“Vanya!”
Rafael memanggil nama Vanya, mencari perhatian gadis itu.
“Tolong temani Kirei dulu untuk beberapa waktu terakhir ini.”
“Emang dokter mau kemana?”
“Kamu pasti belum tau. Saya dan Kirei udah pisah.”
“Pisah? Maksudnya?”
“Cerai. Divorce. Saya duda dan Kirei janda. Jelas?” jawab Rafael lelah.
“Kok bisa?”
“Banyak hal yang terjadi beberapa waktu terakhir.”
“Pantas Kirei gak bisa saya hubungi beberapa minggu kemarin! Ternyata lagi ada masalah! Terus gimana dengan bayi kalian?”
“Kirei keguguran,” lirih Rafael namun tetap bisa mengagetkan Vanya hingga gadis muda itu ternganga kaget.
“Hah? Dokter lagi bercanda?”
“Kamu pikir saya bakal bercanda untuk hal kayak gitu?”
“Bener juga! Sorry. Saya turut berduka cita, Dok.”
“Tolong jang
Kirei terbangun dengan mata bengkak. Semangat hidupnya seolah meredup begitu saja. Kirei menatap pantulan dirinya yang tampak begitu kacau. Apalagi yang tersisa dari hidupnya sekarang? Kirei sudah kehilangan semuanya. Suaminya. Anaknya. Mamanya. Tidak ada lagi yang tersisa.Kirei membersihkan diri dan mulai merapikan barang peninggalan mamanya yang sudah tertata rapi, tidak heran karena mama Inara memang tipikal orang rapi dan suka kebersihan. Kirei mengambil koper miliknya. Satu-satunya koper usang yang dimilikinya. Dan memilah beberapa baju.Kirei harus pergi dari rumah ini. Bukan karena ingin melupakan mamanya tapi karena Kirei ingin memulai lembaran baru. Memulai hidup baru yang semoga saja bisa menjadi lebih baik. Selesai membereskan baju dan beberapa barang penting yang harus selalu dibawanya, Kirei memutuskan keluar rumah dan mencari ATM terdekat.Kirei membeliak kaget saat melihat nominal saldo di ATM nya. Kenapa bisa begitu banyak? Ada berapa digit? 11 digit? Gak salah? Apa ba
Tapi harapan Rafael sia-sia karena ternyata wanita itu masih dengan tidak tahu malu datang mengunjunginya. Tidak merasa bersalah sama sekali karena telah membuat Kirei keguguran. Karena telah membuat Rafael kehilangan buah hatinya tanpa sempat melihatnya hadir ke dunia ini.Inikah wanita yang disukainya dulu? Yang membuat Rafael mengabaikan nasihat orangtuanya sendiri? Benar ucapan Reynard dulu kalau Rafael memang sudah dibutakan oleh cinta yang sangat tidak masuk akal! Untung dirinya masih memiliki kesempatan untuk mengetahui keburukan Alice! Meski harus mengorbankan istri dan calon buah hatinya!“Bukankah aku sudah bilang kalau kita sudah putus dan aku tidak ingin melihatmu lagi, Alice? Tapi sekarang apa yang kamu lakukan disini?” tanya Rafael dengan nada dingin.“Apa kamu benar-benar tidak bisa memaafkan dan kembali padaku? Bukankah kamu sudah bercerai dan juga anak kalian sudah tidak adalagi! Apa yang membuatmu tidak mau kembali padaku? Ken
Sydney…. Kirei mengeluh frustasi saat usahanya untuk mencari pekerjaan selalu nihil! Padahal Kirei tau diri dengan hanya mencari pekerjaan di restoran seperti waitress atau cleaning service karena sadar dirinya tidak memiliki pendidikan yang tinggi! Tapi tetap saja sulit! Bagaimana ini? Uangnya memang masih cukup untuk bertahan hidup tapi tetap saja tidak mungkin mengandalkan uang itu seterusnya! Apa yang bisa dilakukannya untuk dapat menghasilkan uang? Sepertinya dirinya tidak memiliki skill apapun! Hanya skill bertahan hidup yang Kirei miliki! Kirei memegang kepalanya yang berdenyut nyeri, pusing memikirkan kelanjutan hidupnya sekarang. “Ma, Kirei harus ngapain sekarang? Kirei bingung, Ma,” keluh Kirei meski sadar kalau mamanya tidak mungkin lagi memberinya jawaban. Kirei memejamkan mata, sudah beberapa hari ini dirinya kurang istirahat. Banyak hal yang dipikirkannya. Bayinya. Mamanya. Vanya. Rumahnya. Dan Rafael. Meski berusaha keras melupakan pria itu tapi Kirei tidak bisa mel
Kirei tersenyum lembut saat menatap perutnya yang sudah mulai menampakkan perubahan, tidak heran karena kandungannya sudah menginjak usia 16 minggu. Walau masih belum terlalu buncit dan hanya menyembul malu-malu dari balik baju santai yang sedang dikenakannya.“Kamu yang sehat di dalam sana ya, Nak. Mommy nggak sabar ingin lihat kamu lahir ke dunia ini. Pasti kamu sangat lucu dan menggemaskan,” monolog Kirei dengan wajah berbinar. Tampak jelas kalau dirinya sangat bahagia dengan kehamilannya.Akhirnya setelah sekian tahun berlalu, Kirei kembali merasakan bagaimana rasanya hamil. Bagaimana rasanya menanti seorang bayi mungil yang akan hadir meramaikan hidupnya. Membuat hidup Kirei yang awalnya sepi dan suram menjadi kembali bersinar, hingga wanita itu kembali bersemangat menjalani hidup.Semenjak kehilangan suami, bayi pertama dan juga mamanya beberapa tahun lalu, belum pernah Kirei merasa sebahagia ini lagi. Biasanya Kirei menjalani hidupnya seperti robot. Tidak ada semangat hidup. Ha
