Beranda / Historical / Dewi Ambigu / PART_6 KYAI LANDEP

Share

PART_6 KYAI LANDEP

Penulis: ANATA MEGA
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-29 09:37:22

PART_6 KYAI LANDEP

"Nenek aku pulang! Nenek aku pulang," teriak Ambigu begitu riang. Sudah pasti dia bangga dengan pencapain hari ini. Ambigu menyusul nenek yang tengah berkutat di depan tungku kayu.

"UHUK ... UHUK ... " asap di dapur menguar di udara begitu menciptakan kabut kabut kecil di tungku itu. Rupanya kayu bakar Lestari basah jadi sejak tadi dirinya tidak berhasil menciptakan api.

"Astaga, Nek! Asapa apa ini? Apa Nenek membakar gubug kita?" Ambigu menutup mulut dan hidungnya dengan tangan.

"UHUK ... UHUK ... Kayu bakarnya basah semua Mbi, semalam nenek lupa tidak menyimpannya di dalam. Astaga!! Kamu sudah pulang tapi nenek belum punya nasi? Bagaimana ini apa kau lapar?" Lestari menatap cucunya begitu kawatir.

"Sudahlah nek lupakan saja, nanti kita bisa beli makanan banyak!! Lihatlah koin emas yang aku bawa!!" ucap Ambigu riang.

Lestari mengeluarkan kayu itu dari tungkunya dan membawanya keluar. Dirinya membatalkan memasak. Asap sudah mulai berkurang. kemudian tubuh renta itu menghampiri cucunya. 

"Sini, nenek mau bicara," ujarnya membimbing Lestari duduk di balai-balai itu. Lestari sangat cemas dengan sikap cucunya sore ini. Tadi pagi lestari sengaja menyembunyikan semua senjata tajam baik, golok, kapak, dan lainnya. Berharap Ambigu mengurungkan niatnya untuk pergi ke hutan tapi apa yang terjadi dengan Ambigu? Bahkan dari pagi bocah itu sudah pergi dan pulang-pulang bawa koin emas. "Dari mana kamu dapat koin itu, Mbi? Apa kamu mencuri? Astaga Mbi, nenek tidak pernah mengajarimu mencuri! Kita memang miskin dan hanya perlu sabar!"

"Nenek itu bicara apa?" jawab Ambigu tidak terima. "Mbigu tadi ke hutan ikut rombongan Kyai Nur Bei, dan lihatlah nek 100 koin emas ini berhasil Mbigu dapatkan, bukan itu saja! Besok punggawa istana akan mengirimkan seratus domba untuk kita! Kita harus siapkan kandang kalau begitu Nek!"

"Jangan ngelantur kamu! Hidup itu tidak seindah mimpimu, cepat mandi sana! Badanmu asem banget!"

Kemudian Ambigu menceritakan peristiwa di hutan tadi, tentang perlakuan Wagu dan tentang keajaiban keris yang ia temukan, meskipun sampai sekarang keris itu lenyap. Tapi setidaknya Ambigu terselamatkan berkat keris itu. Suatu hari Mbigu akan mencari kakek itu dan meminta maaf karena kerisnya hilang.

Lestari terhenyak, kaget bukan kepalang demi mendengar penuturan Ambigu. Bocah keras kepala itu memberinya kejutan luar biasa.

"Astaga Mbigu!! Kalau seratus kambing mau di taruh dimana!! Besok pagi-pagi antar Nenek ke istana, kita minta 5 kambing saja. Kamu tahu nenek sudah tidak kuat mencari rumput banyak-banyak."

"Terserah nenek saja deh! Ini koinnya nenek simpan. Mbigu Ambil satu buat beli makan malam kita nek, Mbigu mau mandi dulu," ucap Mbigu berlalu.

Nasi opor bebek ini masakan paling istimewa yang ambigu makan selama sepuluh tahun hidup. Biasanya hanya rebusan daun singgkong dan ikan asin bakar. Bocah itu begitu lahap. 

"Nenek jangan kawatir, setelah ini kita akan. Makan enak terus." 

"Iya kamu istirahat setelah ini, jangan lupa cuci tangan." 

