"kebetulan belum, syukurlah kami belum memiliki anak, jadi tidak ada yang menjadi korban," ujar Hasan. "Apakah masalah anak sehingga kalian bercerai?" "Tidak, karena memang kami tidak berjodoh saja." "Bukankah Kak Hasan sudah lama sendiri? Kenapa tidak mencari penggantinya?" "Aku sudah punya calon istri." Jawaban Hasan membuat Laura tersentak, mulutnya tiba-tiba terasa kelu dan membeku. Bagaimana dia bisa mengabaikan sosok lelaki di depannya? Bukankah lelaki dengan kualitas seperti ini akan banyak wanita yang mengejarnya? Akan tidak wajar jika dia tidak memiliki wanita dalam hidupnya, lelaki seperti ini bahkan layak memiliki beberapa wanita. Laura hanya menyesalkan kenapa dia selalu terlambat bertemu dengan pria ini, sepertinya dia hanya bisa mengagumi tanpa bisa memiliki. Sekilas dia teringat dengan Shintia temannya yang sudah putus dengan Adi, mereka putus karena orang tua Shintia yang memilik usaha retail itu tidak setuju memiliki menantu hanya seorang pegawai negeri, Shintia
Awal pekan ini, Aina kembali sibuk. Dia sekarang di tempatkan di bagian perekapan data masuk dan keluar bahan di gudang. Untuk perekapan data karyawan oleh Faisal di serahkan pada Ayu Soraya, karena ternyata Ayu Soraya kurang cakap orangnya, sehingga diberi data sederhana sekedar merekap absen yang di dapat dari mandor lapangan. Pekerjaan Aina cukup rumit, dia harus mensurvei barang di gudang, apakah sesuai dengan jumlah yang dilaporkan oleh kepala gudang. Dia bahkan sering menemui selisih yang cukup signifikan, dulu Wandi tidak mengeceknya secara mendetail sehingga sering kebobolan barang di gudang yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Aina melalukan pekerjaannya dengan teliti sebagai penanggung jawab moral. Dia juga melakukan itu semua demi usaha kekasihnya, kasihan lelaki terkasihnya itu sudah bekerja keras, pontang panting mencari dana demi menghidupkan usaha ini demi kepentingan orang banyak, jika usahanya digerogoti dari dalam terus, walau tidak menyebabkan b
Tanpa berpikir lagi, Dodi Rosadi segera meraih tubuh Aina yang masih di dalam bak, mengeluarkannya dan menarik tangannya ke luar dari kamar mandi. Situasi di luar kamar mandi sangat mengerikan, asap begitu hitam dan pekat, bau bahan kimia yang terbakar membuat kepala Aina berdenyut sakit, dadanya bahkan sangat sesak, hingga rasanya dia telah berhenti bernapas. Dia tidak kuat lagi, sehingga tubuhnya roboh dan tidak sadarkan diri. Dodi Rosadi bertambah cemas, tanpa menghiraukan apapun, dia segera membopong tubuh Aina menerjang haral rintang dan menerobos api. Kedua lengannya melepuh terlalap api, celana bahannya sebagian bahkan sudah terbakar. Sampai di luar gudang, sudah banyak orang yang berkumpul, sebagian dari mereka mengambil air pakai ember untuk memadamkan api dan sebagian yang lain mengambil ranting basah dan memukulkan api. Beberapa orang menyemprotkan api dengan selang dari pompa air. Ketika melihat Dodi Rosadi yang keluar gudang dengan keadaan yang mengenaskan, semua orang
Setelah jam besuk habis, Hasan berjalan gontai keluar dari ruang ICU, memang ruang ICU ketat untuk menerima kunjungan demi menjaga pasien kritis seperti Aina. Sebenarnya Hasan tidak rela meninggalkan Aina sendiri, dia ingin tetap berada di sana, ketika Aina membuk mata, dialah orang yang akan dilihatnya pertama kali.Di luar ruangan, dia sudah disambut oleh keluarga Aina dan juga Syarif beserta istrinya."Bagaimana keadaan Aina, Bang?" tanya Syarif, sampai sekarang Syarif belum mengetahui jika Aina berwajah cantik."Dia masih belum sadar," ujar Hasan dengan wajah sedih.Sebenarnya Syarif menelpon Hasan hanya mengabarkan jika gudangnya terbakar, ketika Hasan menanyakan ada korbannya atau tidak, dia secara spontan menjawab jika Aina dan Dodi yang menjadi korban, tidak disangka jika Abang tirinya itu berteriak saking terkejut dan paniknya. Syarif sudah mencurigai dari dulu jika Hasan menyukai Aina, namun bukankah di pesta pernikahannya dia membawa gadis cantik yang diakui sebagai pacarny
