Home / Romansa / Di Antara Dua Pilihan / Part 137 Tentang Rasa 2

Share

Part 137 Tentang Rasa 2

last update Last Updated: 2023-06-03 16:04:27

Dua perempuan beda usia duduk menghadap taman depan TPQ yang sepi. Tempat itu biasanya ramai kalau anak-anak yang mondok sudah pulang sekolah atau sore hari waktunya mengaji.

Kalau pagi tidak ada kegiatan apa-apa karena pondok milik kakak Pak Kyai Abdul Qodir memang bukan pondok besar. Di sana hanya ada beberapa puluh santri beragam usia yang tinggal. Kebanyakan juga dari kalangan anak-anak kurang mampu yang biaya sekolahnya ditanggung pihak pondok. Namun setiap sore, banyak anak-anak dari warga yang mengaji di sana.

"Kamu jadi pulang dalam minggu ini?" tanya wanita yang usianya sepuluh tahun di atas Hafsah. Kholifah namanya. Mereka adalah saudara sepupu.

"Iya," jawab Hafsah singkat.

"Awal bulan depan ada karnival, kamu nggak pulang setelah lihat karnival saja?"

"Nanti aku bisa ke sini lagi, Mbak. Abah semalam juga nelepon tanya kapan mau balik Surabaya."

Pak Kyai dan Bu Haji memang sudah pulang ke Surabaya lebih dulu. Hafsah menolak diajak pulang bersama-sama. Tentu ada alasan ken
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (32)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
gregetan banget sama hafsah
goodnovel comment avatar
Mizla Wati
thorr ditunggu kok blm up SDH 2 hari
goodnovel comment avatar
Jamiah Kampil
update dong, makin seru
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 138 Cemburu, ya, Mas? 1

    Sesore itu Marisa masih terlihat sangat menarik. Meski make up-nya tak sesegar pagi tadi, tapi senyumnya bisa menutupi rona lelah setelah seharian mengikuti seminar di hari kedua. Pesonanya sanggup menandingi wanita-wanita karir yang sudah lama terjun ke dunia bisnis dan menjadi sosialita.Marisa asyik ngobrol dengan beberapa peserta seminar di halaman sebuah hotel tempat berlangsungnya kegiatan dalam tiga hari ini. Di meja bulat yang di atapi payung bulat. Ada dua laki-laki dan dua perempuan yang duduk di sana menikmati coffee break. Berada dalam dunia yang sama, membuat para peserta cepat sekali akrab dan beradaptasi satu sama lain. Ballroom di salah satu hotel mewah ternama di Singasari itu sudah menjadi langganan tempat berlangsungnya pertemuan-pertemuan bisnis, konferensi, meeting, atau perayaan bersama. Fasilitas sangat lengkap, screen projector, wireless mic, notepad dan ballpoint, serta flipchart. Akses internet lancar, sound system, dan hygiene set."Pak Daniel nggak salah

    Last Updated : 2023-06-05
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 139 Cemburu, ya, Mas? 2

    Sebentar saja Aksara sudah berhasil memblokir nomer itu. Meski tak kenal secara langsung, tapi Aksara tahu siapa Hugo. Eksekutif muda yang profilnya wira-wiri di majalah bisnis.Marisa melepaskan tangan suaminya. Dia tidak mempermasalahkan Aksara yang memblokir nomer lelaki itu. Toh bukan siapa-siapa juga baginya selain rekan di seminar. "Aku mandi dulu. Mas, juga belum mandi 'kan?""Belum. Kita mandi sama-sama." Aksara melepaskan kancing kemeja warna abu-abu yang ia pakai sambil melangkah ke kamar mandi.***LS***Aksara dan Marisa duduk di dekat jendela kaca sambil memerhatikan kabut yang turun menjelang senja. Menikmati dua cangkir teh aroma melati yang dibuat oleh Marisa baru saja. Di kamar memang tersedia perlengkapan untuk membuat kopi dan teh. Fasilitas dari kamar yang di booking oleh Aksara.Marisa merapatkan jaket yang dipakai sambil bersedekap karena hawa dingin mengigit kulit, menusuk hingga ke tulang. Aksara bergeser, lantas memeluk istrinya. Marisa menyandarkan kepala di

