"Tadi kusimpan di kantung celana. Sekarang di mana, ya?" Ava terlihat kebingungan. Berkali-kali mencari sesuatu yang telah disimpan lama, tetapi tidak ketemu. "Aku harus menemukan foto Gerry, sebelum Stuart mendapatkan lebih dulu."
Sekali lagi Ava mencari di dalam kamar. Di bawah ranjang, bawah meja rias, dan mungkin saja tidak sengaja terbuang ke kotak sampah kecil. Ava mendecakkan lidah dengan kesal. "Aku harus mencarinya ke mana lagi?"
"Sedang mencari apa? Sepertinya, penting sekali." Stuart yang baru saja keluar dari kamar mandi terlihat bingung dengan gerak-gerik Ava.
Tubuh Ava gemetar hebat. Ava berpikir, jika Stuart sudah lama berdiri di belakang. "S-sejak kapan kamu selesai mandi?" Stuart tidak boleh tahu mengapa Ava bisa memiliki foto Gerry. Ada masa lalu yang tidak bisa Ava ceritakan pada suami sendiri.
Rambut Stuart yang terlihat kacau membuat Ava gemas ingin merapikan. "Sebenarnya, aku kehilangan anting yang diberikan Erine. Aku tidak sengaja
Satu keluarga menangisi kepergian Erine di pemakaman, kecuali Marry. Marry juga di bawa ke pemakaman, tetapi sengaja ditinggalkan dalam mobil bersama dua pelayan. Donny tidak ingin Marry mengacaukan suasana kepergian Erine ke liang lahat.Tempat parkir mobil dan makam Erine tidak begitu jauh, jadi Jordi bisa memperhatikan sang ibu dari kejauhan. Marry menangis sambil menggumamkan sesuatu. Jordi yakin, gumam tersebut pasti tidak ingin Erine pergi meninggalkan Marry."Ayah, apa tidak bisa biarkan ibu ikut melihat makam Erine?" tanya Jordi pada Donny. Jordi paham dengan perilaku Marry yang lebih menyayangi Erine, tetapi sebagai ibu, Jordi juga tidak bisa benci.Tanpa menoleh pada Jordi, Donny menjawab, "Ayah tidak ingin ibumu semakin sedih. Biarkan dia di sana.""Ibu meronta-ronta, Yah. Daripada situasi semakin buruk, lebih baik biarkan ibu keluar." Donny bergeming, membuat Jordi agak kesal. "Baiklah, biar aku yang bawa ibu-""Ayah bilang biarkan saja
Pandangan pada pantulan di cermin membuat Ava menjadi termenung. Tangan yang sedang menyisir rambut sang anak pun berhenti. Beberapa hari ini, Ava sungguh tidak bisa melupakan pria yang pernah berada di hati.Vera melihat sang mama terdiam. Seharusnya, rambut Vera sudah diikat kepang seperti permintaan, dan beberapa menit lagi akan berangkat sekolah. Namun, mama dari anak kecil perempuan tersebut malah diam termenung."Mama, kepang rambut Vera. Kepang dua, ya?" Vera mengajak Ava bicara melalui pantulan cermin, tetapi Ava tetap bergeming. "Mama!"Tetap tidak ada balasan. Justru air matalah yang keluar. Ava sungguh tidak rela di tinggal mati oleh Gerry.Kebetulan sekali Stuart masuk ke kamar untuk mengganti pakaian kerja. Melihat Ava yang menangis tiba-tiba, Stuart tidak ingin langsung bersuara."Papa, mama tiba-tiba menangis. Padahal, Vera hanya ingin diikat kepang dua. Mama juga tidak mendengarkan Vera bicara. Apa mama sudah tidak sayang dengan Ver
Rider's Corp. Bangunan besar nan tinggi terlihat sangat mewah dan megah. Dari halaman dan parkiran saja sangat lebar. Bagaimana jika Ash menghancurkan bisnis Keluarga Rider juga?"Anda pasti Nona Ash. Tuan Stuart sudah menunggu." Wanita berpakaian kantor menyapa Ash dengan ramah. "Silakan ikuti saya, Nona."Wanita itu hanya bekerja sebagai sekretaris. Tidak ada hubungan dengan Keluarga Rider. Maksud Ash, tisak ada hubungan kekeluargaan, bukan hubungan pekerjaan.Mungkin terlalu berlebihan, jika Ash juga menghancurkan bisnis Keluarga Rider. Banyak orang yang bekerja dengan giat di sini. Pasti sangat sulit mencari pekerjaan. Mereka bekerja mencari uang dari hasil keringat untuk keluarga. Ash tidak tega.Suara ketukan pintu dari luar membuat Ash tersadar dari lamunan. Ash tidak sadar, jika sudah sampai di depan pintu ruang direktur."Masuk." Suara pria yang Ash kenal terdengar sampai luar. Berarti, ruangan tersebut tidak kedap suara."Permisi,