Lestari menggeleng melihat tinggah cucunya. Benar sekali dirinya tidak pernah memberi kehidupan yang layak buat Ambigu. Selama ini hanya mengandalkan menjual sayur dari kebunnya di belakang rumah untuk di tukar dengan beras dan ikan asin. Kasihan di masa pertumbuhannya justru Ambigu hidup dalam kekurangan.

Sementara Ambigu segera merebahkan tubuhnya, sangat letih yang dirasaknya. Tubuh kecil itu meringkuk.

Tiba-tiba saja Ambigu melihat asap tebal yang masuk dari sela-sela celah rumahnya. Rumah ambigu berdinding anyaman bambu, sehingga asap itu begitu banyak menyerbu rumahnya masuk.

Kemudian asap itu berkumpul menjadi satu dan menampakkan wujud kakek tua bersurban putih.

"Ambigu ..., Kenapa kau menyuruh kakek bekerja seberat itu? Lihatlah sekarang tubuh kakek pegal semua!" ucapnya. 

"Maksud kakek apa? Dan siapa nama kakek?"

"Aku kyai Landep. Kamu memanggilku untuk menebang seluruh pohon itu. Astaga Ambigu kenapa kau tega sekali, lihat lah aku sekarang badanku terasa sakit semua! Tulang ini terasa remuk!" Keluh kakek itu.

"Maafkan Mbigu, kek. Mbigu tidak tahu! Lalu kakek mau Mbigu pijitin?" tanya Mbigu.

"Tanganmu tidak cukup kuat untuk memijitku, aku ingin mandi biar badanku sehari, mandiin aku pake kembang tujuh rupa!" 

"Astaga!! Jadi kakek ini hantu? Dari mana Mbigu dapat kembang tujuh rupa kek? Bukannya perjanjian kemarin kakek nggak minta apa-apa dan tidak akan mengganggu hidupku?"

"Bukan begitu Mbi? Kakek benar-benar lelah. Kakek capek, kalau tidak minta tolong sama kamu kakek minta tolong siapa coba?"

"Tapi badan kakek besar, Mbigu tidak mau memandikannya. Kenapa kakek tidak mandi sendiri, dan mencari kembang tujuh rupa itu sendiri. Ini merepotkan kek, ah Mbigu nggak mau! Siapa suruh ikut Mbigu!"

"Bukankah kamu sudah bertapa dan minta ijin memakai hutan Pilaler? Apa kau lupa? Dari semua orang yang bertapa aku hanya memilihmu, turuti kakek atau kakek akan marah!!'

"Iya kek! Jangan marah! Mbigu turuti," gumpalan asap itu kembali bergulung gulung berputar mengelilingi seluruh sudut rumah kemudian menghilang.

"KAKEK KAKEK ... jangan pergi!! Mbigu mau kek, jangan marah, kek ... Maafkan Mbigu??"

Brukkkk!!!!

Mbigu terjatuh dari balai-balai itu.

"Astaga aku hanya bermimpi," ucap Ambigu bangkit dan hendak melanjutkan tidurnya. Tapi niat itu tertunda ketika maniknya menatap benda berkilau di atas di sisi sebelah kanan balai-balai itu.

"Keris ini? Kenapa ada di sini?" gumam Ambigu.

***

BERSAMBUNG

Bab terkait

  • Dewi Ambigu   PART_7 NYAI SILANGGENI

    "Keris ini? Kenapa ada di sini?" gumam Ambigu bingung. Mata gadis itu menyipit melihat keris yang begitu kotor. Dalam hatinya bertanya bagaimana keris ini tiba-tiba tergeletak di atas balai-balai tempat tidurnya? Dirinya juga heran kenapa keris ini nggak ada warangkanya. Apa mungkin setelah keris itu membabat habis seluruh pohon di hutan itu kemudian dia terpisah dengan warangkanya? “Mbigu, kenapa kau bangun? Apa kau lapar Nak?” tanya Lestari kawatir. Wanita tua itu bangkit dari tidur kemudian membenarkan gelungan rambutnya. Lestari tidur di balai-balai sebelah Dewi Ambigu, ya gubuk itu tidak memiliki sekat. Di dalam gubuk itu ada dua balai-balai yang berjajar, kemudian satu buah meja kayu tempat menaruh makanan dan dapur mereka juga menjadi satu. Jadilah ruangan itu ruang serbaguna. Lestari mendekati cucunya yang mematung disinari cahaya yang sangat minim. Penerangan gubuk itu hanya menggunakan lampu minyak sebagai penerangan. “Ada apa, apa yang kau