Kirei menatap langit biru di atasnya, mata terpejam menikmati hembusan angin yang membelai wajahnya. Sudah tiga tahun berlalu sejak dirinya tiba di Sydney. Sejak Kirei bercerai dari Rafael. Sejak Kirei resmi menjadi janda. Sejak Kirei kehilangan suami, bayi dan juga mamanya. Dan kini dirinya sudah hidup tenang dan bahagia di Sydney. Hmm… mungkin bukan bahagia, tapi berpura-pura bahagia karena tidak bisa dipungkiri kalau Kirei merasa hatinya begitu kosong. Hampa. Kirei kembali menelusuri jalan yang mengarah menuju ke café milik Regan dan sekarang dirinya sedang sibuk berjibaku di dapur, mengolah berbagai macam kue dan roti yang disediakan di café ini. Dengan dibantu Regan. Selama tiga tahun terakhir Kirei akhirnya membantu Regan di café milik pria itu. Awalnya Regan membiarkan Kirei menjadi waitress, tapi lama kelamaan pria itu sadar kalau Kirei memiliki bakat di dapur. Entah untuk makanan berat ataupun cake. Maka Regan menawarkan bantuan agar Kirei dapat belajar sekaligus membantun
Alice menenggak minumannya dengan kasar, sudah tiga tahun berlalu tapi hidupnya masih seperti ini. Harus melayani nafsu setiap pria hidung belang yang berkedok sebagai atasannya. Sumpah demi apapun, Alice sudah sangat muak diperlakukan seperti pelacur! Tapi jika nekat dirinya akan hancur lebur begitu saja. Nekat, satu pikiran jahat melintas di otak licik Alice. Mungkin dirinya bisa bebas dari para pria brengsek itu jika dirinya nekat merekam aktivitas mereka dan mengancam pria-pria sialan itu agar tidak memperlakukan dirinya seperti budak seks lagi! Dan kalau pun dirinya harus hancur bukankah mereka semua juga akan ikut hancur? Itu lebih baik daripada dirinya harus hancur sendirian! Jika harus bunuh diri, Alice harus menyeret mereka semuanya, Alice tidak mau dirinya hancur seorang diri! Tidak bisa seperti itu! Tidak adil untuknya! Jadi meski kemungkinan untuk lepas dari pria brengsek itu tipis, setidaknya masih ada kemungkinan. Alice membulatkan tekad untuk melak
Rafael menatap tiket di tangannya. Selama tiga hari ini dirinya akan sibuk mengikuti seminar, semoga saja Rafael bisa fokus pada seminar yang dihadirinya. Tidak lucu kan kalau sudah hadir jauh-jauh dari Jakarta sampai ke Sydney tapi tidak mendapatkan ilmu apapun? Rafael mengangkat kepala saat panggilan boarding dari pihak maskapai menyadarkan dirinya agar bergegas masuk ke dalam pesawat. Sudah saatnya Rafael berhenti melamun! Sepanjang penerbangan Rafael hanya menatap keluar jendela, melihat hamparan hijau yang cukup bisa menenangkan hatinya meski hanya sementara. Rafael langsung menuju hotel dan melakukan proses check in agar dapat segera mengistirahatkan diri. Penerbangan selama belasan jam membuat tubuhnya terasa begitu lelah dan penat, tidak dipedulikannya ajakan dari rekan sejawatnya untuk berkeliling sebelum menghadiri acara seminar besok yang pasti akan membuat otak mereka kusut. Yang Rafael inginkan sekarang hanyalah istirahat. Rafael sedang berusaha
“Re, menurut kamu menu baru yang aku buat gimana? Kok aku merasa masih ada yang kurang ya?”“Coba aku cicipi lagi sini.”Regan menggigit potongan roti isi di tangannya dan mengunyahnya perlahan, meresapi setiap rasa yang menurut Kirei masih belum sempurna. Tapi meski sudah berpikir sekian lama, Regan merasa tidak ada yang salah sama sekali dari rasanya.“Menurut aku ini udah oke banget kok. Enak. Empuk. Tasty pokoknya.”“Masa sih? Apa iya perasaan aku aja?”“Bisa jadi. Kamu jangan terlalu keras dengan diri kamu sendiri.”“Tapi aku merasa nggak enak aja, kayak masih ada yang bikin aku nggak yakin dengan rasanya," keluh Kirei.“Jangan terlalu stress. Rileks dulu aja. Mending sekarang kamu pulang lebih awal. Istirahat. Besok baru buat lagi, gimana?” saran Regan.“Hmm bener juga. Ya udah aku balik dulu deh.”“Hati-hati.”“Okay!”Rafael melangkah tergesa menuju café tempat Kirei berada dan hendak memesan menu lain saat pelayan yang ada mengatakan kalau menu tersebut sudah habis. Masa iya?