***
"Nayra?"
Merasa namanya terpanggil, Nayra membalikkan tubuhnya untuk melihat ke asal suara.
"Kakak!" seru Claudia.
"Vivia?" Nayra terkejut dengan kehadiran Vivia yang benar-benar mendadak. Ia terpaku diam disamping Fikri, pemuda itu pun ikut terdiam.
Via berjalan mendekat ke arah Nayra.
Nayra menundukkan kepalanya, ia sangat merasa bersalah, ia yakin Via akan sangat marah besar terhadap semua kebohonganya. Andai Nayra mengatakan semua ini dari awal, mungkin tidak akan berakhir seperti ini.
"Vi!... aku... aku..." ujar Nayra dengan terbata. Langkahnya bergerak perlahan mendekati Via.
Apa yang harus dilakukannya?
Tampak jelas Via marah terhadap Nayra, wajah gadis itu sudah memerah kesal.
"Maksud lo apa sih bohongin gue Nay?" tanya Via dengan suara yang meninggi.
Tangan Nayra terulur ke arah Via, tapi ditepisnya tangan Nayra kasar.
Nayra mulai bingung.
"Vi, sebaiknya lo omongin baik-baik sama
***Di tempat lain, seorang wanita paruh baya tengah menangis sembari memeluk bingkai foto puteri bungsunya yang sudah hampir beberapa hari tak kunjung pulang.Wanita itu umi Aminah, tengah menangisi Nayra yang belum pulang juga sampai hari ini. Khawatir berlebih membuat beliau tidak nafsu makan dan kekurangan porsi tidur."Umi... ayok makan dulu, nanti sakit kalau umi enggak makan terus!" ujar seorang gadis dengan membawa nampan berisi bubur. Duduk disamping uminya setelah menyimpan makanan di atas meja.Umi Aminah menggelengkan kepalanya. Lagi-lagi beliau menolak asupan pada tubuhnya."Umi... ayolah makan mi, Naura enggak mau liat umi sakit. kita usahakan untuk nyari Nayra ya mi?" bujuk Naura - kakak Nayra pada umi Aminah. Berharap uminya mau menurut, Naura khawatir jika uminya akan menderita sakit parah kalau terus-terusan seperti ini." Kalau umi sakit, Nayra akan sedih nanti!" lanjutnya membujuk, walau dengan keterpaksaan mengguna
***Tangis seorang gadis bergema disebuah kamar dengan keadaan yang kacau. Barang-barang tersimpan bukan pada tempatnya, lembar-lembar tisu berhamburan dilantai, gadis lain hanya terdiam melihatinya tanpa mau membujuk supaya dia menghentikan tangisnya.Claudia malah menguap lebar dengan ditutupi telapak tangan nya. Sedangkan Via masih saja bersedih setelah kejadian tadi siang.Clau tahu, Via mungkin kecewa karena Rahma, guru pembimbingnya itu ternyata adalah Kak Nayra, sahabat kakaknya.Semua orang pasti akan merasakan hal yang sama saat seseorang yang sudah dianggap keluarga, tapi malah menutupi segalanya seolah tak percaya.Yang Clau tidak suka, ya itu. Kakak nya terlalu dramatis, apa susah nya mendengarkan penjelasan Nayra dulu sebelum bertingkah bak orang putus cinta seperti ini.Claudia bangkit dari keterdiaman nya di atas kursi, melangkah mendekati kakak nya yang sedang menangis berguling di kasur." kecewa sih boleh, tapi
***Seorang gadis diseret masuk ke dalam sebuah rumah oleh seorang pria dewasa dengan wajah marah yang tertahan.Gadis itu hanya bisa mengikuti langkah pria itu, tak ada niat untuk berontak.Ia sudah lelah dengan semuanya. Sekalipun ia menolak, hanya akan ada rasa sakit yang bertambah.Saat masuk, ada 3 orang yag sangat dikenalnya sedang berkumpul diruang keluarga. Tampak jelas kekhawatiran pada ketiga orang tersebut. Entah khawatir padanya atau ada hal lain, Nayra tidak tahu.Mereka abi, umi, dan