Hallo, Pembaca! Jika kamu suka karya ini, jangan lupa masukan ke pustakamu, Ya! Ikuti terus kisah Alisya hanya di Goodnovel! 😃 Dukung author dengan memberikan review bintang 5, vote/gem, komentar dan ajak teman-teman anda untuk membaca kisah ini. Terima kasih
Sudah larut malam, para tamu undangan sudah beranjak pulang. Pesta pernikahan pangeran kedua telah berakhir. Fasya yang sudah lelah meladeni para tamu manca negara berencana pulang menuju kamarnya untuk beristirahat. Saat dalam perjalanan dia menemukan hal aneh dari ruang belajar Dafandra. Penerangan di dalam ruangan itu tampak menyala. Dari kejauhan bayangan dua orang manusia terlihat bercakap-cakap. Merasa curiga, Fasya memutuskan untuk berhenti sejenak. Namun saat Fasya melihat untuk kedua kali, bayangan itu sudah menghilang. Seharusnya ini adalah malam pengantin pangeran Dafandra. Apa yang dia lakukan sang pangeran di ruang belajarnya? Apakah dia sungguh-sungguh dengan pernikahannya? Ataukah hanya untuk mempermainkan Alisya? Melihat hal mencurigakan ini membuat Fasya merasa harus mencari tahu. Dia segera memerintahkan pengawal untuk membawanya ke ruang belajar Dafandra. Sesampainya di depan pintu, ruang belajar Dafandra memang menyala. Kedua prajurit di depan pintu tampak r
Mata Dafandra mengamati botol itu dengan seksama. Alisnya bertaut seraya mengingat-ingat benda itu dalam ingatan. Tidak lama kemudian ingatannya muncul. Saat itu pangeran kedua Kosmimazh berkunjung ke ruangan ratu. Sebelum masuk, dia mendengar perbincangan ibunya dengan seseorang. "Apa kamu mendapatkan barang yang kuminta?" Suara ratu terdengar pelan dari luar ruangan. Meski begitu, Dafandra yakin dengan pendengarannya. Dia tidak akan salah mengenali suara wanita nomor satu di Kosmimazh. "Sudah Yang Mulia. Ini adalah ramuan terbaru. Efeknya akan lebih cepat terlihat dan khasiatnya lebih tahan lama, dijamin ini jadi kado terbaik di malam pertama," jawab seorang pelayan di hadapan ratu seraya menyerahkan sebuah botol. Setelah itu Dafandra memasuki ruangan Ratu Naiya. Menyadari kehadiran putranya, wanita bermahkota ratu segara meraih botol dan menyelipkan dalam lipatan tangan. "Cih, ceroboh sekali!" gumam Dafandra. Sesaat Dafandra menghela napas. Dia segera menyadari botol di tangan
Tidak disangka, teriakan Alisya di pagi hari terdengar hingga ke luar kamar. Para pelayan yang penuh dengan rasa penasaran menjadi berpikiran liar. Gosip tentang dugaan malam pertama Pangeran Dafandra yang terlambat segera tersebar luas. Tidak terkecuali, pangeran mahkota yang tidak mengharapkan pernikahan Alisya dan Dafandra juga mendengarnya. Tentu saja hati Fasya teras panas karena di setiap tempat yang dia lewati, selalu mendengar pelayan membicarakan gosip itu. Merasa kesal, Fasya memutuskan mencari ketenangan di perpustakaan. Akan tetapi, sesuatu yang lebih mengejutkan justru dia temui saat di perpustakaan kerajaan. "Salam kepada Pangeran Mahkota," sapa Alisya mengejutkan Fasya. Pangeran mahkota segera membalas ucapan Alisya dengan senyuman hangat seperti biasa. Pandangan Fasya penuh selidik karena merasa heran melihat Alisya berkunjung ke perpustakaan kerajaan seorang diri. "Tidak kusangka akan bertemu pengantin baru di perpustakaan," ucap Fasya dengan nada bicaranya rama
