Alena melepaskan rangkulannya di leher Pram. Otaknya mulai bekerja ekstra. Dadanya bergemuruh. Ia benci harus berbohong. Ia benci merasakan perasaan kikuk, bingung dan merasa bersalah takkala sebuah kebohongan terungkap. Alena menelan ludah kering.
"Pram, sebenarnya masih ada yang aku sembunyikan darimu," lirih suara Alena.
Pram diam, menunggu kelanjutan ucapan Alena.
"Aku minta maaf, aku bingung. Pram!"
"Katakanlah, apa yang selama ini masih kau sembunyikan dariku hingga kau berani membohongiku," sahut Pram pelan.
"Tapi, aku pernah bilang padamu, kita saling menghargai privacy kita, bukan?" tanya Alena hati-hati.
"Kita adalah suami isteri. Pernikahan kita bukan sandiwara ataupun hubungan bisnis. Kau dan aku saling menyukai. Aku berhak tahu kenapa kau berbohong!"
"Biarkan aku menemui mamamu, setelah itu kita bicara di kamar," mohon Alena.
Pram mengasihi Alena tanpa syarat. Ia memahami betapa hancur dan sakitnya Alena saat diruda paksa ayah kandungnya sendiri. Rasa iba dan juga cinta menjadi satu. Namun jika Alena sampai bermain api di belakangnya setelah menjadi istrinya, Pram masih harus berpikir berulangkali untuk bisa menerima Alena apa adanya.Tapi benarkah Alena telah bermain api di belakangnya? Foto. Ya, foto yang ia terima tadi siang bisa saja hanya rekayasa. Hati kecilnya masih mempercayai kesetiaan Alena untuknya. Pram meyakinkan dalam hati jika Alena adalah istrinya yang cantik dan setia.Foto-foto mesra Alena dengan Arya sudah Pram bakar tak bersisa. Ia memutuskan untuk mempercayai Alena. Tak perlu bertanya, tak perlu mencari tahu. Namun, pesan singkat dari nomor yang tak dikenalnya membuatnya kembali meragukan keyakinannya. Kenali Istrimu lebih dalam!Pram menyugar rambutnya gundah. Setelah menerima paket foto tadi siang ia membatalkan
"Kapan kalian bulan madu?" tanya Nyonya Sekar pada Pram dan Alena.Alena bertanya pada Pram dengan tatapannya."Aku masih belum bisa meninggalkan perusahaan untuk waktu yang lama, Ma," sahut Pram hati-hati.Nyonya Sekar menghela napas. "Bisa, Pram. Kau hanya terlalu khawatir. Ayahmu dulu sering mengajak Mama bepergian."Alena tersenyum. "Aku tak apa-apa, Ma. Bulan madu di rumah pun sudah sangat nyaman," timpal Alena."Kau biarkan Alena bulan madu ke Perth dengan pekerjaannya sendirian. Kenapa saat itu tidak kau temani?" protes Nyonya Sekar."Mana bisa pergi bekerja disambi bulan madu, Ma?" kelit Pram."Mama ingin segera menimang cucu," ucap Nyonya Sekar.Pram dan Alena saling berpandangan."Memberi cucu tidak harus bulan madu, bukan?" ucap Pram pelan."Bagaimana, Alena? Sudah ada tanda-tanda perutmu diisi calon Pram j
Pram menelungkupkan kepala di atas meja kerjanya. Membayangkan betapa pernikahannya yang manis dan indah harus ternoda oleh kebohongan Alena. Ingin sekali ia bertanya pada Arya, ada hubungan apa antara dia dengan Alena. Namun ia belum mampu menghadapi kenyataan jika memang di antara mereka benar terjalin sebuah hubungan terlarang.Dering ponsel mengagetkan Pram."Halo, Ma!""Alena di kantormu?" tanya Nyonya Sekar di seberang telepon, suaranya terdengar sedikit panik.Kemana Alena? Bukankah kepergian mereka ke panti asuhan dibatalkan?"Alena sedang menemui seorang klien, Ma," sahut Pram berbohong, ia tak ingin mamanya panik memikirkan Alena."Ia izin padamu?" tanya Nyonya Sekar."Tentu saja," sahut Pram. Mungkin sebentar lagi ia pulang, Mama tak usah panik, ya!" imbuh Pram menenangkan."Baiklah. Ya, sudah." Nyonya Sekar mengakhiri panggilan