Naura.Nayra hanya terdiam dengan tangan yang masih di genggam oleh Rafka. Ada rasa sakit dibagian pergelangan tangan nya, tapi Nayra tidak berani menyuarakan nya.Nayra seakan kehilangan semua ingatannya, terdiam dengan fikiran kosongnya.Umi Aminah yang memang menunggu kepulang Nayra langsung menghambur memeluk puterinya dengan tangis yang mulai pecah.Wanita paruh baya itu sangat merindukan Nayra.Tapi Nayra hanya dia
***Merasakan kebahagiaan itu memiliki proses yang begitu sulit. Harus menghadapi kesulitan, luka,dan perjuangan lain dulu.Kebahagiaan memang ada, tapi datang pada waktu yang tepat.Menunggu kebahagiaan memang melelahkan, beban yang semakin hari semakin menumpuk membuat bahu yang dulu nya kuat kini membungkuk.Keinginan lenyap dari dunia ini selalu jadi yang utama sebagai sebuah keputus asaan. saat luka semakin dalam, hati semakin hancur, batin yang semakin melemah membuatnya datang memenuhi pikiran untuk bertindak bodoh.Tak kuat, itu yang Nayra rasakan saat ini.Ingin menyerah, tapi ini masih awal kehidupannya.Dia menyadari bahwa dunia ini begitu kejam dengan skenario yang rumit. Rencana yang sudah tersusun dengan baik pun tak akan bisa berjalan sama.Sebaik apapun menjadi penulis dalam cerita hidup kita, kita tetaplah seorang aktor, aktris dan pemeran utama dalam skenario yang sudah Tuhan tuliskan.Walaupun begitu,
***Nayra berjalan menyusuri koridor sendirian.Melangkah secara perlahan dengan mata menatap kosong.Ia ingat saat dulu masih bersama ke tiga sahabatnya, bercanda, tertawa, bahkan berjalan bersama-sama.Dan hal itu kini sangat ia rindukan.Tapi apa yang sudah pergi tak mampu untuk ia gapai kembali. Dulu semua itu begitu dekat dengannya, sekarang menjauh tanpa mau berbalik padanya lagi.Ini memang kesalahannya.Ya, semua salahnya.Menyembunyikan banyak hal dari semua sahabatnya. Tentang hidupnya, siapa dirinya, dan masalalunya.Bukan tak ingin memberitahu, tapi ini masalahnya, rasa tidak mau para sahabatnya mencampuri kehidupannya yang tak pernah sebahagia mereka.Dia takut, apa yang di fikirkan nya malah menjadi semakin buruk lebih dari ini.Cukup beban itu dia yang merasakannya, jangan teman-temannya juga.Rasa rindu yang begitu dalam, membuatnya hanya bisa menghela nafas berat.Nayra jadi i
***Bel istirahat sudah berbunyi, semua murid keluar dari dalam kelas, termasuk Nayra.Berjalan menuju arah perpustakaan, tempat paling tenang yang sangat Nayra sukai. Dia ingin menenangkan diri disana, pikiran nya benar-benar kacau sekarang. Pelajaran barusan pun tidak ada yang menempel di otak nya, hanya seliweran berlalu lalang tak berguna.Nayra mulai pada kebiasaan nya. tangan nya merogoh headset yang ada disaku bajunya, menyambungkan nya dengan ponsel dan menyumpal sebelah telinganya.Tapi langkahnya terhenti saat sepasang sepatu terlihat berhenti didepannya.Nayra mendongakkan kepalanya ingin tahu siapa pemiliknya."Nay?" panggil nya. Sosok itu berdiri tegap dihadapan Nayra, meneliti gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tak ada luka." kamu baik-baik saja kan Nay?" tanya Fikri dengan mimik khawatir.Ya, dia Fikri.Laki-laki yang tidak pernah diam karena belum bertemu dengan Nayra. Pasalnya dia khaw
***Nayra menyampirkan tasnya di bahu, turun dari taxi dengan wajah muram. Senyuman singkat ia berikan pada sang sopir saat