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-17
  • Dewi Ambigu   PART 8 FITNAH

    Ambigu ketakutan dan memegang kembang setaman terbungkus daun pisang itu dengan erat. Tubuh gadis itu semakin bergetar karena kerumunan semakin banyak. Bahkan keringat dingin mengucur di seluruh tubuhnya. “Kita hancurkan saja gubuknya,” suara itu keras dan sangat dominan. Ambigu begitu hafal jika itu suara Wagu. Seorang nenek tampak tergopoh-gopoh menyibak kerumunan itu, dirinya baru saja pulang dari pasar menjual sayuran. ‘Ada apa ini?’ Pikirannya tidak enak takut jika dikerumunan itu ada cucunya. Benar saja dirinya melihat Ambigu ketakutan. Lestari segera maju ke depan memasang badan untuk melindungi cucunya. Tubuh bungkuk itu merengkuh Ambigu dalam pelukannya. “Apa yang dilakukan cucuku sehingga kalian berkerumun?” tanya Lestari dengan nada bergetar. Dalam hati takut jika saja cucunya berbuat kesalahan. “Ambigu tidak melakukan apa pun, nek!” ucap Ambigu membela diri. Wagu maju dari barisan itu dan mendekati Ambigu dan Lestari, “Jang

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-18
  • Dewi Ambigu   PART 9 PERJALANAN KE ISTANA

    Setelah selesai makan Ambigu menyiapkan baskom sesuai perintah sang nenek. Mengingat pinggang sang nenek sedang sakit Ambigu harus melakukan semuanya sendiri. Baskom itu diisi air kemudian diisi kembang setaman. Selain itu Ambigu juga menyiapkan perasan jeruk limau dicampur dengan warang yang akan digunakan mengolesi keris itu sesudah dimandikan. “Sudah siap nek,” seru Ambigu riang gadis itu bertepuk tangan kegirangan. Mata beningnya berbinar demi menatap hasil pekerjaannya. “Cucu nenek, memang pintar,” lontar Lestari tersenyum sambil mengacungkan jempol tangannya. “sekarang segera di ambil kerisnya kemudian di cuci,” ujarnya kemudian. “Siap laksanakan nenekku sayang,” Ambigu segera mengambil Keris Kyai Landep yang ia temukan sewaktu tapa Brata itu. Kemudian dengan teliti memandikannya. “Kumandiin yang bersih ya, kek. Janji jangan marah-marah lagi,” ucap gadis kecil itu tanpa berpikir macam-macam. Intinya dia harus membuat keris itu bersih. Se

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-20
  • Dewi Ambigu   PART 10. PERTOLONGAN LOKANANTA

    “Astaga Mas! Mengapa kamu bawa gembel ini ke sini?” tanya Wigati sambil mengibas-ibaskan tangannya. Sepertinya wanita itu terlalu jijik melihat Ambigu berada di rumahnya.Namanya Wigati Suparmini dia adalah istri dari Wagu.Setelah dicampakkan Jadmini. Tentu saja jiwa laki-laki Wagu meronta. Demi membuktikan bahwa dia bisa bangkit dari kisah cintanya bersama Jadmini. Satu-satunya cara, dia harus menikahi gadis lain.Wigati menjadi wanita pilihannya, meskipun cinta tidak tumbuh sedikit pun. Wagu tetap melepas masa lajangnya dan menikahi Wigati, dengan begitu dia bisa mengangkat kepala di depan orang-orang yang berhasil mempermalukannya.Wigati Suparmini seorang putri dari tuan tanah di wilayah Burgundi. Tentu saja dia tidak menutup mata dan telinga dengan kisah cinta tragis suaminya di masa lalu. Terlihat dia hanya di gunakan sebagai tumbal dalam masalah ini. Hanya sebagai topeng demi menutupi rasa sakit hati Wagu.Namun dia tidak menjal

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-25
  • Dewi Ambigu   PART 11. PERTOLONGAN

