Share

Sekretariat BEM

Penulis: Yoru Akira
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-14 13:16:01

Semesta Rain

Kondisi kampus sangat sepi saat kami sampai sekitar dua puluh menit kemudian. Aksara terus membawa motornya ke arah gedung khusus tempat sekretariat UKM.

Ada parkir khusus untuk memudahkan para mahasiswa mengikuti kegiatan kampus di luar belajar mengajar. Tanpa harus berjalan cukup jauh dari tempat parkir utama.

Meski begitu, sampai sejauh ini belum ada kalimat yang terucap dari mulut Aksara. Begitu juga selama di sepanjang perjalanan menuju tempat ini.

Tidak sedikit pun kami bertukar pembicaraan dan hanya diam membiarkan angin malam menerpa tubuh kami.

Bahkan saat ia menghentikan motornya di tempat parkir pun, belum ada sepatah kaya yang diucapkan.

"Turun, mau sampai lo di atas motor?" Suara Aksara mengagetkanku yang hampir tenggelam dalam lamunan.

"Hah? Jadi di sini tujuan lo?" tanyaku seperti orang bodoh.

Lantas segera menyesalinya begitu dia mengatakan sebuah kalimat yang membuatku malu.

"Memang lo berharap gue ajak ke mana?"

Seketika, wajahku terasa panas. Ben
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dance in the Rain   Sebuah Pelukan

    Semesta Rain"Gimana sih rasanya punya kakak senior most wanted kayak, Aksara sama Narendra? Secara mereka berdua cowok-cowok paling keren di kampus," tanya Maya begitu makan malam dadakan yang dibuat Aksara berakhir. Kami bertiga, tengah membersihkan piring di pancuran tak jauh dari sekretariat BEM yang biasanya digunakan anak-anak UKM olahraga, untuk membasuh wajah setelah berlatih di lapangan. "Bukannya kalian juga juniornya ya? Pasti nggak jauh bedalah sama yang kalian rasain.""Bukannya kayak gitu, Rain." Eta menambahkan dengan raut muka yang terlihat menggemaskan. Berbanding terbalik dengan kesan sangar yang ditunjukkan perempuan itu ketika di hadapan banyak orang. "Terus?""Ya, kalian kan sejurusan gitu. Waktu buat ketemu mereka lebih banyak ketimbang kami. Memang nggak ada kesan gimana gitu?" Maya ingin tahu. "Nggak ada tuh. Lagian, bukan berarti kami sejurusan terus bakal ketemu setiap hari kan?""Ah, iya juga sih. Tapi, bener nggak sih, rumor yang tersebar. Kalau lo nol

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-15
  • Dance in the Rain   Halte Bus

    Semesta RainAir mata masih menggenang di pelupuk netraku. Hujan di luar masih turun dengan derasnya. Sementara Aksara, tak se-inchi pun menjauhkan tubuhnya dari jangkauanku. Ia tetap duduk di sampingku sambil mendekapku ke dadanya dengan kuat. Tak ada kalimat yang terucap dari mulut lelaki yang biasanya tak pernah kehabisan kata-kata itu. Ketimbang berisik, ia memilih mendekapku di dadanya dan menutup daun telingaku dengan sebelah tangan. Tangan yang lain ia gunakan untuk mengusap punggungku agar merasa tenang. Terbukti, sebentar saja aku sudah merasa lebih baik. Meski air mata tak sepenuhnya surut dan tubuhku belum terbiasa dengan suara hujan yang sangat deras di luar sana. "Tenang, Rain. Lo nggak sendirian. Ada gue," bisiknya berulang-ulang meski hanya sesekali diucapkan. Berangsur, tubuhku tak lagi gemetar. Berkat tepukan Aksara di punggungku juga alunan musik yang berhasil meredam suara hujan. Setelah merasa baik-baik saja, aku mendorong pelan tubuh lelaki itu. Namun, ia me

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-16
  • Dance in the Rain   Yang Selama ini Dia Sembunyikan

    Semesta Aksara'Sial! Apa yang lo pikirkan dalam situasi seperti ini? Harusnya lo buang jauh-jauh pikiran buruk itu, Aksara!' Batinku menjerit sejak beberapa waktu lalu. Tepatnya ketika Rain mendadak ketakutan saat hujan mulai turun. Dia bahkan bisa memprediksi dengan tepat jika langit malam yang sebelumnya cerah, tiba-tiba dirundung hujan. Kini, aku berada dalam situasi sulit di mana aku justru membayangkan adegan yang bukan-bukan saat tak ada lagi jarak di antara kami. 'Sampah! Setan lo, Sa!' Batinku masih terus berdebat. Aku berusaha mati-matian agar bisa mengendalikan diri dan justru tak menyakiti perempuan yang tengah meringkuk ketakutan dalam dekapanku. Bersyukur, hujan yang sebelumnya sangat deras hingga seakan-akan menenggelamkan bumi, berangsur reda dan menyisakan rintik air dari atap halte tempat kami berteduh. Dan, saat itulah sebuah pertanyaan mengusik pikiranku. Rumor yang dikatakan Narendra beberapa waktu kembali mengusikku. Tentang Rain yang pernah mengalami keker