    Last Updated : 2023-06-05
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 140 Awal Agustus 1

    Aksara masih rebahan di atas tempat tidur. Seraya memerhatikan sang istri yang baru selesai mengeringkan rambut dan merapikan kemaja formal motif salur yang dipakainya."Mas, mau aku pesankan sarapan ke kamar atau makan di bawah?" tanya Marisa meraih jilbab dan memakainya di depan cermin."Kamu nggak mau sarapan bareng mas sebentar saja di kamar?"Marisa melihat jam tangannya. "Sudah mau jam delapan. Nanti aku telat datang ke ballroom. Nanti saja kita bisa makan siang bareng. Untuk sarapan mas mau makan apa? Aku pesankan, nanti biar di antar ke kamar.""Nggak usah, mas sudah cukup makan roti tadi."Pagi tadi mereka memang sudah makan roti dan minum teh sambil duduk di balik jendela kamar, menikmati pagi yang masih pekat."Ya udah. Aku turun dulu, ya!" Marisa menghampiri suaminya. Meraih tangan Aksara untuk di cium. Namun lelaki itu malah menarik hingga Marisa jatuh di atas tubuhnya. Mendekap dan mengecup wajah yang telah bermake-up. Marisa berdecak lirih. "Mas, nanti aku terlambat!"M

    Last Updated : 2023-06-06
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 141 Awal Agustus 2

    Kebetulan hari terakhir ini, Hugo sebagai pembicara di depan. Berbagi pengalaman dan motivasi kepada peserta seminar. Memberi semangat kepada mereka yang baru merintis bisnis. Hari terakhir lebih santai, banyak tanya jawab dan gurauan yang membuat suasana ballroom sangat riuh.Acara selesai dan langsung ditutup jam dua belas siang, dilanjutkan dengan lunch bersama. Namun Marisa hanya makan buah dan puding. Dia tidak menyentuh nasi sama sekali karena sudah berjanji akan menemani Aksara untuk makan siang.Sebisa mungkin Marisa menghindari berbincang dengan Hugo, meski laki-laki itu berusaha mencari celah untuk mendekatinya. Marisa tidak menggubris pandang kekaguman Hugo terhadapnya. Marisa sadar statusnya sebagai seorang istri. Satu per satu peserta seminar undur diri, begitu juga dengan Marisa. Dia pamitan pada Citra, Shinta, dan beberapa orang yang berada di dekatnya. Kemudian menghilang sebelum Hugo mengetahui kalau dia hendak pergi.Saat masuk kamar, sudah ada hidangan untuk makan

    Last Updated : 2023-06-06
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 142 Puncak Rasa 1

    "Ris, kita nggak usah ke sana saja. Nanti mas kirim pesan permintaan maaf pada Pak Kyai," ujar Aksara saat mereka rebahan setelah salat zhuhur.Kenzi sudah terlelap setelah digantikan bajunya dan selesai minum susu. Kamar kos Aksara kali ini lebih luas daripada sebelumnya. Aksara bayar sendiri untuk sewanya, sedangkan kosan yang lama adalah fasilitas dari perusahaan."Kita ke sana sebentar saja, Mas. Untuk menghargai niat baik Pak Kyai yang sudah mengundang kita. Aku ngerasa nggak enak karena beliau juga ngomong ke aku tadi."Aksara memiringkan tubuh menghadap ke istrinya. "Mas nggak ingin setelah dari sana kita berselisih paham lagi. Sudahlah, biar saja mereka beranggapan apapun pada kita.""Kadang aku juga bingung dengan situasi yang seperti ini. Mbak Hafsah juga masih ada di sini. Setelah pindah, apa Mas pernah bertemu dengannya?""Enggak, semenjak pindah kosan. Mas juga pindah laundry, nggak pernah keluar kecuali ke kantor dan beli makan."Hening. Keduanya menyusuri arus perasaan

