"Siang Pak Finn. Mau masuk?" Sean tampak santai ketika bertanya.Finn mengangguk dan masuk ke dalam lift. Melangkah masuk ke dalam lift, ekor matanya melihat ke arah Stela yang berdiri tepat di samping Sean.Stela menyadari jika Finn sedang memerhatikannya, karena itu dia mengabaikan Finn. Sebenarnya dia masih terkejut dengan kehadiran Sean yang tiba-tiba ke kantor. Seingat Stela tidak ada jadwal pertemuan antara Finn dan Sean."Sepertinya ada masalah penting hingga membuat Pak Sean kemari?" tanya Finn."Iya, ada beberapa hal yang ingin saya bahas tentang pengerjaan proyek."Finn hanya bisa mengangguk saat Sean ingin membicarakan masalah proyek. Walaupun tanpa jadwal dulu, Finn tidak menolak karena memang Sean adalah klien pentingnya.Saat lift terbuka, mereka semua keluar dari dalam lift dan masuk ke dalam ruangan Finn. Sebelum masuk, Finn meminta Stela untuk menyiapkan minum untuk Sean dan Abi."Silakan duduk," ucap Finn sesaat setelah masuk ke dalam ruangannya."Terima kasih." Sean
"Tetapi kamu akan segera bercerai, bukan?" Finn masih tetap menyanggah."Jadi atau tidak aku bercerai. Statusku masih seorang istri, jadi dia masih berhak atas aku." Stela sedikit menaikkan nada suaranya. Dia sudah kehabisan kesabaran pada Finn.Finn menghela napas. Dia merasa mencintai Stela sudah mengubahnya. "Maafkan aku." Finn memilih meredam egonya. Dia memilih menunggu Stela benar-benar bercerai, dari pada harus mengejar Stela dan justru membuat wanita itu menjauh."Lanjutkan pekerjaanmu! Aku akan pulang lebih dulu." Finn berdiri dan meninggalkan Stela yang masih sibuk bekerja.Stela yang melihat Finn pergi, hanya bisa menggeleng melihat sikap Finn. Melanjutkan pekerjaannya, Stela berpikir tidak ingin membuat Sean menunggu.Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Stela merapikan meja kerjanya dan keluar dari kantornya. Berjalan terburu-buru, dia menuju ke halte bus. Dari kejauhan dia sudah melihat mobil Sean yang terparkir di sana.Membuka pintu mobil, Stela masuk ke dalam mobil. "M
Wajah Stela seketika pias. Finn membicarakan istri Sean, dan dirinyalah yang dimaksud. Jadi dia pun bingung menanggapinya. "Auri," panggil Finn."I-ya," jawab Stela."Aku akan mengenalkan istriku nanti," jawab Sean.Akhirnya Sean melanjutkan dengan membahas beberapa hal tentang bisnis dengan Finn. Dia memilih mengalihkan pembicaraan dari pada membahas tentang istri dan suami.Sesampainya di hotel. Finn memarkirkan mobilnya. Turun dari mobil mereka bertiga menuju ke lobby hotel."Apa Abi juga memesankan kamar hotel yang cukup jauh dengan Auri kali ini?" tanya Finn pada Sean."Dia memang seperti itu, aku akan mengeceknya, dan jika Abi memberikan kamar hotel yang jauh, aku akan menggantinya." Sebenarnya dulu dirinyalah yang meminta Abi memberikan kamar hotel yang berbeda. Namun, kali ini Sean tidak bisa melakukannya karena Stela pasti akan marah.Saat Sean datang, petugas hotel langsung menyambutnya. "Selamat siang, Pak Sean.""Siang, apa Abi sudah menyiapkan kamar.""Sudah, Pak, tiga pr
