Home / Romansa / Dewa / Dua Kupu

Share

Dua Kupu

Author: Titin Widyawati
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Malam ini dirasa amatlah panjang untuk pemuda bermata telanjang itu. Suasana diskotik memang ramai penuh aksi. Tubuh para pemuda saling senggol-menyenggol bermainkan melodi. Sair pun mengiringi lirik lagu sejati. Namun dia... duduk termenung menatap sebotol wisky yang tinggal setengah. Retinanya kosong memandang dengan tatapan menerawang. Kejadian tadi pagi betul-betul memukul palung jiwanya. Sosok Mawar kini bukan lagi bidadari telanjang melainkan hantu bajingan. Begitulah dia memaknai kehadiran gadis yang baru menginjak usia delapan belas tahun itu. Penyesalan berkecamuk di dalam dada. Ingin marah namun kepada siapa? Waktulah yang selayaknya pantas untuk disalahkan? Tidak! Nafsunya yang terlalu haus itulah yang pantas ditindaki kejahatan. Dan tentang kata penyesalan tak layak lagi untuk diungkapkan. 

 "Kenapa muka lo lecek banget, Reihan?" tanya Anisa wanita pendampingnya malam ini. Gemerlap lampu disko memantul ke celah-celah tubuhnya yang menawan. Tang-top pink

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Dewa   Niat Mulia

    Sampai jugalah Dewa di rumahnya dengan ojek motor. Dia menarik napas lega sebelum akhirnya melangkah mendekat pintu masuk yang terkuak lebar-lebar. Dari kejauhan itu bisa diintip paras Revani, Ogi, Dendi, Nyonya Finda dan yang paling dia perhatikan paras Chika. Dia melangkah dengan badan tegap dan cengar-cengir sendiri. Dalam hatinya dia terkekeh karena ulah Chika yang terlalu panik jadi menimbulkan lelucon seperti ini. Lelucon yang akan menggamparnya dengan amarah Nyonya Finda."Malam semua," sapanya sambil menutup pintu rumah. Dia lalu melangkah mendekati sofa-sofa lembut yang diduduki kelima nyawa berpasung wajah khawatir yang mendalam."Dewa? Kamu..." rintih Dendi tak yakin. Dia pun berdiri menjemput langkahnya."Chika bilang lo dirawat di rumah sakit? Loh kok bisa jalan sempurna seperti itu?" katanya sambil menepuk-nepuk badan Dewa untuk memastikan.Nyonya Finda berdiri mengeluarkan tanduk harimaunya. Beliau telah

  • Dewa   Larut Malam

    Dia terobos gundah gulita. Atap langit tak melukiskan senyum gumintang. Kabut tebal menggulung-gulung menutupi sabitnya rembulan. Angin malam menelusup ke celah-celah tubuhnya. Memeluknya dengan hawa dingin menyiksa. Badannya hanya berkain kaos tipis tak berbalut sweater. Angin lembah gunung Sumbing membuatnya menggigil dan memaksa bibirnya bergetar lantaran kedinginan. Siulan jangkrik dan kodok dari dalam semak-semak pinggiran jalan, menggoda mimpi siput telinganya.Setelah melewati gang-gang kampung dan jalan kecil yang sempit nan gelap serta mengerikan itu, akhirnya dia sampai juga di pinggiran desa. Dewa menarik napas panjang. Di depan gapura Kauman dia melamum dan tertegun. Angin malam menemani kegelisahannya. Benar dia sudah berhasil lolos dari rumah, tapi malam-malam begini mana ada angkot yang sampai ke tengah-tengah kota. Taksi pun tidak ada. Dia menggerutu kesal. Manamungkin ke Magelang jalan kaki berkilo-kilo meter. Bisa patah tulang. Pekiknya dalam hat

  • Dewa   Malaikat Tanpa Sayap

    Dewa menggerutu kesal ketika momentum bersama anak jalan dari kemarin tidak bisa diabadikannya dalam bentuk figura. Dia menceritakan kamera Canon DSLRnya hilang kepada Chika sambil melaju ke Magelang. Angin malam menabrak tubuh mereka alih arah. Chika menarik resleting sweater pingnya ke atas. Malam itu Dewa yang mengalih kemudi motor Mio-Gnya. Sambil komat-kamit mengalunkan kalimat keluhannya, dia tak henti-hentinya mengatur gas motor yang ditumpanginya. Untunglah waktu mengizinkan Chika menjelajahi kekelaman malam bersamanya. Kalau tidak, bagaimana nasibnya malam itu? Membayangkan jalan kaki karena tidak ada kendaraan sampai Beseran ke rumah Chika saja dia sudah berkeringat dingin, apalagi sampai ke Magelang? Oh tidak mungkin!"Soal sepedamu yang masih di rumahku?" Lagi-lagi Chika mengganti alih topik pembicaraan."Itu bukan masalah, lebih masalah karena kameraku belum ketemu," sergah Dewa keras kepala."Besok aku bantu cari

