“Iya, Mas. Udah ini,” jawab Ayu. “Mana? Coba kamu baca,” pinta Harsa. “Malu, Mas baca sendiri aja!” tolak Ayu. “Hahaha, ya biar lebih ngena. Entar saya juga baca punya saya. Ayo dong Sayang, Mas pengen denger nih,” bujuk Harsa. Awalnya Ayu masih menolak. Akhirnya ia mau juga untuk membaca. Dari tadi istrinya ini perlu dibujuk dulu untuk mau bertindak. Tidak masalah asalkan istrinya itu tidak berlarut dalam sebuah kesedihan atau kemarahan yang berlanjut panjang. Harsa teringat akan Nyiur. Dulu sewaktu hamil Alifa dan Aliza, Harsa dengan Nyiur sibuk mempersiapkan diri untuk menerima poligami karena belum pasti juga sebuah hasil dari apa yang mereka ketahui dalam usg-nya kalau anaknya tidak laki-laki. Harsa merasa kurang berbuat romantis dengan sang istri sewaktu itu. Senyumnya yang dari tadi sudah dirangkai, rasanya kini memudar. Ia terus kepikiran Nyiur. Ayu yang sudah mulai mau membaca itu pun kembali bertanya terlebih dahulu kepada sang suami mengapa ekspresinya tiba-tiba
"Hemm? Sakit? Sakit gimana?" tanya Harsa. "Sakit pengen Mas pegang, hahhaha." TERTAWA SEJENAK DAN LANGSUNG MENGGENGGAM SERTA MENCIUM TANGAN HALUS ITU. Tanpa mereka ketahui, ternyata Nyiur dari dalam kamar juga sudah membuat hal demikian, tetapi ungkapan Nyiur untuk Harsa, bukan untuk kedua putrinya. Ia membuat hal demikian karena rasanya sangat rindu dengan Harsa yang dulu. Harsa yang lebih punya banyak waktu untuk mereka. Sebelumnya, Nyiur chat dulu dengan Zulkifli. Nyiur: “Ayah” Zulkifli: “Iya, Sayang.” Nyiur: “Nyiur tiba-tiba keinget waktu masih berdua sama Mas Harsa. Kangen waktu itu😶. Sedih ingatnya, sekarang udah nggak bisa lagi seperti itu.” Zulkifli: “Tidak semuanya harus sesuai dengan yang kita inginkan, Nak. Dulu kamu punya Harsa yang utuh, tapi sekarang ... lihatlah! Kamu punya dua putri cantik yang kasih sayangnya juga utuh buat kamu.” Nyiur: “Ayahhhh.” Zulkifli: “Sudah Sayang, nggak baik pandang masa lalu untuk menjadi beban." Zulkifli ini orangnya ber
“Tuh kan bener ayah ngasih tahu!” timpal Nyiur. “Haha, gak apa-apa. Cuma tadi kalau kamu ngomong langsung, Mas lebih seneng,” kata Harsa. “Mas marah?” “Iya sebenarnya, cuma aura kelembutan kamu ini bisa aja melemahkan amarah saya.” Harsa memeluk sang istri. “Apa yang kamu pandang dari langit?” tanya Harsa. “Sama kayak aku mandang kamu,” jawab Nyiur. “Yah, masa disamain sama langit, emang saya sejauh itu untuk kamu?” Harsa menarik sang istri untuk bersandar. “Iya, Mas Harsa jauh dari aku semenjak punya istri kedua.” Nyiur menunduk, deretan air mata mulai menghujankan diri. “Ka-kamu merasa begitu? Astaghfirullahaladzim, Mas minta maaf ya Sayang. Hhh, Mas akan belajar untuk lebih bisa baik lagi.” Harsa memeluk sang istri lagi dan mengusap air matanya. “Ternyata nggak semudah yang aku bayangkan. Sakit banget melihat Mas udah nggak kayak dulu lagi.” “Saya akan seperti dulu lagi.” “Tidak bisa.” “Mengapa begitu?” “Tidak mungkin.” “Apa yang tidak mungkin atas kehenda
