Home / Sci-Fi / Demon King / The New Prince

Share

The New Prince

Author: Ayaya Malila
last update Last Updated: 2021-09-09 09:27:57

Devon memicingkan matanya. Lampu terang itu berada tepat di atasnya. Dia menoleh ke samping kanan dan menyadari bahwa dia kini tergeletak di sebuah ranjang besi. Tangannya terikat oleh rantai yang ditautkan di sisi ranjang.

Devon berusaha menarik rantai itu agar terburai, namun gagal. Kekuatannya seakan menghilang. Tubuhnya melemah. Entah apa yang terjadi dengan dirinya.

"De..von," rintihan suara itu terdengar lirih.

Pemuda itu memiringkan kepalanya ke kanan. Dilihatnya seorang pria yang sudah tak asing lagi. Mata hijau dan wajah yang begitu mirip dengannya. "A-ayah?" bisiknya.

Pria tua itu berbaring dengan posisi tak jauh beda dari Devon. Ranjangnya bersisian dengan ranjang Devon. Hanya saja tangan pria itu tak terikat.

"Pembunuh," ucap Devon pelan. "Kau pembunuh!"

"A-pa maksudmu?" Anka Hadar tak mengerti.

"Kau bunuh ibuku! Kau suruh para Shepherd itu untuk membunuh ibuku!" Devon mulai terisak. Kegagahan dan kegarangannya menguap begitu saja.

Mata Anka membola. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya, "Violet? Tidak, tidak mungkin!"

"Mereka menembak kepalanya di depan mataku! Kenapa, ayah? Kami sama sekali tak pernah mengganggumu. Tapi, kenapa?"

Hati Anka bagaikan tercabik-cabik mendengar isak dan keluhan putra satu-satunya, pewarisnya. Dia bangkit dari pembaringan lalu turun dan berjalan pelan mendekati Devon. "Dengar, Nak! Ayah tak pernah menyuruh siapapun untuk membunuh Violet, ibumu, satu-satunya wanita yang ayah cintai dalam hidup ini. Jika memang yang kau katakan itu benar, maka dengarlah ini baik-baik," tutur Anka Hadar pelan. Tersirat nada kekecewaan yang mendalam dalam tiap katanya.

"Seperti yang kamu tahu, api pemberontakan semakin meluas karena aku gagal melaksanakan misiku. Lalu, informanku memberitahukan bahwa akan ada kerusuhan besar-besaran di Golden Swan. Oleh karena itu, aku menyuruh para Shepherd untuk menjemputmu dan ibumu. Aku berencana membawa kalian ke rumah perlindungan. Aku sama sekali tidak pernah memerintahkan untuk membunuh dia," Anka Hadar tergugu.

Devon mencoba mencari kebohongan dari sorot mata tua itu, tapi dia tak menemukannya. Haruskah dia mempercayai ayahnya? Haruskah dia mempercayai laki-laki yang sudah meninggalkan keluarganya selama bertahun-tahun?

"Ke-kenapa? Kenapa baru sekarang?" tanya Devon terbata.

"Selama ini aku mengorbankan keluarga kecilku yang paling aku cintai demi Dark Shadows, tapi apa imbalannya? Mereka malah membunuh istriku," ujar Anka geram. Hati-hati, dia mengusap puncak kepala Devon lembut. Kemudian dia beralih mengusap lengannya, usapan lemah yang semakin menguat, seperti gerakan menggaruk, hingga kulit lengannya memerah. Anka Hadar memijit bagian kulit yang memerah itu sampai keluar setitik darah. Anehnya, setetes darah itu membentuk semacam jarum dan terjatuh di ranjang Devon. Anka memungut jarum itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Sedikit sinar muncul dari pucuk jarum, semakin lama semakin terang.

"Jarum itu akan menyamarkan pembicaraan kita. Mereka tak akan bisa menyadap dan mendengarkannya," Anka sedikit membungkukkan badannya supaya bibirnya bisa lebih dekat dengan telinga Devon.

"Aku akan memberi pertanyaan padamu, jawablah hanya dengan anggukan dan gelengan."

Devon pun mengangguk.

"Apa mereka memberikan cincin ular hitam padamu?" bisik Anka dan Devon mengangguk.

