Callitsa tersungkur di lantai, ketika mendapat pukulan dari Dion. Sedangkan Rossa, dia tersenyum menertawakan Callista yang kini terluka akibat pukulan dari Dion.
Daniel menggeram, dia menatap tajam ke arah Dion yang memukul Callista. Daniel langsung berlari ke arah Callista. Dia menarik kerah baju Dion, dia melayangkan pukulan bertubi-tubi di wajah Dion. Tidak hanya diam, Dion membalas pukulan Daniel. Namun, Daniel terlalu kuat dikalahkan. Rasa marah di diri Daniel, membuat Daniel tidak menghentikan pukulannya.
Sudah satu minggu Daniel tidak sadarkan diri. Operasi Daniel berjalan lancar. Meski Callista berhasil menyelamatkan Daniel dari masa kritisnya. Namun, kenyataannya hingga detik ini Daniel masih belum juga sadar. Berkali-kali Callista mengajak Daniel berbicara, bahkan setiap harinya Callista yang menjaga Daniel. Callista begitu setia menunggu Daniel, dia selalu berada disisi Daniel.Callista duduk di tepi ranjang, dia mengelus lembut rahang Daniel. Terlihat dari wajah Callista begitu muram melihat keadaan Daniel. Satu minggu ini, terasa begitu berat baginya. Terlebih dia tidak henti menyalahkan dirinya sendiri. Jika saja Daniel tidak menyelamatkannya, ini tidak ak
Kondisi Daniel berangsur membaik. Setiap harinya Callista selalu menjaga Daniel. Bahkan Callista akan selalu menginap di ruang rawat Daniel, hanya demi memastikan Daniel baik-baik saja. Namun, meski Callista sudah membuka hatinya untuk Daniel, dia meminta Daniel untuk tidak langsung memberitakan pada media tentang hubungan mereka. Bukan tidak ingin, tapi Callista hanya ingin menyiapkan waktu yang tepat. Terlebih, jika media sudah mengetahui hubungannya dengan Daniel, maka mau tidak mau Callista harus mengenalkan Daniel pada kedua orang tuanya. Saat i
Daniel menatap Callista yang tengah memasukan pakaian miliknya ke dalam tas. Sudah sejak tadi Daniel mengatakan cukup pelayan saja yang memasukan bajunya ke dalam tas. Tapi tetap saja Callista memaksa. Wanita itu ingin sendiri merapihkan baju Daniel. Ya, hari ini Danuel sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Hanya saja, Callista masih tidak memperbolehkan Daniel untuk bekerja.“Selesai,” ucap Callista ketika sudah merapihkan pakaian Daniel. “Sayang kemarilah..” Daniel menepuk pelan pahanya, me
Daniel menatap Callista yang tengah tertidur dalam pelukannya. Dia mengelus lembut pipi Callista. Bulu mata lentik, hidung mancung dan mungil milik Callista, membuat Daniel tidak henti menatap kagum wanita yang telah menjadi miliknya itu. Senyum di bibir Daniel terukir kala mengingat pertemuan pertamanya dengan Callista. Berkali-kali wanita itu menolak dirinya. Namun, kenyataanya kini wanita itu telah menjadi miliknya. Daniel menarik dagu Callista, mencium dan melumat lembut bibir ranum wanita itu. Bibir yang selalu menjadi candu baginya. Perlahan, Callista mulai membuka matanya, ketika merasakan ada yang menyentuh wajahnya.
“Daniel, kau kenapa? Apa kau melakukan kesalahan?” Callista menghentakan kakinya, saat masuk ke dalam penthouse milik Daniel. Tatapannya menatap kesal Daniel yang sejak tadi mendiaminya.“Tidak, aku hanya lelah,” jawab Daniel dingin. Dia melangkah masuk ke dalam kamarnya. Callista langsung mengikuti Daniel masuk ke dalam kamar pria itu. “Kau tidak pernah seperti ini, katakan padaku ada apa?” Callista menahan lengan Daniel. Kesabarannya sudah habis. Sepanjang perjalanan, Daniel te
Perlahan Callista mulai membuka matanya, dia merintih kesakitan pada bagian bawahnya. Namun, dia berusaha untuk menahan rasa sakit di bagian bawahnya. Tatapan Callista kini teralih melihat sosok pria yang masih tertidur pulas di sampingnya. Seketika senyum di bibir Callista terukir mengingat kejadian tadi malam. Sentuhan Daniel, tatapan pria itu yang begitu memuja tubuhnya. Bahkan sepanjang malam, Daniel selalu terus menginginkannya. Pria itu tidak henti memuji dirinya. Tadi malam, adalah hal terindah dalam hidup Callista. Dimana dia memberikan hal yang paling berharga dari dirinya, untuk pria yang dia cintai.Callista membawa tangannya menyentuh dengan lembut wajah Daniel. Rahang t
“Nanti sore aku akan menemputmu,” ucap Daniel saat tiba di lobby rumah sakit. Rasanya begitu berat melepas kekasihnya itu. Padahal sebelumnya, Daniel sudah meminta Callista untuk tidak bekerja. Tapi tentu Callista menolaknya. Bisa saja Daniel memaksa Callista untuk tidak bekerja, tapi Daniel memilih untuk menuruti keinginan kekasihnya itu. Ini lebih baik, demi menghindar berdebat dengannya.Callista mendesah pelan. “Apa kau itu tidak bekerja? Kau selalu menjemputku. Bukan tidak ingin dijemput, tapi aku tidak ingin kau kelelahan harus menjemputku.”
