Memikirkan tentang Yudha, tiba-tiba justru terlintas sosok Dani dalam pikiran Carine. Lelaki dengan muka tanpa ekspresi, berpenampilan cuek dengan cara berpakain sangat sederhana bahkan terkesan tak memperdulikan penampilannya. Sangat berbeda dengan banyak laki-laki yang selama ini mendekatinya.
Poin yang paling penting tentang Dani di mata Carine adalah dia laki-laki yang dengan terang-terangan melawannya. Sosok dia sebagai ketua senat mahasiswa dan gadis populer di kampus sama sekali tak ada nilai di mata Dani.
"Sialan, Dani.." maki Carine dalam hati.
"Kenapa tiba-tiba dia muncul dalam pikiranku? Sepertinya aku harus melakukan sesuatu untuk membuatnya bertekuk lutut padaku,membuatnya mengejarku dan memohon-mohon padaku."
Carine tersenyum sendiri. Dia telah merencanakan sesuatu untuk dilakukan besok.
Matahari belum terlalu tinggi ketika Dani membawa motor sportnya menuju ke kampus. Sebenarnya tidak ada kuliah hari ini,namun ada sebuah proposal kegiatan Pecinta Alam yang harus mendapatkan perserujuan pihak kampus yang mendorongnya untuk masuk ke ruang pembina untuk mendapatkan tanda tangannya.Suasana kampus tak terlalu ramai,karna mungkin kebanyakan mahasiswa masih mengikuti kuliah. Setelah memarkirkan motornya, Dani berjalan ke arah ruang Pembina. Ruang pembina terletak agak ke dalam, satu gedung dengan ruang dosen. Sementara ruang Dosen sendiri bersebelahan dengan gedung Fakultas Akuntansi yang artinya Dani harus melewati gedung tersebut."Woy, ngapain kamu disini" suara seseorang tiba-tiba mengejutkan Dani ketika sedang melintasi kelas Akuntansi.Dani menoleh dengan refleks dan berkata, "oh..kamu Wan, ini mau minta tanda tangan Pembina untuk acara Pecinta Alam kita"."Kamu sendiri ngapain ? Anak Fakultas Hukum keluyuran di sini, tempat kamu di sono
"Nih !!!" Mata Wawan melirik ke arah seorang perempuan hitam manis dengan potongan rambut bergaya Tomb Raider. "Aku sedang membujuk dia untuk ikut acara kita" Dani tersenyum sambil berkata "Dia pasti mau ikut" lalu sambil menoleh ke arah perempuan itu dia berkata lagi "bukankah begitu, Icha ?" "Jangan biarkan Wawan menggoda perempuan lain di acara kita nanti" Perempuan yang bernama Icha dan merupakan kekasih Wawan itu tersipu. "Tentu saja aku akan ikut, tapi bukan karna takut Wawan tergoda wanita lain, tapi siapa tau aku bisa menemukan lelaki yang lebih ganteng dari Wawan" Dani dan Icha tertawa terbahak, sementara muka Wawan terlihat memerah. "Memang nanti acaranya apa aja,Dan ?" Tanya Icha kemudian. "Cuma Camping di gunung Ungaran,lalu agak sedikit naik ke arah Curug Lawe, tempat ini masih asri banget, masih jarang tersentuh para pendaki"
"Medannya memang masih agak curam, tapi justru disinilah letak keunikan tempat ini""Ok, aku sudah tidak sabar untuk segera mengunjungi tempat itu""Kalau begitu bagaimana kalau kalian menemaniku untuk mendapatkan persetujuan dari Pembimbing?"Sesaat Wawan dan Icha saling pandang seolah sedang mendiskusikan sesuatu. Lalu Wawan berkata, "tidak masalah, kebetulan Icha juga sudah tidak ada kuliah lagi""Oh ya Dan, sepertinya hari ini adalah keberuntunganmu, karna tadi aku melihat Carine juga pergi ke ruang senat, sepertinya dia juga akan bertemu dengan pembimbing,jadi kita pasti ketemu dia disana""Si nenek sihir ?" Gumam Dani sambil mengernyitkan keningnya."Ow...kamu juga mengincar Carine, Dan" mendengar ucapan Wawan, Icha ikut berseloroh."Ha..ha..ha..." Dani terbahak"Kau tanya saja Wawan kejadian kemaren sore, perempuan semacam itu tak pantas mendapatkan cinta lelaki manapun" lanjut Dani."Sebaiknya kita bergegas ke sa
