Jogjakarta
“Buk, kue untuk tetangga baru kita sudah siap belum?” Arfa baru saja pulang dari sekolah, dia langsung menemui ibunya yang masih sibuk di dapur.
“Sebentar lagi le, kamu antarkan ya, masih di oven itu belum mateng.”“Buk, kalau misal kita beli oven listrik gimana?, Oven manual ini lambat, kasihan ibuk capek nunggu kue mateng. Waktu juga lebih banyak terbuang. Harus ngatur apinya, kalau pakai yang listrik kan tinggal setting berapa panasnya.”Arfa duduk di meja makan dan minum segelas air dingin. Kinanti hanya menarik napas panjang sambil menatap putra bungsunya itu.
“Besok kita beli ya, nanti ibuk tanya kakakmu dulu, juga tanya kabar, sudah seminggu terakhir telepon, ini belum ngasih kabar lagi.”“Kak Dinar sibuk paling Bu.”“Kamu kapan semesternya Le?” “Seminggu lagi buk,”“Jadi ibuk akan ngurangi pesanan biar kamu bisa belajar lebih giat lagi.”“Buat seperti biasa nggak apa kok buk, kan ngantar juga cuma sebentar.”“Dirham segera bergegas keluar dari kamarnya, niat untuk menginap di rumah orang tuanya terpaksa dilupakan. Dengan langkah terburu-buru dia menuruni anak tangga. “Am, mau kemana lagi?” Nora sedang memasak di dapur tapi ketika melihat kelebat anaknya berjalan cepat dia langsung mengejarnya. Dipegangnya lengan putranya itu. “Am belum bisa dinner bareng malam ini ma, sorry, ada urusan sangat penting di rumah sana.” “Urusan apa, bukannya di sana tidak ada siapapun,” “Mmmmm, itu ma, ada orang membobol pintu rumah Am.” Dirham memberi alasan yang masuk akal. “Ya sudah, selesaikan dengan baik, hati-hati di jalan.” “Thank you ma, Am pergi dulu.” Dirham mencium tangan mamanya dan masuk ke dalam mobil. ART yang mengetahui anak bosnya mau keluar segera membukakan pintu pagar, dan deru suara mobil Dirham membuat Nora menarik napas panjang, putranya itu sangat cepat geraknya, dia hanya bisa berdoa dalam hati, semoga tidak
Langkah ketiganya terhenti, Dinar masih tidak mau menoleh kebelakang, tidak ingin melihat wajah Dirham. Tidak mau sakit hati lagi.“Kenapa menghentikan kami bro, ada apalagi?” Din bertanya pada Dirham yang sekarang sudah berdiri tepat didepannya.“Lepaskan gadis itu! karena aku berubah pikiran!”Dinar mendongak mendengar ucapan dari Dirham, dia tidak mau berharap lebih tapi dihatinya tidak mau putus berdoa semoga ada keajaiban untuknya.Andreas dan Din tertawa keras mendengar ucapan Dirham, “Jangan harap kami akan lepaskan apa yang sudah kami dapatkan bro, kau mau mempermainkan ku, sial!” Din meludah ke rerumputan.Din menarik kerah depan baju yang dipakai Dirham, pria itu dengan tenang menepis pegangan tangan Din, dan mengibaskan tangannya pada blazernya seolah najis dengan bekas tangan pria itu.“Sudah aku bilang tadi, bawa gadis itu pergi segera sebelum aku berubah pikiran.”&ld
Dinar meletakkan bubur diatas meja dan berjalan menuju kearah lemari dimana pakaian-pakaian Dirham tersimpan, hatinya kesal dan dongkol, sementara pria beralis tebal itu mengambil ponselnya dan melakukan panggilan.“Waalaikumussallam ma, Am belum bisa tidur rumah sana, ada beberapa desain yang belum jadi dan harus siap untuk bulan ini, mumpung besok kantor juga libur, Am akan buat di rumah saja."(O begitu, padahal ada teman mama datang besok, mama undang untuk lunch bareng kita)“Lain kali ya ma, auuuuch.. ” Dirham meringis kecil.(Kenapa Am?) terdengar suara khawatir dari mamanya di seberang.“Nggak apa-apa ma, cuma kesandung kaki meja.” Dirham meringis karena tanpa sengaja tangannya terkena jahitan lukanya.(Ya sudah, mama mau siapkan air hangat untuk papa, kalau ada waktu harus pulang kesini, rumah sepi banget, mama kesepian, cepat menikah biar anak-anak kamu nanti bisa meriuhkan rumah kita)Dirha