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-05
  • Dance in the Rain   Insiden Pagi Hari

    Semesta AksaraWajah damai Rain dalam tidurnya membuatku tenggelam dalam lamunan. Pada sebuah tanya akan,"apa yang membuat gadis itu begitu terluka?"Apa benar karena mendapat kekerasan fisik dan mental dari orang terdekatnya? Jika memang benar, apa yang membuat gadis itu tetap bertahan? Bukankah ia dikenal sebagai sosok yang cerdas dan juga kritis? Apa orang yang seperti itu, akan diam saja apabila dirinya tertindas dan mendapatkan kekerasan? Heh, pada kalimat tanya terakhir yang mengganggu pikiranku, aku tersenyum sinis. Ini bukan semata-mata Rain berani melawan ataupun melaporkan - tindakan siapa pun itu - atau tidak. Selain didorong rasa takut, dia pasti tertekan dan tak sanggup mengatakan kebenarannya pada orang lain. Atau ... orang itu dulunya tak bersikap kasar dan berubah setelah mengalami situasi sulit dalam hidupnya. Dan, Rain percaya bahwa orang itu akan kembali seperti sedia kala. Atau justru, Rain tak mengatakan pada orang lain, sebab tak orang sosok yang dapat mengu

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-19
  • Dance in the Rain   Latihan atau Kencan?

    Semesta Rain"Rain!" panggilan dari seseorang yang kukenal tak menghentikan sepasang kaki yang berjalan menyusuri koridor kampus siang itu. Justru, begitu mendengar suaranya, aku semakin gegas meninggalkan area gedung perkuliahan. Setidaknya untuk hari ini, aku tak ingin bertemu dengan lelaki itu lebih dulu. Apakah aku menghindar? Jawaban, ya itu jelas. Tiga hari ini, aku menghindari sosok lelaki muda yang kini - sesuai perkiraanku - sedang mengejarku. "Mampus!" rutukku gemas ketika menyadari sosok lelaki itu semakin dekat, dari derap langkah kakinya yang mengejar di belakangku. Tidak ada tempat untuk kabur. Terpaksa aku menambah kecepatan langkah kakiku agar terhindar dari manusia yang ... "Aww!!" teriakku cukup kencang ketika merasakan tanganku ditarik paksa oleh seseorang. "Lo mau alasan apalagi sekarang? Kalau gini, makin jelas lo ngehindari gue!" ucap lelaki itu dengan raut muka galak. Tak seperti biasanya yang selalu menunjukkan raut muka tengil hingga membuatku ingin se

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-21
  • Dance in the Rain   Ide Gila!

    Semesta RainAksara menarik tanganku begitu saja. Ia terus berjalan tanpa peduli padaku yang masih berusaha menolak ajakannya. Namun, tenaga lelaki itu lebih besar dan membuatku tak bisa melawan. "Kita mau ke mana sih?" tanyaku menahan perasaan kesal ketika Aksara justru membawaku menjauhi kawasan Monas. Lelaki itu tak menjawab dan terus berjalan di sepanjang Jalan Veteran yang selalu ramai. Tak terkecuali sore hari. "Traktir gue makan ice cream," ucapnya santai sambil berbelok ke kedai ice cream legendaris yang berada di sekitar kawasan tersebut. Seketika, aku menelan ludah dengan kasar. Bukan berarti aku tak sanggup membelikan ice cream yang Aksara mau. Selama ini, aku bekerja part time banting tulang bukan karena tidak memiliki cukup uang. Uang bulanan yang dikelola paman dari warisan orang tuaku, masih cukup hingga aku berusia 25 tahun nanti. Aku bekerja siang malam, hanya demi menjaga kewarasanku agar tetap terjaga. Setidaknya dengan berada di luar rumah lebih lama, juga b

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-22
  • Dance in the Rain   Longmarch

