Part 40. Nyaris Ternoda
Waktu sudah menunjukan pukul 23.30. Namun, Ramdan tak kunjung meninggalkan kantor. Sementara Edy yang menyaksikan kesibukan Ramdan dalam hati merasa menang. Karena rencananya telah berhasil untuk membalaskan sakit hatinya. "Rasakan ini balasannya untuk mu bos. Dan sebentar lagi, kamu akan kehilangan gadis yang kamu impikan itu. Karena dia akan jadi milikku," gumam Edy sambil tersenyum dengan penuh kemenangan. Rupanya, ekspresi wajah Edy menjadi perhatian Bimo yang saat itu hendak berpamitan pulang. Lantas pria jangkung itu pun menegurnya. "Mas-mas, kenapa senyum-senyum sendiri? Nggak baik lho, udah malam," sapa Bimo sembari pamit pulang lebih dulu. "Husss .Tiga kali pukulan keras yang dilayangkan Ramdan di kepala, seketika membuat pria itu ambruk ke lantai. Lantas, Ramdan membuka jaket yang dikenakannya untuk menutupi tubuh gadis yang dicintainya itu. Ditariknya sebuah selimut dari dalam lemari, agar tak ada satupun aurat gadis itu yang terlihat. Setelah itu, digendongnya Akira keluar dari kamar menuju mobil ambulan. "Semua sudah berakhir Akira. Sekarang kamu bisa istirahat dengan tenang," ucap Ramdan menatap Akira yang kini meringkuk di dalam ambulance. Tatapannya terlihat kosong. Tak ada suara yang keluar dari bibirnya yang pucat. Sesekali matanya berkaca-kaca hingga perlahan mengeluarkan air mata dalam diam. Ramdan yang menyaksikan hal itu merasa iba dan sakit menusuk di hatinya saat melihat gadis itu. Ia tak bisa me
Part42. Akira Dirawat Mendengar kabar bahwa Sari dan Akrom akan datang menemui, seketika itu juga Akira terkejut . Bagaimana tidak, gadis itu belum pernah sekalipun menceritakan soal perjodohan yang direncanakan orang tuanya kepada Ramdan.Ia khawatir terjadi salah paham antara keduanya. Ia bahkan belum sempat menyampaikan hal itu kepada Ibu dan Akrom. "Apa? Kak Sari dan akan Akrom datang!" teriak Akira. "Lho dari mana mereka bisa tahu? Mbak yang cerita yah?" tanyanya. "Yah mau bagaimana lagi. Habisnya kak Sari tidak bisa menghubungi nomor kamu. Jadi dia telepon aku, lalu aku jelaskan musibah yang menimpamu. Katanya dia mau datang kesini," tutur Meta. "Sama Akrom?" tanya Akira memastikan. "Iya,
Part46. Harus Jujur Meski Ramdan sudah menyiapkan rumah baru untuk Akira, namun gadis itu tetap saja memilih untuk tinggal di kos. Alasannya, karena permintaan untuk pindah itu terlalu mendadak. Sementara, dirinya juga belum berpamitan dengan Romlah yang bukan hanya dianggapnya sebagai ibu kos saja, tapi sudah seperti orang tuanya juga. "Mungkin saya belum bisa tinggal di rumah yang sudah bapak siapkan," ucap Akira disela-sela perjalanan pulang usai acara kejutan yang disiapkaan Ramdan. "Lho kenapa Ra. Kamu tidak suka yah?" tanya Ramdan. "Bukan begitu pak. Saya suka kok. Hanya kesannya tidak elok. Karena hubungan kita belum resmi secara agama dan hukum. Jadi untuk menghindari fitnah, sebaiknya saya tinggal di kos saja dulu," jelasnya. &
Part 43. Pemulihan Trauma Tiba di rumah sakit, Ramdan berjalan menyusuri lorong yang masih sepi menuju ruangan VIP Anyelir 05, tempat Akira dirawat. Ia sendiri yang memilihkan ruangan elite itu, dengan tujuan agar Akira dapat pulih dengan cepat. Sebelum ke ruangan, pria itu menyempatkan diri untuk mampir ke kantin rumah sakit. Ia berniat untuk membelikan camilan kesukaan Akira. "Hmmm ... tadi Akira minta dibelikan apa, yah?" gumam Ramdan sambil melihat-lihat isi rak. "Ah ini dia, kripik kentang," pikir Ramdan. Namun saat hendak mengambil makanan tersebut, ada pria lain yang lebih dulu mengambilnya. Kebetulan, stok kripik kentang tersebut sisa satu. "Eh maaf, Mas nya mau ambil kripik kentang itu yah?" tanya Ramdan.