Callista melangkah keluar dari ruang operasi. Setelah berada di ruang operasi hampir tiga belas jam berada di ruang operasi, membuatnya begitu lelah. Callista melirik arloji, kini sudah pukul delapan malam. Tanpa menunda, Callista langsung menuju ruang kerjanya, mengganti pakaiannya dan bersiap-siap untuk pulang. Sebelumnya, dia mengirimkan pesan pada Daniel, untuk tidak menunggunya. Bukan tidak ingin dijemput, tapi Callista hanya tidak ingin Daniel kelelahan harus menjemputnya. Tentu Callista mengerti, kesibukan Daniel sudah menyita banyak waktu kekasihnya itu. Dia tidak ingin merepotkan kekasihnya. Terlebih jarak dari perusahaan Daniel ke Queen Hospital tidaklah dekat.
“Ah, lelah sekali.” Callista melangkah keluar dari ruang operasi. Setelah hampir sepuluh jam dia melakukan tindakan, kini dirinya begitu kelelahan.“Callista, apa kau langsung pulang?” tanya Olivia yang juga kelelahan. Dia memijat pelan tekuk lehernya. Tubuhnya seolah benar-benar remuk.“Mungkin iya, tubuhku lelah sekali. Aku ingin berendam,” jawab Callista. “Yasudah, aku ingin ke ruang kerjaku dulu, ya?”Olivia mengangguk. “Ya, aku juga ingin langsung pulang ke rumah.”Callista tersenyum. Kemudian melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya. Meski lelah, tapi Callista selalu bahagia setiap kali operasi berhasil menyelamatkan pasiennya.Saat Callista baru saja tiba di ruang kerjanya—dia mendengar suara dering ponsel miliknya terus berdering. Callista mendekat, lalu mengambil ponselnya dan menatap ke layar. Seketika Callista mengembuskan napas kasar ketika melihat nomor Alice, ibunya tert
“Nyonya.” Seorang pelayan menghampiri Alin yang tengah menyirami bunga-bunga di tamannya.“Ada apa?” Alin bertanya pada pelayan yang kini berdiri di hadapannya.“Nyonya, maaf mengganggu anda. Tapi di depan ada tamu yang Bernama Nona Megan Alister ingin bertemu dengan anda. Beliau mengatakan anda sendiri yang mengundangnya,” ujar sang pelayan memberitahu.“Megan sudah datang?” Raut wajah Alin tampak begitu bahagia mendengar Megan Alister sudah datang. Ya, dia mengundang anak dari teman dekatnnya untuk berkunjung ke rumahnya.Sang pelayan menganggukan kepalanya. “Benar, Nyonya.”Alin tersenyum. “Kau siapkan minuman untuknya. Aku akan segera ke depan.”“Baik, Nyonya.” Sang pelayan menundukan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Alina.Alin terus mengembangkan senyumannya. Kini dia berjalan meninggalkan taman itu, menuju tempat di mana Megan Alist
Berita tentang Daniel Renaldy menjalin hubungan dengan Callista Hutomo, putri keluarga keluarga Michael Hutumo telah tersebar. Banyak yang berkomentar mereka adalah pasangan yang sempurna. Selama ini publik tidak pernah tahu tentang Callista. Karena memang hanya Putri sulung Michael hutumo, Jessica yang kerap kali muncul di hadapan media. Banyak orang pikir Michael hanya memiliki satu putri saja. Namun kenyataanya Michael memiliki putri yang berprofesi sebagai Dokter di rumah sakit milik Daniel.Semua berita yang tampil pagi ini, membuat raut wajah Alin berubah dipenuhi dengan amarah. Iris matanya penuh dengan kebencian mendalam.“Sialan!” Alin membanting vas bunga yang ada di hadapannya, hingga pecahan belingnya memenuhi lantai. Sorot mata Alin menajam, berkali-kali Alin mengumpat kasar.“Aku tidak akan pernah membiarkan putraku menikah dengan putrimu, Casandra,” geram Alin penuh dengan kebencian.Kini Alin menyambar kunci mobilny