    Ambigu berlari sekuat tenaga dengan nafas memburu meninggalkan kediaman Wagu. Entah dibawa ke mana tubuh kecil itu dia tidak tahu lagi. Intinya pergi sejauh-jauhnya sehingga Wagu tidak menemukannya.Hati bocah itu teramat takut, bukan takut pada malam, bukan takut pada gelap, hanya saja dia takut Wagu menyadari kepergiannya dan mengejar. Jika sampai tertangkap tentu saja kali ini tamatlah riwayatnya. Laki-laki kejam itu pasti akan mengantar nyawanya menyusul kedua orang tuanya.Sesekali Ambigu tersandung dan jatuh, tapi dia tetap kembali berdiri dan terus berlari.Hingga, Kaki bocah itu berasa letih, degup jantungnya masih saja memburu. Ambigu menghentikan langkahnya. Gadis itu mengusap dadanya berulang kali bersama nafas yang terengah-engah.Kemudian dia mencari tempat untuk beristirahat. Bahkan dirinya baru menyadari jika tubuh itu sudah berada di tepi hutan Liliwung.Ambigu duduk menyandarkan diri di sebuah pohon besar.“Makanlah in

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-10
  • Dewi Ambigu   PART. 12. PEMBANGUNAN GEDUNG BIRU DIMULAI

    Kedatangan Ambigu dan Lestari, disambut punggawa istana dengan baik. Mereka juga menerima alasan Lestari menolak Hadiah dimba sebanyak itu. Jadi lestari hanya minta sepuluh ekor domba saja. Sisanya Lestari meminta pihak istana untuk merenovasi gubugnya dan membuatkan kandang untuk ke sepuluh kambing itu. Mengingat jasa Ambigu begitu besar dalam babat alas Liliwung akhirnya pihak kerajaan mengabulkan permintaan lestari. Renovasi gubug dan membuat kandang itu permintaan yang sederhana."Nek, Lihatlah domba milik Ambigu, begitu sehat. Ambigu akan semangat mencari rumput untuk mereka. Mereka akan gemuk-gemuk, Nek!" ucap Ambigu penuh semangat. Lestari tersenyum memandang tingkah polos cucunya. Memandang senyum yang terbit dibibir kecil itu. "Gedung Biru, sudah mukai dibangun, Mbi! Apa kamu tidak ingin melihatnya?" tanya Lestari mengingatkan cucu kecilnya itu tentang mimpi yang lain. Iya. Ambigu mempunyai mimpi besar untuk dapat b

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-02
  • Dewi Ambigu   PART. 13. CUCU KAKEK WASIS

    "Kamu lagi, kamu lagi! Tidak ada bosannya menggangguku, Paman!" ucap Ambigu dengan mata melotot sempurna menatap pria dewasa di depannya."Ha ... Ha ... Berani melototi orang tua, mau bola matamu itu aku congkel dan dijadikan cendol?!" gertak Wagu dengan balas menatap ambigu dengan galak. "Lagipula bocah gembel miskin, dekil, kusem, kayak kamu ngapain datang ke sini. Mau cari muka mentang-mentang bisa membabat hutan liliwung?" sentak pria itu."Biar saja aku gembel setidaknya pemberani. Tidak seperti paman ini beraninya nantangin anak kecil. Lihat saja jika gedung itu sudah berdiri dan Ambigu bekerja di sana, Paman! Aku akan menyaingi paman dalam segala rupa! Jadi jangan merasa sombong lantaran menjadi warga terkaya di kampung ini. Ingat! Harta tidak di bawa mati!" "Ingat ucapanku baik-baik! Meskipun gedung itu sudah berdiri dengan megahnya. Aku pastikan kakimu tidak akan berhasil masuk ke dalam sana.""Memangnya paman ini siapa sok berkuasa?" sinis Ambigu."Aku adalah mimpi burukmu

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-14
  • Dewi Ambigu   PART. 14. SERAHKAN KERIS ITU