Raut wajah Fasya berubah drastis. Mata biru sebening samudra itu sekan menenggelamkan Alisya ke dasar palung yang paling dalam. "Maafkan aku, aku hanya ingin menepati janji," lirih Alisya. Bukankah janji adalah hutang? Tidak butuh waktu lama, wajah Alisya telah berubah merah. Sekuat tenaga dia menahan air mata agar tidak tumpah di hadapan Fasya. Sayangnya, usaha itu sia-sia. Air mata Alisya meleleh juga di hadapan Fasya. Padahal dia sudah berjanji untuk tidak hanyut dalam perasaan. Tetapi kenyataan berkata sebaliknya. "Maafkan aku, Yang Mulia. Aku tidak bisa menjelaskan banyak karena sebagian ingatanku menghilang. Tapi yang jelas aku masih ingat surat-surat kita, dan rasa rindu yang dahulu hanya bisa kusimpan di dalam dada. Perasaanku padamu masih tidak berubah." Alisya menangis tanpa bersuara. "Semuanya terlihat tidak masuk akal. Dalam sekejap aku telah berubah dan tidak bisa mengontrol diriku sendiri," lanjut Alisya masih dengan menangis. Fasya tertegun melihat tangisan Alisy
Dengan wajah cemberut, Alisya mengikuti langkah Dafandra yang cepat. Sementara itu Dafandra mencengkeram tangan Alisya dengan begitu erat hingga tidak mungkin untuk melepaskan diri. "Pelan sedikit!" Sudah berulang kali Alisya merengek, Sayangnya Dafandra tidak peduli. "Suamiku, berhentilah!" teriak Alisya. Seketika Dafandra berhenti dan menatap tajam Alisya. "Apa kamu bilang?" tanya Dafandra. Telinganya begitu geli mendengar sapaan Alisya yang tidak biasa. Yah, mereka memang baru dua hari menikah. 'Apa aku salah bicara? Apakah dia marah?' tanya Alisya dalam hati. "Suamiku berhentilah ...." Alisya mengulangi kata-katanya. Kemudian dia tersadar telah memanggil Dafandra dengan sebutan 'suami'. Setelah menikah memang Dafandra telah menjadi suami bagi Alisya. Akan tetapi, Dafandra hanya menjadikan pernikahan itu sebagai sandiwara. Hatinya terlalu dingin untuk menerima kehangatan cinta seorang wanita. Lebih tepatnya, belum ada wanita yang membuat hatinya terbuka dengan cinta. Meskipu
Dafandra memandang rambut Alisya yang bergoyang mengikuti irama langkah kakinya. 'Berlarian di koridor. Apakah ini etika seorang putri?' batin Dafandra tertawa. "Dasar tidak tahu diri, kamu mengajak bermain orang yang salah," gumam Dafandra. Pangeran kedua Kosmimazh segera berlari mengejar Alisya. Sekuat tenaga Alisya berlari. Nafasnya memburu, beradu dengan kecepatan langkah kaki. Semakin lama semakin dekat Alisya menuju tembok. Kemenangan sudah di depan mata. Hanya tinggal beberapa langkah lagi Alisya memenagkan perlombaan. Akan tetapi, sebelum Alisya menuju tembok matanya dikejutkan dengan keberadaan ratu di koridor sebelah kiri. Ratu terlihat berjalan di koridor bersama Maulvi dan rombongan dayang yang selalu mengikutinya. Hubungan Maulvi dan ratu sangat baik karena ratu tidak mempunyai anak perempuan. Ratu kerap kali mengundang Maulvi untuk menemaninya bicara atau sekedar minum teh di sore hari. Sayangnya kedekatan Maulvi dengan ratu juga tidak membuahkan manfaat bagi hubunga