Alex masuk ke kamar Nyonya Sekar dengan langkah riang dan wajah ceria."Halo, tanteku cantik, tanteku sayang!" Alex memeluk Nyonya Sekar lalu duduk bersisian di tepi tempat tidur."Kenapa lagi?" tanya Alex sembari memijat lengan Nyonya Sekar."Kau tidak kuliah?" Nyonya Sekar bertanya balik."Aku yang punya kampus jadi bebas mau kuliah atau tidak," sahut Alex."Anak nakal!" ujar Nyonya Sekar tersenyum."Tante sakit apa? Memikirkan aku?"Nyonya Sekar mesem."Masih memikirkan anak emasmu?"Nyonya Sekar kembali mesem."Bagaimana kalau kita shopping?" tanya Alex lagi."Kemarin Tante sudah shopping dengan Alena.""Sering sekali kalian shopping. Tante, apa Alena memenuhi semua kriteria sebagai menantu idaman?"Nyonya Sekar mengangguk mantap."Kam
Pagi hari, Pram sudah siap duduk di meja makan. Sikapnya biasa saja. "Kau tidak membangunkan istrimu?" tanya Nyonya Sekar sembari tersenyum senang. "Alena tidak pulang semalam. Dia...." "Dia tidur di kamar Mama," tukas Nyonya Sekar cepat. Terlihat rona bahagia di wajahnya. Pram terbelalak. "Bagaimana bisa dia tidur di kamar Mama?" "Jam sebelas malam ia pulang, langsung menemui Mama. Ia minta maaf karena selalu pergi tanpa pamit dan malam itu ia memohon menemani Mama." Pram menelan ludah kering. Bisa-bisanya Alena berani datang lagi ke rumah ini dan tidur di kamar Mama? "Biar aku bangunkan dia," ucap Pram hendak berdiri. "Tidak usah, biar dia bangun dengan sendirinya. Semalam Mama lihat wajahnya teramat lelah. Biarkan ia bangun sendiri," sergah Nyonya Sekar cepat. Pram menahan gemelutuk giginya. Ia tak hab
"Tuan...." Murni berdiri dengan wajah cemas di depan pintu kamar Nyonya Sekar.Pram menghela napas dalam. "Biar aku yang jelaskan!" Pram masuk ke kamar Nyonya Sekar.""Alena pergi, kemana ia?" tanya Nyonya Sekar dengan wajah agak pucat, napasnya sedikit tersengal.Pram merengkuh kedua bahu mamanya dengan lembut. "Ma, sebelum menikah denganku, Alena adalah wanita yang mandiri dan bebas. Sering bepergian dan ia juga salah satu penyokong finansial terbesar panti asuhan Ibu Rengganis. Ia terbiasa mencari uang sendiri dengan caranya."Tak bisakah uangmu dan uang Mama menggantikan semua kebutuhan Alena selama ini?"Pram menarik napas berat. "Bisa, Ma. Tapi Alena tipikal wanita bebas. Aku dan dia sudah berkomitmen, tak akan menganggu kesenangannya beraktivitas di luar sana, menjemput rezeki dengan keahliannya.""Tapi dia isterimu. Sudah selayaknya dia patuh padamu.""Aku yang tak ingin mengekangnya," sahut Pram pelan namun