Dalam perjalanan pulang, Ash berusaha menutupi tanda merah di leher menggunakan rambut. Berkali-kali hembusan angin membuat rambut terhembus. Ash mendecakkan lidah.Ash mampir ke toko kios pakaian sementara. Hanya untuk membeli syal. Padahal, cuaca sedang panas. Orang di sekitar menatap Ash dengan bingung."Mama, Vera mau es krim di depan sana!" Suara Vera terdengar oleh Ash yang tidak jauh. Ash dapat melihat Vera yang terus-menerus menarik baju Ava, meminta dibelikan es krim. Akan tetapi, Ava bergeming. Hanya menatap pada ponsel saja.Tidak ada anak kecil yang suka diabaikan. Dengan inisiatif, Vera menyebrang sendiri hanya demi es krim yang diinginkan."Wanita itu sudah melupakan anaknya." Ash menjadi ikut kesal. Anak kecil tidak bisa ditinggal sendiri. Akhirnya, Ash berlari cepat ke arah Vera yang belum menyebrang. "Vera! Jangan menyebrang sendiri! Biar aku temani.""Vera mau es krim itu! Mama diam saja, jadi Vera jalan sendiri. Belikan Vera es k
Sarapan pagi terlihat tenang. Tidak ada masalah terjadi. Akan tetapi, semua orang di meja makan dibuat bingung oleh penampilan Ash, yang menggunakan syal lagi untuk menutupi bagian leher."Kamu terlihat rapi sekali. Ingin pergi ke mana?" Jordi bertanya, setelah menelan makanan yang sempat dikunyah."Rumah sakit." Ash tidak berbohong ke mana akan pergi. Tanpa dijelaskan alasan pergi ke rumah sakit, Jordi sudah mengerti lebih dulu."Salep yang kuberikan sudah dipakai? Masih belum hilang, ya? Periksa saja ke dokter kulit." Jordi memberi saran. "Kita berangkat bersama. Arah sekolahku dan rumah sakit sama."Mendengar Jordi mengajak Ash, telinga Blair panas seketika. "Aku ikut! Daripada bosan di rumah, lebih baik menemani Ash pergi."Jordi menatap Blair tidak suka. Pasti ada rencana lain yang telah Blair siapkan.Donny membuka suara setelah lama tidak ingin ikut campur masalah Ash. "Ada apa dengan lehermu? Apa pelayanku tidak membersihkan kamarmu
Suara ketukan membuat Ash terpaksa membuka mata. Niat bangun di siang hari telah gagal. Mau atau tidak, Ash harus membukakan pintu demi tidak terganggu dengan suara ketukan yang semakin keras."Kak Ava? Kenapa?" Ash memandang bingung pada Ava yang berdiri sambil menangis."Aku ... minta maaf. Tentang kemarin. Aku sudah menuduh dan menjambakmu di depan orang-orang. Aku percaya dengan orang yang salah. Sungguh memalukan. Maafkan aku!" Ava sampai menggabungkan kedua tangan seperti sedang berharap.Ada seutas senyuman di wajah Ash. Sebenarnya, tidak ada dendam antara mereka berdua. Ava juga tidak ada sangkut pautnya dengan masa lalu. Namun, melihat Ava seperti itu telah membuat Ash puas."Jadikan pelajaran, ya, Kak. Jangan hanya dengar dari satu pihak. Kak Ava harus bisa memilah dan adil." Ava mendapatkan usapan hangat di lengan dari Ash. "Aku memang bukan siapa-siapa di sini, tetapi sudah menganggap kalian sebagai keluarga."Keluarga? Terdengar sangat