memberikan bayaran.Setelah taxi itu pergi, Nayra hanya diam dengan mata menatap malas pada bangunan didepan nya. Semakin hari malah tak enak dipandang.Nayra menghembuskan nafasnya kasar. Setiap hari, setiap pagi, harus berperang dengan rasa kesal, luka dan tangis. Tempat ini jadi saksi bisu kesengsraan nya. Semua itu malah semakin menjadi. khayalan dan halusinasi sering sekali menghampiri Nayra akhir-akhir ini.Entah ada apa dengannya, membayangkan sesuatu seperti benar-benar nyata.Berhari-hari pula Nayra hidup dalam kesendirian. Dia sengaja menyendiri. Tak ada interaksi dengan orang lain, dengan teman sekelasnya pun, Nayra lebih sering diam, apalagi kalau bukan hal penting.Nayra tidak pergi ke kantin. Nafsu makan nya turun drastis. Padahal, sering kali dia tidak sarapan karena percekcokan nya dengan Raf
***Flashback.Nayra sedang duduk di sebuah halte menunggu kedatangan taxi yang sempat ia pesan beberapa menit lalu.Sambil menunggu, gadis itu menyenandungkan shalawat kesukaan nya.Mungkin tak akan ada orang yang tahu jika Nayra sering shalawat an, ya karena banyak orang sudah mencapnya buruk.Sampai ia terkejut dengan kedatangan seorang om-om dengan wajah sumringah. Pria itu terlihat begitu senang saat melihat nya, malah membuat Nayra heran sendiri.Ada rasa takut yang menghampiri.Apalagi saat bapak itu mendekatinya."Assalamualaikum!" salamnya."Waalaikumussalam!" jawab Nayra dengan was-was.Pria itu tersenyum kearah Nayra"Kamu Nayra kan?" tanya bapak itu to the point.Nayra mengangguk.Wajah bahagia kembali ditunjukkan nya.Nayra diam, ada apa dengan bapak didepannya ini."Perkanalkan nama saya bapak Rio, saya sedang mencarimu!" ujarnya.Nayra semakin
Di keluarga tuan Karim. Sepi. Tak ada sedikitpun pembicaraan diruang keluarga. Abi Karim, umi Aminah, dan Naura hanya mengarahkan pandangannya ke arah tv yang sedang menayangkan sebuah acara show.Suara dari tv tersebut yang meramaikan ruang keluarga. Setelah kepergian Nayra, Naura hanya diam tak terlalu peduli, apalagi ia tahu hal itu saat dimeja makan kemarin malam, yang tidak disangkanya adalah bahwa Nayra pergi hari ini. Hati kecilnya merasa damai, tak perlu lagi dirinya sok baik didepan banyak orang, apalagi pura-pura perduli dan perhatian.Keadaan rumah seolah tenang tanpa ada hal yang membuat berantakan, percekcokan atau hal yang memusingkan seperti saat ada Nayra.Selama ada Nayra pun, Naura tak terlalu dekat dengan adiknya itu, lebih memilih masing-masing. Naura tak menyukai Nayra karena sang kakak selalu lebih memperhatikan Nayra dari pada dirinya, walau dari matanya sang kakak begitu jahat pada gadis itu. Belum lagi banyak orang yang menyangkut pautkan nya denga Nayra, mem
Seorang pemuda tampan sedang termenung di kesendiriannya. Merindukan seseorang yang belum lama dikenalnya tapi sudah terasa amat berharga bagi dirinya. Ia tahu, rasa rindu itu tak dapat dihilangkan. Menemui nya seperti mustahil. Gadis yang dirindukannya kini sudah terlalu jauh dari pandangannya, bagaimana ia bisa melepas rindu sebebas sebelumnya. Perempuan yang telah mengambil hatinya pergi entah kemana.Tak tahu pindah kemana. Dimana gadis itu sekarang? Ingin sekali ia menemuinya. Bertemu dengan gadis pujaannya. Ia ingin melihat senyumnya, dan kemudian memeluk gadis itu seerat mungkin. Terakhir kali bertemu saat gadis itu menemui sahabatnya, ia hanya melihat sekilas sebelum gadis itu benar-benar pergi, menatap matanya yang terlihat berat untuk melangkah menjauh. Hati pemuda itu terluka saat gadis pujaannya hanya melambaikan tangan perpisahan. Andai ia mampu untuk menahannya. Kalau iya dia bisa, dia akan menculiknya dan mengurungnya dirumah keluarganya supaya gadis itu tak perg
