Daniel menyandarkan punggungnya di kursi. Dia memejamkan mata lelah. Sudah tiga hari ini, dia tidak berkomunikasi dengan Callista. Sebenarnya, dia ingin sekali menghubungi Callista, tapi ego yang ada di dalam dirinya mengalahkan keinginannya. Tidak bisa dipungkiri, dia masih begitu marah melihat Callista dekat dengan Mike. Ya, meski dia sudah mendapatkan informasi, jika benar Callista menggantikan Viktor menangani pasien yang mengalami kerusakan jantung, tapi tetap saja Daniel tidak suka Callista harus dekat dengan Mike. Hal yang membuat Daniel marah, adalah ketika saat Callista membiarkan Mike menemaninya di lobby, padahal sejak awal, Daniel sudah mengatakan jangan pernah dekat dengan Mike.
Callista turun dari mobilnya, dia melangkah masuk ke dalam apartemen. Dia langsung menuju lift. Setelah pulang dari rumah sakit, Callista memutuskan untuk ke salah satu restoran favoritenya dengan Olivia. Ya, sejak dulu Callista akan menghabiskan waktu berdua dengan Olivia, jika dia memiliki masalah. Terutama kali ini, pikirannya masih begitu kacau karena masalahnya dengan Daniel. Sudah tiga hari ini, mereka tidak saling berkomunikasi. Callista pun membiarkan Daniel mengambil keputusan yang pria itu inginkan. Meski sebenarnya, Callitsa begitu merindukannya.Ting
Callista menggeliat, perlahan dia mulai membuka matanya—mengerjap beberapa kali. Seketika kening Callista berkerut, dia memijat pelan pelipisnya kala dia melihat kamar yang yang terasa begitu asing. Callista mengedarkan pandangannya memastikan keberadaan dirinya. Tapi tunggu, seketika Callista merasa berada di atas awan. Dengan cepat Callista turun dari ranjang, dia hendak berjalan keluar. Namun, ketika Callista ingin melangkah keluar, langkahnya terhenti saat melihat Daniel masuk ke dalam kamar seraya membawakan nampan yang berisikan makanan.“Good morning..” Daniel meletakan nampan yang bersikan pasta carbonara dan orange juice ke atas meja. Lalu dia mengecup sin
Tokyo, JapanPesawat yang membawa Daniel dan Callista telah mendarat di Bandara Internasional Haneda, Tokyo. Setelah menempuh perjalanan dua belas jam, akhirnya Daniel dan Callista tiba di Tokyo. Kini Daniel dan Callista melangkah keluar dari pesawat. Sebelumnya, Daniel sudah meminta pelayan untuk membawakan barang-barang miliknyanya dan Callista ke dalam mobil. Tampak Callista yang sejak tadi terus memeluk lengan Daniel, begitu kelelahan.Ya, tentu Callista kelelahan akibat ulah Daniel yang tidak bisa membuatnya tidur. Kekasihnya itu menginginkannya lagi dan lagi.
Suara dering alarm terdengar, Callista yang tengah tertidur pulas, langsung terbangun. Perlahan dia mulai membuka matanya, mengerjap beberapa kali. Dia melihat ke jam dinding, kini sudah pukul delapan pagi. Kemudian, Callista mengalihkan pandangannya ke samping, dia melihat Daniel masih tertidur pulas.“Daniel,” Callista menyentuh bahu kekasihnya itu, lalu menggoyang pelan. “Apa kau tidak ada meeting hari ini?” ucapnya yang berusaha membangunkan kekasihnya itu. “Aku meeting siang, seka
Bab 60 – Saling Mengenal“Dokter?” Edward menatap kagum. “Kau sungguh mengagumkan. Cantik, Tangguh dan cerdas. Aku rasa kekasihmu begitu beruntung memilikimu.” “Jangan berlebihan, Edward,” Callista tersenyum, lalu dia meletakan cangkir yang masih berisikan setengah teh hijau ke tempat semula. “Aku hanya seor
“Daniel, kenapa kau lama sekali?” Callista mendengus kesal kala melihat Danial yang menghampirinya. Ya, kekasihnya itu mengatakan meeting hanya satu jam, tapi nyatanya di harus menunggu hingga hampir tiga jam. Bahkan Callista sudah berkali-kali memesan makanan, hanya karena menunggu Daniel terlalu lama.“Maaf, sayang. Tadi banyak yang harus di bahas..” Daniel mengecup kening Callista. “Apa kau sudah makan?” tanyanya sambil menarik kursi dan duduk di samping kekasihnya itu. Callis
Callista mematut cermin, kini tubuhnya telah terbalut oleh gaun berwarna navy, dengan model tali spaghetti. Dia memoles wajahnya dengan riasan sedikit tebal, namun tidak berlebihan. Kali ini, Callista menggelung rambutnya ke atas, memperlihatkan leher jenjangnya yang indah. Ya, malam ini, Callisat harus menemani Daniel ke undangan makan malam rekan bisnisnya. “Daniel memilih gaun yang sangat bagus,” gumam Callista seraya mentap cermin. Kemarin, saat Callista bingung memilih gaun, Daniel yang akhirnya memilihkan gaun untuknya. Dan Callista sangat senang dengan gaun yang dipilih kekasihnya itu. Sangat indah dan berkelas.