"Ibu!" Ash dalam wujud Erine memanggil dari kamar Jordi. "Kemarilah!"Tentunya Marry merasa sangat senang. Semenjak Blair pergi, tidak ada agi wujud Erine di hadapannya. Rasa rindu dari sang ibu pada putri kesayangan kembali muncul. "Anakku!""Ikut Erine saja, Bu. Ibu pasti bosan berada di rumah ini, 'kan? Kita akan pergi dari sini melalui peti itu." Ash kembali membuka peti jalan rahasia, dan menyuruh Marry untuk turun lebih dulu.Kamar Jordi dibiarkan terbuka, tetapi tidak dengan peti. Karena Ash yang terakhir turun, peti tersebut pun ditutup dari dalam."Kita ada di mana, Erine?" Marry memperhatikan sekeliling dengan rasa takut. Sebelumnya, dia tidak berani pergi sendiri ke tempat yang jauh, jika tidak ada yang menemani. Namun sekarang, sudah ada Erine di sebelahnya. Erine palsu. Lebih tepatnya seperti itu."Seperti yang Ibu lihat sendiri. Kita sedang berada di hutan. Mereka tidak akan menemukan kita di sini. Kita pergi yang jauh, ya?" ajak Ash
Pintu kamar terbuka setengah. Donny melihat ada Ava berdiri di depan kamar. "Ada apa? Kenapa mengganggu?"Ava melihat ada yang tertidur di ranjang, begitu juga dengan Donny yang bertelanjang dada. "Seharusnya, aku tidak mengganggu. Kupikir, Ayah tidak ada di rumah, jadi aku yang akan mengurus ibu. Lanjutkan kembali, Yah."Belum ditutup rapat, Ava kembali bertanya. "Oh, ya. Ayah lihat Ash, tidak? Aku tidak menemukannya di rumah ini. Sudah kuhubungi, ternyata ponselnya ada di kamar.""M-mungkin, dia pergi lupa membawa ponsel. Ayah tidak melihatnya sedari tadi." Pintu kamar ditutup begitu saja di depan Ava.Melihat mertua yang sedang asik bermesraan membuat Ava agak cemburu. Tidak, Ava bukan mencintai Donny. Ava membayangkan, jika bisa bermesraan dengan Gerry, karena Gerry adalah cinta pertamanya.Terima kasih untuk Ava yang sudah mengetuk pintu. Ash memakai pakaian, dan memilih pergi dari kamar Donny. Hal ini tidak bisa dilanjutkan. "Paman, saya piki
Blair menyunggingkan senyuman. Di hadapannya adalah wanita yang pernah menjadi rekan pembalasan dendam. Berani menghalangi tujuan utama. "Aku tidak terkejut dengan kehadiranmu. Kamu tidak ingin membiarkanku membawa Jordi, 'kan?""Aku tidak akan membiarkanmu membawanya, juga tidak membiarkanmu membunuh ayahnya." Ash sudah berjanji pada Jordi. Pernyataan yang cukup mengejutkan untuk Blair dan Keluarga Rider.Sudah waktunya juga untuk Ash mengaku. "Pelaku yang kalian cari selama ini bukanlah Blair, melainkan aku, Ashley Collins. Karena saat itu, aku sangat membenci Donny, yang sudah membunuh orang tuaku, dan membawa kabur Tony."Sulit untuk Jordi dan Stuart percayai, tetapi banyak peristiwa yang sudah terjadi."Kamu melanggar janji orang tuamu? Ash, mereka ingin kamu membunuh sang pelaku." Blair berusaha mencuci otak Ash untuk kembali ke jalan yang salah."Aku tahu. Akan tetapi, sudah cukup banyak korban yang kubalaskan. Jordi sudah membuatku berjanji
Entah harus berapa lama menunggu. Teman-teman Ashley hanya bisa menunggu, dan menjaga rahasia tetap aman. Tidak mudah untuk mereka tutup mulut di depan Tony, jadi harus dipastikan sangat berhati-hati."Apa menurutmu Ashley akan berhasil membalaskan dendam orang tuanya?" Michael membuka suara di keheningan di antara mereka berempat.Carla melihat pintu yang tertutup rapat. Sepertinya, ini waktu yang tepat untuk membicarakan masalah Ashley. "Aku tidak tahu. Ini sudah lama sekali. Maksudku, setelah dia keluar dari rumah ini, tidak ada kabar bahwa sudah melakukannya. Apa sebegitu lamanyakah membalas dendam?"Michelle terdiam karena teringat sesuatu. "Dia sendirian, Carla. Belum lagi, ada wanita yang memiliki kesamaan dengannya. Ingat wanita yang mengobrol dengan Tony?""Ada yang memiliki kekuatan abu kematian juga? Jika wanita, itu masih tidak masalah." tanya Michael penasaran."Aku ingat. Dia terlihat sangat menjengkelkan. Beruntung kita bertemu denga