Malam yang dingin, rintik hujan sejak siang tadi membasahi semesta tanpa henti. Membuat jiwa-jiwa yang sepi semakin tenggelam dalam sunyi tanpa kehangatan. Pram memandangi rintik hujan dari balik jendela kafe dengan tatapan kosong. Perasaan sedih, kecewa dan sakit hati sekaligus cinta masih bergumul di hatinya. Pram merindukan Alena namun di saat yang sama ia membencinya. Selain ruang kerjanya di perusahaan, saat ini Pram juga membenci kamarnya. Ia tak ingin pulang ke rumah. Ada banyak foto dan kenangan manis bersama Alena di sana. Entah kekuatan dari mana, saat itu Pram menekan nomor ponsel Alena. Tak lama, Alena menjawab panggilan telepon Pram. "Ada satu yang ingin aku tanyakan," ucap Pram tanpa basi-basi. "Bersama siapa saat kau berada di Perth? Arya?" Alena tak langsung menjawab. Namun hela napasnya terdengar jelas di telinga Pram. "Aku bersama Devian, kekasihku
"Alena sedang berada di Bali," jawab Pram sekenanya."Berapa lama dia di sana?" tanya Diwali."Satu Minggu."Diwali tersenyum lembut pada Nyonya Sekar. "Ma, Alena sedang bekerja. Tak bisa Mama menjadikan Alena seperti Puri. Puri hanya ibu rumah tangga. Jauh sebelum mengenal Pram, Alena adalah wanita bebas, mandiri dan punya banyak jadwal bepergian. Pram sebagai suaminya tidak keberatan dengan aktivitas Alena. Bukankah begitu, Pram?"Pram mengangguk mendengar ucapan Diwali. Pram tak tahu jika kalimat terakhir Diwali mengandung makna yang lain.Nyonya Sekar terdiam. Ia masih tetap bersikukuh menginginkan Alena tak usah bepergian."Sekarang Mama minum obat dulu sebelum makan, ya," ujar Puri.Nyonya Sekar menggeleng lalu memejamkan mata. Bulir bening nampak menetes di sudut matanya.Pram merasa sangat prihatin dan merasa bersalah pada mamanya. Ia tak mungkin menceritakan siapa Alena sesungguhnya. Hati Nyonya Sekar pasti
Liana cemberut di dalam mobil yang dikemudikan Alex. "Sudah, mau bagaimana lagi? Suamimu orang sibuk!" ucap Alex seraya melirik Liana."Untuk apa dia membawaku ke kantor jika di sana aku hanya menghabiskan waktu dengan percuma. Dia berjanji mengantarku pulang tadi sore," gerutu Liana.Alex berkali-kali melirik Liana. Lipstick merah muda nan cerah yang dipakai Liana membuat bentuk bibir Liana semakin indah dipandang. Alex juga mengagumi penampilan Liana yang kini terlihat berkelas. Sungguh, Pram berhasil menyulap Liana yang lugu menjadi sosok Alena yang glamour. Liana bingung saat Alex tiba-tiba menghentikan mobil di depan sebuah taman kota. "Kenapa berhenti di sini?""Mau jalan-jalan sebentar di taman? Menenangkan hatimu yang kesal?" tawar Alex."Aku mau pulang, bukan mau ke taman!" sungut Liana. "Pram tak mengizinkanku mengantarmu ke rumah Mami Inggrid, Li," sahut Alex pelan.Liana mengembuskan napas kesal. Kedua bola matanya mem
Pram menoleh pada Liana."Ayo, Sayang!"Liana mendongak."Kemana?""Makan siang!" sahut Pram.Liana gegas meraih hand bag-nya lalu menggandeng Pram keluar dari ruangan. Liana sama sekali tidak melirik ke arah Indriani, ia merasa kesal karena Pram membelanya di depan Kamila."Kenapa wajahmu muram?" tanya Pram di dalam lift."Ti-tidak, kenapa? Aku biasa saja!" sahut Liana sedikit gugup."Mau makan di mana?" tanya Pram."Kafe Ririn!" jawab Liana pelan."Tidak ingin makan di restoran lain?" tanya Pram lagi.Liana menggeleng.Pram menuruti keinginan Liana.Setibanya di kafe, Pram memilih ruangan vip. Ia ingin makan dengan tenang tanpa keramaian. Kafe Ririn selalu ramai jika jam makan siang tiba."Setelah makan aku ingin tetap di sini. Kau bisa jemput aku saat pulang," pinta Liana."Baiklah!" jawab Pram.Keduanya makan tanpa banyak kata. Liana dan Pram sibuk dengan pikirannya masing-masing.Pram sed