Dani masuk keruang senat diikuti Wawan dan Icha, ada beberapa pengurus lain sedang berkelompok di satu meja, sepertinya mereka dari bagian Keagamaan, karena dari obrolan yang sayup terdengar, sedang membicarakan acara ibadah bersama.Sementara diujung ruangan di meja yang lain, tampak Pak Maskur sang dosen pembina sedang berbicara dengan Carine. Ada Idha juga bersamanya."Siang, Pak Maskur !" Sapa Dani tanpa mengacuhkan keberadaan Idha dan Carine yang tampaknya sedang membicarakan sesuatu, tapi Dani tak sempat mendengarkan obrolan mereka."Siang, Dani ! Tumben kau punya waktu buat masuk ke ruangan ini" jawab Pak Maskur dengan sopan.Sementara Carine dan Icha yang baru menyadari kedatangan Dani, menoleh bersamaan ke arah Dani. Idha tersenyum, namun berbeda dengan Idha, raut wajah Carine justru menunjukan rasa ketidak sukaannya terhadap kehadiran Dani.
"Bagaimana kamu bisa datang dan tanpa sopan mengganggu pembicaraanku" kata Carine dengan ketus.Dani menoleh kearah Carine dan berkata, "maaf tuan putri, aku tidak bermaksud menyela pembicaraanmu, aku hanya menyapa Pak Maskur selaku pembina Sema, ada hal yang harus aku bicarakan dengan beliau""Itu bukan urusanku" timpal Carine sambil memalingkan muka."Tentu saja itu bukan urusanmu, dan akupun tak mau berurusan denganmu" balas Dani santai."Kalian tidak usah ribut di sini" kata Pak Maskur menengahi, lalu melanjutkan ucapannya kepada Dani,"Ada hal apa yang ingin kau bicarakan padaku, Dan ?"Dani mengambil kursi lalu duduk menghadap Pak Maskur. Kemudian dia mengeluarkan sebuah kertas yang berisi proposal kegiatan pecinta alam yang sudah dia buat kemarin malam.
Pada dasarnya, Dani adalah sosok mahasiswa berprestasi yang banyak dikagumi para Dosen di kampus ini, namun sifat idealisme dan pemikirannya yang kritis terkadang membuat para Dosen segan terhadapnya. Kadang dia bersikap dingin dan acuh tak acuh, namun itu menjadikannya sebagai sosok unik yang banyak orang ingin mengenalnya, atau justru sama sekali tak ingin berurusan dengannya.Dani menyodorkan proposal kepada Pak maskur. "Liburan semester tinggal 2 pekan lagi,Bagian Pecinta Alam berencana mengadakan Camping di gunung ungaran,aku harap Pak Maskur bisa menyutujui agenda kami"Pak maskur mengambil proposal dari tangan Dani,membaca sekilas isi agenda acara tersebut, sambil tersenyum dia berkata,"Aku percaya kau akan melakukannya dengan penuh tanggung jawab, maka aku tak akan mempersulitmu, aku pasti menyutujuinya.""Hai...kamu akan membuat acara apaan, bagaimana bisa kau melewatiku" sela Carine yang mendengar obrolan mereka.Pak Maskur menoleh ke ar