Dzul duduk di bangku taman dengan Vivia disampingnya. Pemuda itu sibuk melepas dasi dan seragam untuk dikeluarkan. Vivia tidak bersuara, gadis itu hanya termenung memikirkan hal yang terjadi. Tentang Nayra, persahabatannya dengan Santia, juga tentang Dzul yang ternyata kakak dari Santia.Vivia melirik Dzul sekilas, ingin menanyakan banyak hal pun tak berani, berakhir Vivia hanya menunduk dan terdiam. Hingga kemudian Fikri datang dengan sekantung keresek makanan dan minuman.Fikri berjalan mendekati keduanya "nih!" Fikri menjulurkan bawaannya pada Dzul, pemuda itu dengan cepat menerimanya, melihat isinya dan mengambil satu botol air mineral. Dzul melirik Vivia dan memberikan kantung tersebut kepada gadis itu, Vivia menerimanya ragu.Fikri yang melihatnya kesal sendiri, dia kesini untuk mendengar penjelasan dari Dzul, bukan untuk melihat adegan menjijikan sok malu-malu kodok begitu.Fikri melipatkan tangannya sejajar dada bawah "jadi gimana?, gue masih butuh penjelasan!"Dzul menggerlin
Vivia terkejut.Siapakah dia?.---Seorang pemuda rapih berdasi datang menghampiri pertikaian antara Santia dan Vivia. Berdiri kokoh didepan Vivia seolah melindungi. Semua pasang mata penghuni kantin tak mau ketinggalan, fokus mereka tentu pada pembicaraan Santia, sang primadona sekolah."Gue rasa mulut lo gak pernah disekolahin. Percuma lo sekolah sampe SMA kalo gak punya adab. Tu mulut di jaga. Jangan sok tahu sama kehidupan orang. Lo pikir lo lebih baik?" sulut pemuda itu membuat santia kicep.Tangan sudah terkepal, Santia tak suka di bantah. Tak suka dipermalukan seperti sekarang. Dia anak pemilik sekolah, dirinya sudah pasti harus dihormati kalau mereka tidak mau dirinya mengadu pada sang ayah."Lo gak pantes ngomong gitu sama gue ya. Lo belum tahu gue. Lo siapa disini?. Ooooh, lo mau jadi pahlawan?. Suka sama cewek dibelakang lo, sicupu berkacamata itu?" balas Santia seraya tersenyum sinis dengan tangan menunjuk Vivia yang berada dibelakang pemuda itu. Ejekan tak pernah terting
***Dzul, pemuda tampan tak rapih itu memasuki kelas dengan malas. Dzul menghembuskan nafas kasar saat melihat suasana kelasnya yang ramai dan berbisik dari sebagian siswa yang sedang asyik bermain game bersama. Beralih pada pojokan yang dipenuhi para gadis yang sedang maraton drakor. "Kayaknya gue yang aneh nih. Masa cowok ganteng plus keren kayak gue masuk kelas yang anak-anaknya cupu. Ngedrakor sama ngegame pada gak ngajak, kan guenya jadi kesel!" gerutunya dengan penuh percaya diri.Dengan terpaksa Dzul mendudukkan dirinya disamping sahabatnya, Fikri. Pemuda itu belum ngeuh jika sang sahabat sedang merenung."Fik?" panggilnya, tangannya sibuk mengeluarkan ponsel dari tas.Fikri tak menjawab. Pemuda itu sedang bertopang dagu seraya menghembuskan nafas kasarnya berkali-kali. Menatap malas orang-orang disekitarnya. Fikri bahkan malas walau untuk bernafas.Jiwa seorang Fikri sedang berkelana entah kemana. Sosok pemuda ini biasanya tak mau diam. Selalu saja menyempatkan waktu berjalan
***Seorang pria paruh baya berpeci putih yang sedang bersantai diruang keluarga itu mengambil ponsel yang terus bersuara. Beliau mendekatkan ponsel tersebut ditelinga."Halo, Assalamualaikum?"