Part 44. Dusta Sesaat setelah Ramdan keluar dari ruangan Akira. Meta pun mulai menanyakan kondisi Akira. Gadis itu perlahan menceritakan kejadian awal dirinya dijebak dan akhirnya bisa ditemukan oleh anggota kepolisian bersama Ramdan. "Oh jadi kamu menerima pesan dari kolom warga lalu mencari alamat itu sendirian?" tanya Meta. "Betul, Mbak. Biasanya kan memang seperti itu. Ini hanya kebetulan orang itu berniat menjebak, makanya kena," sahut Akira pelan. Sari dan Akrom hanya mendengar penuturan kedua wanita itu. "Itulah resiko menjadi wartawan ya, Ra. Apa sebaiknya kamu berhenti saja dari pekerjaan ini?" ucap Akrom sambil menatap Akira serius. Akira dan Meta saling menatap. Menyadari permintaan Akrom yang te
Part 45. Kejutan Untuk Akira Setelah dinyatakan pulih 100 persen, Akira kini diperbolehkan oleh dokter untuk pulang. Lantas hal itu menjadi kabar gembira buat Ramdan. Pria itu langsung mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk pesta kejutan untuk Akira. "Alhamdulillah hari ini Akira pulang. Aku harus memberi kejutan yang manis buatnya," batin Ramdan. Pria itu lantas menghubungi Meta dan Bimo, dua sahabat karib Akira untuk membuat pesta kejutan. Dalam pesta kejutan itu, Ramdan juga berencana untuk memberikan hadiah spesial untuk Akira. "Halo Meta, Akira sudah diperbolehkan pulang, tolong rencana kita kemarin segera jalankan yah. Kamu hubungi Bimo dan anak-anak lain. Ingat, ini acara spesial jangan ada masalah sekecil apapun," pinta Ramdan.
Part 46. Harus Jujur Meski Ramdan sudah menyiapkan rumah baru untuk Akira, namun gadis itu tetap saja memilih untuk tinggal di kos. Alasannya, karena permintaan untuk pindah itu terlalu mendadak. Sementara, dirinya juga belum berpamitan dengan Romlah yang bukan hanya dianggapnya sebagai ibu kos saja, tapi sudah seperti orang tuanya juga. "Mungkin saya belum bisa tinggal di rumah yang sudah bapak siapkan," ucap Akira disela-sela perjalanan pulang usai acara kejutan yang disiapkaan Ramdan. "Lho kenapa Ra. Kamu tidak suka yah?" tanya Ramdan. "Bukan begitu pak. Saya suka kok. Hanya kesannya tidak elok. Karena hubungan kita belum resmi secara agama dan hukum. Jadi untuk menghindari fitnah, sebaiknya saya tinggal di kos saja dulu," jelasnya. &
Part47. Kecelakaan Pagi itu, sehari sebelum berangkat ke Makassar, Ramdan memanfaatkan waktunya untuk mengawasi kinerja para karyawan di kantor. Meski banyak pekerjaan yang ingin ia selesaikan. Ia terpaksa menyampaikan kepada beberapa orang kepercayaannya untuk menghandel kantor selama ia pergi. "Saya akan pergi ke Makasar besok pagi, tolong kirimkan saja laporan harian ke email saya atau group kantor ya. Akan saya pantau dari sana," ucapnya pada Arya dan Andre. Kedua nya adalah pimpinan Redaksi dan Marketing. Ramdan lalu keluar dari kantor, ia sempat berpapasan dengan Gita di lobi kantor. Gadis itu tampak semakin cantik dan modis. Masih tersenyum ramah meski Ramdan tampak tak peduli dengannya, terlebih sejak peristiwa di hotel beberapa waktu lalu. &nbs