Kedua orang itu saling berpandangan, mereka takut untuk mengungkapkan kebenaran karena mereka memang tidak memperhatikan Aina yang tengah bekerja sendiri, mereka bahkan santai-santai dan bermain gaple sehingga peristiwa kebakaran berasal dari mana mereka juga tidak mengetahui."Kenapa malah bengong? Cepat ceritakan!" bentak Hasan tidak sabaran."Eh ... Anu, anu begini pak ... saya juga tidak tahu kenapa terjadi kebakaran. Hari itu sesudah makan malam, mbak Aina bilang akan mengecek sekali lagi jumlah pupuk yang masuk agar datanya benar. Jadi dia masuk ke gudang sedangkan kami berdua berjaga di depan pintu gerbang. Tidak berapa lama, saya mendengar teriakan minta tolong, setelah mendengarnya kami pergi menemuinya tetapi ternyata api itu sudah menyebar dengan cepat karena kemsan pupuk terbuat dari karung yang mudah terbakar dan pupuk itu juga bahan kimia yang juga mudah terbakar," jawab salah seorang dari mereka dengan gugup dan takut-takut."Pak, polisi datang meminta," ujar pak Suyono
"Nak Hasan, tidak perlu mencari ayah kandungnya, cukup dengan wali hakim saja," ujar Nur dengan nada sedih."Kenapa, Bik? Itu adalah tanggung jawab ayah kandung terhadap putrinya untuk terakhir kali," kata Hasan dengan nada heran."Tidak usah, sebaiknya wali hakim saja." Nur bersikukuh."Bagaimana kalau Fendi yang jadi wali? Bukankah dia saudara seayah dengan Aina?""Masalahnya, Aina tidak bernasab pada ayahnya."Nur berkata dengan nada sedih, bulir bening mengalir pada pipinya membuat Hasan tercekat, dia tidak mampu lagi mengucapkan kata-kata selanjutnya, pikirannya mencerna kata-kata Nur, maksudnya apa? Apakah Aina ..."Iya, Aina anak di luar nikah, sebelum menikah saya sudah hamil anak itu, Nak Hasan ... Itulah kenyataannya, Aina sesungguhnya tidak pantas menjadi pendampingmu, selain dia anak pembantu, dia juga anak diluar nikah. Tidak ada latar belakang yang baik darinya, tidak sepadan dengan Nak Hasan yang memiliki latar belakang terhormat, sebenarnya, tolong pikirkan lagi, jika
Ketika Hasan sudah sampai rumah sakit, hari sudah tengah malam. Aina sudah dipindah ke ruang perawatan VIP. Dokter sudah menyatakan jika kondisi Aina sekarang sudah stabil, hanya tinggal pemilihan dengan minum obat.Hasan ketika datang langsung menuju ruang ICU, ketika seorang perawat memberitahunya Aina sudah dipindah ke ruang rawat, dia berlari menuju ruang rawat, di sana sudah berkumpul beberapa orang, ada Fendi, Dito, Nur, Faisal dan Dodi."Aina ...," panggil Hasan ketika membuka pintu, matanya tersirat kerinduan yang dalam."Aina, itu Nak Hasan sudah datang, selama kau tidak sadar, dia selalu menunggumu, dia baru pulang mengurus cuti kerja," ujar Nur berbisik di telinga Aina, membuat wajah gadis itu memerah.Nur mengajak semua orang untuk keluar dan beristirahat, karena hari juga sudah tengah malam. Hasan mendekati Aina dan membelai wajah gadis itu dengan hati-hati."Sayang, alhamdulillah kau sudah sadar, Abang sangat takut, kenapa kau berbuat seperti itu? Kau ingin membunuh Aban