  • Dewa   Fitnah

    "Kau terlalu lama terjerumus ke lubang hitam. Bangkitlah Dewa. Besok kita sekolah, dan tak usah urusi lagi anak jalanan. Mereka itu sumber kejahatan dan kemaksiatan. Banyak yang merampok dari kalangan mereka. Suka mabuk-mabukan dan ada yang menghisap narkoba. Aku tidak ingin kamu terjerumus ke lubang hitam itu, kumohon dengarkan nasihatku. Kalau kau merasa aku adalah sahabatmu. Lagi pula ada pemerintah yang siap mengurusi kehidupan mereka. Kamu tidak perlu susah payah mengatur hidup mereka, Dewa."Ocehan Chika sama sekali tidak mempan. Dewa cuek. Dia menyibak kelambu hijau yang digunakan sebagai pintu oleh anak-anak jalanan. Pemandangan ikan teri yang sedang berjemur di dalam tenda itu sejenak tersirami cahaya rembulan. Mereka telah berlayar ke pulau mimpi. Seperti kemarin, sarung dan karung modal mereka berlayar."Caca, Intan, Agus, dan... Ovan!" jeritnya."Dewa! Aku kesal sama kamu," gerutu Chika di balik tubuhnya."K

  • Dewa   Dihajar

    Sakit menghajar uluh hatinya. Perasaannya seakan-akan ditombak oleh panah maut. Memang dia orang kaya, tapi tidak seburuk itu juga perbuatannya. Apakah semua orang kaya itu berjiwa busuk? Tidak bukan? Kenapa perkataan menyakitkan itu sampai keluar dari mulut Ovan. Sungguh kalimat itu membuatnya mengendapkan luka pedih. Dewa bungkam karena sakit hatinya. Dia tahan sesak karena emosinya meledak. Dadanya naik turun beriringan dengan napasnya yang tak beraturan. Gerahamnya terkatup keras. Ingin sekali dia menonjok mulut Ovan agar tahu sopan santun. Sayang dia kalah cepat. Sebelum dia melakukan hal itu, Ovan telah mendahuluinya.Buk... buk... dua tonjokan menembus perut Dewa. Buk... satu tendangan meleokkan kakinya."Hey jangan pukuli sahabatku, dia tidak menghamili pelacur murahan itu! Tidak mungkin," Chika membela Dewa."Kalian berdua keparat!" Ovan telah siap mengepalkan tonjokan ke wajah Chika. Namun kepalan itu hanya mengendap di ud

  • Dewa   Omong Kosong

    Reihan membuka matanya. Asing suasana di tempat itu. Temboknya bercat biru. Springbed setebal seratus lima puluh senti kini memeluk tubuhnya. Dia menoleh ke samping kanan dan ke kiri. Memastikan di manakah dia berada. Sebuah kamar wanita. Banyak boneka yang tertata rapi di meja dan di atas kepalanya. Milik siapakah? Dia lirik figura yang berdiri di depan lampu jamur. Gadis yang tak asing lagi di matanya. Hatinya berdesir hebat setelah tahu siapa yang menolongnya. Kepalanya masih terasa berdenyut-denyut. Perutnya juga diaduk-aduk rasa mual yang menyiksa. Ingin segera memuntahkan semua isinya. Dia bangkit membuka pintu dengan paksa. Tubuhnya membungkuk di mulut pintu sementara tangannya memegangi perutnya."Kamar mandi mana? Kamar mandi mana?" tanya dengan kalimat yang terburu-buru. Gadis itu sedang duduk di ruang tamu sederhana yang ada di depan kamar. Matanya menajam pada setumpuk halaman majalah."Reihan, kamu sudah bangun?" Gadis itu menatap paras R

