Setelah kekacauan yang melanda Kerajaan Api Malaka, Asyraf dan Arkan memutuskan untuk tinggal di kerajaan tersebut hingga benar-benar aman, seperti yang diungkapkan oleh Ustadz Abdullah. Mereka tahu bahwa meskipun Pangeran Vashir telah dikalahkan, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan keamanan dan stabilitas kerajaan.
Hari-hari pertama setelah pertempuran adalah waktu yang kritis bagi Asyraf dan Arkan. Mereka bekerja tanpa henti untuk menilai kerusakan yang telah terjadi dan mulai merencanakan pemulihan. Arkan, yang telah lama berpengalaman dalam menghadapi situasi sulit, segera membagi tugas kepada punggawa dan pasukannya.
"Asyraf," kata Arkan saat mereka berdiri di ruang rapat istana, "kita perlu membentuk tim untuk mengevaluasi kerusakan di seluruh wilayah kerajaan. Ini bukan hanya tentang memperbaiki infrastruktur, tetapi juga tentang mengembalikan kepercayaan rakyat."
Asyraf mengangguk setuju. "Agar kita bisa melan
Di sudut kota Makassar, dalam sebuah rumah tua yang dikelilingi oleh pepohonan rimbun, hidup dua pemuda bersaudara, Aaron dan ILHAM. Rumah itu, terletak di kawasan Tamalate yang dikenal angker oleh penduduk sekitar, menjadi tempat mereka berteduh sejak kecil. Sejak orang tua mereka meninggal dalam kecelakaan misterius, Aaron dan ILHAM memutuskan untuk mempelajari ilmu supranatural guna melindungi diri dan membantu sesama.Malam itu, angin bertiup kencang, memecah keheningan malam di rumah tua itu. Aaron, yang berusia lebih tua, duduk bersila di ruang tengah yang diterangi oleh cahaya temaram dari lilin yang menyala di sudut ruangan. Di hadapannya, terbuka kitab kuno yang ditulis dalam aksara Jawa. ILHAM, adik bungsunya, duduk di sebelahnya, menatap kakaknya dengan penuh keseriusan."Kak, apa benar kita bisa menggunakan ilmu ini untuk menolong orang?" tanya ILHAM, suaranya sedikit bergetar. Aaron mengangguk, matanya masih terpaku pada kitab di depannya."Ilmu ini adalah warisan leluhur
Malam itu, Aaron dan ILHAM bertekad untuk menemui guru mereka, Ustadz Abdullah. Sejak kejadian malam sebelumnya, di mana mereka dihantui oleh bayangan hitam dan suara bisikan misterius, mereka merasa perlu mendapatkan petunjuk lebih lanjut tentang cara menghadapi kekuatan gelap yang semakin sering mengganggu mereka. Aaron, sebagai kakak, merasakan tanggung jawab besar untuk melindungi adiknya dan memastikan mereka tetap kuat dalam menghadapi segala ancaman.Setelah melafalkan doa perlindungan, mereka berdua keluar dari rumah. Malam itu terasa lebih mencekam dari biasanya. Angin malam yang dingin menyusup ke tulang, membawa serta aroma lembap dari dedaunan yang berjatuhan di sepanjang jalan. Jalanan menuju rumah Ustadz Abdullah cukup sepi, hanya diterangi oleh beberapa lampu jalan yang redup. Namun, kesunyian malam itu tiba-tiba dipecahkan oleh suara jeritan mengerikan yang berasal dari sebuah rumah di ujung jalan.Aaron dan ILHAM langsung berhenti. "Kak, kamu dengar itu?" bisik ILHAM
Malam semakin larut ketika Aaron dan ILHAM duduk di hadapan Ustadz Abdullah, hati mereka masih dipenuhi ketegangan dari peristiwa yang baru saja terjadi. Ruangan tempat mereka berada dipenuhi dengan suasana tenang, namun ada perasaan mendalam bahwa sesuatu yang lebih besar menanti di depan mereka.Ustadz Abdullah memandang keduanya dengan tatapan tajam namun penuh kebijaksanaan. "Kalian berdua telah menghadapi sesuatu yang tidak bisa dianggap remeh. Kekuatan yang kalian usir tadi bukan hanya sekadar entitas biasa. Pesugihan semacam itu memiliki akar yang kuat, dan biasanya mereka tidak akan menyerah begitu saja."Aaron mengangguk pelan, mencoba mencerna setiap kata gurunya. Namun, ILHAM yang duduk di sampingnya tampak gelisah. "Ustadz, bagaimana jika mereka kembali? Bagaimana jika kami tidak cukup kuat untuk menghadapi mereka lagi?" tanyanya dengan suara bergetar.Ustadz Abdullah tersenyum lembut, "Keberanian, ILHAM, bukan berarti tidak merasa takut. Keberanian adalah kemampuan untuk
Malam itu, setelah berminggu-minggu menjalani latihan dan mempelajari ilmu-ilmu baru dari Ustadz Abdullah, Aaron dan ILHAM merasakan bahwa insting mereka semakin tajam. Setiap latihan yang mereka lakukan membuat mereka lebih peka terhadap energi di sekitar mereka. Aaron mulai bisa merasakan keberadaan entitas jahat dari jarak jauh, sementara ILHAM, yang dulu sering ketakutan, kini mulai bisa mengendalikan rasa takutnya dan mengubahnya menjadi kekuatan.Namun, meskipun mereka terus berlatih dan memperkuat diri, ada perasaan yang mengganjal di hati Aaron. Perasaan bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi, dan itu berhubungan dengan gadis yang mereka tolong beberapa waktu lalu.Malam itu, setelah melaksanakan dzikir dan doa bersama ILHAM, Aaron merasa sangat lelah. Dia memutuskan untuk tidur lebih awal. Namun, dalam tidurnya, dia mulai bermimpi. Mimpi itu terasa sangat nyata, seolah-olah dia benar-benar mengalami setiap kejadian yang terlihat.Dalam mimpinya, Aaron melihat gadis yang mere