Dirham masih terpukau dengan permintaan gadis didepannya. Sungguh permintaan yang luar biasa. Sangat diluar dugaannya, sesederhana itu yang diminta?“Ayo, aku bantu kekamar mandi.”“I-iya.”Dinar memapah lelaki itu berjalan, setelah sampai dalam, Dinar terdiam tidak tahu mau berbuat apa.“Keluarlah, aku bisa buka sendiri, tapi nanti saat selesai tolong bantu aku, aku janji tidak akan menyentuhmu.” Dinar mengangguk lalu keluar, dia menuju lemari pakaian Dirham dan mengambil bawahan dan dalaman yang diminta.“Di, aku sudah selesai.” laung Dirham dari dalam kamar mandi, dia sudah menyelesaikan urusannya disana.“Iya sebentar.” Dinar menutup matanya, sambil meraba-raba mendekat kearah Dirham yang berdiri membelakanginya tadi sekarang sudah menghadap ke arahnya.“Hahahaha, aku pakai handuk lah,”Dinar membuka matanya, dia menunduk karena malu, dipukul kepalanya
Sudah tiga hari sejak Dinar meminta mukenah dan Dirham menunaikan permintaannya, dia selalu memakainya untuk melaksanakan kewajiban yang sudah lama dia tinggalkan, Dirham juga seakan menjaga jarak dengannya, datang hanya sebentar itupun tidak sampai bermalam, tapi yang dia heran tidak pula dia dilepaskan. Dini hari Dinar terbangun dari tidurnya, dia bergegas kekamar mandi dan mengambil air wudhu, dia mengerjakan sholat taubat juga sholat tahajud, tiap malam sepinya, dalam sujud dia akan menangis memohon ampun atas segala dosa yang dilakukan selama ini. Di luar kamar Dirham mendengar doa-doa yang terucap dari bibir gadis ayu itu, isak tangisnya juga pengaduannya, benar-benar mengusik hati lelaki itu, setiap malam sebenarnya Dirham pulang ke rumah, tapi dini hari dia akan keluar untuk pulang keapartemennya. Lama Dirham berhenti di depan pintu, mendengarkan tangis pilu dari celah pintu yang tidak tertutup rapat, heran juga dia, kenapa Dinar ti
Dinar sudah selesai mandi dan masak untuk ia makan malam, seperti hari-hari sebelumnya sejak dia masak sendiri Dinar selalu menyimpan makanan itu untuk Dirham dia meja, lelaki itu sekarang jarang sekali datang untuk bertemu dengannya, Kadang Jeff dan Steve juga kebagian, tapi Dirham tidak memperbolehkan itu kalau ketahuan. Setelah makan Dinar membersihkan Dapur, dia sudah terbiasa dirumah itu sekarang, toh Dirham tidak akan mengijinkan ia pergi, jadi Dinar memutuskan untuk menjalani saja kehidupannya sekarang ini. Tapi dalam doanya selalu disertakan keinginan untuk hidup seperti orang lain, kehidupan yang normal bisa kemana saja. “Hari ini masak apa?” Dinar yang sedang asik mencuci piring dan barang dapur lainnya terlonjak kecil karena kaget dengan suara Dirham yang datang tiba-tiba.“Mmmm, aku masak udang sambal, dan telur dadar, ada sayur bening juga, kamu mau makan?”“Mmm, bolehlah. Siapa tahu bisa masuk citarasaku.”Dinar menyiapkan mak