"Apa kau melihat suatu penampakan setelah memakai cincin itu?"

Devon kembali mengangguk.

"Dan kau seakan kehilangan kekuatanmu setelah itu?"

Devon mengangguk lagi.

"Baiklah, Nak. Dengarkan aku untuk terakhir kalinya. Kau harus mempercayaiku!" Anka menatap mata hijau Devon lekat-lekat.

"Suatu kesalahan besar untuk tunduk patuh pada Dark Shadows. Kau hanya boleh menggunakan Ordo ini sebagai batu loncatanmu. Setelah itu, hancurkan mereka seperti mereka menghancurkan kepala ibumu. Jangan beri belas kasihan sedikitpun pada mereka karena mereka juga tak memiliki itu."

"Dark Shadows adalah penjajah sebenarnya. Jangan pernah membela mereka meskipun mereka satu spesies dengan kita."

Devon mengernyit, sama sekali tak memahami apa yang ayahnya bicarakan.

"Kau tak perlu memahami apa yang kubicarakan. Kau hanya perlu mengingatnya," ucap Anka seakan bisa membaca isi hati anaknya.

"Sekarang lihatlah jarum itu. Dia akan menceritakan padamu, awal mula segalanya terjadi," Anka Hadar mengarahkan telunjuknya pada jarum yang bersinar makin terang.

Devon mengikuti telunjuk ayahnya, menangkap cahaya itu hingga matanya terasa sakit. Sinar itu seakan menusuk kelopak matanya. Devon memicing dan meringis. Sinar itu meluas membungkus tubuhnya. Kini, yang dilihat Devon bukan lagi ruangan bertembok besi dengan dua ranjang pesakitan, melainkan ruangan luas serba putih yang kosong.

Perlahan, ruangan itu berubah bentuk menjadi tanah gersang nan tandus. Debunya berterbangan saat pesawat asing lepas landas, meninggalkan dua orang makhluk yang berdiri tepat di depan Devon. Devon melihat mereka, namun mereka sepertinya tak bisa melihat Devon.

Devon mendengar mereka berbicara dalam bahasa asing. Dia sama sekali tak mengerti, bagaimana bisa dia dapat memahami bahasa yang tak pernah ia dengar sebelumnya.

Dua orang makhluk itu mengatakan tentang berpindah planet, menuju bumi. Lalu Devon melihat ribuan dari mereka yang muncul entah dari mana, berbondong memasuki sebuah pesawat alien raksasa. "Tujuan, Bumi!" begitu seru salah seorang makhluk itu.

Pemandangan di depan Devon berubah lagi. Saat ini dia melihat ayahnya berdiri di tengah singgasana mewah, berhadapan dengan pria yang terlihat sangat tua. Kulitnya sangat keriput sampai-sampai tiap lipatannya menggantung dan menumpuk satu sama lain. Anka terlihat menghampiri pria tua itu dan mencekik lehernya. "Kau membohongiku selama ini," desis Anka. Dia semakin mengencangkan cengkeraman tangannya di leher orang tua itu.

"Kau ingat, Hadar. Kalau kau membunuhku, kau juga akan mati.. Kita satu kesatuan," sahut pria tua itu lemah.

"Setidaknya aku bisa bebas," mata hijau Anka berkilat. Telapak tangannya mengeluarkan asap. Pria tua itu perlahan melemah dan tak bersuara. Dia tewas seketika. Anka melepaskan cengkeramannya, membuat raga pria itu terjatuh. Anka terhuyung dan terduduk lemas.

"Kaulah harapan ayah satu-satunya," suara itu membuyarkan gambaran yang sedang ditampilkan di depan mata Devon.

Devon menoleh pada ayahnya, semakin bingung atas semua yang terjadi.

"Kaisar Agung dan aku adalah dua raga yang berbagi jiwa. Aku sudah membunuhnya, itu artinya tak lama lagi aku akan mati. Tapi satu hal yang tidak dia ketahui. Aku menurunkan kekuatanku padamu. Kekuatan bangsawan Hadar. Cincin ular hitam itu adalah kunci, Devon. Simpan dia baik-baik!" Anka mengucapkan kalimat terakhirnya. Setelah itu dia limbung dan terjatuh.