Aaron dan ILHAM berjalan menyusuri jalan setapak yang dikelilingi oleh pepohonan rindang. Udara pagi itu masih segar, dengan embun yang belum sepenuhnya menguap dari dedaunan. Keduanya tetap diam sejenak, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka setelah perpisahan yang hangat dengan keluarga Hendra Wijaya. Mereka tahu bahwa apa yang telah mereka alami adalah bagian dari perjalanan yang lebih besar, dan sekarang waktunya untuk melaporkan semua kejadian kepada guru mereka, Ustadz Abdullah.Sesampainya di rumah sederhana tempat Ustadz Abdullah tinggal, Aaron mengetuk pintu kayu yang telah lama usang. Tak lama kemudian, pintu itu dibuka, memperlihatkan sosok Ustadz Abdullah yang tersenyum lembut melihat murid-muridnya berdiri di depan pintu.“Assalamu’alaikum, Ustadz,” sapa Aaron dan ILHAM serempak.“Wa’alaikumsalam, anak-anak,” jawab Ustadz Abdullah sambil mengisyaratkan agar mereka masuk. “Bagaimana perjalanan kalian? Apa yang telah kalian temui di luar sana?”Setelah mereka duduk,
Malam itu, sebelum Aaron dan ILHAM berangkat menuju rumah gadis yang mereka tolong, Ustadz Abdullah memanggil mereka untuk menerima beberapa benda yang akan membantu dalam misi mereka. Ustadz Abdullah berdiri di depan mereka dengan tasbih di tangan, sebuah tasbih yang telah didoakan dengan doa-doa khusus."Ini bukan hanya sekadar tasbih biasa," ujar Ustadz Abdullah, suaranya lembut namun penuh kekuatan. "Setiap butiran tasbih ini telah didoakan dengan dzikir yang kuat, dan akan menjadi tameng kalian dari energi negatif yang kalian hadapi."Aaron dan ILHAM mengambil tasbih itu dengan penuh rasa syukur. Namun, Ustadz Abdullah belum selesai. Dia mengeluarkan beberapa benda lain dari kotak kayu tua yang tampak kuno."Kaling gigi naga," Ustadz Abdullah menyerahkan sebuah benda kecil berbentuk taring yang diikat dengan tali hitam. "Ini adalah peninggalan dari leluhur kita, dipercaya memiliki kekuatan untuk menundukkan energi jahat yang berusaha melukai kalian."Aaron memegang kaling gigi na
Malam semakin larut saat Aaron dan ILHAM menyelesaikan tugas mereka. Harjo, sang dukun yang telah lama bergelimang dalam dunia kegelapan, terbaring di depan mereka, lemah dan tak berdaya. Dengan napas terengah-engah, Harjo menatap mereka dengan mata penuh kebencian, tetapi juga kelelahan. Aaron dan ILHAM tahu bahwa di dalam diri Harjo masih ada sedikit kemanusiaan yang bisa diselamatkan.Aaron melangkah mendekat, berdiri di hadapan Harjo. "Harjo, kita sudah memutuskan ikatanmu dengan pesugihan ini. Kau tahu bahwa kekuatan ini bukanlah milikmu yang sejati. Kau telah membiarkan dirimu dikuasai oleh setan dan iblis. Tapi, masih ada kesempatan untukmu kembali ke jalan yang benar."ILHAM, yang biasanya lebih pendiam, juga berbicara dengan tegas. "Gunakan ilmu yang kau miliki untuk menolong sesama, bukan untuk menyakiti atau memperkaya diri sendiri dengan cara yang salah. Setiap manusia diberi pilihan dalam hidup ini. Kau masih punya kesempatan untuk memperbaiki semuanya."Harjo, yang semul
Pada suatu sore yang tenang, ketika gadis itu sudah menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang lebih baik, ayah gadis itu memutuskan untuk memperkenalkan dirinya dan putrinya secara resmi kepada Aaron dan ILHAM. Mereka berkumpul di ruang tamu, dengan secangkir teh hangat di atas meja."Aaron, ILHAM. Aku melupakan sesuatu, Namaku Hendra Wijaya dan anakku Bernama Widya Ningsih" kata pak wijaya dengan senyum tipisnya, Aaron dan ILHAM ikut senyum sambil mengangguk menunduk menandakan iya. Beberapa hari setelah kejadian mencekam yang menimpa keluarga Hendra Wijaya, suasana di rumah itu mulai kembali tenang. Aaron dan ILHAM, yang sejak awal terlibat dalam penyelamatan Widya Ningsih dari belenggu pesugihan, terus tinggal di rumah tersebut. Mereka memastikan bahwa Widya benar-benar pulih dari trauma fisik dan mental yang ia alami. Setiap hari, mereka membantu Hendra dalam merawat putrinya, dengan perasaan tanggung jawab yang besar.Hendra memulai percakapan dengan suara lembut namun penuh ketul