Michael membanting kasar guci yang ada di ruang kerjanya. Kini, keadaan ruang kerja Michael benar-benar tampak begitu kacau. Terlihat jelas kemarahan di wajahnya. Ya, Micahel tidak mampu lagi mengatasi amarahnya, kala melihat pemberitaan tentang putri bungsunya dan putra dari Gio Renaldy. Michael terus mengumpat kasar, merutuki kebodohannya sampai dia tidak tahu pemilik Queen Hospital, tempat di mana Callista bekerja adalah milik Daniel Renaldy. Jika saja, dia tahu sejak awal, maka ini tidak akan pernah terjadi.“Sialan kau, Gio. Aku tidak akan membiarkan putriku menikah dengan putramu!” geram Michael dengan tangan yang terkepal kuat. Rahangnya mengetat. Kilat kemarahan
Daniel duduk di kursi kebesaraannya. Dia menyandarkan punggungnya di kursi seraya memejamkan matanya lelah. Pikirannya terus memikirkan perkataan kedua orang tuanya. Diawal hubungannya dengan Callista, kedua orang tuanya menyetujui hubungannya. Bahkan kedua orang tuanya begitu mendukung. Tapi, setelah mereka tahu Callista adalah putri Michael Hutomo, mereka langsung melarangnya menjalin hubungan dengan Callista. Daniel merasakan sesuatu hal antara keluarganya dan keluarga Callista.Tanpa ingin lagi berpikir, Daniel langsung menekan tombol interkom. Dia meminta Harry, assistantnya untuk segera datang menemuinya. Tidak lama kemudian, Harry melangkah masuk ke dalam
“Mereka baik,” jawab Daniel dengan nada datar dan tatapan begitu serius pada kekasihnya itu. “Callista, ada hal yang ingin aku tanyakan padamu,” lanjutnya yang membuat Callista bingung.“Ada apa, Daniel? Apa yang ingin kau tanyakan?” Alis Callista saling bertautan. Dia terus menatap Daniel. Sesaat, dia memperlihatkan tatapan Daniel yang terlihat ingin mengatakan sesuatu padanya. Sebuah tatapan yang sangat berbeda dari biasanya.“Apa kau mempercayaiku?” Daniel membawa t
Daniel turun dari mobil, dia melangkah masuk ke dalam rumah dengan wajah dinginnya. Para penjaga dan pelayan yang melihat Daniel datang, mereka langsung menundukan kepala mereka, menyapa Daniel. Namun, Daniel mengabaikan sapaan para penjaga dan pelayannya. Rasa kesal dalam dirinya, membuatnya bersikap dingin pada penjaga dan pelayanna. Kini, dia melangkah menuju ruang keluarga, dan segera menemui kedua orang tuanya itu.Saat Daniel tiba di ruang keluarga, dia mengerutkan keningnya kala melihat wajah muram kedua orang tuanya. Tatapan Daniel menatap mata sembab Alin, ibunya yang tampak begitu jelas habis menangis. Sedangkan wajah Gio, ayahnya terlihat jelas menahan amarahnya.
“Sayang, angkatlah. Siapa tahu itu penting. Jangan seperti itu, ponselmu sejak tadi tidak henyi berdering. Kita masih memiliki banyak waktu bersama.” Callista membawa tangannya megelus rambut Daniel.Daniel membuang napas kasar. Dia tampak begitu enggan menjawab teleponnya itu. Tapi apa yang dikatakan Callista itu benar. Dengan terpaksa, Daniel mengambil ponselnya yang terletak di atas meja itu, lalu mengalihkan pandangannya ke layar. Seketika kening Justin berkerut, melihat nomor Gio, ayahnya muncul di layar ponselnya.
Daniel menyandarkan punggungnya di kursi, seraya memejamkan mata sesaat. Entah kenapa sejak tadi malam, dia terus memikirkan Callista. Dia merasa ada sesuatu yang Callista sembunyikan darinya. Ya, tentu karena Daniel sangat mengenal kekasihnya itu. Sejak dulu, Callista memang tidak hebat menyembunyikan sesuatu. Namun, meski demikian, Daniel langsung menepis segala pikiran negative yang muncul di benaknya. Disaat Daniel sedikit bersantai, pandangan dia teralih pada sebuah televisi yang ada diruangannya. Seketika Daniel menatap pembawa berita yang tengah menyampaikan sesuatu.*Kabar hari in datang dari pengusaha muda Daniel Renaldy. Pewaris dai Renaldy Group ini dikabarkan menjali