“Atau, mau tetap tinggal bersamaku dalam rumahku?”Dengan cepat Dinar menggeleng berulang kali, apa yang dialaminya kini seperti mimpi, dia sudah dilepaskan. Akhirnya dia bebas seperti dulu lagi.“Terima kasih, aku tidak akan muncul di hadapanmu lagi, dan tidak akan menceritakan ini semua pada orang lain. Atau buat laporan polisi.” lancar ucapan mulut Dinar membuat Dirham terbelalak kaget. ‘Lapor polisi? lancang!’“Aku tidak akan berpikir panjang tentang Arfa dan ibumu kalau ini sampai pada urusan polisi, faham itu?” Dinar segera mengangguk laju. ‘Sialan! berani dia mengancamku’ Dirham memukul setir dengan geram kecepatan mobil ditambah lagi, membuat Dinar ketakutan. Gadis itu terus menunduk tidak mau melihat wajah Dirham yang memerah menahan amarah.Kebisuan menyelimuti mereka, Dirham tidak menoleh sedikitpun kepada gadis di sebelahnya, ucapan Dinar tadi benar-benar menaikkan darahnya. Mobil berhenti di depan gang tempat kosnya, Dinar sebenar
Dirham terbelalak melihat siapa yang datang, dia membuka pintu lebih lebar. Julia. Sungguh nekad gadis ini, berani datang meskipun waktu di telepon tadi sudah diacuhkan.Dirham menilik penampilan gadis cantik di depannya itu, sangat fashionable dan sexy.Rambut yang dibentuk Curly dan agak pirang itu dimainkan dengan manja.“Hei, Am. Sorry aku maksa kali ini, nggak enak dong datang sendiri, lagian teman-teman pada pengen ketemu kamu, secara idola kampus yang dingin. Dan incaran para mahasiswi. Kan?”“Masuk dulu Jue, aku bersiap bentar. Ada mama di dalam.”“Jadi, bisa pergi ke acara Linda nih?” wajah Julia berubah ceria. Dirham hanya mengangguk memberi isyarat pada gadis itu supaya masuk. ‘Nggak sia-sia aku nekad datang samperin dia, memang siapa sih yang bisa nolak pesona seorang Julia.’ monolog gadis itu sambil berjalan masuk menuju ruang tamu.“Ma, ada Julia.”“Sore Tante, maaf datang tiba-tiba, nggak ngabarin dulu.”“A
Suara nyanyian burung kenari dan debur ombak berselang-seling membangunkan tidur pulas Dirham. Pria itu membuka matanya dan melihat jam di ponsel, sudah jam 5 pagi. Ia bangun dan menatap pada wajah ayu wanita yang masih tertidur pulas di atas lengannya. Dirham bangun dari tempat tidur dan mengalihkan kepala sang istri. Ia melangkah menuju ke kamar mandi. Membersihkan diri sebentar dan menunaikan kewajibannya. Lima belas menit berlalu tapi tidak ada tanda-tanda Dinar akan bangun, pasti wanita cantik itu kelelahan melayani keinginan suaminya yang tidak pernah jemu. Dinar baru dibiarkan tidur hampir jam 1 pagi.“Eungh …” Dinar menggeliat ketika merasakan tidurnya terganggu. Kantuknya tidak dapat lagi dinegosiasi, suaminya yang perkasa membuatnya hampir tidak bisa berdiri tadi dini hari, hingga ke kamar mandi harus digendong.Melihat istrinya tidur dengan mulut terbuka, membuat Dirham tertawa.'Kenapalah kamu itu sangat m
Mature contentDinar mencoba mengimbangi permainan lidah nakal sang suami, dan seperti selalu, Dirham selalu tidak bisa ditebak arah permainannya.“Mas, engh …” satu lenguhan keluar dari bibir mungil sang istri tatkala bibir Dirham mulai turun menjelajahi leher putih dan menyesap serta melumat dengan sesapan-sesapan kecil dan panas meninggalkan beberapa jejak kemerahan si sana. Jemari tangan Dinar meremas rambut Dirham menyalurkan hasratnya yang mulai bangkit.Dirham membawa istrinya ke atas tempat tidur dan menjatuhkannya, ia merasa celananya sesak karena miliknya mengeras sejak mereka turun dari mobil tadi. Membayangkan Dinar yang mendesis nikmat di bawah tubuhnya saja membuat pria itu langsung bergairah.Dirham membuka blouse istrinya, sementara Dinar memberi akses pada sang suami untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Ia juga menarik keluar baju pria yang menjadi tempat ia mencurahkan segal