    Last Updated : 2023-06-07
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 143 Puncak Rasa 2

    Hafsah memeluk Marisa, kemudian mencium pipi Kenzi. Gadis bergamis kembang-kembang itu tampak ceria. Tidak menunduk diam seperti saat bertemu di rumah makan tadi siang.Marisa tak mau kalah, dia menunjukkan wajah sumringah. Meski dadanya bergemuruh. Meski Aksara sudah meyakinkannya, bahwa dialah satu-satunya wanita yang memiliki puncak rasa itu."Mari masuk, sudah ditunggu Abah dan Pakdhe di dalam." Hafsah melangkah lebih dulu menuju pendopo, kemudian terus ke arah pintu utama rumah dengan eksterior yang masih mempertahankan khas adat Jawa Timur.Rumah klasik itu terlihat elegan dengan sentuhan perawatan modern. Pilar-pilar besar dari kayu jati tampak memberikan ciri khas tersendiri. Atap rumah berbentuk joglo dengan ukir-ukiran khas yang menciptakan budaya Jawa yang kental."Assalamu'alaikum," ucap Aksara ketika berada di depan pintu."Wa'alaikumsalam," jawab serempak Pak Kyai Abdul Qodir dan laki-laki yang memakai baju koko warna putih serta peci hitam. Wajah mereka sangat mirip. Mu

    Last Updated : 2023-06-07
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 144 Harga Diri 1

    "Kamu nggak usah takut, Mbak. Cerita saja. Oh, saya panggil Dek saja ya. Umurmu masih jauh dibawah saya pastinya." Kholifah ternyata sangat ramah. Cara bicaranya cukup tenang dan pandangannya sangat bersahabat."Saya sudah tahu semuanya. Sempat penasaran dengan sosok yang bernama Aksara dan malam ini saya bisa bertemu dengannya sekaligus bertemu istrinya."Marisa tersenyum samar. Tidak peduli Kholifah siapa, akhirnya Marisa membenarkan semuanya. "Saya mengalami pasang surut dengan perasaan sendiri karena hal ini, Mbak. Padahal suami saya sudah menolak. Saya nggak paham maunya Mbak Hafsah apa? Mungkin baginya ini hal biasa, tapi sangat meresahkan buat saya. Jika Mbak Hafsah siap menjadi istri kedua, belum tentu pria yang diinginkannya siap beristri dua. Saya pikir segalanya telah selesai saat itu juga, ketika terakhir Mas Aksa menolak berpoligami. Tapi kenyataannya tidak."Kholifah memerhatikan Marisa. Sebagai sesama wanita, ia paham apa yang dirasakan perempuan muda di sebelahnya. Apa

    Last Updated : 2023-06-08
  • Di Antara Dua Pilihan    Part 145 Harga Diri 2

    Marisa diam sejenak, menarik napas, dan kembali memandang pada Hafsah yang duduk dengan wajah pucat di hadapannya. Bibirnya bergetar dan tidak berani menatap Marisa. Dia tidak malu berulang kali mengucapkan permintaan maaf. Merendahkan diri dan mengakui kesalahan yang dilimpahkan padanya, sekaligus untuk menjatuhkan perempuan munafik dihadapannya."Saya yang terlalu berlebihan. Seharusnya sejak awal saya menyadari, jika ingin bersama Anda, tentu Mas Aksara nggak mungkin memilih saya. Sekali lagi saya minta maaf pada Pak Kyai, Bu Haji, dan Mbak Hafsah. Karena berprasangka buruk pada perempuan terhormat seperti Anda. Kesalahpahaman yang membuat saya stres berlebihan dan kehilangan calon bayi saya tiga minggu yang lalu." Meski dadanya nyaris meledak, tenggorokan rasanya tersekat, tapi Marisa bisa menuntaskan kata-katanya.Pak Kyai menatap Marisa yang tegar menghadapi keluarganya. Pria sepuh yang sesungguhnya tahu permasalahan setelah diberitahu oleh Kholifah, tapi tak sanggup berkata-kat