Related chapters

  • Demon King   The Shepherd

    Devon melihat dengan mata kepalanya saat seseorang yang dia ingat sebagai ayah kandung, yang dulu meninggalkannya begitu saja saat dirinya masih sangat membutuhkan sosok dan perlindungan dari sang ayah, terjatuh dan menggelepar kesakitan bagaikan ikan tanpa air. Dia tak bisa berbuat apapun, kekuatannya menghilang tiba-tiba. "Ayah, bertahanlah!" serunya.Anka perlahan terdiam, terbujur kaku di lantai. Kulitnya mengeriput begitu saja. Seakan ada kekuatan yang menghisap cairan tubuhnya. Devon tak pernah melihat hal semacam itu sebelumnya. Tak sengaja, ekor matanya menangkap cincin yang melingkar di jari manis Devon. Mata ular di cincin itu mengeluarkan sinar putih, makin lama makin terang. Sinar itu kemudian membentuk gelombang dan memancar keluar. Pancaran gelombang itu merambat menyelimuti seluruh tubuh Devon, merasuk ke seluruh pori-pori tubuhnya.Devon merasakan kekuatannya mulai kembali. Rantai besi yang melilit pergelangan tangannya, mampu ia patahkan dengan mudah.

    Last Updated : 2021-09-22
  • Demon King   Luxury Life

    Semilir angin berhembus menerpa rambut pirangnya, memaksa ia agar segera terjaga. Devon memicingkan mata dan mengerjap. Posisi tubuhnya tertelungkup, hanya mengenakan celana katun berwarna putih dan bertelanjang dada. Dia terbangun, mengangkat badannya dan melihat dirinya berada di atas ranjang mewah yang sering ia lihat di saluran televisi kabel berbayar di apartemen kumuhnya. Sebuah smart bed futuristik yang didominasi warna silver yang selama ini hanya bisa ia idam-idamkan sembari memelototi layar televisi. Ranjang yang bisa mendeteksi detak jantung, tekanan darah dan tingkat kecemasan pemakainya. Terdapat banyak tombol di sisi kiri dan kanan ranjang dan sebuah layar hologram di atas kepala ranjang. Devon mencoba memencet sebuah tombol berwarna biru. Sebuah video muncul di layar hologram, menunjukkan apartemen kumuhnya, yang biasa ia tinggali bersama sang ibu. Dia memajukan badannya, ingin melihat lebih jelas. Ada gambar ibunya di situ, tersenyum manis ke arah Devon

    Last Updated : 2021-10-01
  • Demon King   Coronation Day

    Devon berjalan gagah dengan baju kebesarannya, meskipun menurutnya baju yang dipakainya kini sangat ketinggalan jaman dan sama sekali bukan tipenya. Serba hitam, warna yang dibencinya, mengingatkannya akan kegelapan, hening dan kesepian.Dalam langkahnya yang pelan dan teratur memasuki Main Hall, ruangan luas yang didominasi oleh tembok perak dan besi, lantainya terbuat dari berlian murni, tahan gempa dan tahan getaran, sorot matanya tertuju pada para Tetua yang mengikuti tiap geraknya. Tersungging senyum sinis dari bibir Devon. Sebentar lagi, dia akan mendekati para Tetua dan membuat perhitungan dengan mereka. Lengan Devon terayun ringan. Dia sama sekali tak mau bersikap formal.Tanpa ia sadari, cincin bermata ular yang melingkar di jarinya sejak seorang Shepherd memakaikan padanya di hari ibunya terbunuh itu mengeluarkan secercah sinar putih.Para Shepherd kemudian mengarahkan Devon menuju kursi singgasana berwarna hitam metalik yang sudah disiapkan untuk peno