Keesokan harinya, Alisya dan Dafandra melakukan sarapan bersama keluarga kerajaan. Mengangkat gaun berwarna biru, Alisya berusaha menyamakan langkah dengan lelaki berambut pirang sambil memaki-maki di dalam hati. Sebelum sampai di ruang makan raja, Maulvi menghadang langkah pangeran kedua Kosmimazh. Dengan wajah ceria, gadis berambut hitam menyapa, "Selamat pagi, hormat kepada pangeran kedua." "Selamat pagi," jawab Dafandra datar. Tanpa menghiraukan Alisya yang berada di belakang Dafandra, Maulvi mendekati kakak sepupunya. "Aku dengar kamu akan pergi ke kastil milik kakek di Tigryzh," kata Maulvi dengan wajah antusias. Tigryzh adalah nama daerah pesisir di pulau Karcharizh. Di pulau ini pusat pemerintahan kerajaan Kosmimazh berada, tepatnya di kota Asteryzh. Perlu waktu satu pekan perjalanan dengan kereta kuda dari Asteryzh menuju Tigryzh. "Itu benar." Dafandra membenarkan ucapan Maulvi. Alisya yang tidak mengerti dengan apa yang Maulvi bicarakan memilih untuk tidak peduli. "I
Selepas sarapan selesai, Alisya berjalan ke luar ruangan bersama Dafandra. Setelah berada di taman yang cukup sepi, Alisya menghadang langkah pangeran kedua Kosmimazh. "Yang Mulia, tolong jelaskan! Apa maksud dari bulan madu ini? Kenapa Yang Mulia tidak mengatakan apa pun?" tanya Alisya setengah berteriak. Raut wajah sang putri tampak jengkel. Dafandra menatap Alisya dengan tatapan tidak peduli. "Aku telah mengatakannya, kamu malah tidak percaya," jawab Dafandra Datar. "Jangan gila! Aku tidak mau bulan madu!" kata Alisya kesal. "Ternyata begitu." Dafandra mengangguk-anggukkan kepala. "Apa kamu menikmati setiap perhatian yang kuberikan?" tanya Dafandra sinis. Mata Alisya terbelalak mendengar tuduhan pangeran kedua Kosmimazh. Rasanya dia ingin muntah begitu mendengarkan ucapan memuakan itu. "Enak saja! Siapa juga yang menikmati!" jawab Alisya dengan melipat kedua tangan di dada. Dafandra hanya menyeringai melihat tingkah kesal putri dari Crysozh. Bersamaan dengan itu, mata Dafa
Saat makan malam tiba. Dalam satu meja makan terdapat Dafandra, Alisya dan ibu suri. Suasana di meja makan sangat hening, sampai ibu suri angkat bicara. "Aku dengar kamu telah mengalami perdarahan. Apakah ketubanmu telah pecah?" "Belum, Ibu Suri." Alisya menjawab sopan. "Makanlah yang banyak agar tubuhmu lebih kuat menghadapi persalinan! Mungkin nanti malam atau besok pagi anakmu akan lahir. Semoga persalinanmu berjalan lancar." Ibu suri menatap Alisya yang terlihat sedikit malas menyendok makanan. "Terima kasih atas perhatiannya, Ibu Suri." Alisya membalas ucapan ibu mertuanya dengan senyuman. Sepertinya ibu raja juga turut bahagia karena akan menyambut cucu pertamanya. Setelah acara makan malam usai ibu suri meninggalkan ruang makan. Di ruang makan Alisya masih terduduk di kursinya. Sang ratu kembali menahan sakit dengan tangan mengelus perut yang menegang. Pada saat yang sama janin Alisya juga bergerak seakan mengabarkan dirinya tidak sabar untuk segera terlahir. "Ayo, Alisya!