Nur, Dito dan Hasan sudah kembali ke rumah besar, Hasan masih dalam masa cuti, dia kembali ke kota hanya untuk mengurus surat NA untuk pernikahannya, untung saja dia sudah mengurus KTP Aina, sehingga dia lancar saja mengurusnya.Pernikahan akan dilaksanakan di rumah Syarif, dia tidak mau mengambil resiko jika pernikahannya terganggu oleh hal-hal yang tidak diinginkan. Sedangkan Nur kembali ke rumah besar karena tidak enak meninggalkan pekerjaannya terlalu lama."Aku akan menikah, acaranya Minggu ini," ujar Hasan ketika mereka tengah makan malam bersama."Kau sadar apa yang kau ucapkan? Kau pikir menikah itu cuma mainan?" tanggap Burhan sambil menghentikan makan malamnya."Apakah kau mau menikah dengan gadis yang kau bawa dipernikahan Syarif?" tanya Halimah dengan lemah lembut."Iya, Bu. Aku harap ibu datang dipernikahanku.""Kau mau menikah dengan gadis yang tidak jelas itu? Aku tidak setuju!" Burhan meradang melihat putranya yang selalu membangkang ini."Aku ke sini hanya untuk membe
"Abang, apakah ibu kandung Abang sudah menghubungi?" tanya Ayuni Mereka akan segera kembali ke Jambi untuk melangsungkan pernikahan satu Minggu lagi. "Tidak, kau lihat ... Wanita itu hanya akan menuruti perkataan suaminya, mana mungkin dia mau membelaku, dari dulu seperti itu, dia bucin banget sama suaminya itu, sampai-sampai menelantarkan anak kandungnya sendiri." Fendi menatap langit dengan wajah datar dari jendela apartemennya, dia juga malas sebenarnya menemui wanita yang sudah melahirkannya itu, kalau bukan uwaknya yang menyuruh menemui ibu kandungnya, dia tidak akan pernah pergi ke sana, ke tempat yang selalu membuatnya traumatis tersebut. "Bagaimana dengan ayah kandung Abang? Apakah dia akan datang ke pernikahan kita?" "Lelaki itu tidak bisa diharapkan, apalagi kondisinya sekarang sedang dipenjara. Cukup saja dari pihakku keluarga uwakku dan keluarga Aina." Yah, sudah tiga tahun yang lalu Sardan ditangkap polisi karena mengedarkan narkoba, hukumannya juga tidak main-main,
Kurang dari dua puluh menit, kedua suami istri itu pulang dari sawah, bajunya sudah kotor terkena lumpur sawah. Melihat mobil bagus di halaman rumah mereka, Aminah begitu gugup dan panik."Siapa to lek, tamunya?""Ya, nggak tahu, Min. Dua orang laki-laki sama perempuan muda. Sepertinya mereka suami istri, atau pasangan kekasih, yang perempuan ayu banget, yang laki-laki juga bagus banget. Cepat temui mereka.""Badanku masih kotor Lek, aku mau besihkan badan dulu di belakang," ujar Mardi suami Minah.Mereka buru-buru membersihkan tubuh mereka, mengganti pakaiannya dengan pakaian yang menurut mereka layak.Dengan gugup, suami istri itu datang ke ruang tamu, mereka mendapati sepasang anak muda dengan gaya anak kota yang begitu klimis dan rapi yang sangat asing dipandangan mereka."Eh, ada tamu ... Monggo-monggo, maaf ini tamu dari mana ya?" ujar Mardi dengan gugup.Lelaki paruh baya itu mengulurkan tangan pada Fendi yang dibalas Fendi dengan tatapan dingin. Tangan lelaki itu begitu kasar,
Lima tahun kemudian ....Aina bergegas keluar dari aula gedung Balairung kampus, wajahnya sangat sumringah, dia segera mencari keberadaan keluarganya. Di lihat kedua anaknya yang sangat imut itu berlari ke arahnya."Bunda ...."Aina menangkap dan memeluk kedua anak kembarnya dengan bahagia "Bunda ... Bunda tampak hebat dengan baju ini," kata Amira sambil memainkan rumbai yang menjuntai di bajunya."Ini namanya baju toga, bunda kita sudah jadi sarjana," ujar Ammar kepada adik kembarnya."Jadi ini yang dinamakan baju toga? Topinya sangat bagus," cicit Amira."Anak-anak ... Minggir dulu, ayah belum kebagian pelukan bunda kalian."Kedua anaknya melepaskan pelukan pada ibunya dengan cemberut, ayahnya memang begitu, selalu saja mendominasi bundanya dengan arogan."Ayah! Aku mau sama Bunda!" pekik Ammar."Iya, baru sebentar sama bunda," keluh Amira."Sudah, sana ikut nenek ... Itu nenek mau beli es krim loh," bujuk lelaki itu yang sukses membuat kedua anaknya berlari menghampiri neneknya."
