Rama sibuk memeriksa semua saldo keuangannya yang pasti butuh waktu untuk dijadikan bentuk tunai dalam tempo singkat. Deva menelpon ibunya dan meminta bantuan, bersyukur ibu Imelda orang yang baik dan siap membantu Rama. Terryn termenung memikirkan apa yang menimpa sahabat dekatnya itu.“Mas Rama, Mas pernah kasih ponsel Ashiqa sebagai hadiah waktu wisuda lalu kan?” IMEI dari ponsel itu kira-kira bisa dilacak gak?”Rama menghentikan aktifitasnya sejenak sambil berpikir, Deva dan Wisnu saling berpandangan. Hal ini patut dicoba.“Wisnu, coba minta kemari anak buah kamu yang jago IT untuk melacak ponsel Ashiqa.”“Baik, Tuan Rama.” Wisnu agak menjauh dari mereka dan menelpon seseorang.Dalam waktu setengah jam Irwan, salah seorang bagian IT datang memenuhi panggilan Rama dan mulai mencoba melakukan usaha terbaik yang dia bisa.Ponsel Rama kembali berdering, sebuah pesan lokasi pertukaran dikirim Jalal dan waktunya diubah, Jalal meminta waktu lebih cepat, menjelang dini hari nanti agar Ram
Arkhana menyusuri lereng bukit kecil di perkebunan ini berharap Ashiqa tidak terlalu jauh jatuh terperosok dan masih dalam keadaan sadar. Lampu senter dari ponselnya menyorot kesana kemari untuk menemukan Ashiqa di langit yang mulai menyentuh fajar pagi.“Ashiqaaa … Ashiqaaa … kamu di manaaa?!” teriak Arkhana berulang-ulang.Sementara di belakang sana Rama sudah mulai lemas dan tak bisa berjalan lagi.“Mas Wisnu sebaiknya Tuan Rama kita bawa ke rumah sakit secepatnya, biar saya saja yang bawa, Mas Wisnu di sini membantu mencari Nyonya Ashiqa” Deva menawarkan bantuannya lagi pada Rama dan Wisnu. Asisten Rama itu melihat pada Rama yang hampir sudah tak bisa lagi berjalan.“Baiklah. Hati-hati yaa Tuan Deva, kita bawa ke mobil sekarang. Saya akan mencari keberadaan nyonya Ashiqa setelah ini.”Suara sirine mobil Polisi terdengar beberapa saat kemudian, Deva meminta Terryn melapor ke Polisi ketika adu tembak antara mereka sudah selesai. Deva segera meninggalkan lokasi setelah memberitahukan
Saras memandangi dirinya di depan cermin, dia baru saja selesai mandi dan berpakaian rapi. Terapi kakinya sudah semakin menunjukkan kemajuan, dia bahkan sudah bisa melangkah lebih jauh dan lebih kuat.Niken asistennya sangat gembira melihat hal itu. Kesedihan di wajah Saras sudah mulai pudar namun sayang ekspresi wajah Saras justru berubah menjadi lebih dingin dan menakutkan.“Apa Nyonya benar-benar tidak akan memberitahukan Tuan Arkhana tentang kesembuhan Nyonya? Bisa jadi Tuan akan sangat senang mendengarnya dan semakin menyayangi Nyonya.” Niken berdiri tak jauh dari Saras yang sedang berdiri memilih syal yang akan digunakannya.“Jika aku mengatakan ini pada Arkhana di saat itu juga aku akan kehilangannya Niken, dia bertahan di sisiku karena aku lumpuh, karena dia yang membuatku seperti itu," jawab Saras dengan nada ketus.“Tapi … Nyonya … Tuan ….” Niken tidak melanjutkan kata-katanya lagi dia tidak ingin merusak mood majikannya. Saras memang sudah semakin sembuh tapi tidak diiringi
Semua serba putih dan sejuk, bahkan dedaunan dan rumputnya berwarna putih tetapi ini bukan di tempat yang bersalju. Tempat ini tidak sedingin itu hanya sejuk saja dan sejauh mata memandang tidak ada siapa-siapa selain desau angin dan matahari yang bersinar redup. Rama terus berjalan tanpa sakit yang dia rasakan dan melihat sekeliling yang terasa aneh.Rasanya dia sudah sangat jauh berjalan dan tidak menemukan ujungnya. Rama gelisah karena tak kunjung jua menemukan istrinya Ashiqa, dia berpikir mungkin saja dia tersesat atau meninggalkan Ashiqa di suatu tempat. Rama semakin bingung dia ingin pulang tapi tidak menemukan jalan untuk kembali pulang. Tempat ini benar-benar terasa asing.“Rama, kau di sini?” suara lembut seorang perempuan terdengar, bukan milik Ashiqa tetapi suara Kania mantan istrinya. Rama berbalik mencari sumber suara dan perempuan itu muncul dari kabut tipis sambil tersenyum.“Kania? Kau … kau Kania bukan?” Rama menatap Kania tidak berkedip.“Iya Rama, ini aku Kania.” P