    Last Updated : 2023-06-08

Latest chapter

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 157 Anniversary 2

    Sebagian perempuan pasti suka barang kemas seperti itu. Disamping bisa mempercantik diri dan melengkapi penampilan, perhiasan juga bisa menjadi barang investasi."Tadi niatnya aku yang mau bikin kejutan. Tapi justru Mas yang bikin aku kaget. Malah aku nggak nyiapin kado. Mas, mau kado apa?" tanya Marisa. Kedua tangannya masih bergelayut manja di leher sang suami."Sayang, kamu serius ingin mas memilih sendiri kadonya?"Marisa mengangguk yakin. Apa yang ditakutkan? Toh biasanya mereka akan merayakan hari spesial dengan cara menghabiskan sepanjang malam dalam kemesraan."Pilih saja. Mas, mau kado apa?" Marisa menatap lekat wajah suaminya."Anak," jawab Aksara singkat tapi serius."Apa?""Anak ketiga. Katanya Mas harus milih sendiri. Makanya Mas pilih anak."Senyum Marisa masih bertahan, ia ingin merayu sang suami agar mengganti permintaan. "Coba minta yang lain?""Nggak bisa, Sayang. Mas disuruh milih kan tadi, ya udah mas pilih anak. Tapi kamu nggak boleh curang, nanti diam-diam pakai

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 156 Anniversary 1

    Marisa tersenyum ramah dan menyalami Mahika dan keluarganya yang menunggu di meja panjang. Tempat yang telah di booking tadi siang. Aksara juga melakukan hal yang sama. Membimbing kedua anaknya untuk salim pada mereka."Maaf, Mama nunggu lama, ya?" Marisa mencium kedua pipi mertuanya."Enggak. Kami juga baru saja sampai," jawab Bu Arum lirih.Beberapa pelayan restoran menyuguhkan minuman.Aksara dan Marisa duduk bersebelahan. Sedangkan anak-anak duduk bersama Ubed di sebelah Mahika. Si centil Keisya sangat dekat dengan budhenya.Mbak Siti, Mbak Dwi, dan pengasuh Ubed juga ikut duduk bergabung di sana. Bu Arum mengajarkan pada putra-putranya agar tidak membedakan mereka. Makanya mereka pada betah bekerja. Marisa heran karena Aksara diam, tidak juga bertanya sebenarnya mereka ada acara apa. Mungkin sang suami mikirnya hanya makan malam biasa. Tak apalah, bukankah sudah lumrah kalau suami jarang yang ingat dengan momen-momen tertentu dalam hidupnya. Bahkan tanggal lahirnya pun terkadan

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 155 Masa Depan 2

    "Mbak, aku mau ngajak Mbak Mahika dan Mas Johan bikin surprise untuk anniversary pernikahan kami yang ketujuh."Mahika menatap lekat Marisa. "Hari ini anniversary pernikahan kalian?"Marisa mengangguk. "Sepertinya Mas Aksa lupa sama hari ini. Makanya aku ingin mengajak kalian bikin surprise. Tadi aku sudah telepon Kafe Harmoni untuk booking tempat. Kita dinner malam ini. Aku sudah telepon Mama sehabis makan siang tadi.""Oke, jam berapa nanti?" tanya Mahika."Jam tujuh sampai kafe. Nanti Mbak sama Mas Johan yang jemput mama, ya. Aku langsung ngajak Mas Aksa dan anak-anak ke kafe. Ajak sekalian papa dan mamanya Mbak Mahika."Kebetulan Pak Raul dan Bu Raul memang berada di rumah Mahika sudah dua hari ini. Setelah pensiun, Pak Raul memang lebih sering datang ke Surabaya. Sebab cucu-cucunya di Jombang sudah pada besar-besar semua. Sibuk sendiri dengan kuliahnya. Jadi hanya Ubed yang menjadi hiburan tersendiri bagi mereka. Terlebih jika anak-anak Aksara ada di sana juga.Mahika mengangguk.