Dani menarik nafas dengan tenang,"Aku tidak bermaksud melewatinya, Pak. Aku berfikir percuma aku mendapat persetuannya jika sampai ke tangan bapak ditolak, bukankah itu akan sia-sia, pak ?, Maka aku berinisiatif memprioritaskan persetujuan bapak terlebih dulu, karna menurutku bapak adalah segala-galanya" sanjung Dani terhadap pak Maskur sekaligus pukulan buat Carine."Setelah mendapat persetujuan langsung dari bapak, tentu saja aku harus minta tanda tangan dari ketua senat yang terhormat ini juga" lanjut Dani yang terdengar mengejek di telinga Carine."Kau !!!!" Carine menahan amarahnya."Baiklah, karna sebentar lagi aku mau pergi, aku akan segera menantangani proposalmu, dan mumpung Carine juga ada disini, aku rasa kau tak akan kesulitan untuk memdapatkan tanda tangannya"Pak Maskur mengambil proposal Dani lalu segera menandatanganinya.Setelah selesai, dia menyerahkan kembali kepada Dani sambil berdiri."Aku akan segera keluar, sem
"Jangan harap aku akan dengan mudah memberikanmu tanda tanganku, sebelum kau meminta maaf atas kejadian kemarin sore" kata Carine sambil bersenandung penuh kemenangan.Dani mencibir, "kamupun jangan bermimpi aku akan melakukannya""Aku beri tahu kepadamu, proposalku cuma berfungsi sebagai pemberitahuan, jadi ada atau tidak ada tanda tanganmu, kegiatanku akan tetap berjalan.""Meskipun agenda Pecinta Alam bagian dari kampus, pada dasarnya setiap peserta telah memahami konswekuensinya, jadi seandainya kamu atau bahkan Pembina sekalipun tak memberi tanda tangan, jika hal buruk terjadi, pihak kampus hanya bisa lepas tangan""Dan kegiatan kali ini bukanlah sesuatu yang berbahaya, aku rasa tak akan ada masalah"Carine terdiam, "anak ini benar-benar keras kepala" pikirnya."Carine, menurutku kejadian kemarin hanyalah hal yang sepele, kau tak perlu mengungkitnya" kata Idha mencoba meredam.Dani tersenyum, lalu berkata " Idha, apakah persiapan
Selang tak berapa lama, sebuah mobil box yang dikendarai Mat Codet kembali masuk ke halaman mini market.“Dhani!” teriak Mat Codet dari atas mobil box yang di kemudikannya. Dhani memasukan kembali ponselnya dan bergegas naik ke atas mobil box dan duduk di sebelah Mat Codet.“Gimana, gimana?” tanya Mat Codet sambil mengemudikan kembali mobilnya menjauh dari mini market itu.“Gimana apanya?” tanya Dhani yang tidak tahu maksud pertanyaan Mat Codet. Separoh pikirannya masih tertuju pada sosok Carine yang masih tertinggal dalam benaknya.“Masih pura-pura saja kau ini, kau pikir aku tak lihat kau pelukan sama si .... ” Mat Codet tak meneruskan ucapannya. Ia berusaha mengingat-ingat sebuah nama yang lupa ia menyebutnya.“Siapa itu namanya, lupa abang.” Tangan Mat Codet memukul kemudi. Ia terlihat geram dengan ingatannya yang minim.“Carine, maksud abang?”“Iya, itu
Carine hanya memejamkan matanya ketika Dhani kembali membalurkan tisu yang sudah dibasahi cairan rivanol.“Gimana?” tanya Dhani, “enak, kan? Enggak sakit?”Carine hanya tersenyum sambil mambuka matanya. “Iya, adem,” ucap Carine tersipu.“Ademlah, kan aku yang melakukan,” gumam Dhani nyaris tak terdengar oleh Carine.“Apa ...? apa ...?“ tanya Carine penasaran, namun Carine sebenarnya mendengar apa yang dikatakan Dhani.“Enggak,” elak Dhani, namun siku Carine sudah mendarat lembut di tubuhnya.“Labay,” ucap Carine diselingi senyuman.Mendapat reaksi Carine, Dhani menghindar dan sedikit menjauhkan tubuhnya dari Carine seraya berkata, “Oh ... jadi enggak enak nih?” ucap Dhani yang juga tersenyum, “kalau begitu biar Ulfa saja yang mengobati lukamu,” ucap Dhani kemudian sambil berpura-pura akan menaruh tisu di tangannya di atas meja.