"Apa Auri ada?" Finn yang sedang ingin mengetuk pintu menurunkan tangannya. Dia yang berniat meminta berkas dari Stela, terkejut melihat Sean yang keluar dari kamar Stela."Ada," jawab Sean santai. "Sayang, kemarilah," pinta Sean. Dia sengaja memanggil Stela dengan panggilan sayang.Stela merasa heran untuk apa Sean memangilnya. Dia pun bangkit dari tempat tidur dan menuju ke pintu kamar. Seraya berjalan, dia menggerutu mendengar panggilan Sean.Namun, langkahnya terhenti tak jauh dari pintu kamar. Dia benar-benar terkejut saat melihat Finn di sana."Finn.""Aku ingin meminta berkas yang tadi kamu bawa," ucap Finn di depan pintu."Aku akan ambilkan." Stela berbalik untuk mengambil berkas yang diminta oleh Finn.Stela mengambil berkas yang dia letakkan di atas meja, dan langsung kembali untuk memberikan pada Finn. Saat dia di depan pintu, Stela sedikit terhalang oleh Sean yang masih berdiri di depan pintu memegang handle pintu, menjaga agar pintu tetap dalam keadaan terbuka."Se … " p
Finn masih terdiam sesaat mendapati ajakan Sean. Hingga akhirnya dia pun mengikuti Sean masuk ke dalam lift. Namun, di dalam lift mereka tidak membuka suara sama sekali.Saat lift terbuka, Sean melangkah keluar menuju ke cafe, diikuti oleh Finn di belakangnya.Menarik kursi, Sean duduk dan memanggil pelayan. Finn pun ikut duduk tepat di hadapan Sean. Sesaat kemudian pelayan datang dan menanyakan pesanan Sean."Espresso coffee," ucap Sean pada pelayan. Dia beralih pada Finn. "Mau apa?" tanyanya."Sama saja," jawab Finn."Dua espresso coffee saja," ucap Sean pada pelayan. Pelayan pun mencatat pesanan Sean dan meninggalkan Sean dan Finn."Jauhi Stela!" Suara Sean terdengar, setelah sekian lama dia terdiam.Finn tersenyum. Belum sempat Finn menjawab kopi yang dipesan mereka datang. Mereka menunggu pelayan meletakan dua cangkir kopi di atas meja.Finn menyesap kopi miliknya dan membiarkan Sean menunggu dia menjawab pertanyaannya."Dia bekerja denganku, bagaimana bisa aku menjauhinya?" Satu
Sean baru tahu alasan Stela berteriak. "Dari sana," ucapnya seraya menunjuk pintu depan.Stela menautkan alisnya dan memicingkan matanya. Dia merutuki kesalahannya yang melupakan jika Sean adalah pemilik hotel yang dia tempati, jadi dia bisa masuk dari mana saja."Apa dengan kamu menutupi pintu samping, aku tidak bisa masuk begitu?" tanya Sean tertawa seraya melihat ke arah pintu samping.Wajah Stela merona malu karena ternyata niatnya ternyata sia-sia saja. Namun, secepatnya dia menormalkan dirinya."Selalu saja masuk tanpa permisi," keluh Stela.Sean yang sedang melihat ke arah pintu beralih melihat Stela. Dia melihat istrinya itu sangat kesal.Akan tetapi fokus Sean bukan itu. Dia melihat Stela yang hanya mengenakan handuk. Bahunya terbuka dan menampilkan kulit mulusnya. Tetesan air yang mengalir di leher jenjangnya hingga ke bahunya membuat istrinya itu semakin sexy.Sean hanya bisa menelan salivanya melihat pemandangan menakjubkan itu. Dia menyadari sebagai pria normal, hasratnya
Dia pun menyingkirkan pikirannya dan berlalu untuk mengeringkan rambutnya. Sibuk mengeringkan rambut, pintu penghubung terbuka. Stela sudah tahu jika itu adalah Sean.Sean yang masuk, mendapati Stela sedang mengeringkan rambutnya. Dia melangkah menghampiri Stela dan meraih hair drayer yang dipegang oleh Stela. Tanyanya mengeringkan rambut Stela yang basah."Aku selalu ingat jika aku sering sekali mengeringkan rambutmu."Ingatan Stela kembali pada masa-masa mereka pacaran. Masa itu memanglah masa indah mereka. Setiap hari mereka lalui bersama. Stela juga mengingat jika dirinya lebih banyak menghabiskan waktu di apartemen Sean dari pada di kost."Apa kenangan itu sudah hilang begitu saja, Stel?""Kenangan itu sudah menjadi bagian dalam hidupku, bagaimana bisa hilang?"Sean menghentikan tangannya yang sedang mengeringkan rambut Stela. Dia beralih menghadap Stela. Dia berjongkok di depan Stela. "Apa kamu akan tetap melanjutkan sidang, Stel?""Masih ada dua bulan, apa kamu sudah menyerah?"