Air mata Ashiqa berderai diiringi senyuman lega setelah Wisnu mengantarnya untuk bertemu Rama suaminya. Meskipun kondisi Rama masih lemah dokter menyatakan jika masa kritis Rama sudah lewat.“Kau membuatku sangat takut Rama, aku sangat takut kamu gak ada, aku gak mau kehilangan kamu, gak mau.” Ashiqa berkali-kali mengecup punggung tangan dengan penuh haru dan bahagia.“Aku juga gak mau berpisah dengan kamu saat ini, di saat kamu sedang mengandung bayiku. Ayah Baby … kau tidak tahu bagaimana perasaanku saat itu mendengarnya, Sayang.” Rama menggenggam erat jemari Ashiqa.“Kamu baik-baik saja kan Sayang, bagaimana dengan baby kita apa dia baik-baik saja? Kau terjatuh dari ketinggian.” Rama menatap dengan cemas istrinya.“Aku baik-baik saja, baby kita juga baik-baik saja, dia kuat, sekuat ayahnya.”“Kenapa kamu gak bilang sama aku di awal kalau kamu sedang hamil, Sayang?”Ashiqa kembali menitikkan air matanya,“Maafkan aku, aku sebenarnya ingin memberikanmu kejutan setelah proyek itu kita
Setelah insiden disangka gay Rama mengubah strategi aroma tubuhnya. Masalahnya Ashiqa semakin sering menciumnya ketika Rama bersamanya dan harus harum dengan memakai parfumnya. Ashiqa bermanja-manja menciumi berbagai bagian tubuh Rama tetapi harus dengan aroma parfumnya.Laki-laki itu menyukainya tetapi setelah kejadian parfum saat akan rapat dengan kliennya Rama, menggunakan cara lain. Saat tiba di kantor dia mengganti bajunya agar parfum Ashiqa yang disemprotkan istrinya itu tidak terlalu kentara.Tentu saja yang paling direpotkan adalah Wisnu, dia harus membuat ruang khusus di ruangan Rama untuk menyiapkan selusin baju ganti tanpa harus diketahui Ashiqa. Wisnu agak menciut juga menghadapi bumil yang tingkat kebaperannya ikut melonjak. Kadang kata ‘iya’ istri tuannya itu bukan dari arti ‘iya’ yang sebenarnya, bisa berarti kata ‘tidak’ yang tertunda.Perempuan itu semakin garang tetapi bisa berubah menjadi manja dan sangat manis seperti anak kucing. Wisnu hanya geleng-geleng kepala d
Ashiqa sedang mengupas apel untuk cemilannya, usia kandungannya sudah masuk tujuh bulan. Keadaan sudah semakin membaik sekarang meski pada akhirnya ada beberapa aset Rama yang harus dilepas untuk menyelamatkan perusahaan. Ashiqa tidak mengambil pusing karena dia yakin Rama pasti sudah memikirkannya dengan matang untuk setiap keputusan yang diambil.“Halooo … bumil!” Terryn muncul dari arah belakang Ashiqa sambil membawakannya beberapa kue dan cemilan pesanan Ashiqa.“Naaah … ini yang aku tunggu niih, lemper pedas ayam, risol dan karipap!" mata Ashiqa berbinar mengabsen bawaan Terryn.“Tapi ini banyak banget kalo kamu bikin sendiri, Yin.” Ashiqa takjub dengan keterampilan Terryn dalam mengolah panganan dengan rasa yang lezat.“Aku dibantu ibuku, ada Ibu datang dari kampung dan Ibu tanyain kamu jadi aku dan Ibu buatkan ini spesial buat bumil yang paling cantik ini.” Terryn mengambil sebuah apel di keranjang buah di hadapan Ashiqa dan menggigitnya.“Terima kasih banyak yaa … aku udah rep