Harsa sempat mau ditampar oleh Zuyyina yang me'getahui tentang Nyiur dari Zulkifli. Hanya saja karena mereka datangnya bersamaan dengan Nyiur sadar, hal tersebut pun diurungkan. Terlihat Nyiur tampak bingung kemudian Harsa menjelaskan situasinya, tetapi Nyiur tidak menanggapi dan justru memanggil sang Ayah. “Ayah.” Nyiur menyingkirkan tangan sang suami saat sadar dan justru memanggil sang Ayah yang baru saja datang. “Ayah, Nyiur capek,” keluh Nyiur. “Istirahat Sayang, nanti juga hilang kok,” jawab Zulkifli. “Semakin hari semakin capek!” *** Tidak sengaja lagi Harsa menemukan catatan Nyiur, catatan tersebut masih tergeletak di atas meja kamar saat ia pulang mengambilkan baju untuk sang istri untuk dibawa ke rumah sakit. Tidak lain tulisan tersebut adalah permintaan cerai dari Nyiur. “Mas Harsa Jayabaya mungkin selama ini apa yang aku pikirkan itu benar. Aku memang salah, sebaiknya aku mundur saja dari dulu, ternyata sekarang rasanya lebih pedih. Aku pura-pura le
Tidak bisa, Harsa tidak bisa menceraikan Nyiur. Ia segera bangkit ke rumah sakit dan menemui istrinya untuk mengklarifikasi hal tersebut. Panik, rasa takut, rasa gemetar rasa seluruhnya berpadu dalam diri Harsa tatkala istrinya yang pertama ini merasa kesedihan itu lebih rapuh daripada apapun yang ia alami selama hidupnya. Karena bagi Harsa, walaupun Ayu, dirinya, dan yang lain itu merasakan kepedihan, yang paling merasakan paling sakit dan paling harus bisa untuk mengontrol diri itu adalah Nyiur. “Istri pertamaku, semua yang rusak bisa kan setelah kembali dibengkelkan, kembali dicarikan sesuatu yang menjadi obat, bisa menjadi sembuh. Mungkin iya sesuatu yang memang sifatnya menggunakan waktu itu tidak bisa diulang untuk memperbaiki hal tersebut lagi, hanya saja hal tersebut kan bisa bisa menjadi sebuah pembelajaran untuk kita ke depannya dan kita belajar untuk lebih baik lagi. Saya yakin langkahnya itu selalu ada. Sayang, jangan ngambek lagi ya. Saya itu cinta sama kamu, siapa y
"Apa!” Harsa segera bangun dan mengikuti Zalfa ke depan rumah sakit. Saat itu Ayu merasa dirinya menjadi sumber masalah. Hanya saja ia mendengar perbincangan seseorang di teras rumah sakit mengenai belati yang menjadi akal-akalan dari Nyiur. Ia pun memvideo dan mengirimkan ke Harsa waktu itu. Namun, saat berada di tempat yang sepi, ia kembali melihat belati yang sama dengan kejadian yang sudah pernah ada. Tulisannya sama, belum selesai. Ayu langsung berlari ketakutan dengan amarah memuncak terhadap Nyiur. Sayangnya, saat menyebrang karena mau kembali ke kamar Nyiur, ia tertabrak mobil aneh, tulisan depannya tetap seperti du belati. Ia pun pingsan dan keguguran. *** “Dia yang bunuh anak kita! Dia yang bunuh anak kita, Mas! Dia jahat!” Ayu menangis histeris setelah penanganan tentang dirinya selesai. “Mas! Kenapa diam! Salahkan Nyiur, salahkan dia!” teriak Ayu. “Anak kita sudah diambil oleh Pemiliknya. Gapapa ya, nanti kita usaha lagi.” Harsa mencoba memeluk sang istri u
“Kebelet apa?” “Kebelet cium kamu, ya jelas kebelet buang sesuatulah, Sayang.” “Kalau otak aku habis ini agak geser, benerin ya Mas. Ini semua karena Nyiur yang bunuh anak kita! Ya udah sana cepetan ke kamar mandi! Gak boleh bawa ponsel!” cecar Ayu. “Sayangku konyolnya udah kelihatan lagi nih!” Ayu mulai memanyunkan bibir lagi. Harsa ini terlalu canggih untuk bisa menenangkan seorang Ayu hingga Ayu bisa segeran merevolusikan dirinya untuk menjadi dirinya yang tetap menjadi wanita lawak. Tidak betah untuk terus-terusan menangis, ia pun salah tingkah untuk sedikit senyum tatkala Harsa mulai masuk ke dalam kamar mandi. Siapa yang tidak sedih atas hilangnya seseorang yang sifatnya hidup. Terkadang kehilangan barang saja hancurnya sudah berkeping-keping apalagi ini kehilangan seorang anak yang mereka nantikan, tentu ini juga menyakitkan untuk mereka. Meskipun begitu Ayu juga mulai menata pikirannya. Mungkin memang itu jalan yang terbaik dan ia berusaha untuk mengamalkan apa y