Sudah lebih dari satu minggu Callista menemani Daniel di Tokyo. Selama satu minggu ini, Callista selalu menemani Daniel disetiap meetingnya atau undangan makan malam dari rekan bisnisnya. Begitupun dengan Daniel, yang selalu menemani Callista kala kekasihnya itu ingin berbelanja. Ya, mereka begitu menikmati liburan mereka. Meski awalnya, Callista menemani Daniel di setiap meeting, tapi itu tidak pernah berlangsung lama.Kini Callista tengah mengemasi barang-barang pribadi miliknya dan milik Daniel. Sesaat dia melihat banyak koper yang berada dipinggir jendela. Tas, sepatu, dress, dan lainnya yang Daniel telah belikan untuk oleh-oleh keluarga Callista. Sedangkan Callista hanya bisa m
“Ah, lelah sekali.” Callista melangkah keluar dari ruang operasi. Setelah hampir sepuluh jam dia melakukan tindakan, kini dirinya begitu kelelahan.“Callista, apa kau langsung pulang?” tanya Olivia yang juga kelelahan. Dia memijat pelan tekuk lehernya. Tubuhnya seolah benar-benar remuk.“Mungkin iya, tubuhku lelah sekali. Aku ingin berendam,” jawab Callista. “Yasudah, aku ingin ke ruang kerjaku dulu, ya?”Olivia mengangguk. “Ya, aku juga ingin langsung pulang ke rumah.”Callista tersenyum. Kemudian melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya. Meski lelah, tapi Callista selalu bahagia setiap kali operasi berhasil menyelamatkan pasiennya.Saat Callista baru saja tiba di ruang kerjanya—dia mendengar suara dering ponsel miliknya terus berdering. Callista mendekat, lalu mengambil ponselnya dan menatap ke layar. Seketika Callista mengembuskan napas kasar ketika melihat nomor Alice, ibunya tert
“Nyonya.” Seorang pelayan menghampiri Alin yang tengah menyirami bunga-bunga di tamannya.“Ada apa?” Alin bertanya pada pelayan yang kini berdiri di hadapannya.“Nyonya, maaf mengganggu anda. Tapi di depan ada tamu yang Bernama Nona Megan Alister ingin bertemu dengan anda. Beliau mengatakan anda sendiri yang mengundangnya,” ujar sang pelayan memberitahu.“Megan sudah datang?” Raut wajah Alin tampak begitu bahagia mendengar Megan Alister sudah datang. Ya, dia mengundang anak dari teman dekatnnya untuk berkunjung ke rumahnya.Sang pelayan menganggukan kepalanya. “Benar, Nyonya.”Alin tersenyum. “Kau siapkan minuman untuknya. Aku akan segera ke depan.”“Baik, Nyonya.” Sang pelayan menundukan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Alina.Alin terus mengembangkan senyumannya. Kini dia berjalan meninggalkan taman itu, menuju tempat di mana Megan Alist
Berita tentang Daniel Renaldy menjalin hubungan dengan Callista Hutomo, putri keluarga keluarga Michael Hutumo telah tersebar. Banyak yang berkomentar mereka adalah pasangan yang sempurna. Selama ini publik tidak pernah tahu tentang Callista. Karena memang hanya Putri sulung Michael hutumo, Jessica yang kerap kali muncul di hadapan media. Banyak orang pikir Michael hanya memiliki satu putri saja. Namun kenyataanya Michael memiliki putri yang berprofesi sebagai Dokter di rumah sakit milik Daniel.Semua berita yang tampil pagi ini, membuat raut wajah Alin berubah dipenuhi dengan amarah. Iris matanya penuh dengan kebencian mendalam.“Sialan!” Alin membanting vas bunga yang ada di hadapannya, hingga pecahan belingnya memenuhi lantai. Sorot mata Alin menajam, berkali-kali Alin mengumpat kasar.“Aku tidak akan pernah membiarkan putraku menikah dengan putrimu, Casandra,” geram Alin penuh dengan kebencian.Kini Alin menyambar kunci mobilny