Di ruangan Pram, Liana duduk dengan wajah tegang. Ia masih memikirkan ucapan Pram. Tapi suami pura-puranya itu malah terlihat santai dan nyaris tanpa ekspresi. Liana mengembuskan napas keras."Kemarilah, sebentar lagi Indriani akan masuk. Untuk apa kau duduk terus di situ? Dulu, saat kau minta ganti rugi ponselmu, wajahmu sungguh ketus dan tidak bersahabat. Kenapa sekarang kau tegang sekali?" tanya Pram.Liana memejamkan mata sesaat, ia merapal doa agar hatinya berhenti berdebar tak menentu."Cepat kemari!" perintah Pram.Liana menghampiri Pram, berdiri kaku di sebelahnya."Peluk aku dari belakang. Lingkarkan kedua tanganmu di leherku. Sesekali kau harus mencium pipiku!Liana terpaku. Masih betah mematung.Lalu tak lama terdengar ketukan di pintu.Pram menatap tajam ke arah Liana.Liana gegas memeluk Pram dari belakang."Kau jangan gugup dan tak usah pedulikan Indriani!" perintah Pram.Liana tak menjawab.Kembal
Liana melambai kecil pada Alex lalu duduk di sebelah Pram."Kapan kalian bulan madu?" tanya Nyonya Sekar tiba-tiba.Liana dan Pram berpandangan."Oh, ayo kita sarapan dulu. Nanti kita bahas tentang bulan madu kalian!" ucap Nyonya Sekar lagi.Bulan madu? Kemana? Bagaimana ini? Kenapa aku tidak tanya sampai kapan aku harus berpura-pura jadi istri orang angkuh ini? Liana membatin."Lena? Kenapa diam? Tak suka dengan menu pagi ini?" tanya Nyonya Sekar lembut "Ti-tidak, Ma. Hanya saja aku pikir, kalau kami berbulan madu bagaimana dengan pekerjaan Pram di perusahaan," jawab Liana sedikit gugup."Oh, itu bisa diatur. Kau tenang saja. Kalian harus berbulan madu, Biar segera punya anak," goda Nyonya Sekar.Liana menelan ludah kering. Pram terbatuk. Sementara Alex semakin gelisah mendengar ucapan Nyonya Sekar.Setelah sarapan selesai, Alex mencoba berbicara dengan Liana."Kau yakin mau pergi bulan madu dengan Pram?"
Malam hari saat semua sudah berada di kamar masing-masing, Alex gelisah di kamarnya. Ia resah karena Liana harus berada satu kamar dengan Pram. Entah sampai kapan Liana akan berpura-pura menjadi istri sepupunya itu.Alex akhirnya memutuskan untuk mengirim pesan pada Liana. Gayung bersambut, Liana membalas dengan cepat pesan-pesan Alex.Setengah jam Alex dan Liana menghabiskan waktu berkirim pesan. Alex senang karena Liana dan Pram ternyata tidak menjalin komunikasi apa-apa di kamar. Ia tahu Pram tidur di sofa sementara Liana di atas tempat tidur.Setelah jeda beberapa saat. Alex merenung. Ia khawatir bagaimana jika Pram terus-menerus berada di dekat Liana, bukan tidak mungkin Liana bisa membuatnya jatuh hati. Wajah Liana dan Alena begitu mirip bahkan suaranya sekalipun. Entah mereka saudara kembar yang terpisah atau bagaimana.Ponsel Alex berdering. Tertera nomor Liana di layar ponsel.[ Halo! ] seru Alex senang.[ Kenapa kau belum tid
