Stela hanya bisa tersenyum. Dia juga memikirkan hal itu."Dulu saat kita berpacaran, semua berjalan datar. Hanya Kebahagiaan yang ada. Hingga mimpi-mimpi indah terangkai. Namun, seketika semua berubah saat kita menikah. Egoku mengalahkan ra
"Aku juga kurang tahu." Stela menduga jika mungkin dokter ingin melihat jika dirinya hamil atau tidak. Namun, dia tidak mau terlalu berharap, mengingat terakhir kali dia mengecek hasilnya adalah negatif.Menunggu sejenak akhirnya petugas laboratorium memberikan hasil pada Sean dan Stela. Mereka membawa hasil laboratorium pada dokter yang menanganinya.Dokter mengecek hasil laboratorium dan tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat pada Sean."Selamat, Pak, istri Bapak sedang hamil."Sean dan Stela saling pandang. Mereka terkejut mendengar ucapan selamat dari dokter. Karena tidak mau dokter menunggu, Sean menerima uluran tangan dokter, walaupun dengan kebingungan."Tapi, waktu itu saya sudah cek hasilnya negatif, Dok." Stela masih belum percaya dengan ucapan dokter."Kalau boleh tahu kapan waktu mengecekknya?""Dua hari setelah terlambat datang bulan, Dok." Dia mengingat jelas bagaimana dulu dia mendapati satu garis."Kandungan HCG bisa saja belum terdeteksi, jadi saat
Melihat suaminya yang membuka pintu. Stela merasakan hal aneh. Dia bangun dari tidurnya dan langsung menghampiri Sean. Dia mendekap tubuh Sean dari belakang."Kamu kenapa tiba-tiba di belakang aku?" tanya Sean yang terkejut mendapati dekapan istrinya."Sejak kapan kamu seksi seperti ini," jawab Stela. Bibir Stela menyusuri bahu Sean yang polos. Menyusuri ke leher dan membuat Sean yang tadinya tenang menjadi gelisah."Sayang, aku masih bau keringat." Sean yang merasa tidak enak pada Stela mencoba menghindar."Tapi aku suka." Stela masih terus mendaratkan kecupan di bahu dan punggung Sean dan membuat Sean semakin tidak keruan.Sean yang tidak tahan langsung berbalik. "Jangan menggodaku, karena aku tidak tega melihatmu kelelahan lagi." Mata Sean menatap dalam mata Stela memberikan isyarat tanda bahaya pada istrinya."Kalau aku bilang aku tidak lelah untuk hal yang satu ini bagaimana?" Tangan Stela membelai lembut tubuh Sean, membuat suaminya itu semakin tidak menentu."Kamu yang memulai."