  • Dewa   Bukit Ilmu

    Hari ini Dewa berpenampilan berbeda. Rambutnya diacak dengan minyak gatsby yang dicurinya dari kamar kakaknya. Sepatu disemir hingga mengkilat. Seragam yang jarang disetrika kini disetrika halus hingga licin. Dasinya dipakai. Bajunya dimasukkan ke dalam celananya. Perfect penampilannya untuk berangkat ke sekolahan dengan kerapian. Kamarnya ditata seindah mungkin. Selimut dilipat rapi. Bantal dan guling diletakkan di atas sendiri. Tak lupa seprainya dibenarkan agar tidak nampak terlipat-lipat. Namun bukan hal itu yang membuat suasana kamarnya indah. Melainkan karena tampilan kamar itu kini berbeda. Teropong yang sering digunakannya untuk melamun bersama bintang disingkirkan di samping lemari, tempat itu kini menjadi kediaman meja belajar dan setumpuk gunung buku pelajaran. Mulai dari kelas satu SD sampai kelas tiga SMP. Buku-buku itu ditata rapi per kelas dan per semester, menjadi sebuah barisan buku seolah sedang ingin berjualan buku. Buku tidak hanya cukup di atas meja saja. Lihatl

  • Dewa   Tidak Pulang

    Reihan membanting tubuhnya di atas kasur. Kepalanya seberat lima kilo. Pandangannya berkunang-kunang. Napasnya juga sesak. Badannya hancur seperti dipukuli oleh preman. Entah apa sebabnya dia sampai seperti itu. Hari ini dia sakit. Dia tarik selimut tebalnya. Pandangannya perlahan ditutup. Dia pikir mungkin hanya kurang istirahat saja.Bayang-bayang senyum Adelia terlintas dalam memorinya. Otaknya keliling ke sana kemari walau ke dua lensanya telah mengatup. Baru saja dia pulang dari kontrakannya, kalau tidak keburu-buru katanya dia mau menemani dirinya. Sayang sudah terlanjur memiliki janji, jadi harus ditepati. Terpaksa dia pun harus pergi, walau sebenarnya dia enggan meninggalkan Reihan sendirian dengan keadaan seperti itu. Ini bukan karena ada rasa yang mengendap di dada, melainkan karena kepedulian dirinya terhadap sesama.Kecantikan murni Adelia menari-nari di depan pupil matanya. Sungguh gadis itu memang menggetarkan jiwanya. Dalam keadaa

Latest chapter

  • Dewa   Lembaran Baru

    Satu bulan berlalu setelah kejadian itu. Ke enam sahabat sama sekali tidak ada yang keluar rumah bahkan berangkat kuliah. Anak jalanan sering meratap dan menangis di bawah rembulan. Mawar sendiri juga ikut terdiam dengan kesedihannya antara dilema cinta yang pahit. Mengingat kondisi janinnya yang akan terkena HIV AIDS juga, serta keadaan Dewa yang tak kunjung membawa kabar indah.Untunglah waktu berbudi baik, tak mau membuat Dewa terluka berlama-lama. Sebulan penuh dia tersungkur dalam pembaringan. Bangkit dengan sisa keterkejutannya mendengar bahwa Reihan meninggal. Langsung airmatanya terjun. Dadanya sesak dicambuk kepedihan. Dewa menangis di ranjang rumah sakit. Nyonya Finda mendekapnya erat-erat."KAK REIHAAANNN!! KAK REIHAN, BU! KAK REIHAN DI MANA???" jeritnya membuat suasana semakin menyesakkan. Nyonya Finda tak kuasa menahan airmata."Sabar, Nak." Nasihat Nyonya Finda seraya mengelus ubun kepala Reihan.&nb

  • Dewa   Kepergian

    Satu Minggu berlalu. Mereka sudah sama-sama mendaftar di universitas yang sama, pada tanggal yang sama, waktu yang sama, keberangkatan yang sama, hanya jurusannya saja yang berbeda.Kala itu langit mendung. Nyonya Finda sedang memasak di dapur. Dewa duduk termenung di balkon depan kamarnya. Dia menatap bintang yang tidak tampak. Dia mengingat Chika dengan senyuman manis. Gadis itu membuat hatinya jatuh dalam kegelapan cinta. Suatu saat nanti kalau impiannya sudah tercapai dan kuliahnya selesai. Dia ingin langsung melamar Chika untuk memberi kejutan. Akan sangat menyenangkan masa depannya. Sekali lagi waktu pertegas bahwa mimpinya adalah ingin menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa serta mencerdaskan anak jalanan. Dia ingin menaunginya. Selamanya. Dan sekarang setidaknya mimpi itu sudah kelihatan berjalan.Praanngg...lamunanya buyar. Suara gelas pecah mencium lantai dari kamar sebelah. Yah kamarnya Reihan. Ada apa? Napas Dewa langsung se