    Last Updated : 2021-10-20
  • Demon King   Rise of The Devil

    Beberapa kali Devon menguap mengikuti prosesi penobatan dirinya yang terlalu memakan waktu. Para Shepherd mengelilingi singgasananya sembari merapalkan mantra. Sementara para Tetua mengangkat tangannya ke udara sambil bergandengan. Lantai Ruang Utama yang berwarna kristal, tiba-tiba berubah gelap. Atap gedung terbuka perlahan memperlihatkan langit pagi yang cerah tanpa awan. Adalah suatu keajaiban di wilayah kutub untuk melihat langit berwarna biru. Biasanya, hanya ada awan dan kabut disertai semburat aurora."Alam menyambutmu, Devon," ujar salah seorang Tetua.Devon yang sedari tadi duduk diam seraya memegang pedang, hanya tersenyum sinis menanggapi."Setelah ini, kau bisa menuju Atlanta. Kau bisa segera menempati istana Black Emperors yang beberapa waktu ini tak berpenghuni," lanjut seorang Tetua.Devon termangu sesaat. Ditatapnya pedang yang kini berwarna keperakan. Wajah tampannya memantul di sana. Entah bisikan dari mana, Devon mengangkat pedan

    Last Updated : 2021-10-29
  • Demon King   Emperor's First Day

    Atlanta Pusat peradaban dunia kini. Orion peninggalan Anka Hadar, berhasil didaratkan dengan mulus oleh Devon. Berbekal tuntunan yang ia dapat dari rekaman petunjuk Anka yang disimpan di cincin bermata ular itu, Devon berhasil mempelajari seluk beluk Orion dengan cepat. Ketika kakinya menjejak landasan aero car di atap gedung Epsilon (gedung pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan organisasi Black Emperors), ratusan Guardians atau prajurit khusus pelindung Kaisar, telah berbaris rapi membentuk garis lurus di sisi kiri dan kanan hamparan material tiga dimensi berwarna biru laut yang berfungsi sebagai karpet merah untuk penyambutan Devon. Devon berjalan dengan gagah, blazer panjang berwarna keemasannya berkibar diterpa angin. Tak lupa pedang Nebulanya terselip di pinggang. Di ujung karpet, seorang wanita cantik berpakaian formal menunggunya. Dia nampak memegang sebuah ipad transparan. Dengan senyum mengembang, wanita itu menyapa tatkala Devon s

    Last Updated : 2021-11-02
  • Demon King   King On The Line

    Dada Devon bergemuruh. Terlalu banyak fakta baru membuat dia bimbang. Entah mana yang harus dia percaya."Saya adalah paman anda, Yang Mulia. Saya, Robertson Hadar," seringai pria itu.Robertson kemudian meraih telapak tangan Devon dan membelainya lembut. Devon menjadi sedikit risih dibuatnya."Bentuk fisik anda begitu sempurna. Kekuatan yang anda kuasai adalah mengendalikan gelombang elektromagnetik yang berlimpah dari dalam diri anda. Selain itu, anda juga dapat memunculkan gelombang listrik dari seluruh permukaan kulit," tutur Robertson sambil masih menggenggam kuat telapak Devon."Valishka, cenderung memiliki kekuatan pengendali pikiran," gumam Robertson. "Hanya itu kemampuan yang dia miliki.""Mari saya antar Yang Mulia menuju singgasana," ujar Valishka tiba-tiba, mengalihkan pembicaraan. Dia sepertinya tidak begitu suka dengan topik yang dibahas oleh Robertson.Devon mengangguk lalu membalikkan badan. Sementara Robertson menunduk penuh

    Last Updated : 2021-11-02
  • Demon King   Brotherhood of Eternity

    Para Guardians makin terpojok. Laser-laser yang mereka tembakkan, tak satu pun yang mampu menembus pertahanan lawan. Sementara kendaraan berat itu makin merangsek masuk ke singgasana yang terbuka lebar. Dua orang Guardians roboh. Baju zirah mereka tak mampu menahan senjata jenis baru yang ditembakkan musuh. Senjata itu bahkan mampu melubangi besi pelindung yang terbuat dari titanium khusus. Mau tak mau, Devon maju. Meskipun dia belum mengenali dengan pasti musuhnya, namun dia tidak bisa berdiam diri melihat pengawal-pengawalnya berjatuhan. "Yang Mulia, saya bisa menangani ini," larang Valishka seraya mencekal lengan Devon. Warna bola matanya berangsur normal ke warna semula. "Bukannya kau berada di pihak mereka?" tuduh Devon sinis. "Sama sekali tidak, Yang Mulia! Saya hanya mempengaruhi pemikiran mereka agar menghentikan aksinya. Hanya itu kekuatan yang saya miliki," terang Valishka di antara desingan senjata. "Siapa mereka sebenarnya? Kenapa mereka s