Harsa membicarakan apa yang ada dalam pikirannya di depan istrinya itu rasanya lebih sulit daripada ia meeting sekalipun meetingnya dengan berbagai negara dan dengan bahasa yang begitu rumit. Sungguh yang namanya bahasa hati, bahasa ketulusan, bahasa cinta itu lebih sulit dari segala macam bahasa yang pernah Harsa lakukan, Harsa ucapkan, dan Harsa pelajari. Untuk mendefinisikan itu terlalu rumit, untuk mengucapkan itu juga sangat rawan dengan sebuah kesalahan apalagi penangkapannya bisa juga akan gagal dipahami. Harsa kira setelah tadi bicara panjang lebar dengan Nyiur, berbicara dengan menjelaskan tentang sebuah perceraian yang tidak akan ia lakukan dan sekarang justru dihadapkan dengan Ayu yang seperti ini. Harsa itu yakin kedua istrinya itu tidak ada yang meminta cerai sekalipun mulutnya itu meminta dan keduanya sebenarnya juga tidak ingin saling bermusuhan, tetapi keadaan-keadaan yang masih banyak sesuatu yang berada di anatara salah paham atau nyata ini yang menyebabkan mereka
Harsa: "Aman, Sayang. Kamu di belakang saja sama Nyiur." Ayu: "Huuh, iya-iya!" Harsa: "Hehe, bentar ya Sayang ya." Sejatinya, poligami itu pilihan. Pilihan yang bergantung pada kejadian apa yang menyebabkan diri tersebut harus, wajib, atau tidak dianjurkan poligami. Dalam Al-Qur'an memang poligami itu diperintahkan, Nabi Muhammad juga melakukan, tetapi tidak sekedar perintah mentah yang tak mempunyai syarat dan ketentuan. Dalam surat An-Nisa', poligami diperintahkan sampai maksimal empat, salah satu syaratnya yaitu dengan syarat adil terhadap para istri dan itu pun di ayat selanjutnya dipertegas bahwasannya laki-laki tidak akan bisa adil terhadap istri-istrinya. Itu artinya, poligami sifatnya kondisional. Penjelasan dari maksimal empat itu sendiri memliki maksud dalam sejarahnya sebagai batasan karena dulu di zaman Rosululloh itu laki-laki menikahnya dengan banyak sekali perempuan. Nabi Muhammad pun, melakukan poligami selepas istri pertamanya meninggal, poligami Nabi Mu
Poligami menjadi perbincangan besar mungkin dalam suatu kalangan ada yang berpikir bahwasanya poligami ini dianggap haram. Ada juga yang menganggap bahwasanya poligami itu justru dianjurkan. Saat ini harusnya berada di tengah orang yang menganggap bahwasanya poligami itu haram. Bisa dikatakan yang mengatakannya itu adalah orang baru di lingkungan tersebut. Bukan hanya berhasil menjadi orang baru yang memikat banyak perhatian karena ia adalah seorang yang kaya raya dan menjadi cucu dari kepala desa tersebut tetapi orang tersebut juga menjadi seorang yang terkenal agamanya kuat karena kabarnya juga dia ke situ itu setelah pulang dari pesantren serta kuliah juga di luar negeri. Mengetahui hari saya memang poligami seseorang tersebut mendatangi rumah Harsa dan mencoba mengatakan untuk menceraikan salah satu dari istrinya. Ayo langsung emosi Mendengar hal tersebut ya langsung ke belakang dan membicarakan hal tersebut dengan nyiur dengan keadaan wajah yang sa