    Semesta Rain Sepertinya Aksara tidak main-main dengan ucapannya. Pemuda itu tetap menyeretku turun ke jalan meski aku sudah menyatakan keberatan. Aksara seakan tidak peduli dan tetap menggeret tanganku dari gedung perkuliahan menuju sekretariat BEM kampus. Ia bahkan tak peduli saat aku mengatakan bahwa Pak Kuncoro yang akan mengajar mata kuliah selanjutnya. “Ck, sekali-kali bolos nggak masalah, Rain. Pak Kuncoro nggak bakal kasih lo nilai E. Apalagi kalau tahu alasan lo bolos karena ikut demo,” ucap Aksara penuh percaya diri. “Gue bukan lo yang memang sudah hobi bolos karena turun ke jalan ya, Kak. Tolong!” “Gini deh, kalau Pak Kuncoro tanya kenapa lo bolos, tinggal aja jawab kalau lo lagi praktik mata kuliah dia. Atau setidaknya, jawab aja lagi melanjutkan perjuangan Wiji Thukul atau Rendra.” “Sinting!” cercaku menanggapi ucapan Aksara. Meski begitu, tetap saja mengikuti langkah kaki lelaki itu akibat tenagaku tak cukup kuat untuk melawan Aksara. Sampai kami sampai ke ruangan

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-25
  • Dance in the Rain   Aksi Demonstrasi

    Semesta Rain Atmosfir siang hari ini semakin panas ketika lautan massa di depan sana memaksa untuk masuk ke gedung dewan. Aksi saling dorong tak bisa dihindari hingga membuat petugas menembakkan water cannon ke arah para mahasiswa. Memukul mundur agar para anak muda yang menuntut perubahan negeri ini menjauh dari pagar pembatas gedung. Kami tercerai berai seketika. Tak terkecuali aku dan Narendra yang semula masih berada di sampingku untuk melakukan penjagaan. Lelaki itu mengumpat kesal pada keadaan ketika kami melarikan diri. Menghindari semprotan air yang diarahkan kepada kami. “Lo nggak papa, Rain?” tanya Narendra dengan raut khawatir. Aku menggelengkan kepala sebagai jawaban. “Nggak Kak, aku nggak papa.” Kami memang tak basah akibat water cannon yang ditembakkan oleh petugas. Meski begitu, tetap saja kami terdorong akibat massa yang tiba-tiba bergerak ke belakang. Narendra bahkan sempat terjatuh. Beruntung aku segera tanggap dan segera membantunya berdiri sebelum ia terinj

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-25

Bab terbaru

  • Dance in the Rain   Dance in the Rain

    Semesta KamiBogor membawa kabar baik dan buruk. Aku (Rain) bisa sedikit demi sedikit pulih dari rasa takut terhadap hujan. Sementara aku (Aksara) harus terbaring di rumah akibat flu yang menyerang. Aksara: Beruntung, sakit yang kuderita tidak berlangsung lama. Setidaknya tidak sampai mengganggu persiapan lomba baca puisi yang akan kami ikuti. Ya, sebenarnya cukup menganggu. Bu Asri sampai marah besar. Tapi, tidak berlangsung lama karena aku bisa mengejar ketinggalan. Semua juga berkat dukungan partner sepanggung yang kini jadi kekasihku. Haha ... cukup cepat kan progres kami? Ya, kalau aku boleh jujur, sudah lama sebenarnya aku tertarik sama Rain. Hanya saja, dia bukan gadis yang mudah didekati. Rain: Tidak, aku bukan gadis yang sulit didekati. Itu hanya omong kosong Aksara saja. Dia hanya tidak percaya diri dengan kemampuannya. Lagian, siapa sih yang tidak kesal, jika dari awal dia sudah mengibarkan bendara perang. Kan dia yang tidak percaya kalau aku sakit datang bulan saat

  • Dance in the Rain   Pluviophile

    Semesta RainIde Aksara selalu terdengar gila. Apa yang ia harapkan dari pemburuan hujan bagi seseorang yang sudah puluhan tahun membenci hujan? Apa dia berharap rasa takut itu bakal sembuh dalam satu hari saja? Anehnya, aku justru tak merasa resah ataupun khawatir, meski ketakutan itu masih ada. Terlebih ketika aku menyadari bahwa motor yang dikendarai Aksara membawa kami ke Bogor. Bogor, kota penuh kenangan sebelum Jakarta menarik kami - ibu, ayah dan Kak Mahen - dengan paksa untuk tinggal di sana. Menjadi bagian dari manusia yang bergerak cepat di antara hiruk-pikuk dunia. Ada rindu yang diam-diam menyusup. Mengisi celah kosong yang tak lagi pernah terisi. Seandainya ayah dulu tak menerima mutasi kerja ke kejaksaan pusat, apakah kami masih tetap bersama-sama? Tinggal di lereng pegunungan dengan kota yang memiliki intensitas cukup tinggi di negeri ini. Mataku basah akibat andai-andai yang dengan cepat menguap menjadi asa. Juga akibat hujan yang kini semakin deras mendera bumi.