  • Dewa   This is My Dream's 2

    Keesokan harinya dia mengkopi surat yang ditulisnya itu. Dia lalu mengirimkannya ke sekolahan SD ketika berangkat ke perkampungan kumuh. Setiap didapati sekolahan, dia berhenti dan menitipkan surat itu kepada satpam agar disampaikan ke Kepala Sekolah dengan segera. Setiap mengulurkan surat itu, dia berkata keras-keras SEGERA. SEGERA PAK. NGGAK PAKAI LAMA! Satpam pun hanya menggeleng-geleng.Dewa memang anak yang bertekad baja. Keinginannya tidak pernah bisa diganggugugat. Apalagi jika ada yang sampai bisa mengalahkan watak keras kepalanya. MUSTAHIL. Ada yang pernah mencoba tapi selalu gagal.Sampai di perkampungan kumuh alias perumahan kardus. Mata Dewa berkedip-kedip. Anak-anak jalanan sudah tertata rapi dan belajar seperti kemarin. Mereka malah tampak lebih semangat. Sesekali terdengar suara tawa yang menggelegar karena banyolan Den...eih itu siapa? Den? Dendi??"SUPRAISE!!!" jerit Chika dan ketiga kawannya, Edvin, Rivani, Y

  • Dewa   This is My Dream's 1

    Pagi menguning di ufuk Timur. Senyumnya telah mengembun di dedaunan. Burung ikut menyambut semarak hari dengan berhening cipta di kabel listrik yang mengular sepanjang jalan, terpikir mereka sedang bersyukur dengan kekuasaan Tuhan. Hari itu usai salat shubuh berjamaah bersama Reihan dan Nyonya Finda. Kejadian yang dialami mereka menyadarkan mereka semua tentang makna ketuhanan. Selama ini mereka telah melangkah dalam jalan yang gelap, walhasil hidup pun tak pernah lelap. Ada saja masalah hingga membuat hidup susah. Bagaikan tidur di springbed lembut tapi mata terjemput mimpi buruk, itulah mengapa hidup tak pernah lelap. Dewa langsung loncat dari ranjang tidurnya bergegas mandi, sarapan dan melesat menenteng tasnya, tak lupa dia membungkuskan nasi serta sayur dan lauk pauknya. Kamera canonnya dikalungkan di leher."Mau ke mana?" sapa Reihan yang tengah duduk di meja makan. Tangan kirinya memegang gelas berisi air putih, sementara yang kanan memegang kapsul obat.&nb

  • Dewa   Syukuran

    Perjuangan menahan sakit, begadang setiap malam ternyata tak berujung kesia-siaan. Chika dan kawannya yang sering main ke rumah sakit untuk mengajari Dewa, ternyata semuanya masuk sepuluh besar. Dan apakah Anda tahu? Dewa yang jarang masuk sekolah dan tidak pernah ikut les, masuk dalam kategori tiga besar. Chika si gadis menggemaskan itu meraih peringkat pertama, Rivani ke dua, Dewa ke tiga, Dendi ke empat, Edvin ke lima, sementara Ogi mendapat peringkat ke dua dalam urutan kelas IPAnya. Oh menakjubkan! Senang sekali ketika perjuangan mereka membuahkan hasil, terutama bagi Dewa. Kau tahu? Nyonya Finda amat bangga mendengar kabar menggembirakan itu. Selama ini Nyonya Finda tidak pernah yakin kalau Dewa akan lulus. Bagaimana tidak? Dia saja jarang sekolah, mbolos kerjaannya. Detik-detik akhir ujian malah harus rawat inap, bagaikan mukjizat yang turun dari langit kesuksesan Dewa bagi beliau.Akhirnya hari selanjutnya setelah pengumuman kelulusan. Nyonya Finda mengada