    Tangan kecil Wagu mengambil potongan singkong rebus yang sudah tersaji di depannya. Singkong itu masih sedikit panas sehingga dirinya perlu meniupnya terlebih dahulu sebelum memasukannya ke dalam mulut. Rasanya tawar berbeda dengan singkong rebus bikinan neneknya. Ambigu lebih suka singkong bikinan lestari karena sewaktu merebus ditambahkan garam dan daun salam, agar ada rasa dan beraroma wangi. Terkadang juga Ambigu memakannya dengan ikan asin. Ya apa pun itu pemberian mereka meskipun rasanya berbeda Ambigu tetap saja mengunyahnya. Satu potong singkong berhasil masih perut dalam beberapa kali gigitan. Ambigu kemudian menuang air dalam kendi ke dalam gelas yang ada di sana. Segar tenggorokannya dan terasa kenyang perutnya. "Jadi Paman mau minta tolong apa?" tanya Ambigu pada Guntur yang masih duduk di depannya. Mendengar pertanyaan Ambigu pria itu meletakkan rokoknya ke dalam asbak. "Jadi Paman mau minta tolong. Apa kamu sanggup?" tanya Guntur kemudian. "Katakan saja, Pamam! Jik

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07

Bab terbaru

  • Dewi Ambigu   PART. 22. Kembali Ke Gedung Biru

    "Kenapa kamu menangis Ambigu?" tanya Lestari. Wanita bungkuk itu segera mendekati Ambigu yang menangis sepanjang jalan, kemudian membawanya masuk ke dalam rumah. Setelah Ambigu duduk Lestari mengambilkan minuman dari kendi. "Ayo minum dulu. Setelah itu katakan pada Nenek. Apa yang sebenarnya terjadi!" tanya Lestari seraya duduk di samping cucunya itu. Ambigu meneguk air pemberian neneknya. "Ambigu di usir, Nek!" ucapnya setengah terisak. "Siapa yang mengusirmu? Apa kamu membuat masalah di gedung itu?" tanya Lestari khawatir."Semua penghuni gedung tidak ada yang mengenaliku. Mereka menganggap aku ini anak kecil," ucap Ambigu dengan suara terisak. "Nenek kan sudah bilang, ke sananya sama nenek saja. Eh ... Kamu nggak nurut!" kesal Lestari. "Iya, Nek. Kalau begitu besok anterin lagi ke sana ya?" pinta Ambigu penuh harap. Kesedihannya sedikit terkikis dan berganti harapan. Jika yang bicara neneknya tentu saja mereka akan mendengar. "Iya, besok, Nenek anterin. Sekarang kamu makan du

  • Dewi Ambigu   PART. 21. DI USIR

    Ambigu tidak memedulikan penjaga itu. Dengan melupakan lututnya yang lecet bocah itu mendorong penjaga gerbang dan menerobos masuk ke dalam halaman gedung. Namun apa dikata. Kakinya cukup kecil untuk berlari lebih cepat. Karena langkah penjaga itu lebih lebar dan dengan mudah mengejar langkah Ambigu. Penjaga itu mencekal lengan Ambigu dengan kasar sehingga bocah itu nyaris terpelanting."Hei, mau ke mana kamu?" sentak penjaga itu."Lepaskan aku, Paman!" Lantang Ambigu seraya membelalakan mata pertanda dirinya sangat marah dan kesal pada penjaga itu."Sudah kecil, gembel, nggak tahu aturan! Kamu itu masih kecil dan anak kecil di larang masuk?" terang penjaga itu dengan tetap mencekal lengan Ambigu. Sehingga bocah itu meringis menahan sakit. "Kamu tidak tahu apa-apa, Paman. Pertemukan aku dengan punggawa atau pemimpin gedung. Hanya keputusannya yang aku dengar!" seru Ambigu. Penjaga itu menatap rekannya meminta persetujuan. Setelah rekannya mengangguk barulah tangan kekarnya menyeret

  • Dewi Ambigu   PART. 20. BERDIRINYA GEDUNG BIRU

    Setelah kekacauan itu Ambigu baru menyadari bahwa keris yang ia temukan itu bukan keris sembarangan. Ada Sukma yang berada dalam keris itu yang selalu menemui Ambigu melalui mimpi. Selanjutnya Ambigu menjaga keris itu baik-baik dan berjanji tidak akan memberikan pada siapa pun. Karena bukan saja akan mencelakai dirinya bahkan keris itu akan membahayakan pemilik barunya. Gadis itu tetap menjalani aktivitas seperti biasa bersama nenek lestari. Satu-satunya orang yang masih hidup dan kasih sayangnya tidak diragukan lagi. Ambigu kecil begitu rajin mencari rumput dan menggembala kambingnya, meskipun hidupnya terus diganggu oleh Wagu akibat rasa sakit hati yang sudah kedaluwarsa itu. Bagaimana dia bisa menyimpan dendam sementara musuhnya sudah menjadi tanah di liang lahat. Sampai suatu hari terdengarlah kabar mengenai sudah rampungnya pembangunan gedung biru. Ambigu sungguh antusias menerima kabar itu. Saat menagih janji pun tiba. Dirinya yakin akan segera merubah kehidupannya bersama