Rama duduk menunggu istrinya yang terbaring lemah belum sadarkan diri, Ashiqa baru saja dipindahkan dari ruang tindakan ke ruang perawatan. Tangan Ashiqa belum juga dilepaskannya dan laki-laki itu masih merapal doa dalam hatinya agar istri dan anak dalam kandungannya baik-baik saja.“Ay … Ayah Baby ….” Ashiqa mulai membuka mata dan bersuara, tentu saja yang dicarinya terlebih dulu adalah suaminya. Rama mendongak dan mendekatkan wajahnya ke istrinya dan mencium dahinya dengan perasaan lega.“Sayang … akhirnya kamu sadar juga, aku di sini, ada apa?” tanya Rama dengan lembut, telapak tangannya membelai kepala Ashiqa perlahan.“Dokter bilang apa, Ay? Bagaimana Baby kita?” Ashiqa menyentuh perutnya perlahan.“Dokter bilang kamu harus bed rest, untungnya cepat ditangani jadi semuanya baik-baik saja. Kamu jangan khawatir yaa sayang, jangan stress, jangan banyak pikiran yaa.”“Maafin aku yaa yang sudah buat Ayah Baby cemas.” Ashiqa memegang erat tangan Rama.“Gak usah dipikirkan lagi. Aku tah
Terryn datang dengan menggendong seorang bayi perempuan berumur enam bulan, cantik, lucu dan menggemaskan. Bayi itu putri Terryn dengan Deva parasnya sangat mirip dengan papanya hanya saja senyumnya adalah turunan dari mamanya.Terryn dan bayi Sheira datang untuk bermain bersama Raka yang kini usianya tepat dua tahun. Keluarga Rama sedang merayakan ulang tahun Raka yang kedua dimana anak itu sedang belajar disapih oleh Ashiqa. Hanya sebuah pesta kecil saja di taman mereka dan mengundang orang terdekat tanpa pesta yang mewah.“Anak cantiik … duuh tambah lucu aja sih kamu Sheira, sini Bunda Shiqa gendong.” Ashiqa menyongsong kedatangan Terryn dan bayinya. Sheira tampak akrab dengan Ashiqa sehingga dengan cepat dia berpindah ke dalam gendongan sahabat mamanya itu. Raka yang melihat Terryn datang berlari kecil menubruk kaki Terryn dan menarik lengannya. Terryn terkejut dan membungkuk menciumi kepala anak laki-laki yang sedang berulang tahun itu.“Mama Terryn punya kado untuk Raka, tapi sa
Ashiqa menatap wajah Raka yang tidur dengan nyenyak dalam box bayinya. Dirinya masih tidak menyangka bayi itu akan kembali lagi ke pelukannya juga Rama yang sama berbahagianya dengan Ashiqa. Dengan lembut berulang-ulang jemari Ashiqa mengelus kepala Raka sambil bersenandung meninabobokan Raka. Rama datang sambil membawa segelas susu untuk Ashiqa. Beberapa terakhir ini adalah hari yang luar biasa bagi keluarga kecil Rama.“Sayang, minum dulu susu hangatnya, jaga kesehatanmu juga Sayang, kalau kamu kecapean aku akan carikan dua babysitter untukmu.” Rama menyodorkan susu itu pada istrinya.“Terima kasih Sayang, aku baik-baik aja kok, aku gak cape atau kenapa-kenapa.” Ashiqa meneguk perlahan susu yang dibawakan oleh Rama.“Kamu kan harus memulihkan kesehatan, katanya ibu yang pernah menjalani SC butuh waktu lama untuk pulih.” Rama sendiri membawa secangkir kopi untuk dirinya sendiri. Mereka saat ini sedang berada di kamar Raka sambil menikmati keajaiban yang telah terjadi.Jenazah Ratmi s
Rama menyerahkan bayi dalam gendongannya itu pada Ashiqa, Ratmi masih duduk di lantai dan menunduk dalam-dalam. Perempuan itu belum bisa bernapas lega sebelum dia dan bayinya itu benar-benar selamat dan aman.“Kami akan memelihara dan menjaga bayi ini sementara saja, Bu. Hingga ibu ini bisa mendapat tempat tinggal yang layak dan aman bagi dirinya dan bayinya. Ibu tidak usah khawatir dengan apa yang terjadi dengan bayi ini, kehadirannya mungkin bisa menjadi pelipur lara bagi kami berdua," terang Rama pada ibu mertuanya.“Ayah dan Ibu tidak usah khawatir setelah ini kami akan baik-baik saja, Shiqa memang masih bersedih, Bu. Akan tetapi Shiqa merasa Tuhan sedang punya rencana hingga tiba-tiba ada bayi ini tidak sengaja masuk ke kamar Shiqa.”Ibu Widuri dan pak Mahendra saling berpandangan dan memberi kode, mereka merasa ini terlalu tiba-tiba dengan kehadiran bayi itu tapi ada harapan di mata putri mereka yang terlihat hidup. Ashiqa terlihat seperti sudah terikat erat dengan bayi yang bar