Michael membanting kasar guci yang ada di ruang kerjanya. Kini, keadaan ruang kerja Michael benar-benar tampak begitu kacau. Terlihat jelas kemarahan di wajahnya. Ya, Micahel tidak mampu lagi mengatasi amarahnya, kala melihat pemberitaan tentang putri bungsunya dan putra dari Gio Renaldy. Michael terus mengumpat kasar, merutuki kebodohannya sampai dia tidak tahu pemilik Queen Hospital, tempat di mana Callista bekerja adalah milik Daniel Renaldy. Jika saja, dia tahu sejak awal, maka ini tidak akan pernah terjadi.“Sialan kau, Gio. Aku tidak akan membiarkan putriku menikah dengan putramu!” geram Michael dengan tangan yang terkepal kuat. Rahangnya mengetat. Kilat kemarahan
Daniel duduk di kursi kebesaraannya. Dia menyandarkan punggungnya di kursi seraya memejamkan matanya lelah. Pikirannya terus memikirkan perkataan kedua orang tuanya. Diawal hubungannya dengan Callista, kedua orang tuanya menyetujui hubungannya. Bahkan kedua orang tuanya begitu mendukung. Tapi, setelah mereka tahu Callista adalah putri Michael Hutomo, mereka langsung melarangnya menjalin hubungan dengan Callista. Daniel merasakan sesuatu hal antara keluarganya dan keluarga Callista.Tanpa ingin lagi berpikir, Daniel langsung menekan tombol interkom. Dia meminta Harry, assistantnya untuk segera datang menemuinya. Tidak lama kemudian, Harry melangkah masuk ke dalam
“Mereka baik,” jawab Daniel dengan nada datar dan tatapan begitu serius pada kekasihnya itu. “Callista, ada hal yang ingin aku tanyakan padamu,” lanjutnya yang membuat Callista bingung.“Ada apa, Daniel? Apa yang ingin kau tanyakan?” Alis Callista saling bertautan. Dia terus menatap Daniel. Sesaat, dia memperlihatkan tatapan Daniel yang terlihat ingin mengatakan sesuatu padanya. Sebuah tatapan yang sangat berbeda dari biasanya.“Apa kau mempercayaiku?” Daniel membawa t
Daniel turun dari mobil, dia melangkah masuk ke dalam rumah dengan wajah dinginnya. Para penjaga dan pelayan yang melihat Daniel datang, mereka langsung menundukan kepala mereka, menyapa Daniel. Namun, Daniel mengabaikan sapaan para penjaga dan pelayannya. Rasa kesal dalam dirinya, membuatnya bersikap dingin pada penjaga dan pelayanna. Kini, dia melangkah menuju ruang keluarga, dan segera menemui kedua orang tuanya itu.Saat Daniel tiba di ruang keluarga, dia mengerutkan keningnya kala melihat wajah muram kedua orang tuanya. Tatapan Daniel menatap mata sembab Alin, ibunya yang tampak begitu jelas habis menangis. Sedangkan wajah Gio, ayahnya terlihat jelas menahan amarahnya.
“Sayang, angkatlah. Siapa tahu itu penting. Jangan seperti itu, ponselmu sejak tadi tidak henyi berdering. Kita masih memiliki banyak waktu bersama.” Callista membawa tangannya megelus rambut Daniel.Daniel membuang napas kasar. Dia tampak begitu enggan menjawab teleponnya itu. Tapi apa yang dikatakan Callista itu benar. Dengan terpaksa, Daniel mengambil ponselnya yang terletak di atas meja itu, lalu mengalihkan pandangannya ke layar. Seketika kening Justin berkerut, melihat nomor Gio, ayahnya muncul di layar ponselnya.
Daniel menyandarkan punggungnya di kursi, seraya memejamkan mata sesaat. Entah kenapa sejak tadi malam, dia terus memikirkan Callista. Dia merasa ada sesuatu yang Callista sembunyikan darinya. Ya, tentu karena Daniel sangat mengenal kekasihnya itu. Sejak dulu, Callista memang tidak hebat menyembunyikan sesuatu. Namun, meski demikian, Daniel langsung menepis segala pikiran negative yang muncul di benaknya. Disaat Daniel sedikit bersantai, pandangan dia teralih pada sebuah televisi yang ada diruangannya. Seketika Daniel menatap pembawa berita yang tengah menyampaikan sesuatu.*Kabar hari in datang dari pengusaha muda Daniel Renaldy. Pewaris dai Renaldy Group ini dikabarkan menjali