Itu semua adalah bayangan harga dan akibatkanlah mereka saat ini sedang di kamar tidur. tiba-tiba teringat dengan putrinya, yaitu Aliza yang dijodohkan dengan Yudhistira. bentar lagi memang acara apa di pesantren tersebut itu terlaksana dan rencananya mereka akan membahas hal tersebut lagi. Mereka bercerita seperti itu seakan-akan sudah nyata. meskipun harus sah dan istri pertama usai honeymoon di Bobocabin Coban Rondo Malang mana tempat tersebut juga menjadi tempat yang Ayu inginkan saat mereka di sana Ayu merasa sangat iri sekali sangat ingin segera ke sana dengan Harsa setelah Harsa pulang ternyata keinginan tersebut sudah hilang juga Ayu tidak terlalu menginginkan untuk pergi ke sana bahkan sekarang yang ia bahas setelah hari Sabtu pulang itu bukannya menceritakan tentang bobo cabin Coban Rondo tersebut tetapi saat ini Ayu justru terbuka untuk saling ngobrol mengenai masa depan dari anak-anak mereka. tidak keberatan untuk Harsa
Saat acara haflah di pesantren Nyiur, Harsa, dan juga Ayu, mereka terlebih dahulu sowan ke ndalem dan di sana mereka juga bertemu Yudhistira Pamungkas yang menjadi pura kecil dari Bhima Purnama dan Tessa Soraya yang merupakan pengasuh cabang pesantren yang dulu ditempati oleh mereka bertiga. "Om Tila ayo main!" ajak Aliza. "Main apa Za?" Kini keakaraban Yudhistira dengan putri Harsa pun sudah sangat erat. Sebenarnya mereka itu dijodohkan dari kecil, Yudhistira menyadari itu karena saat ini dia sudah menginjak usia SMP. Jaraknya memang sangat jauh, tetapi orang tua mereka yakin untuk menjodohkan sejak dini. Yudhistira ini orangnya cool, tidak terlalu mengurusi juga apa yang orang tuanya rencanakan. Berbeda dengan Aurora Willona. Sosok cantik kembaran Yudhistira yang sangat cerewet dan nakal. Meskipun sudah ditegur beberapa kali, dihukum juga, ia tetap saja teguh pada apa yang menjadi keinginan. Cewek tomboi, andaikan dia tidak berada di lingkungan yang kenthal agama, mungkin
"Mas Harsaaaaaa! Ayu kangen banget banget banget!" Ayu langsung memeluk sang suami saat masih di depan pintu. "Kamu nggak kangen aku, Ay?" tanya Nyiur. Ayu beralih memeluk Nyiur. "Kangen dong! Kapan sih aku nggak kangen sama kamu!" "Huum, Ayu! Lihat nih Mas Harsa KDRT!" kata Nyiur. "Mas Harsa!" Ayo melotot keras saat melihat lebam di tangan Nyiur. "Kalian ini udah mau bikin saya naik daerah ya masih di depan pintu!" CUPP CUPP Harsa mengecup keduanya dan memberi senyuman desta merangkul mereka untuk segera masuk ke dalam rumah. Putri dan putra mereka tanpa senyum bahagia dan bersorak meskipun sang buah hati yang masih kecil masih bisa tertawa tawanya bayi. Raut wajah mereka tidak bisa bohong bahwa mereka itu sangat merindukan Nyiur dan juga Harsa. Meskipun saat berada di dalam telepon juga Mereka terlihat seperti negara-negara saja itu sebenarnya nyiur dan