Stela merasa Finn tidak perlu tahu apa yang sedang dia alami dan dirasakannya. "Ini sudah jam istirahat, bisakah kita berbelok ke rest area untuk makan dulu." Dia memilih untuk mengalihkan pembicaraan.Finn tahu jika Stela mengalihkan pembicaraan. "Baiklah." Dia pun menuruti keinginan Stela. Saat mendapati rest area dia membelokkan mobilnya.Di mobil belakang, Sean yang melihat Stela berbelok di rest area, meminta Abi untuk ikut berbelok."Mau apa mereka berbelok?" tanya Sean curiga."Mungkin mereka mau mencari makan, karena ini sudah jam makan siang." Abi hanya bisa menggeleng melihat Sean yang tampak cemas. Namun, Abi juga tidak bisa menyalahkan jika temannya itu cemas. Suami mana yang tidak cemas saat istrinya berada dalam satu mobil dengan pria lain.Sean melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, melihat waktu yang menunjukan jam dua belas. Dia pun membenarkan jika Finn dan Stela pasti akan makan siang.Setelah mobil terparkir, Sean keluar dari mobil menyusul Fin
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D
Stela tersenyum tipis. "Mama tetap ingat anaknya, mana mungkin dia tidak menyisihkan makanannya." Stela menambahkan lauk di piring Sean."Iya, tetapi nanti tempat aku akan di isi dengan cucunya, jadi pasti aku akan di tendang." Seraya memasukan makanan ke dalam mulut, dia menggerutu. "Mana ada orang tua akan menendang anaknya," ucap Stela tersenyum.Sean hanya tersenyum saat kalimatnya dicela istrinya sendiri. Kemudian dia melanjutkan makannya.Menyelesaikan makannya, mereka menuju ke kamar. Mengistirahatkan tubuh yang sudah seharian bekerja keras.Di atas tempat tidur, Sean meletakan kepalanya di kaki Stela, membelai perut Stela yang belum tampak besar. "Apa kamu tahu, terkadang aku tidak menyangka kita bisa sampai di sini."Mendengar ucapan Sean, Stela hanya bisa tersenyum. Dia juga memikirkan hal itu."Dulu saat kita berpacaran, semua berjalan datar. Hanya Kebahagiaan yang ada. Hingga mimpi-mimpi indah terangkai. Namun, seketika semua berubah saat kita menikah. Egoku mengalahkan ra
"Aku juga kurang tahu." Stela menduga jika mungkin dokter ingin melihat jika dirinya hamil atau tidak. Namun, dia tidak mau terlalu berharap, mengingat terakhir kali dia mengecek hasilnya adalah negatif.Menunggu sejenak akhirnya petugas laboratorium memberikan hasil pada Sean dan Stela. Mereka membawa hasil laboratorium pada dokter yang menanganinya.Dokter mengecek hasil laboratorium dan tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat pada Sean."Selamat, Pak, istri Bapak sedang hamil."Sean dan Stela saling pandang. Mereka terkejut mendengar ucapan selamat dari dokter. Karena tidak mau dokter menunggu, Sean menerima uluran tangan dokter, walaupun dengan kebingungan."Tapi, waktu itu saya sudah cek hasilnya negatif, Dok." Stela masih belum percaya dengan ucapan dokter."Kalau boleh tahu kapan waktu mengecekknya?""Dua hari setelah terlambat datang bulan, Dok." Dia mengingat jelas bagaimana dulu dia mendapati satu garis."Kandungan HCG bisa saja belum terdeteksi, jadi saat
Melihat suaminya yang membuka pintu. Stela merasakan hal aneh. Dia bangun dari tidurnya dan langsung menghampiri Sean. Dia mendekap tubuh Sean dari belakang."Kamu kenapa tiba-tiba di belakang aku?" tanya Sean yang terkejut mendapati dekapan istrinya."Sejak kapan kamu seksi seperti ini," jawab Stela. Bibir Stela menyusuri bahu Sean yang polos. Menyusuri ke leher dan membuat Sean yang tadinya tenang menjadi gelisah."Sayang, aku masih bau keringat." Sean yang merasa tidak enak pada Stela mencoba menghindar."Tapi aku suka." Stela masih terus mendaratkan kecupan di bahu dan punggung Sean dan membuat Sean semakin tidak keruan.Sean yang tidak tahan langsung berbalik. "Jangan menggodaku, karena aku tidak tega melihatmu kelelahan lagi." Mata Sean menatap dalam mata Stela memberikan isyarat tanda bahaya pada istrinya."Kalau aku bilang aku tidak lelah untuk hal yang satu ini bagaimana?" Tangan Stela membelai lembut tubuh Sean, membuat suaminya itu semakin tidak menentu."Kamu yang memulai."