Part57. Ketika Ulat Bulu Datang Pagi itu Mufidah berencana untuk menemani putranya di rumah. Setelah beberapa hari sebelumnya ia selalu pergi meninggalkan demi restorannya yang sedang berkembang pesat. Meskipun ada Yanti orang kepercayannya yang bisa menghandel, tetap saja ia harus memantau secara langsung agar tidak terjadi kecurangan dalam pengelolaan keuangan di setiap cabang resto miliknya. "Sayang, bagaimana kakinya? apa masih sering terasa sakit?" tanyanya pada Ramdan yang sedang berjalan mengelilingi kolam renang yang ada di sayap kanan rumah mereka. "Baik," jawabnya cuek. Lelaki itu bahkan tak menoleh saat Mufidah berjalan menghampirinya. "Obat nya sudah diminum, Nak?" katanya sambil berdiri tak jauh dari putranya yang kini duduk di tepi kolam. Lelaki itu membiarkan kakinya tenggelam dal
Part56. SepiPoV Ramdan "Bi ...! tolong ambilkan ponsel saya di kamar!" teriakku pada Bi Ijum. Wanita itu segera berjalan tergesa menuju kamarku. Tak lama kemudian datang dengan ponsel di tangannya. "Ini, Den," ucapnya sopan. "Ada lagi yang perlu Bibi bantu?" tanyanya sebelum berlalu. "Tidak ada. Trima kasih, Bi," sahutku. "Oh ya, Mama biasa pulang jam berapa dari restonya?" tanyaku. "Biasanya sore kalau normal, Den. Tapi kalau sedang sibuk Nyonya bisa sampai malam," jelasnya. "Kalau butuh apa-apa, panggil Bibi saja, Den," katanya tersenyum. Wanita paruh baya itupun berlalu dari hadapan
Part 55. Berpisah "Saya pamit pulang ya, Pak." Lelaki itu tak menyahut, padahal posisi kami tidak jauh, hanya berjarak 1 meter pasti dia bisa mendengar ucapanku. Tapi kenapa tak merespon, apa dia melamun? "Pak ! saya pamit mau pulang," kataku lagi mengeraskan suara. Ia menoleh dan menatapku intens dari atas hingga ke bawah, seperti sedang menilai penampilanku. "Kenapa pulang? Apa kamu lelah membantuku?" ucapnya pelan namun cukup membuatku tersindir. Ah lagi-lagi aku merasa serba salah. Aku pulang ini karena ingin menemui mamak dan keluarga, tapi meninggalkan lelaki yang telah mengalami kecelakaan karena berniat menjemputku ini rasanya sangat membuatku putus asa. "Tidak, Pak. Saya akan kembal
Part54. Amnesia "Nggak usah sok baik, aku bisa jalan sendiri, Kok!" ketus Ramdan saat aku mencoba membantu bangkit dari posisinya yang kini terduduk di rumput taman. "Astaga orang ini, nggak bersyukur banget ada yang mau bantu! Coba kalau bukan bos ku sudah kutinggalkan dari tadi orang ini!" omelku kesal. "Apa kamu bilang?" sentaknya. "Eh ng--nggak ada bilang apa-apa kok, ayo jalan lagi! atau bapak mau istirahat dulu sambil makan? sahutku asal. "Tidak usah! saya jalan lagi saja!" ucapnya sambil berusaha bangkit dari duduknya dengan tangan bertopang pada tiang lampu taman. Jatuh bangun lelaki ini belajar berjalan, hingga terlihat bulir keringat menetes di dahinya. Wajah tampannya yang terlihat sedikit tirus
Part53. Sadar Setelah menerima telpon dari mamak. Aku masuk ke ruangan Ramdan, kulihat kondisinya masih sama. Tidak ada perubahan. Padahal kata dokter Yusuf, ia akan sadar setelah 1 jam pasca operasi. Ini sudah hampir 2 jam belum tampak perubahannya. Ada apa ini? Aku mulai panik, begitu juga dengan Tante Mufidah dan om Fatih. "Kok belum sadar ya, Om?" Om Fatih hanya menggeleng tak mengerti. Sementara Tante Mufidah terus menggenggam tangan putranya. Sambil mengucapkan kalimat-kalimat memotivasi untuk bangun. "Coba kita hubungi dokter Yusuf," ucapnya sembari meraih ponsel dari sakunya. Aku memilih duduk di sisi lain ranjang pasien meraih mushaf yang kuletakkan di atas nakas, lalu membacanya dengan lirih. Kubaca terus hingga membuatku tenang. Tak lama ti