"Benarkah?" Alisya bangkit untuk melihat secara langsung darah yang Dafandra maksud. Sang raja menelan ludahnya sendiri. Alisya bukan lagi gadis perawan. Kenapa kewanitaannya mengeluarkan darah? Seketika wajah pria nomor satu di Kosmimazh berubah pucat. Sang raja tidak habis pikir jika perbuatannya dapat mengakibatkan sang istri mengalami perdarahan. "Aku akan segera memanggil dokter!" tangan raja segera meraih baju di sisi ranjang. "Yang Mulia!" Alisya menahan lengan kekar Dafandra. "Darah ini pertanda aku akan segera melahirkan, Yang Mulia." Alisya tersenyum lebar. "Benarkah?" Alis raja melengkung ke atas seakan tidak percaya dengan ucapan yang baru saja dia dengar. Entah karena Hujaman raja yang terlalu keras atau karena efek peleasan hormon cinta di tubuh ratu, yang jelas usia kehamilan Alisya sudah lebih dari cukup untuk melahirkan bayi. "Jika kontraksinya bagus, mungkin nanti sore atau malam, bayimu akan lahir." Senyuman di bibir merah delima Alisya merekah indah, membuat
Malam yang dingin menyelimuti kota Asteryzh. Ibu kota kerajaan Kosmimazh. Dingin yang seakan menusuk tulang membuat siapa pun ingin meringkuk di bawah selimut tebal. Akan tetapi, malam ini Alisya menyibak selimut dengan rasa gusar. Bintik-bintik keringat menghiasi dahi wanita nomor satu di Kosmimazh. "Ada apa?" Gerkaan kasar ratu membuat raja terbangun dari mimpi. "Aku hanya merasa gelisah, Yang Mulia." Alisya Menjawab segera pertanyaan suaminya seraya duduk di ranjang. Merapatkan tubuh pada wanita berambut merah, Dafandra berbisik di telinga putri Crysozh. "Kenapa?" Tangan raja mengelus perut bulat wanita dalam dekapan. "Seharusnya, bayi ini sudah lahir. Tetapi, aku belum merasakan tanda-tanda akan melahirkan." Alisya menundukkan wajah sehingga wajah tertutup rambut merah bagaikan tirai. Raja berpindah posisi tepat di hadapan ratu. Tangan menyibak rambut, Dafandra memegang kedua sisi wajah sang putri Crysozh. Pria nomor satu di Kosmimazh sangat mengerti kegundahan hati istrinya.
Terima kasih kepada segenap pembaca yang telah mengikuti kisah Alisya sampai akhir. Bagi saya, Alisya adalah cinta pertama saya dalam dunia novel, karena dia dalah original character pertama buatan saya. Dengan kata lain, novel ini adalah novel pertama saya. Mohon maaf jika karya ini masih jauh dari kata sempurna. Maaf juga jika ada yang kurang puas dengan akhir dari jovel ini. Yang jelas, saya berusaha menulis novel ini dengan sepenuh hati. Sudah tidak terhitung banyaknya waktu dan revisi yang saya lakukan untuk novel ini. Semua itu saya lakukan untuk mencoba memberikan yang terbaik bagi pembaca. Ikuti juga novel-novel author Sunny Zylven selanjutnya, Ya! Salam sayang, Sunny Zylven ❤️❤️❤️
Memasuki kamar Raja Rifian, Alisya tidak menyangka akan bertemu ibu suri. Meski canggung, adik kandung penguasa Crysozh tetap berusaha tenang dan tersenyum. "Hormat kepada Ibu Suri," ucap Alisya, selanjutnya memberikan hormat kepada raja yang masih terbaring di ranjang. "Syukurlah, akhirnya kakak sadar juga!" Seulas senyuman terlukis di bibir sang putri Crysozh. Setelah dokter menemukan penyebab utama raja tidak kunjung sadar, perawatan ekstra diberikan kepada pria normor satu di kerajaan Crysozh. Kesehatan Raja Rifian memang belum pulih sempurna. Wajah kakak Alisya juga masih terlihat pucat. Akan tetapi, itu masih lebih baik dari pada terus terpejam tidak sadarkan diri. "Ya, semua ini berkat suamimu," balas Rifian. "Suamiku?" Alis sang ratu Kosmimazh melompat bersamaan. "Tentu saja, jika tidak karena pertolongannya, baik aku, kamu, ibu, dan rakyat tidak berdaya pasti sudah mati di tangan Paman Ega. Aku sangat berterima kasih kepadanya. Kamu sangat beruntung Alisya, mempunyai seo