  • Dewi Ambigu   PART. 19. MALAPETAKA

    Ketika keluar dari rumah terlihat para warga sedang kerja bakti. Banyaknya pohon yang tumbang sangat mengganggu jalan. Ambigu ke luar dan mendekati mereka. "Semalam sangat aneh, angin datang tiba-tiba dan pergi tiba-tiba pula. Bukan itu saja bahkan purnama ditelan kegelapan malam hanya demi mengantarkan angin itu," ucap salah seorang warga. "Yang aneh lagi Guntur terombang-ambing dipermainkan angin itu. Sekarang tubuhnya sakit semua akibat dihempaskan angin!" sahut warga yang lainnya. "Paman Guntur sakit?" tanya Ambigu demi memastikan informasi yang didengarnya. "Heh ... Ambigu! Iya katanya setelah pulang dari rumahmu dia digulung angin dan dihempaskan begitu saja!" Ambigu menutup mulutnya. Bocah itu segera berlari menuju rumah Guntur demi memastikan informasi yang didengarnya benar. Rumah Ambigu dan Guntur cukup jauh tapi bocah itu tidak peduli, dia terus berlari dan berlari, hingga saat kaki kecilnya sampai di depan sebuah rumah yang cukup megah dibanding rumah kanan kirinya.

  • Dewi Ambigu   PART. 18. BINGUNG

    "Astaga ternyata aku hanya bermimpi," ucap Ambigu seraya mengedarkan padangan ke seluruh ruangan itu. Namun bagi Ambigu mimpi seperti nyata. Dirinya benar-benar merasa bertemu dengan kakek Tua itu. Tetapi yang terus menjadi pikiran bocah itu adalah mengapa kakek itu selalu menemuinya hanya dalam mimpi saja? Mengapa tidak mendatangi secara langsung ketika siang? Dengan begitu memudahkan Ambigu untuk melihat kakek itu secara terang.Gadis itu bangun kemudian duduk bersandar dinding. Nalarnya mula mengembara bagaimana mungkin sebatang keris itu bisa punya nyawa? Pikiran Ambigu mulai mengembara, menyeretnya ke belakang kala pertama kali bertemu dengan kakek itu.Semenjak menyimpan keris itu banyak kejadian aneh yang di alaminya. Seperti ketika babat alas Liliwung dan beberapa kali pula dirinya ditemui kakek itu dalam mimpi."Ambigu! Mengapa kamu duduk di bawah? Kamu semalaman tidak tidur?" tanya Lestari khawatir."Aku bingung, Nek!" ucap Ambigu pelan. Lestari bangun dari tidur seraya mem

  • Dewi Ambigu   PART. 17. KESEPAKATAN

    Ketika Ambigu menggenggam gagang keris itu, seketika sinarnya redup. Dengan tangan gemetar, Ambigu membawanya kehadapan sang Nenek. "Nek, kenapa keris kyai Landep pulang kembali. Bukannya aku sudah menyerahkannya pada paman Guntur?" tanya Ambigu heran seraya duduk dan memangku keris itu. Lestari menatap cucunya. "Karena dia tidak mau. Lain kali tanyalah dulu jika mau memberikan pada orang lain. Ingatlah dia bukan sekedar benda tajam tetap punya Sukma!" sahut Lestari. "Sukma? Jadi aku harus bagaimana, Nek?" tanya Ambigu bingung. Nalar bocah itu belum mencapai makna dari perkataan Lestari. "Simpan keris itu dan tidurlah. Besok pagi akan kita tanyakan pada Nyai Silanggeni," jawab Lestari. Nyai Silanggeni adalah tempat satu-satunga bertanya setelah suaminya meninggal. Dirinya pun tidak mengetahui dengan fenomena alam yang terjadi. Dari mana datangannya angin yang tiba-tiba? Kekuatan apa yang mampu meredupkan sinar purnama? Apa ini semua ada hubungannya dengan keris kyai Landep? Ben