    Last Updated : 2021-11-04
  • Demon King   Hatred

    "Robertson, ayah kalian?" Devon mengulang pertanyaannya seakan tak percaya."Dia adik dari Anka Hadar, ayahmu," sahut pria berambut cepak."Dan kalian ingin membunuhku," sinis Devon."Kami terpaksa melakukannya! Kalau kami tidak membunuhmu, merekalah yang akan membunuh kami," tandas Troy."Siapa mereka?" Tanya Devon menuntut jawab."Mereka adalah kelompok paling misterius dari Dark Shadows. Ayahku, Robertson Hadar, menjadi salah satu anggotanya. Dia selalu cemburu pada ayahmu yang memiliki kekuatan paling besar di antara keturunan pemimpin bangsawan Hadar," jawab Troy setengah berbisik."Sshh, dia sedang dalam perjalanan kemari," potong Valishka.Kedua pria asing itu terkesiap, lalu saling memandang, kemudian mengangguk. Pria berambut cepak itu segera mengeluarkan talinya yang bersinar kemerahan. Dia melecutkan tali itu, hingga bergerak ke dinding singgasana yang terbuka, lalu menjuntai ke bawah . Troy menautkan lengannya

    Last Updated : 2021-11-07

Latest chapter

  • Demon King   The New World

    Entah berapa lama kegelapan menyelimuti, yang jelas saat itu, Devon merasa begitu damai. Matanya boleh terpejam, tetapi telinganya masih dapat menangkap nyaring suara burung berkicau, ditambah dengan gemericik air yang semakin melengkapi riuhnya. "Bangun, Nak. Mau sampai kapan kau tertidur? Ini sudah siang. Saatnya mencari uang." Lembut suara sang ibu membuat Devon membuka mata lebar-lebar. "Ibu!" Dia berusaha bangkit dari pembaringan. Dia bergerak terlalu kencang, tanpa memperhatikan sekeliling. Kepala Devon terantuk oleh dinding kaca tebal. Barulah saat itu dia sadar bahwa dirinya tengah berada di dalam sebuah tabung transparan. "Apa yang terjadi?" gumamnya kebingungan. Berbagai macam bayangan dan kilasan masa lalu, hadir memenuhi kepalanya. Devon meringis sambil satu tangannya menyentuh dahi. Sementara tangan yang lain, dia gunakan sebagai tumpuan. "Ibu?" panggil Devon lirih. Mau tak mau dia kembali berbaring sembari mengingat-ingat semua yang telah terjadi sebelum dirinya tak s

  • Demon King   Last Minutes

    "Ah, Paman. Kebetulan sekali, aku sudah menunggumu sejak lama. Hampir saja aku membusuk di kandang itu," Devon tertawa pelan, lalu menurunkan tubuh Antonella dan membaringkan gadis itu di depan kakinya begitu saja. "Kau apakan dia?" tanya Robertson Hadar dengan mata terpicing. "Mungkin aku akan membawa dan memasukkannya ke dalam kandang. Sama seperti ayahnya yang telah memperlakukanku seperti hewan," Devon menyeringai sembari mengusap permukaan bibirnya menggunakan ibu jari. "Ini semua adalah salahmu, Robertson Hadar!" terdengar teriakan nyaring dari arah lain pada lorong panjang itu. Devon menoleh ke belakang. Dia mendapati Ganymede berjalan dengan sorot penuh amarah. Satu tangannya tampak menggenggam sebuah botol bening berisikan cairan hijau. Sementara tangan lainnya mengokang senjata. "Apa yang kau lakukan, Ganymede? Jangan bertindak bodoh. Aku bukan musuhmu, tapi dia ...." telunjuk Robertson terarah lurus pada Devon. "Aku akan mengurusnya nanti. Untuk saat ini, aku harus men