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Dafandra kepada pria berambut putih. Dengan wajah cerah Iason berkata, "Yang Mulia tenang saja, kondisi janin Ratu Alisya baik-baik saja." Setelah sekian lama di Crysozh, baru kali ini Alisya mendapatkan pemeriksaan medis oleh dokter kerajaan Crysozh. Keadaan sebelumnya yang memaksa sang ratu Kosmimazh untuk menyembunyikan kehamilan. Spontan senyuman di bibir pria nomor satu Kosmimazh melebar, "Terima kasih, Dokter." "Sebaiknya Yang Mulia beristirahat terlebih dahulu di Crysozh, jangan buru-buru kemabli ke Kosmimazh. Biarkan Ratu Alisya beristirahat setelah hari-hari yang buruk menimpanya." Kepala dokter kerajaan memandang Alisya dan Dafandra bergantian. "Tentu, Dokter! Aku akan memberikan waktu istirahat yang banyak untuk ratuku," jawab Dafandra segera. "Guru, ngomong-ngomong bagaimana keadaan kakakku?" tanya Alisya dengan kedua alis melengkung ke atas. Rasa di hati putri Crysozh belum lega jika sang kakak belum pulih kembali. "Yang Mulia b
Layang-layang di angkasa terlihat berpencar. Lysias dan beberapa penyihir lain menembakan sihir ke langit. Saat fokus para penyihir tertuju pada puluhan layang-layang dan terjadi ledakan berkali-kali di ketinggian, sekumpulan pria entah dari mana menggiring pengunjung alun-alun menjauhi pusat keributan melalui jalan yang sepertinya telah disiapkan. Pertempuran di darat dan udara pun pecah. Setelah semua penduduk di pesta berhasil dievakuasi, ratusan panah api turun dari langit bagaikan hujan deras. Prajurit sihir yang kehilangan kemampuan sihir karena tangan dan mulut tidak bisa digerakkan lari kocar-kacir. Tidak membutuhkan waktu lama kobaran api membakar beberapa sisi alun-alun yang terbuat dari kayu. "Mungkinkah mereka pasukan Yang Mulia ..?" gumam sang ratu Kosmimazh. Para gadis di dalam sangkar mulai panik, mereka berteriak dan menangis. Melirik ke sisi kiri, Alisya mendapati ibu kandungnya menatap keributan dengan santai. Begitu juga dengan Gelsi, si Mentri pertahanan. Keduan
"Apa ada di antara kalian yang ingin mengikuti jejak Gelsi? aku akan menerimanya dengan senang hati" tanya Ega dengan salah satu alis terangkat. Semua orang di dalam aula kerajaan terdiam. Para menteri yang tamak tentu saja akan lebih memilih nyawa mereka masing-masing. *** "Yang Mulia, tiga hari lagi kerajaan akan mengadakan upacara pengangkatan raja. Pada malam pengangkatan raja, akan diadakan upacara pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga orang bangsawan." Arys memberikan laporan kepada pria berambut pirang yang tengah duduk termenung memandang peta ibu kota Stemmazh. "Apa? Pengorbanan lima puluh gadis perawan dan tiga bangsawan? Apa maksudnya?" tanya Dafandra dengan kedua alis melompat bersamaan. Pria nomor satu di Kosmimazh tidak dapat menyembunyikan keterkejutan. "Mereka akan menggelar ritual sihir!" jelas Arys. "Sial!" umpat pria nomor satu di Kosmimazh sambil mengepalkan tangan di atas meja. "Menurut informasi dari intelejen, Pangeran Ega akan mengorbankan para pe
"Kasihan sekali raja baru kita, belum lama menjabat kini harus merelakan diri turun dari tahta," ucap seorang wanita bergaun biru di salah satu gang ibu kota. "Benar sekali. Akan tetapi, aku rasa itu yang terbaik demi kemajuan kerajaan. Kita tidak bisa terus-terusan menunggu orang yang tertidur untuk bangun, sedangkan rakyat setiap hari bangun pagi untuk mencari sepotong roti," saut wanita bergaun cokelat. "Setuju! Apalagi yang akan menjadi raja selanjutnya adalah Pangeran Ega. Bukankah dia pejabat yang bijaksana?" Wanita bergaun ungu turut angkat bicara. "Benar ... Benar sekali!" Jawab wanita bergaun biru dan cokelat serempak. Suasana di ibu kota benar-benar kondusif untuk segera melengserkan Raja Crysozh yang berkuasa. Segala lini kehidupan telah memberikan dukungan kepada calon raja baru. Bahkan, pada lapisan masyarakat paling bawah. Penduduk kota telah menyambut pengangkatan raja baru dengan mendekorasi kota sedemikian rupa. Siapa sangka, di saat yang sama pasukan penyihir yan