..."Tumben telepon ane, ada apa nih?"...."Oooh.. Anak ente mau pesantren kesini?. terus kenapa ente telpon?. Emangnya enggak ente anter kesini?" tanya beliau seraya menyeruput teh manis dingin yang disediakan istrinya....."Oh,iya iya. semoga aja anak ente mau berubah kalau sudah pesantren disini ya!" obrolnya entah dengan siapa...."Sama-sama, waalaikumussalam"....Pri paruh baya tersebut kembali menyimpan ponsel di atas meja, menghela nafasnya dan menyeruput lagi teh yang ada di hadapannya."Siapa bi?" tanya seorang wanita cantik
****Menjalani kehidupan itu memang sangat sulit. Apalagi harus berjuang sendiri tanpa ada seseorang yang mau mendukung kita.Melangkah tanpa ada dorongan. Berat kita rasakan. Beban yang semakin menumpuk dan segala rasa yang hanya bisa dipendam.Semuanya terasa rumit. Teka-teki yang tak pernah kunjung selesai. Ujian yang semakin bertambah, dan luka yang semakin dalam.Berlarut-larut begitu lama, seperti permanen untuk dilenyapkan.Ingin mengakhiri segalanya, tapi tak bisa semudah yang dibicarakan. Seperti sebuah harapan yang begitu sulit untuk di gapai. Apalagi jika bukan kebahagiaan. Yang entah kapan datangnya.Menunggu disetiap do'a, setiap harapan, dan juga impian.Mengharapkan sebuah kebahagiaan datang dan hadir tanpa harus pergi.Apalagi semua ini dialami oleh seorang gadis.Bayangkan.
***Nayra masuk kedalam taxi yang sudah ia pesan tadi pagi. Ia akan menemui Vivia sebelum ia pergi, ia akan berpamitan.Ia sudah menghubungi Vivia sebelum ia menyimpan ponselnya didalam lemari. Ia tak akan menggunakan ponsel itu lagi. Bahkan akan sangat lama tak akan menyentuhnya.Biarlah jika umi menemukannya, diambil pun tidak masalah baginya, toh dirinya tidak ada juga.Nayra merasakan perih dalam hatinya, ia akan meninggalkan kehidupannya, dan mengganti nya dengan kehidupan yang baru.Mungkin berat baginya, tapi semua adalah jalan yang terbaik.Berharap ditempat barunya nanti, rasa sakit yang selama ini dirasanya bisa hilang perlahan. Semoga orang-orang disekitarnya nanti tidak menyakiti hatinya yang bahkan bisa dibilang sudah hancur itu."Tunggu ya pak, saya hanya sebentar!" ujar Nayra pada supir taxi, saat mobilnya berhenti di samping sekolah.
***Keluarga karim sedang melaksanakan aktifitas paginya. Setelah sarapan, keluarga itu memilih berkumpul diruang keluarga, hanya bertiga.Naura sudah berangkat sekolah 1 jam yang lalu.Dan Nayra, gadis itu masih belum menampakkan dirinya, bahkan gadis itu tak turun untuk sarapan. Umi Aminah sudah mengetuk pintu kamar Nayra berkali-kali, tidak ada jawaban dari dalam kamar.Semua orang kebingungan dengan sikap Nayra setelah pulang, sangat pendiam. Tidak banyak mengoceh, banyak mengurung diri didalam kamar, dan tak pernah keluyuran lagi.Setelah perubahan Nayra itu pun, Rafka sudah jarang memarahi Nayra. Untuk sekedar menyapapun Rafka seolah tak kuasa, apalagi saat Nayra lebih memilih mengabaikannya.Rafka terluka amat dalam. Tatapan Nayra benar-benar memiliki rasa kebencian padanya. Bertemupun Seperti menolak.Abi, umi, dan Rafka sedang diruang keluarga