  • Demon King   Antonella' Flame

    Devon tak bisa menghitung, berapa lama dia terkunci di dalam ruangan aneh ini. Selama waktu itu, berkali-kali Antonella melihatnya, menjenguknya ataupun sekedar menggodanya.Entah terbuat dari apa jeruji besi yang mengelilingi Devon saat ini. Yang jelas, dia kesusahan untuk mematahkannya. Emosinya meledak-ledak sejak saat kabut aneh itu merasuki dirinya. Devon merasa dirinya bagaikan hewa buruan yang diamankan di kandang. Dia harus menemukan jalan keluar agar dirinya bisa kembali menguasai keadaan dan membalikkan kekuatan Ganymede. "Anda tak bisa membuka jeruji itu, Yang Mulia," suara lembut seorang wanita membuat Devon terdiam untuk beberapa saat. "Apakah itu kau, Antonella?" Devon menautkan alisnya dan menatap tajam ke arah depan. Lagi-lagi gadis itu ingin bermain-main dengannya. Namun, kali ini kehadiran Antonella tak seperti biasanya. Tak terlihat apapun di luar jeruji, hanya ruangan luas dengan berbagai sisi yang berwarna putih. "Aku ada di sini," ujar suara itu lagi. Sosoknya

  • Demon King   In The Hand Of The Devil

    Devon memegangi kepalanya yang terasa begitu berat. Seakan ada bandul raksasa yang berdentang di dalam. Matanya terpicing, awas menatap sekitar. Dinding berbentuk jeruji besi terlihat kokoh memutarinya, mengungkungnya di tempat antah berantah ini. Dia bagaikan binatang buas yang dikurung di dalam kandang di tengah ruangan luas yang aneh.Ditatapnya lantai tempatnya berbaring seperti seorang pesakitan. Lantai berbahan logam berwarna hitam, sehitam matanya. "Ganymede!" teriak Devon sambil telentang. Bajunya entah kemana. Dia bertelanjang dada kini. Urat-urat hitam masih tampak menonjol di bawah permukaan kulit."Kau sudah sadar, Yang Mulia? Luar biasa. Padahal aku mencampurkan bermili-mili gram obat penenang, cukup untuk membuat tidur seekor gajah selama seharian," seringai sosok Ganymede yang tiba-tiba saja muncul di ujung ruangan, di luar jeruji tentunya."Kau memang makhluk spesial. Tak ada yang sekuat dirimu. Sekalipun itu Tuan Anka Hadar," Ganymed

  • Demon King   Transformation

    Devon sendirian kini. Hanya pedang Nebula saja yang setia menemaninya. Benda itu selalu tersarungkan dengan rapi di samping pinggang. Dia berjalan terseok-seok memasuki pusaran kabut hijau yang entah dari mana munculnya. Seperti ada seseorang atau sesuatu yang mengarahkannya ke sana. Bisikan-bisikan di dalam kepalanya terdengar semakin kencang, sampai-sampai Devon harus menutupi telinganya meskipun itu sia-sia.Sekilas, bayangan wajah Bellatrix, tergambar jelas di benak Devon. Dia tersenyum untuk sesaat, lalu kembali meringis, merasakan nyeri yang mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Otot-otot tubuh yang timbul di permukaan kulit, kini berubah menjadi kehitaman. Bola mata hijaunya juga mulai memudar, berganti warna menjadi gelap seluruhnya. Akan tetapi, penglihatannya menjadi semakin jelas.Tubuh Devon berubah menjadi semakin kekar. Kekuatannya seakan makin tak terbatas, namun ada satu hal yang makin berkurang, dirinya kini tak bisa mendengarkan nurani dengan jelas. Han

  • Demon King   Demon Devon

    Sudah empat hari berlalu sejak Devon memerintahkan Leya untuk mengemudikan pesawat siluman pulang ke markas Greenwalds. Sedangkan dirinya dan Bellatrix terjebak di daerah aneh ini, sementara kabut hijau semakin menyebar dan merata, padahal mereka berhasil membasmi titik-titik tumbuhnya tanaman beracun di berbagai tempat. "Waspadai langkahmu, Bella," ujar Devon memperingatkan gadis cantik yang berjalan di samping Devon itu. "Aku merasa ada yang aneh dengan badanku," keluh gadis cantik itu. "Apa perlu kita berhenti sebentar? Mungkin kau kelelahan. Kita sudah membasmi tempat tumbuhnya tanaman beracun itu dalam jumlah yang tak terkira banyaknya," Devon yang terlihat khawatir, segera menghentikan langkahnya. Dia putar pedang Nebula dengan kecepatan penuh, sehingga kabut hijau itu kembali terurai dan menyebar menjauh. Sudah berkali-kali Devon melakukan hal ini, namun asap hijau itu selalu berhasil merapat kembali. "Apa masker biohazardmu tak berfungsi? Kau bisa memakai punyaku," tawar De