Galih, nama penjual kopi keliling yang sempat kepergok Wiryo mengayuh sepedanya dengan cepat di jalanan sepanjang komplek pergudangan yang gelap. Setelah memastikan tidak ada yang mengikutinya, Galih mengendap ke bangunan ruko kecil yang hanya di sinari lampu 5 watt di depannya. Galih mengetek perlahan rolling door yang tekunci dari dalam.“Kopi item, kopi item,” ucap Galih setengah berbisik“Bisa dibungkus?” tanya seseorang dari dalam.“Satu boleh,” ujar Galih lagi. Lalu pintu kecil di sisi rolling door pun terbuka, ternyata teriakan ‘kopi item’ Galih adalah sandi yang di ucapkan untuk berkomunikai dengan orang yang berada di dalam untuk memastikan bahwa mereka adalah rekan. Galih masuk ke dalam ruko bersama sepeda goes dagangannya, sementara di dalam seseorang telah menunggu. “Tebakanmu memang benar, Yudha,” kata Galih kepada orang itu yang tak lain adalah Yudha. Galih mengambil kursi dan duduk di sebelah Yudha. “Sepertinya mereka a
“Apa yang kau lakukan, Carine? Bangunlah!”Carine membuka matanya dengan perlahan sambil mengangkat wajahnya. “Dhani?” Carine kembali bergumam. Matanya hampir tak percaya melihat lelaki yang berdiri di depannya. Sekonyong-konyong Carine langsung bangkit dan memeluk Dhani.“Dhani ... jangan tinggalkan aku! Kau boleh membenciku, kau boleh memakiku, tapi jangan pernah kau pergi dariku!”Tangis Carine pecah dalam pelukan Dhani, dia menumpahkan semua perasaannya ke dalam dekapan seakan tak ingin terpisahkan lagi oleh Dhani.Dhani mengangkat kepala Carine dari pelukannya, ditatapnya wajah Carine lekat-lekat, sementara Carine tak berani membalas tatapan Dhani.“Apa yang kau tangisi, Carine?”Carine tak mampu menjawab, dia kembali meneggelamkan kepalanya dalam pelukan Dhani, Dhani hanya membiarkan dan menunggu tangis Carine mereda.“Jangan tinggalkan aku, Dhani,” ucap Carine mengulan
Setelah beberapa saat tidak ada yang bicara, sambil membereskan berkas-berkas dan memasukan kembali ke dalam tasnya, Dhani berkata, “Pengiriman hari ini sudah selesai semua, dan untuk kiriman kopra abang, kalau nggak besok pagi, mungkin besok sore sudah tiba.”“Bagus lah, kalau begitu abang tinggal pulang dulu. Udah bau bangkai ini abang punya ketiak,” ucap Matt Codet sambil mendekatkan hidungnya ke dalam ketiaknya sendiri.“Kapan kau mampir ke rumah Abang?”“Nanti lah, Bang, pasti nanti aku mampir, tapi tidak bisa sekarang. Aku masih harus input semua pengiriman hari ini.”“Terserah kau saja lah, tapi ingat, kalau ada apa-apa cepat kau hubungi abang,” ucap Mat Codet yang sudah berdiri dan bersiap pergi.”“Kalau begitu abang pulang dulu, jangan lupa jaga baek-baek gadis-gadis cantik kau.”Mat Codet pun pergi meninggal mereka. Suasana kembali hening.“A