Laura mendesah dengan kuat, menarik napas kuat-kuat. Kenangan berhubungan badan delapan tahun yang lalu masih menggema di telinganya, walaupun pandangannya kabur kala itu, tetapi telinganya masih nangkap suara desahan dan ceracauan dari bibir lelaki itu. "Hmmm, kamu tidak mandi?" Suara itu menyentak Laura, menyadarkannya dari lamunan yang tengah bermain dipikirannya. Lelaki itu sudah selesai mandi, memakai kaos oblong hitam dan celana training. Rambutnya yang basah tengah dikeringkan dengan handuk. Laura tergagap, dia begitu gugup karena mendapati lelaki asing tengah sekamar dengannya. "I ... Iya, saya mau mandi," sambarnya langsung menuju kamar mandi. "Saya mau keluar dulu, sebaiknya kau buka pakaianmu itu di sini, kebaya itu membuatmu ribet kayaknya, setengah jam lagi saya akan kembali," ujar Andika. Lelaki itu langsung keluar kamar, Laura yang tengah mematung memandang kepergian lelaki itu dibalik pintu bergegas membuka pakaian kebayanya dan buru-buru masuk kamar mandi, seten
Laura tidak bisa berkata-kata lagi, dia hanya memandang wajah anaknya dengan tatapan rumit, namun Arsen menatapnya dengan tatapan tajam, dengan mulut kecilnya anak itu menangih janji kepada ibunya dengan tegas seperti rentenir menangih hutang. "Mommy, penuhi Janjimu. Kata guru Arsen, seseorang itu yang dipegang omongannya, berani berjanji, harus bisa memenuhi." Semua orang terkesima mendengar perkataan Arsen, Andika sendiri berdiri dengan takjub, putranya ini ... Benar-benar cerdas dan bijaksana. Laura bingung mendengar permintaan anaknya yang tiba-tiba dan dikatakan di depan umum, dia melihay Dave meminta pembelaan, namun Dave malah mendukung Arsen. Situasi yang begitu canggung tidak bisa dihindari. Karena semua itu juga disaksikan oleh semua orang yang berada di sana. "Laura ... maukah kau menikah denganku? Demi Arsen, dia sangat membutuhkan seorang ayah," ujar Andika mendekati Laura. Laura hanya terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa, ini terlalu mendadak. Dia menatap Dav
"Boy ... Perlu teman untuk bermain?" Arsen menghentikan kakinya yang akan menendang bola, beberapa saat dia terpaku menatap lelaki yang ada di hadapannya. Ouh? Is it a dream? Laura yang tengah menenggak minuman spontan tersedak, dia segera menyemburkan minuman yang berada di mulutnya. "DADDY !!" Setelah menyadari siapa yang berada di dekatnya, Arsen berteriak sekencangnya bahkan berlari sekencangnya menghampiri sosok lelaki yang kini tengah berlutut dengan satu kaki, ta ranselnya masih bersandar di bahunya. Keluarga Laras dan keluarga Dodi telah selesai pertemuannya, mereka mengantar orang tua Dodi ke halaman. Ketika mendengar jeritan Arsen yang begitu kencang, semua orang menoleh ke halaman samping di mana ada lapangan futsal. Dave terkejut melihat pemandangan tersebut, seorang lelaki yang telah membuatnya kuatir selama ini tengah memeluk cicitnya, bahkan bocah lelaki itu menangis tersedu-sedu dipelukan lelaki itu. Tanpa pikir panjang, Dave langsung menghampiri ayah dan ana