  • Dance in the Rain   Berburu Hujan

    Semesta AksaraTanpa sadar aku merangkul pundak Rain dan membawanya ke dalam pelukan ketika mendung di wajah gadis itu menjadi hujan. Rasanya hatiku ikut perih melihatnya menitikkan air mata. Bahkan tangisan yang semula terdengar samar - akibat Rain menahan diri - kini makin tergugu dalam pelukanku. Siapa yang menyangka, jika sosok gadis mungil dalam pelukanku kini, menjalani kehidupannya dengan begitu berat. Aku menjadi paham, mengapa wajah Rain selalu terlihat muram dan terkesan sukar untuk didekati. Masa lalu membuatnya seperti itu. Tentu tak mudah kehilangan orang tua dengan cara yang kejam seperti itu. Mati tertembak di hadapannya demi melindungi gadis serta sang kakak yang turut mati hari itu. Aku tak bisa membayangkan bagaimana terkoyaknya jiwa Rain saat itu hingga sekarang. Aku tahu, ia belum sepenuhnya sembuh dari trauma. Bisa terbukti ketika hujan turun dan kami terjebak di halte bus lebih dari seminggu yang lalu. Dia bahkan harus mengalami nasib buruk dari sang paman

  • Dance in the Rain   Masa Lalu yang Tersimpan

    Semesta RainObrolanku dengan Aksara memaksaku memutar adegan belasan tahun lalu saat usiaku baru menginjak tujuh tahun. Hari itu, hari ulang tahunku - hari yang kemudian di masa depan ingin kulupakan saja dari hidup yang kejam dan telah merenggut nyawa orang-orang yang kusayangi. Ayah berjanji untuk menyelesaikan dengan cepat persidangan yang dia pimpin pada hari itu. Dia berjanji akan pulang cepat dan membelikan aku sebuah cake yang akan menemani perayaan hari ulang tahunku. "Aku juga mau dong, Yah. Aku mau brownies!" seruan Mahen pada hari itu kembali terdengar dalam tempurung otakku. Mahen - kakak lelakiku - memang lebih suka brownies ketimbang cake atau kue lainnya. Ayah tertawa menanggapi permintaan anak lelakinya yang berjarak tiga tahun lebih tua dariku. "Kamu memang nggak kalah ya! Oke, Ayah bakal belikan brownies buat jagoan Ayah. Yang kecil aja ya. Kan kamu doang pasti yang bakal makan!""Ih, mana ada kayak gitu. Nggak bisalah. Harus yang ukuran besar. Mau makan sendi

  • Dance in the Rain   Rahasia Rain

    Semesta RainAku terlambat menyadari saat Aksara membawaku ke sebuah hotel bintang lima di kawasan Jakarta Pusat. Dia bilang, lelaki itu akan mengenalkanku pada seseorang yang bisa mengajari kami membaca puisi lebih baik lagi untuk keperluan lomba nanti. Namun, aku melupakan satu hal dan justru berdebat serta memperkarakan hal yang justru terdengar kekanak-kanakan. Sampai aku melupakan kemungkinan kecil yang terjadi. Hingga sepasang mataku berotasi cepat ketika menangkap banner pameran seorang seniman di hotel tersebut. Tepat saat seseorang memanggil namaku. "Paman Bara?" ucapku pelan. Tanpa sadar, tubuhku membeku seketika. Gestur yang kerap tanpa sengaja kutunjukkan setiap kali bertemu dengan pria itu. Baik di rumah ataupun saat di luar seperti saat ini. Refleks yang entah sejak kapan tertanam dalam bawah sadarku hingga terbawa dalam kehidupan sehari-hari. Bukan tanpa alasan. Itu karena perlakuan kasar yang sering kuterima dari Paman Bara. Tubuhku selalu bereaksi lebih dulu ket