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 154 Masa Depan 1

    Hafsah tersenyum dengan gaunnya yang menerawang. Hadiah dari Kholifah. Beberapa saat dia mematung di kamar mandi. Memperhatikan penampilan barunya. Cantik juga dia memakai gaun kurang bahan itu."Pakailah nanti di malam pengantinmu. Membahagiakan suami pahalanya besar. Kamu pun tahu hal itu. Jadi nggak perlu Mbak perjelas," pesan Kholifah kemarin sore. Ketika baru tiba dari Jember dan menemuinya di kamar.Kholifah lah yang berhasil membuka minda Hafsah. Memarahi juga menasehati. Kholifah berceramah panjang lebar, banyak pandangan, hadist nabi yang di sampaikan dengan segala pemahaman. Baru dengan sepupunya itu hati Hafsah terbuka.Sedangkan dengan Latifa, sepupunya yang paling dekat di Surabaya, juga teman-temannya, justru malah sering mengompori untuk membenci Marisa. Mendukungnya merebut Aksara dari istrinya. Namun tidak dengan Kholifah yang sangat menentang keras dan menyebutnya perempuan tidak punya harga diri. Terkadang di tampar berkali-kali baru membuat seseorang sadar dengan

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 153 Merajut Asa 2

    Sarah beserta suami dan bapaknya juga bergabung dan bersalaman dengan keluarga Bu Arum.Wanita itu menggendong bayi lelaki yang tertidur pulas. Sedangkan ketiga anak yang lain tidak ikut. Sambil melangkah, Daniel mengajak ngobrol Johan dan Aksara. Apalagi kalau bukan bicara mengenai dunia bisnis. Daniel berencana hendak mengajak mereka bekerjasama. Marisa sendiri sudah resign satu bulan yang lalu. Disamping usaha suami dan iparnya mulai butuh tenaga ekstra, kehamilannya juga agak rewel. Namun masih sering bertemu, kalau Daniel datang ke kantor mereka.Mahika juga resign dari perusahaan Omnya. Sekarang fokus di kantor mereka sendiri. Alhamdulillah, perkembangan usaha mereka sangat bagus. Johan dan Aksara memang jenius membawa perusahaan ke arah yang lebih cemerlang. Mereka kompak dan saling melengkapi."Jangan lupa kabarin kalau kamu lahiran," ucap Sarah yang melangkah di sebelah Marisa."Pasti dong, Mbak," jawab Marisa sambil tersenyum.Pak Kyai, Bu Haji, Alim, dan Mifta yang menyam

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 152 Merajut Asa 1

    Marisa terkejut. Begitu pun dengan Mahika. Johan membaca undangan warna abu-abu itu, sedangkan Aksara meladeni Kenzi dan Ubed bermain. Sebenarnya dia mendengar, hanya saja memilih tidak menanggapi."Syukurlah, akhirnya memutuskan nikah juga ustadzah Hafsah, Ma," ujar Mahika seraya memperhatikan undangan yang tengah dibaca sang suami."Haikal Ahmad. Apa dia ustadz juga, Ma?" "Mama kurang paham, Ka. Katanya duda anak satu. Kakaknya yang jodohin sama laki-laki itu. Yang mama dengar, Haikal itu teman kuliahnya Mas Alim."Teman Alim? Pasti usia mereka terpaut lumayan jauh, karena Alim kakak sulungnya Hafsah. Mungkin Hafsah punya pertimbangan tersendiri kenapa menyetujui perjodohan dengan temannya Alim. Bisa jadi, dialah yang sanggup merobohkan keteguhan hati gadis itu."Hari Minggu depan ini, 'kan, Ma?" tanya Marisa."Iya, Ris. Habis akad nikah langsung resepsi. Seperti kamu dan Aksa dulu. Undangannya juga terbatas. Hanya kerabat dekat dan tetangga saja yang di undang."Meski mama, istri,