  • Demon King   Become A Monster

    Leya memencet sebuah tombol yang terletak di sisi ruangan. Dinding di hadapannya kemudian bergeser pelan. Sebuah layar datar berwarna putih muncul dari dalamnya. Sementara Valishka berdiri di sisi Leya, sudah siap dengan benda pipih transparan yang selalu ia bawa kemana pun itu.Ini adalah hari ketiga sejak Leya tiba di markas rahasia. Entah kenapa, saat itu Devon yang berada di darat, tiba-tiba memerintahkannya untuk kembali terlebih dulu tanpa dirinya dan Bellatrix. Atlas yang awalnya menolak, terpaksa menyetujui keinginan Devon. Bahkan Bellatrix telah mengatur titik koordinat dan mengaktifkan kemudi otomatis pesawat siluman sehingga kendaraan canggih itu terbang dan berhenti tepat di atas pusaran kabut pelindung bangunan markas.Fokus utamanya ketika tiba adalah melakukan perawatan terhadap Troy. Halusinasinya makin parah sejak ia digigit oleh makhluk monster, sehingga Leya terpaksa menyuntikkan obat penenang dan penghilang rasa sakit secara bersamaan. Kondisinya se

  • Demon King   Hunted

    "Lalu, dimana mereka sekarang? Kenapa tidak terlihat seorang pun makhluk monster itu?" Bellatrix menyapu pandangannya ke segala arah. "Itu nanti saja kita pikirkan. Kita bawa Troy dulu," Devon sigap mengangkat tubuh lemah Troy, memanggulnya di pundak dan memencet pin hitamnya. Ketiga orang itu pun kembali ke pesawat siluman. Atlas menyambut mereka dengan raut cemas. Sementara Leya terpekik senang melihat Troy ditemukan dengan selamat, meskipun kondisinya lemah. Devon meletakkan pria itu hati-hati di atas kursi penumpang. Bellatrix menekan salah satu tombol di sisi kursi hingga sandarannya bergerak horizontal membentuk ranjang. Pandangan Bellatrix tak lepas dari wajah Troy yang pucat. Setitik kekhawatiran muncul dalam dirinya. "M-menurutmu apa dia akan berubah menjadi salah satu monster itu?" tanyanya ragu-ragu. "Apa yang mereka lakukan pada Troy?" Leya turut bertanya. "Mereka menggigitnya," sahut Devon pelan. "Semoga saja tidak ada efek

  • Demon King   Troy, The Survivor

    Devon berada dalam dilema. Jika dia hanya dalam posisi bertahan, entah sampai berapa lama rekan-rekannya akan sanggup berdiri bersamanya. Akan tetapi, jika Devon melawan, maka dia tidak akan bisa mengontrol kekuatannya. Bisa jadi seluruh makhluk yang bermutasi itu akan musnah dan Devon sungguh tak ingin itu terjadi.Dia selalu teringat akan ibunya ketika dia berhadapan ras asli penduduk bumi. Entah dia sanggup atau tidak untuk menahan beratnya rasa bersalah yang mungkin akan dia tanggung."Apa yang harus kita lakukan, Yang Mulia? Kami menunggu perintahmu!" seruan Atlas menyadarkannya."Kita tinggalkan tempat ini untuk sementara!" titah Devon seraya mengeluarkan perisainya yang membentuk kubah di sekeliling dia dan semua rekannya."Bagaimana dengan Troy? Kita tidak bisa meninggalkannya sendiri di sini!" protes Leya yang segera dijawab dengan gelengan kepala oleh Devon."Tidak ada waktu sekarang! Jumlah mereka terlalu banyak! Nanti aku akan kembali l

DMCA.com Protection Status