  • Dewi Ambigu   PART. 16. BENDA BERSINAR DALAM KANTONG

    Ambigu segera memeluk neneknya ketika mendengar suara angin itu semakin gaduh. Bocah itu menutup matanya rapat-rapat sementara bibir mungilnya mengucapkan bermacam doa. Lestari juga heran dengan fenomena alam yang tiba-tiba itu. Wanita itu memeluk cucunya erat-erat. "Nenek Aku takut!" ucap Ambigu dengan bibir bergetar."Jangan takut, tidak akan ada apa-apa," sahut Lestari. BRUKKBRUKKBRUKKEntah apa saja yang tumbang bahkan Lestari tidak berani ke luar. Wanita itu terus memeluk cucunya hingga saat pintu depan yang semula terkunci tiba-tiba dihantam angin dan terbuka sendiri. Brakkk!! Papan pintu intu itu terlempar hingga membentur tiang tengah dari rumah itu. Bersamaan dengan terlemparnya sebuah benda di lantai itu. Ambigu semakin mengetatkan pelukannya takut jika rumah itu pun itu roboh. Namun secara perlahan, angin itu perlahan surut. Sedikit demi sedikit suara berisik dan gaduh itu memudar dan hingga hilang sama sekali bersama perginya serbuan angin itu. Ambigu masih memelu

  • Dewi Ambigu   PART. 15. AMUKAN ANGIN

    Sesuai kesepakatan Ambigu akan menyerahkan keris itu pada Guntur. Ambigu mengambil keris itu dari kain mori penutupnya kemudian menelitinya. Tampak keris itu biasa saja kalau dilihat. Tetapi jika itu nanti akan membahayakan tentu dia harus segera menjauhkan dari hidupnya. "Mbigu, apa kamu yakin akan memberikan keris itu pada Guntur?" tanya Lestari menghampiri cucunya yang sedang duduk di atas balai-balai itu. "Iya, Nek! Aku sudah berjanji pada paman Guntur soalnya!" jawab Ambigu kemudian. "Saran dari Nenek. Daripada kamu berikan pada Guntur mendingan kamu berikan pada Nyai Silanggeni. Beliau lebih mengerti cara mengurus keris itu!" tutur Lestari. Wanita tua itu tahu jika keris yang dimiliki cucunya itu bukan keris sembarangan. "Nggak Nek! Aku sudah berjanji pada paman Guntur soalnya," tolak Ambigu seraya memasukkan keris itu kembali. Keris tanpa warangka entah warangkanya di mana. Ambigu juga tidak tahu. "Ya sudah terserah kamu saja," sahut Lestari. "Kata Kakek Wasis kita tidak b

  • Dewi Ambigu   PART. 14. SERAHKAN KERIS ITU

    Tangan kecil Wagu mengambil potongan singkong rebus yang sudah tersaji di depannya. Singkong itu masih sedikit panas sehingga dirinya perlu meniupnya terlebih dahulu sebelum memasukannya ke dalam mulut. Rasanya tawar berbeda dengan singkong rebus bikinan neneknya. Ambigu lebih suka singkong bikinan lestari karena sewaktu merebus ditambahkan garam dan daun salam, agar ada rasa dan beraroma wangi. Terkadang juga Ambigu memakannya dengan ikan asin. Ya apa pun itu pemberian mereka meskipun rasanya berbeda Ambigu tetap saja mengunyahnya. Satu potong singkong berhasil masih perut dalam beberapa kali gigitan. Ambigu kemudian menuang air dalam kendi ke dalam gelas yang ada di sana. Segar tenggorokannya dan terasa kenyang perutnya. "Jadi Paman mau minta tolong apa?" tanya Ambigu pada Guntur yang masih duduk di depannya. Mendengar pertanyaan Ambigu pria itu meletakkan rokoknya ke dalam asbak. "Jadi Paman mau minta tolong. Apa kamu sanggup?" tanya Guntur kemudian. "Katakan saja, Pamam! Jik

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status