"Kamila?" tegur Pram yang sudah berada di belakang Kamila.Kamila seketika berbalik lalu mengecup kedua pipi Pram. Pram lekas menepis."Tolong hargai aku dan Alena!" Pram menunjuk Liana yang masih bingung dengan kedatangan Kamila."Oh, aku lupa kalau dia itu istrimu!" sahut Kamila melenggang masuk lalu duduk santai di sofa ruang tamu."Aku akan panggilkan Mama. Aku harus ganti baju!" sahut Pram pada Kamila. Lalu ia memberi kode pada Liana untuk menggandeng lengannya.Liana segera menghampiri Pram dan menggandengnya mesra. Ia hanya tersenyum ramah pada Kamila.Pram dan Liana berlalu dari ruang tamu.Kamila sedikit mengerutkan kening melihat penampilan Liana yang memakai baju tak seperti biasanya. Tapi dia lalu tak terlalu peduli dengan apa yang Liana kenakan.Pram bertemu dengan Tuti di koridor menuju kamar."Tuti, tolong panggilkan Mama. Ada Kamila di ruang tamu!" perintah Pram.Tuti mengangguk d
Di kamar, Liana mengeluarkan semua yang dibelikan oleh Pram. Lalu setelahnya hanya berdiri memandangi semua barang itu. Kemudian ia memasukkan semuanya di sebelah gantungan baju-baju Alena. Ia tak berniat menyingkirkan baju mantan istri Pram. Siapa tahu suatu saat wanita itu akan mengambilnya.Perlahan ia mengeluarkan semua alat rias wajah. Menelisiknya satu-satu. Ia bingung bagaimana memakainya. Teringat pesan Ririn untuk membuka youtube. Di sana banyak tutorial lengkap mengaplikasikan skincare dan make up pada wajah.Nyaris setengah hari Alena menelusuri berbagai video di youtube. Lalu coba-coba ia belajar sendiri. Hasilnya? Tetap tidak setebal riasan wajah Alena. Namun Liana sudah menyulap wajahnya menjadi lebih bersinar.***"Ani, Alena kemana?" tanya Nyonya Sekar di ruang tengah rumah."Ada di kamarnya, Nyonya. Sepertinya sedang melihat-lihat acara di youtube," sahut Ani.Nyonya Alena tersenyum senang. Ia menyukai keberadaan Alena
Liana duduk menopang dagu di salah satu meja kafe Ririn. Sementara Ririn memperhatikan apa yang dikenakan Liana."Baru sehari kau jadi artis, penammpilanmu langsung berubah. Tas branded, baju kualitas premium, sepatu keren. Sayang, riasan wajahmu masih terlalu natural!"Liana masih diam mendengarkan ocehan Ririn."Apa kubilang, kau dan pemilik PT. Adiwiguna Plast sebetulnya ada sesuatu, kalian terhubung satu sama lain. See?""Antar aku beli make up, yuk!" ajak Liana tak mempedulikan ocehan Ririn. "Ajari aku memakai riasan wajah. Oh, aku disuruh sering-sering ke salon, dia bilang rambutku kurang berkilau!"Ririn bertepuk tangan senang. "Sungguh hebat artis kita satu ini, fasilitas serba kelas satu. Ah, aku iri!""Kau mau membantuku tidak? Aku harus cepat-cepat karena sore sudah harus ada di rumah besar itu lagi!" gerutu Liana."Ap
Liana memejamkan mata dan menahan napas."Kau itu bisa akting tidak, sih?" tegur Pram memicingkan mata.Liana makin ciut."Bisa berpura-pura menjadi seorang istri yang manja pada suaminya?"Liana mengangguk pelan. Ia merapatkan lengan Pram ke tubuhnya."Bibirmu pucat, pakai lipstick yang sedikit cerah!""Warna lipstick-ku pink muda semua," keluh Liana.Pram menghela napas. "Hari ini aku temani kau berbelanja. Biar aku pilihkan apapun untukmu sesuai selera Alena. Jangan mendebatku!" Pram melangkah, memaksa Liana tetap menggandengnya.Liana terpaksa berjalan dengan menggandeng Pram erat. Jantungnya berdegup kencang.Setelah Liana mengambil tas di kamar. Keduanya siap berangkat."Memangnya istrimu selalu menggandengmu seperti ini di dalam rumah?" tanya Liana penasaran."Iya," jawab Pram pende