Part52. SenduPov Akrom "Rom, sedang sibuk tidak? aku mau bicara sesuatu." Pesan dari Akira kuterima. Gadis yang sedang coba untuk kucintai. Iya, saat ini aku sedang belajar untuk mencintainya. Tinggal hitungan hari dan kami akan segera menikah. Tetapi saat mendengar penuturannya ditelpon. Aku sungguh merasa menjadi lelaki yang tak dihargai. Hari itu Akira menelpon untuk memintaku membatalkan pernikahan kami. Ada- ada saja permintaan gadis itu. Aku jelas merasa heran mendengarnya, apalagi saat ia menjelaskan alasannya sungguh membuatku sakit hati. "Sebenarnya ... aku mencintai orang lain, Rom. Maaf, aku sepertinya tidak bisa melanjutkan perjodohan ini. Bisakah kamu menyampaikan kepada orangtuamu bahwa aku menolak untuk menikah denganmu?" tutur gadis itu.
Part 51. Dilema Pasca operasi pengangkatan cairan dalam otak Ramdan. Ada dua orang perawat mendorong ranjang pasien menuju ke ruang perawatan. Sementara itu kedua orang tua Ramdan bersama Akira berdiri bersisian di dekat pintu mengamati sosok yang masih belum sadar. Wajah mereka terlihat penuh harap bercampur cemas. Masing-masing berdoa dalam hati agar lelaki yang mereka cintai itu segera membuka mata dan berbicara seperti biasa. Menurut keterangan dokter Yusuf yang menangani Ramdan. Ia akan segera pulih dalam waktu 60 menit pasca operasinya. Ketiganya duduk mengelilingi ranjang pasien, menunggu waktu 1 jam yang terasa begitu lama. Akira yang merasa lapar karena belum mengisi perut sejak pagi, mau tidak mau terpaksa harus keluar untuk mencari makan. "Bu ... Ira mau keluar dulu yah. Mau mencari makanan, ib
Part 50. Keluar Negeri Sudah sepekan lebih Ramdan terbaring koma di rumah sakit. Bahkan beberapa kali kondisinya menurun, sehingga dokter yang menanganinya terpaksa memasangkan alat bantu pernafasan dan pemicu detak jantung. Sementara, Akira yang terus berada disisi Ramdan tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya doa yang selalu ia panjatkan berharap calon suaminya itu cepat sadar dan pulih kembali. "Bos .. ayo bangun! Kamu sudah janji tidak akan meninggalkan aku kan?" ucap Akira sambil mengusap air matanya. Pagi itu, saat tengah menjaga Ramdan, tiba-tiba dokter datang membawa kabar baik. Bahwa untuk mempercepat pemulihan, pasien perlu dibawa berobat keluar negeri. "Bagaimana kondisinya. Apa sudah sadar?" tanya dokter. "Belum dokter. Tidak
Bab 49. Koma Setelah dirawat selama seminggu belum juga ada tanda-tanda Ramdan akan sadar. Hampir setiap hari ada saja orang yang datang menyambangi kami. Berita mengenai musibah itu menyebar dengan cepat. Mereka datang secara bergantian, terkadang relasi kantor Ramdan, termasuk beberapa pejabat tinggi daerah yang mengenal Ramdan secara pribadi. Juga para karyawan kantor. Sebagian menyempatkan datang saat malam hari. Demikian juga Pak Agus sahabat Ramdan. Sementara itu, Om Fatih secara otomatis mengambil alih perusahaan. Ia turun langsung menggantikan pekerjaan putranya. Syukurlah kondisi perusahaan berjalan dengan baik. Tak ada kendala berarti, Andre dan Arya bekerja dengan baik bersama tim lainnya. Berdasarkan diagnosa dokter, Ramdan mengalami koma yang terjadi karena kerusakan sal