“Mas! Anak-anak dengar tuh.” Dinar mencubit pinggang suaminya.“Dengar apa itu, Bunda?” Ruby memang kritis pemikirannya, selalu ingin tahu apapun yang didengar oleh telinganya.“Tidak ada apa, Sayang. Ruby nanti kalau bobo sama Oma dan Opa jangan rewel tau.” Dinar berpesan pada putrinya.“Kakak kan udah gede, pesen itu buat adik kali, Bunda.” Dirham tertawa mendengar kalimat pedas dari putrinya, ngikut siapalah itu, pedas kalau ngomong.“Adik uga udah pintal kok, pipis malam aja udah kaga pelnah.” Abizaair tidak mau ketinggalan.“Jelas dong, Adik udah mau 4 tahun, mana boleh pipis malem. Kasihan yang bobo sama adik kalau kena pipisnya.”Ujar Dirham pula, ia membawa mobil dalam kecepatan sedang.“Papa pelnah pipis malam-malam?” pertanyaan dari sang putra membuat Dinar terbatuk-batuk.“Pernah dong, tanya sama Bunda tuh. S
Dirham menatap istrinya, ia merasa heran mendengar ucapan dari gadis di depannya itu.“Sada, maksudnya apa? Kami tulus lho membantu kalian.” Dinar meminta Sada untuk menjelaskan penolakannya tadi.“Loli, ajak adik-adik ini bermain dengan Ruby.” Dinar memanggil Loli.“Iya, Bu. Ayo adik. Ada temannya di sana.” Loli datang dan memanggil adik-adik Sada untuk menuju ke halaman samping.“Pergilah, nanti Mbak panggil kalau mau pulang.” Baim dan Zahra mengangguk dan mengikuti langkah Loli.“Begini, Pak. Saya tidak enak kalau harus menerima kebaikan bapak dan ibu cuma-cuma.” Dinar tersenyum, ia mengerti apa maksud dari Sada. Ia masih ingat dulu Sada tidak pernah mau menerima uang secara cuma-cuma, ia harus bekerja sebelum menerima uang dari orang lain.“Tapi ini kan beasiswa. Namanya beasiswa pasti tanpa syarat. Kecuali beasiswa prestasi.&r
“Mbak Dinar!” Dinar langsung berdiri dan memeluk gadis itu dengan mata berbinar, gadis yang ingin ditemui ternyata sekarang ada di depannya. Sada membalas memeluknya.“Kamu kerja di sini?” Dirham bertanya pada Sada, gadis yang dulu pernah menjadi orang kepercayaannya untuk mengantar dan menjemput Dinar waktu mereka belum menikah.“Iya, Pak. Saya kerja di sini? Bapak sekeluarga liburan?”“Ayo, duduk. Kita bisa cerita-cerita. Adik-adik kamu pasti sudah besar sekarang.”Dinar menyentuh lengan Sada.Gadis itu tersenyum tapi menggelengkan kepalanya.“Saya masih kerja, Mbak. Mana bisa duduk-duduk di sini. Adik saya sudah sekolah, kelas 6 SD sama kelas 4.”“Kamu tidak narik ojol lagi?” Dirham bertanya sambil mengambil sebotol air mineral di atas meja. Dibuka tutupnya dan diberikan pada sang istri.“Sore jam 4 setelah pul