Jordi tidak bisa berbuat banyak selain menangkap Stuart yang hampir jatuh ke lantai. Hanya ada satu pertanyaan yang keluar dari mulut Jordi. "Kak Ava sungguh berkata seperti itu. Apa benar? Mungkin saja, Tuhan belum merelakan kalian memiliki anak.""Kamu tidak mengerti, Jordi. Sudah lama aku memeriksakan diri pada dokter, dan dokter mengatakan aku baik-baik saja. Jika bukan aku yang tidak bisa memiliki anak, siapa lagi? Suamiku hanya Stuart saja." Ava menjelaskan penderitaan yang selama ini dirasakan.Tontonan menarik untuk Ash. Percintaan yang sangat merumitkan. Ash dan Blair mencintai Jordi, Ava mulai mencintai Stuart, sedangkan Stuart cinta pada Ash. Jika Gerry masih hidup, pasti akan bertambah."Cukup! Kalian semua sudah membuat saya pusing. Kalian juga sama-sama salah. Lebih baik, kalian, Stuart dan Ava keluar dari rumah ini." Dengan lantang, Donny mengusir anak pertama serta menantu."Ayah, tidak seperti ini caranya-" Jordi mencoba menyelamatkan san
Cara panggilan yang sama!Suara lembut saat mengatakan pangeran tidak ada bedanya dengan Ashley kecil. Semua orang juga bisa mengatakan pangeran dengan lembut, tetapi berbeda sekali dengan Ash.Senang dan benci bercampur. Senang karena bisa bertemu lagi dengan sahabat masa kecil, serta benci karena pelaku sebenarnya adalah wanita yang ingin dinikahi.Jordi tidak bisa mengatakan sekarang, jika tahu Ash adalah orang yang memiliki kekuatan abu kematian. Tidak ingin melihat pelaku sekaligus pujaan hati kehilangan nyawa dengan cepat."Kamu duduk saja dulu. Aku akan memanggil yang lain." Ash memberi senyuman manis pada Jordi sebelum pergi.Senyuman yang persis di mana Ashley selalu bersama Jordi, entah di kamar, maupun hutan. Suara panggilan pangeran juga membuat Jordi selalu teringat. "Kenapa di saat yang bersamaan, aku jatuh hati padanya?" gumamnya dengan memegang kepala.Ketukan halus pada pintu kamar yang terbuka membuat Donny menoleh. S
Pintu kamar tertutup dari dalam. Air mata sudah tidak menetes, tetapi masih ada basah di pipi. Kehilangan sang ibu tidak membuat Jordi melupakan hal yang membuatnya bingung tadi.Satu-satunya peti besar yang dijadikan jalan keluar dari rumah, kembali dibuka. "Ke mana semua barang-barang tadi?" Barang yang muncul untuk pengalihan sudah menghilang.Namun, mata Jordi menangkap adanya satu benda yang tersangkut pada batu panjang. Sebuah topi yang sempat dipegang Opsir Benny.Dari dalam hingga luar, Jordi memperhatikan topi tersebut berulang-ulang. "Bukankah aku pernah memberi topi ini pada seseorang?"Di hari ulang tahun, Jordi memang mendapat banyak hadiah, tetapi dia juga memberi hadiah pada pelayan yang sudah bekerja keras. "Banyak pelayan pria yang kuberi topi. Bagaimana salah satu di antara mereka bisa tahu?"Ingatan di masa lalu mengenai siapa yang tahu akan peti kembali terulang. Jordi memang pernah menyuruh pelayan untuk membuat jalan rahasia,