  • Dewa   Renungan

    Dewa berdiri di depan jendela. Ke dua lensanya menatap lurus ke angkasa. Pijaran gumintang di sana begitu menawan. Rembulan membentuk pisang dan tersenyum kepadanya. Cerah. Melintir kehangatan pada gulita dalam penerangan. Hari itu adalah menit terakhir Dewa belajar menyambut ujian Nasional. Mulai besok dia sudah akan bertempur dengan segala macam soal-soal ujian. Bahasa Indonesia, Matematika, Akuntansi, dan Bahasa Inggris. Jantungnya berdegup kencang membelah keheningan malam. Akan sanggupkah besok? Dia baru belajar selama satu minggu. Jam menunjukkan pukul dua belas pagi. Pergantian tanggal dan hari, tinggal menunggu beberapa jam lagi, Dewa akan dihadapkan dengan soal ujian esok nanti.Keadaannya cukup membaik. Hanya tampak masih lemas. Itu karena beban pikirannya selama ini. Walau sudah berusaha fokus terhadap pelajaran, tetap saja bayang anak jalanan yang menderita di keheningan malam, dalam balutan gerimis langit, serta panasnya mentari kala siang menje

  • Dewa   Kejutan

    Sewaktu berangkat les, Chika menyempatkan diri mampir ke toko buat membeli buah-buahan dan membungkus kejutan untuk Dewa. Benda yang sejak SMP menemaninya itu telah ditemukan di warung bakso tiga hari lalu. Sebenarnya sudah dari kemarin-kemarin ingin memberikannya, tapi karena nomor Dewa tidak aktif, ya terpaksa dia simpan terlebih dahulu. Dia tersenyum manis membayangkan kebahagiaan Dewa yang sebentar lagi akan terukir karenanya. "Pasti dia akan amat berterimakasih kepadaku," gumamnya kepedean.Waktu cepat bergulir. Senja tak mau menunggu terang terlalu lama, dia singkirkan bolam api langit ke rumah Barat. Usai les ke lima kawan langsung berangkat ke rumah sakit. Perjuangan! Begitulah mereka menamainya. Bagaimana tidak? Mereka harus mencari kamar Reihan tanpa tahu nama lengkapnya. Suster bilang nama Reihan yang dirawat di rumah sakit itu ada lima. Dari ke lima kamar yang disebutkan oleh suster itu didatangi semua. Dari ujung Barat sampai ujung Selatan. Mereka akhir

  • Dewa   Apa yang Telah Kuberikan?

    Agus lari terbirit-birit kembali ke kamar Enggar. Wajahnya menampakkan keterkejutan yang amat mendalam. Caca dan Intan sudah dari tadi malam di kamar Enggar, membereskan barang-barang yang akan dibawa pulang ke rumah kardus, seperti bajunya Enggar yang kotor, dan peralatan makannya yang dibawa dari rumah kardus, sendok plastik, gelas plastik, dan piring plastik. Semua barang dimasukkan ke dalam karung yang masih bersih. Napas Agus putus-putus, dia menumpukan tangannya di lututnya. Seperti sedang rukuk di depan mulut pintu."Dari mana saja kamu, Agus?" tanya Enggar dan Intan hampir bersamaan. "Kenapa setelah mengejar Ovan kamu tidak balik lagi ke sini?" kata Intan dengan nada menuntut.Agus berdiri, dia menghela napasnya. "Aku menunggu Kak Dewa, dia sakit. Dari semalam belum sadarkan diri," seru Agus berusaha menjelaskan.Caca yang duduk manis di ranjang mendadak terperanjat kaget. Dia langsung loncat ke bawah dan berjalan meng

  • Dewa   Bunga di Ujung Cakrawala

    Diam. Satu kata pun jarang terucap. Menyendiri di kelas, sama sekali tak mau beranjak. Belajar malas. Pelajaran tak pernah mampu ditangkapnya. Yang ada hanya sosok pemuda yang amat dicintainya. Tapi semu. Pemuda itu hanya menjadi bayang kelabu. Berangkat les lesu. Seakan-akan tak pernah ada semangat dalam hidupnya. Walau di sampingnya ada seorang pangeran yang siap memberikan cintanya dengan sempurna. Bodohnya dia malah ingin memetik cinta yang belum jelas kepastiannya.Chika merenung di kelas. Ke dua tangannya menyangga dagu manisnya. Lensanya menerawang jauh di balik kaca jendela. Sudah berpuluh kali Chika menghubungi nomer hape Dewa tapi tidak aktif-aktif juga. Itu suda empat hari Dewa tidak masuk sekolah. Setelah ada kabar Reihan masuk rumah sakit Dewa sama sekali tak masuk sekolah dan Nyonya Finda pun tak memberi informasi di mana keberadaan Dewa. Tiga hari lalu Dendi dan dia ingin menengok Reihan di rumah sakit, tapi sayang, niat itu terpaksa harus digugurka

DMCA.com Protection Status