“Sayang, Sorry Papa sama bunda ketiduran tadi. Sekarang ajak adik tunggu di depan, ya?”Dirham mengusap kepala putrinya. Ruby mengangguk dengan cepat. Ia memanggil sang adik sesuai pesan papanya.Sementara Dirham kembali masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Dinar baru saja selesai memakai selendang pashmina kegemarannya. Ia menyembur parfum lalu mengoles bibirnya dengan lipstik berwarna nude.Pelukan hangat Dirham dari belakang membuatnya sedikit menoleh.Dirham mendekap erat tubuh ramping istrinya, wangian aroma yang selalu segar pada penciumannya ia hirup dalam-dalam.“Jangan cantik-cantik, nanti ada yang naksir.”“Ruby bilang apa?”Dinar mengusap lengan sang suami yang melingkari perutnya.“Minta jalan-jalan ke pantai. Kita gerak sekarang. Kasihan anak-anak, ngambek katanya nungguin kita lama dari tadi.”“Papanya sih suka lama-lam
Mature content “Sayang, sabar.” Dinar mengacuhkan kalimat suaminya, entah kenapa sejak ia masuk ke dalam kamar, hasrat seksualnya naik tiba-tiba. “Mas, aku tidak bisa sabar lagi.” Dinar langsung menyerang Dirham dengan ciuman-ciuman panas, Pria itu bergerak mundur dan masuk dalam kotak kaca, ia membalas setiap lumatan dan sesapan bibir istrinya. Tangannya menahan tengkuk Dinar agar ciuman panas dan dalam mereka tidak terlepas. Bagian bawah tubuh Dirham sudah berdiri mengeras di dalam celana chino-nya. Begitu juga Dinar ia merasakan denyutan yang semakin menggila di bawah sana. Ia merapatkan kedua kakinya menahan rasa juga keinginan. Pria itu menarik dress istrinya lalu dilepaskan menyisakan penutup bagian dalam saja semakin membuat hasrat Dirham bergelora menatap tubuh indah yang tidak berubah dari awal mereka bersama, Dinar juga tidak tinggal diam, ia menarik turun celana sang suami, matanya membulat saat tangannya meremas sesuatu yang sudah menge
“Iya, ini Ruby. Yang saya kandung waktu masih di sini dulu, Mak. Ini Abizaair adik dia. Ini Loli pengasuh mereka. Ayo sayang, Salim sama Nek Marni.” Mak Marni manggut-manggut dengan mata berkaca-kaca. Terharu ternyata masih diberi kesempatan bertemu dengan majikannya yang baik seperti Dinar dan Dirham.“Saya kaget waktu Masnya menghubungi saya, untuk membantu membersihkan rumah ini.”“Ini semua juga buat saya kaget, Mak. Suami saya selalu memberi kejutan.” matanya memandang pada Dirham yang membaringkan Ruby di atas sofa.“Nak Loli, mari saya tunjukkan kamar untuk tidurkan nak Abizaair.” Mak Marni membawa Loli ke kamar yang memang disediakan khusus untuknya dan anak-anak.“Mas, sebaiknya Ruby juga dipindahkan sekali, lagian mereka juga sudah makan tadi di bandara, biarkan mereka istirahat dulu.”“Iya, aku juga ngantuk. Padahal baru jam 1 siang.”
Mendengar kalimat dari staf itu membuat wajah Rosy pucat seketika. Jadi pria yang begitu mempesona dan sesuai dengan impiannya adalah pemilik Cafe tempatnya bekerja. Istrinya juga berada di sini dan terlihat sangat saling mencintai. Ada rasa malu terselip dalam hatinya tapi rasa terpesonanya masih menguasai perasaannya. Pria yang sangat luar biasa, sudah tampan mempesona dengan postur tubuh sempurna kaya rasa dan romantis. Wanita mana saja pasti akan bertekuk lutut di depannya. Sungguh beruntung wanita yang sudah berhasil menjadi istrinya.“Kamu staf baru ya, tidak tahu kalau itu adalah owner Cafe, itu bos kita. Istrinya sangat baik, ramah dengan siapa saja.” tambah pekerja itu memuji istri bosnya. Sejak bekerja di sini, ia baru tiga kali bertemu dengan istri bos, Dinar tidak segan-segan memberi contoh jika staf baru tidak tahu cara mengerjakan tugasnya.“Mm, i-iya. Gue staf baru.”“O, pantas saja tidak ken