"Hahah, iya-iya. Kita keluarkan bareng-bateng ya Sayang!" Harsa masih sempat mengecup Sudah sejauh ini ia melangkah dalam rumah tangganya. Pernah berpikir, dulu waktu kecil punya kesenangan yang luar biasa itu ketika berkumpul dengan teman dan bermain bersama. Harsa terbengong di depan cermin saat menunggu istrinya masih buang air besar. Waktunya cepat sekali berubah. Seakan-akan kita hidup di dunia ini hanya tentang kenikmatan sementara dan digantikan dengan kenikmatan lain seiring berjalannya waktu. Itu bukan seakan-akan, tetapi kenyataan. Yang sebenarnya, dari situ Tuhan sudah memberi peringatan. Ya, peringatan bahwasannya hidup di dunia hanya mampir. Kebahagiaan di setiap detiknya berubah. Ini juga tentang, bagaikan merawat waktu yang sedikit ini untuk bisa menyelaraskan antara kepuasan dan kebijaksaan. Hidup itu ya begitu-begitu saja. Ada ekspetasi, kepuasaan, kekecewaan, dan kekhilafan. Kecil adalah simulasi dari besar. Waktu
"Sayang, aku kebelet banget! Tapi males ini gimana?" tanya Nyiur. "Ya dilawan dong malasnya. Emangnya kamu mau jadi budaknya hawa nafsu? Mau jadi pembantunya? Baru aja semalam kita bahas di Qosidah Burdah pasal 2. Hati-hati sama nasihatnya hawa nafsu, hawa nafsu sesat Sayang!" Harsa menghentikan mobilnya. "Mas! Apa sih orang kebelet malah diceramahin! Bisa-bisa aku ngompol aja di mobil kamu ini!" sahut ketus Nyiur. "Hmmm, maaf Sayang nggak ada maksud Mas yang mau menghakimi kamu! Sini peluk dulu!" kata Harsa. Nyiur pun mengambil kesempatan yang diulurkan oleh tangan sang suami. "Ceramahin boleh banget, tapi Nyiur lagi sensitif hawanya Mas. Aku pengennya marah-marah, aaa nggak jelas deh. Aku jadi makin kangen Ayu kalau lagi nggak jelas kayak gini. Tahu gak Mas? Aku sama Ayu yuh kadang punya perasaan ngerasa gak jelas kayak gini barengan loh." Mungkin, efek akan datang bulan. Ini yang ada da
mereka sudah beberapa hari menginap di Bobocabin Coban Rondo. saat sore hari sudah waktunya mereka untuk pulang, rasanya ya seperti masih ingin berteduh di tempat tersebut lebih lama. akan tetapi tidak bisa dibohongi mereka juga merindukan yang di rumah entah itu Aliza dan Alifa Ayu Alil dan Aliq maupun orang tua dan mertuanya. Salah satu beredar mereka supaya bisa ikhlas atau menerima bahwa mereka itu tempatnya tidak bisa selalu di situ ya karena menyadari bahwa mereka itu sudah berkeluarga dan memiliki keluarga yang tempatnya tidak di situ. tempat tersebut memang memberi sebuah ketenangan yang luar biasa untuk mereka dibalik seluruh keresahannya selama ini. bukan hanya menyediakan tempat untuk bersenang-senang bagi mereka dalam menjalankan sesuatu yang memang menjadi misi akan tetapi mereka di sana Ini juga banyak belajar tentang sebuah kerukunan yang ternyata Puncak dalam mencapainya itu harus disertai effort yang luar biasa. Di sana mere
Endingnya selalu memuaskan. Mereka sama-sama puas dan merasakan apa yang memang menjadi tujuan. Namun, di sisi lain Harsa merasa dirinya terlalu keras terhadap sang istri dalam urusan dunia erotisnya. "Maaf ya kalau di sini Mas mainnya lumayan lebih keras," bisik Harsa. "Hemm, gapapa suamiku, Nyiur seneng kok. Cuman kalau jadi, Mas jangan marah," jawab Nyiur. "Jadi apanya?" tanya Harsa. "Ya jadi anaklah," jawab Nyiur terkekeh. Sebuah hal terjadi di dunia ini sudah banyak tipu dayanya. Harsa mencoba angkat bicara seperti apa yang dinasihatkan dalam Qosidah Burdah pasal dua. Salah satu baitnya mengatakan tentang tipu daya, di sana pakai kata lapar lebih sering dari kenyang. Ini artinya, godaan hawa nafsu itu lebih pintar menyusun godaan yang mana akibatnya tidak seberapa memberi keberuntungan. "Jadi kembalinya gini Sayang. Ya kalau nggak siap dengan akibat, ngapain berbuat?" "Kan bisa jadi karena ngga