  • Dance in the Rain   Pertemuan Tak Terduga

    Semesta AksaraAku tahu, gadis di depanku itu sedang berusaha mengurai canggung di antara kami. Sekali lagi, ia bertanya meski sudah kutegaskan ketiga kali bahwa dirinya boleh memakan apa pun yang dia mau. "Yakin, lo nggak bakal nyesel bilang gitu?" ucap gadis itu seakan masih ragu. "Ya, Rain. Lo boleh makan apa pun. Bukankah gue udah bilang sebelumnya? Ini juga sudah keempat kalinya gue ngomong hal yang sama.""Oke." Rain menjawab singkat. Lantas tanpa sungkan, ia menyendokkan berbagai macam lauk yang hendak ia makan. Mulai dari rendang sampai usus sapi memenuhi piringnya. Kemudian tanpa sungkan, ia mulai menyuapkan nasi ke mulutnya menggunakan tangan. Tanpa sadar, aku tersenyum melihat ekspresi gadis itu ketika makan. Terlihat sangat menyenangkan. Aku baru sadar, bahwa gadis itu juga terlihat sangat antusias ketika aku membawa banyak makanan ke ruang sekretariat BEM lebih dari satu minggu yang lalu. "Gimana bisa badan lo tetep kurus sih, makan sebanyak itu?"Rain tersedak. Mung

  • Dance in the Rain   Sepertinya Aku Jatuh Cinta

    Semesta AksaraAku tersenyum puas ketika gerbang besar dan tinggi yang semula menghalangi kami, perlahan terbuka dan meminta perwakilan mahasiswa untuk masuk ke dalam gedung dewan. "Bapak Ketua Dewan mau bertemu dengan kalian. Perwakilan dari anggota BEM setiap kampus saja ya. Jangan banyak-banyak!" Seseorang yang kami kenal sebagai juru bicara anggota dewan, menyampaikan kalimat yang sudah kami duga sebelumnya. Seandainya orang-orang yang duduk di balik kursi pilihan rakyat itu, bersedia menemui kami hari ini. "Terima kasih, Pak!" seruku melalui megaphone yang masih tergenggam di tangan kanan. Disusul beberapa perwakilan BEM yang berjalan ke arahku lantas memberikan pelukan dan juga berjabat tangan. Termasuk Narendra yang tak lagi bersama Rain. "Gue udah titipin Rain ke Nugraha sama yang lain.""Thanks, Bro. Sekarang giliran lo!" ucapku sambil membalas rangkulan Narendra. "Eh, belakang aman kan?" imbuhku sebelum Narendra melangkah memasuki gedung anggota dewan. "Aman. Nggak ad

  • Dance in the Rain   Aksi Demonstrasi

    Semesta Rain Atmosfir siang hari ini semakin panas ketika lautan massa di depan sana memaksa untuk masuk ke gedung dewan. Aksi saling dorong tak bisa dihindari hingga membuat petugas menembakkan water cannon ke arah para mahasiswa. Memukul mundur agar para anak muda yang menuntut perubahan negeri ini menjauh dari pagar pembatas gedung. Kami tercerai berai seketika. Tak terkecuali aku dan Narendra yang semula masih berada di sampingku untuk melakukan penjagaan. Lelaki itu mengumpat kesal pada keadaan ketika kami melarikan diri. Menghindari semprotan air yang diarahkan kepada kami. “Lo nggak papa, Rain?” tanya Narendra dengan raut khawatir. Aku menggelengkan kepala sebagai jawaban. “Nggak Kak, aku nggak papa.” Kami memang tak basah akibat water cannon yang ditembakkan oleh petugas. Meski begitu, tetap saja kami terdorong akibat massa yang tiba-tiba bergerak ke belakang. Narendra bahkan sempat terjatuh. Beruntung aku segera tanggap dan segera membantunya berdiri sebelum ia terinj

  • Dance in the Rain   Longmarch

    Semesta Rain Sepertinya Aksara tidak main-main dengan ucapannya. Pemuda itu tetap menyeretku turun ke jalan meski aku sudah menyatakan keberatan. Aksara seakan tidak peduli dan tetap menggeret tanganku dari gedung perkuliahan menuju sekretariat BEM kampus. Ia bahkan tak peduli saat aku mengatakan bahwa Pak Kuncoro yang akan mengajar mata kuliah selanjutnya. “Ck, sekali-kali bolos nggak masalah, Rain. Pak Kuncoro nggak bakal kasih lo nilai E. Apalagi kalau tahu alasan lo bolos karena ikut demo,” ucap Aksara penuh percaya diri. “Gue bukan lo yang memang sudah hobi bolos karena turun ke jalan ya, Kak. Tolong!” “Gini deh, kalau Pak Kuncoro tanya kenapa lo bolos, tinggal aja jawab kalau lo lagi praktik mata kuliah dia. Atau setidaknya, jawab aja lagi melanjutkan perjuangan Wiji Thukul atau Rendra.” “Sinting!” cercaku menanggapi ucapan Aksara. Meski begitu, tetap saja mengikuti langkah kaki lelaki itu akibat tenagaku tak cukup kuat untuk melawan Aksara. Sampai kami sampai ke ruangan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status