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 151 Undangan 2

    Johan tertawa lepas berderai sambil memperhatikan lalu lintas di hadapan. "Kamu ada-ada saja, sih, Yang.""Mas, malah ngakak. Sudah kubilang aku hanya penasaran.""Setelah banyak hal terjadi dan aku mendapatkan pasangan sepertimu, apa yang ingin kucari lagi. Di usia kita yang sekarang ini, apa yang ingin kita ambisikan lagi? Aku sangat bersyukur memilikimu dan Ubed. Kamu yang mau menerimaku apa adanya, membuatku bangkit dan sanggup menatap dunia. Memberikan support baik moril maupun materiil. Yang, mikir aneh-aneh itu hanya bikin timbulnya penyakit hati dan masalah."Yang. Ini panggilan spesial dari Johan untuk Mahika. "Iya, aku tahu. Kadang hal-hal begini bisa jadi itermezo percakapan kita. Tapi jujur saja, nggak ada maksud apapun selain sekedar ingin tahu." Mahika tersenyum seraya merangkul lengan suaminya."Aku paham. Kita sudah terlalu tua untuk menciptakan drama.""Tapi Sarah baik, Mas. Nggak seperti Hafsah yang cinta mati ke Aksara.""Memang sejak dulu dia suka Aksa. Hanya saja

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 150 Undangan 1

    "Kenzi masih tidur. Nggak usah khawatir. Mas sudah lihat tadi." Aksara menahan tubuh istrinya.Marisa urung bangkit dari atas pembaringan. Dia menatap sang suami yang mendadak sakau. Pagi ini Aksara berada pada titik kulminasi kesabarannya. Marisa kasihan dan merasa berdosa jika menghindari, karena dokter pun sebenarnya tidak melarang.Kamar kembali hening. Bisik lirih dan deru nafas yang terdengar di telinga masing-masing. Pengalaman beberapa bulan yang lalu membuat Aksara sangat berhati-hati. Meski dikuasai 'keinginan tingkat tinggi', tapi ia tidak ingin mengulang kesalahan yang pernah dilakukannya. Sebab dia pun sangat menginginkan anak itu. Semoga saja Marisa akan memberinya bayi perempuan yang cantik dan lucu. Pagi yang berakhir manis. Terbayar tunai hutang Marisa pada sang suami. Aksara tersenyum bahagia, secerah mentari pagi."I love you," bisiknya.Marisa mengeratkan pelukan. Perutnya yang sudah mulai membuncit di usia kehamilan sepuluh minggu, bersinggungan dengan tubuh Aks

  • Di Antara Dua Pilihan    Part 149 Kabar Gembira 2

    Diam. Aksara memerhatikan jalanan yang ramai kendaraan dihadapan. Tak menyangka saja, keharmonisan yang tercipta tiga bulan ini ada sisi lain yang disembunyikan istrinya. Bahkan sangat rapi hingga dirinya tidak menyadari. Marisa memang pandai bermain rasa. Senyumnya merekah sepanjang hari. Melayani dirinya dan Kenzi dengan baik. Urusan ranjang yang tidak pernah diabaikan. Bahkan lebih membara dari sebelumnya. Marisa sangat pintar memang. Bagaimana sang istri meyakinkannya saat ia cemburu karena Marisa sering bertemu Hugo untuk urusan pekerjaan. Padahal batin Marisa sendiri masih perlu diyakinkan oleh urusan tentang Hafsah. "Tapi itu kisah selama tiga bulan kemarin, Mas. Kalau sekarang aku memutuskan untuk hamil, berarti semua keraguan itu bisa kuatasi sendiri." Marisa bicara sambil tersenyum. Aksara menarik lengannya pelan hingga Marisa bersandar di bahunya, sedangkan tangan kanannya fokus pegang kemudi. "Makasih, Sayang. Semoga sampai kapan pun kita bisa mengatasi ujian rumah tan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status