Kejutan demi kejutan membuat hidup Hasan dan Aina bertambah tambah rasanya, baru saja Dodi Rosadi, teman akrab Hasan ketika SMA dulu mengungkapkan lamaran kepada ibu dan pakdenya Laras di depan keluarga besar, hal itu tentu saja membuat Hasan memeluk temannya itu dengan erat. "Akhirnya kita sodaraan juga, Bro." "Ingat, tambah lagi satu kakaknya Aina, biarpun kakak sepupu, jadi jangan macam-macam kau ya?" ancam Dodi membuat semua orang tertawa. "Sayang, Fendi gak ada di momen indah seperti ini, harusnya kita punya formasi yang lengkap," ujar Syarif. "Iya, ini ayah. Member tugas kakak Aina kok begitu amat," Jawab Steven. "Aish, gak usah kuatir. Nanti Fendi kupanggil ke sini, dijamin besok pagi sudah ada di sini," jawab Dave sambil mencebikkan bibirnya Ayuni yang mendengar itu wajahnya langsung tersenyum sumringah, Duh ... Jadi ingat waktu momen pernikahan Steven dulu, saat itu ciuman pertamanya bersama kekasihnya itu. "Besok pernikahan akan digelar di mana?" tanya Nur kepada Lar
Lelaki itu buru-buru keluar dari pesawat yang membawanya hingga ke daerah ini, tempat yang dia tandangi hampir dua puluh tahun yang lalu, namun dia tidak akan lupa di mana alamat kakak kandungnya itu berada walau sang kakak kini sudah tiada. Dia sengaja mencari penerbangan paling pagi dari Singapura ke Jakarta, dilanjutkan dari Jakarta ke Jambi, karena memang belum ada penerbangan langsung dari Singapura ke Jambi.Dia tidak bisa menunda lagi untuk bertemu seseorang yang begitu penting dalam hidupnya, pertemuannya dengan Fendi tadi malam sungguh merupakan pertemuan yang sangat mengejutkan. Andika sebenarnya enggan bertemu secara pribadi dengan pemuda itu, jika Fendi tidak setengah memaksanya. Pemuda itu mengajaknya ke taman Merlion, duduk di bangku taman sambil memandangi patung kepala singa di hadapannya. "Senang bisa bertemu dengan orang yang saya kenal di negeri asing seperti ini," ujar Fendi mengawali percakapan."Sedang apa kamu di sini?" tanya Andika."Ada urusan bisnis. Pak D
"Good morning, Profesor." Sebuah sapaan bersahutan di dalam gedung itu ketika seseorang memakai kemeja putih dan celana bahan hitam datang menuju ke sebuah ruangan, kaca mata berbingkai emas yang bertengger di atas hidung lelaki itu menambah kesan dingin dan sulit untuk didekati."Morning," jawab lelaki itu singkat."In here, Prof," seru seseorang dengan seragam security menunjukkan jalan pada lelaki itu.Beberapa pria berjas hitam berjalan tegap di belakang lelaki itu, kaca mata hitam yang bertengger di setiap lelaki berjas hitam itu menambah seram penampilannya."Halo, profesor Andika Ibrahim Luthfi. Welcome, welcome," ujar seorang pria berkepala plontos memakai kemeja biru polos."Apa ini yang dimaksud dengan ruangan rahasia? Kenapa tidak terlihat rahasia sama sekali?" tanya lelaki itu dengan bahasa Inggris."Tentu rahasia yang dimaksud bukan rahasia tidak terlihat, semua ruangan ini adalah penyamaran, tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalamnya.""Oke, tunjukkan aku."Pria b