Dhani seperti menafikan keberadaan Carine, bahkan ketika Mat Codet menghampiri Carine dan Ulfa, dirinya menyibukan diri dengan lembaran kertas faktur yang diambil dari dalam tasnya.“Kalian tidak apa-apa?” tanya Mat Codet ke arah Ulfa dan Carine.Ulfa yang masih syok karena ketakutan hanya mengangguk, sementara Carine seperti tak mendengar ucapan Mat Codet, matanya masih menatap kosong ke arah Dhani.Ulfa yang menyadari tatapan kosong Carine, menarik-narik baju Carine untuk menyadarkannya.“Eh ... Iya Om, kenapa?” ucap Carine tergagap.Matt Codet hanya menggeleng-gelengkan kepalanya,“Mantap kali kau, Dhani! Bisa bikin perempuan cantik ini terpana,” seloroh Mat Codet dengan logat khasnya.Dhani hanya tersenyum kecil sambil berjalan menuju ke dalam mini market.“Aku selesaikan dulu dokumen pengirimannya, Bang! Abang mau minum apa?” ucap Dhani yang sudah berada di ambang pintu
Pernah kita lalui semua, jerit tangis, canda tawa Kini hanya untaian kata, hanya itulah yang aku punya Tidurlah, selamat malam, lupakan sajalah aku Mimpilah dalam tidurmu bersama bintang -Drive, “Bersama bintang” Matahari hampir tenggelam ketika Carine dan Ulfa keluar dari taman Maerakaca, “Setelah dari sini, kau mau kemana, Fa?” “Tentu saja pulang, lah” “Bagaimana kalau menginap di rumahku,” ucap Carine mengusulkan. Ulfa berpikir sejenak, “Ayolah, sekali-kali kau menginap di rumahku, kita bisa bercerita sepanjang malam,” bujuk Carine. “Lagi pula, aku rasa kita akan kesulitan mendapatkan taksi dari tempat ini, aku akan menghubungi Pak Min untuk menjemput kita di sini.” “Baik lah,” ucap Ulfa akhirnya setuju. Carine mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, sesasat kemudian dia melakukan panggilan kepada pak Min, Sopir
“Kamu udah sering kesini, Dha?” tanya Carine ketika mereka sudah turun dari taksi dan berjalan menuju pintu masuk. “Enggak juga,” ucap Ulfa seraya menunjukan kartu langganan kepada petugas tiket masuk. Keduanya kembali berjalan ke arah wahana. “Tapi ada satu tempat yang paling sering aku kunjungi,” ucap Ulfa melanjutkan. Carine memperhatikan ucapan Ulfa dengan seksama, “Apa itu, Dha?” “Hutan Mangrove, tempatnya asri banget, setelah seharian kita disuguhkan hiruk pikuk kota Semarang, belum lagi cuaca yang begitu panas mirip di dalem Oven, hutan Mangrove ini cocok banget, Carine!” “Sekarang aku akan membawamu ke sana.” “Oh ya... untuk sampai ke hutan Mangrove, ada dua pilihan untuk menuju kesana, kita bisa berjalan kaki diatas jembatan kayu yang membentang di atas danau” “Danau?” tanya Carine yang merasa heran. Melihat sikap Carine yang benar-benar seperti orang bodoh, Ulfa berkata, “Wah... ternyat
Carine berjalan dengan gontai meninggalkan kampus, lalu dia duduk termenung sendiri di halte menunggu taksi online yang dari tadi susah di dapatkan melalui aplikasi pemesanan.“Apakah kau sedang kurang sehat, Carine?” tanya Ulfa yang tanpa di sadari Carine sudah berdiri di hadapannya.Carine menatap ke arah Ulfa,“Enggak, Cuma dari tadi kesel aja, pesen taksi online belum dapat-dapat” jawab Carine.Ulfa tersenyum lalu duduk di sebelah Carine.“Ini masih siang, kenapa kau buru-buru pulang?”“Aku tidak ada kegiatan, jadi aku rasa aku akan pulang lebih cepat”“ow ...” ucap Ulfa singkat,“Kenapa?” tanya Carine yang melihat reaksi Ulfa.Ulfa menghela nafas,“Sebenarnya aku ingin mengajakmu jalan-jalan ke taman Maerakaca, di sana asik tempatnya”“Oh ya?” tanya Carine bersemangat“Seperti apa tempatnya?&rdq