Seluruh anggota terduduk lesu di ruang tamu. Sudah ketiga kalinya anggota keluarga tewas, walau belum tentu. Air mata terus menetes di pipi lembut mereka.Menangis dengan dibaluti ketidakpercayaan terlihat di wajah Donny. Semua orang di ruang tamu diperhatikan satu per satu. Mau orang asing atau keluarga sekali pun, Donny akan terus mengawasi dengan ketat."Ini sudah tidak bisa dibiarkan, Yah! Jika hanya Opsir Benny yang bekerja, kita semua bisa meninggal di tangan Blair!" Stuart berseru. Lagi dan lagi, harus menahan amarah pada Ava yang telah berbohong."Kenapa? Kenapa Blair memiliki niat jahat pada kita? Balas dendam apa yang dia maksud?" Ava bersuara, setelah bisa mengontrol diri dari kesedihan. Ibu mertua yang telah dianggap sebagai ibu kandung, kini sudah tidak ada lagi.Stuart sebagai anak pertama sudah hafal dengan perilaku sang ayah. Membunuh pelayan, jika ada kesalahan besar. Pertanyaan yang membuat Donny teringat di masa lalu pun dilontarkan. "M
Kekacauan kembali muncul di pagi hari. Opsir Benny datang kembali ke rumah Keluarga Rider untuk memberitahu ada jasad di hutan. Sontak membuat Donny terkejut bukan main."Apa Anda sangat yakin, jika jasad itu adalah istri saya?" Donny kembali bertanya untuk mencari keyakinan."Itu hanya perkiraan saya. Jasad tersebut akan diautopsi terlebih dulu. Mungkin membutuhkan waktu lama,, karena jasad tersebut hampir tidak tersisa." Opsir Benny menjelaskan. "Saya tahu ini sangat berat untuk Anda. Jika hasil autopsi mengatakan benar bahwa jasad tersebut adalah istri Anda, maka saya harus tetap mengatakannya pada Anda."Tiba-tiba, kerah seragam Opsir Benny dicengkeram oleh Donny. "Anda sudah dua kali tidak menemukan pelaku pembunuhan, dan tidak bisa mendapatkan data Ashley Collins. Jika kali ini tidak bisa menemukan pelaku, saya akan menutut Anda, karena cara kerja Anda yang buruk!"Suara Donny yang menggelegar di rumah yang hening membuat anggota keluarga berkumpul.
Pintu kamar terbuka setengah. Donny melihat ada Ava berdiri di depan kamar. "Ada apa? Kenapa mengganggu?"Ava melihat ada yang tertidur di ranjang, begitu juga dengan Donny yang bertelanjang dada. "Seharusnya, aku tidak mengganggu. Kupikir, Ayah tidak ada di rumah, jadi aku yang akan mengurus ibu. Lanjutkan kembali, Yah."Belum ditutup rapat, Ava kembali bertanya. "Oh, ya. Ayah lihat Ash, tidak? Aku tidak menemukannya di rumah ini. Sudah kuhubungi, ternyata ponselnya ada di kamar.""M-mungkin, dia pergi lupa membawa ponsel. Ayah tidak melihatnya sedari tadi." Pintu kamar ditutup begitu saja di depan Ava.Melihat mertua yang sedang asik bermesraan membuat Ava agak cemburu. Tidak, Ava bukan mencintai Donny. Ava membayangkan, jika bisa bermesraan dengan Gerry, karena Gerry adalah cinta pertamanya.Terima kasih untuk Ava yang sudah mengetuk pintu. Ash memakai pakaian, dan memilih pergi dari kamar Donny. Hal ini tidak bisa dilanjutkan. "Paman, saya piki
"Ibu!" Ash dalam wujud Erine memanggil dari kamar Jordi. "Kemarilah!"Tentunya Marry merasa sangat senang. Semenjak Blair pergi, tidak ada agi wujud Erine di hadapannya. Rasa rindu dari sang ibu pada putri kesayangan kembali muncul. "Anakku!""Ikut Erine saja, Bu. Ibu pasti bosan berada di rumah ini, 'kan? Kita akan pergi dari sini melalui peti itu." Ash kembali membuka peti jalan rahasia, dan menyuruh Marry untuk turun lebih dulu.Kamar Jordi dibiarkan terbuka, tetapi tidak dengan peti. Karena Ash yang terakhir turun, peti tersebut pun ditutup dari dalam."Kita ada di mana, Erine?" Marry memperhatikan sekeliling dengan rasa takut. Sebelumnya, dia tidak berani pergi sendiri ke tempat yang jauh, jika tidak ada yang menemani. Namun sekarang, sudah ada Erine di sebelahnya. Erine palsu. Lebih tepatnya seperti itu."Seperti yang Ibu lihat sendiri. Kita sedang berada di hutan. Mereka tidak akan menemukan kita di sini. Kita pergi yang jauh, ya?" ajak Ash