Rama menyerahkan bayi dalam gendongannya itu pada Ashiqa, Ratmi masih duduk di lantai dan menunduk dalam-dalam. Perempuan itu belum bisa bernapas lega sebelum dia dan bayinya itu benar-benar selamat dan aman.“Kami akan memelihara dan menjaga bayi ini sementara saja, Bu. Hingga ibu ini bisa mendapat tempat tinggal yang layak dan aman bagi dirinya dan bayinya. Ibu tidak usah khawatir dengan apa yang terjadi dengan bayi ini, kehadirannya mungkin bisa menjadi pelipur lara bagi kami berdua," terang Rama pada ibu mertuanya.“Ayah dan Ibu tidak usah khawatir setelah ini kami akan baik-baik saja, Shiqa memang masih bersedih, Bu. Akan tetapi Shiqa merasa Tuhan sedang punya rencana hingga tiba-tiba ada bayi ini tidak sengaja masuk ke kamar Shiqa.”Ibu Widuri dan pak Mahendra saling berpandangan dan memberi kode, mereka merasa ini terlalu tiba-tiba dengan kehadiran bayi itu tapi ada harapan di mata putri mereka yang terlihat hidup. Ashiqa terlihat seperti sudah terikat erat dengan bayi yang bar
Ashiqa memandang takjub pada bayi yang digendongnya, bayi tampan berkulit putih kemerahan, hidung mancung, rambut hitam yang lebat dan mata kecilnya yang mengedip perlahan. Tangis bayi itu reda seiring Ashiqa menimangnya dengan penuh kasih sayang.“Siapa nama bayi tampan ini?” tanya Ashiqa sambil tak lepas matanya memandangi bayi yang ada dalam gendongannya.“Bayi itu belum sempat diberi nama, Bu. Orang tuanya belum sempat memberikan nama dan mereka harus berpisah.” Ratmi memandang takut-takut kepada Ashiqa dan beralih pada pintu kamar itu. Samar terdengar kegaduhan di luar sana. Ratmi beranjak untuk mengintip. Dari celah pintu Ratmi mengintip dan beberapa orang berpakaian hitam itu muncul lagi dan memeriksa kamar satu persatu. Wajahnya memucat dan bingung hendak kemana.“Ada apa? Kenapa kau tampak ketakutan seperti itu?”“Maaf Bu, mereka sepertinya tetap mencari bayi ini, saya harus menyembunyikan dia, bayi ini kenangan terakhir orang tuanya dari keluarga tuan besar saya.” Bibir Ratm
Ashiqa yang siuman beberapa saat setelah operasi diperkenankan untuk melihat jasad bayinya yang terakhir kalinya. Perempuan itu memeluk, mendekap dan mencium jasad Baby yang terbungkus dalam kain putih. Ashiqa menangis tanpa suara, tanpa raungan dan tanpa sedu sedan. Hanya air matanya yang mengalir deras menandakan dia sedang terluka, rapuh dan penuh duka. “Sudah saatnya Baby pulang Sayang, dia akan selalu bersama kita. Berikan dia padaku Shiqa.” Rama mengecup kepala Ashiqa, membelainya dan meminta dengan lembut jasad Baby yang akan dibawanya untuk dimakamkan. Ashiqa masih mendekap erat jasad putrinya dan belum ingin memberikannya pada Rama.“Sayang, putri kita akan menunggu kita di pintu surga, dia lebih dulu menjadi bidadari di sana Sayang. Ikhlaskan yaa ? berikan Baby padaku, ku mohon Sayang.” Rama mencoba mengambil jasad Baby dari dekapan Ashiqa dengan pelan hingga Ashiqa melepaskan sosok mungil yang dingin tanpa nyawa itu.“Tidak … tidak … Ayah Baby, jangan bawa dia pergi … dia
Malam sangat mencekam bagi keluarga Marco, Andrea istrinya tengah menahan sakit karena akan melahirkan sementara nyawa keduanya sedang terancam bahaya. Mobil yang mereka kendarai diserang oleh orang yang tak dikenal dan membuat sopir mereka tewas juga salah seorang asisten rumah tangga yang akan menemani Andrea bersalin. Sementara Marco sendiri tengah terluka parah tetapi dia berusaha agar istri dan anak yang akan dilahirkannya selamat.“Marco, rasanya aku sudah tidak tahan lagi, rasanya sakit sekali Marco.” Andrea mencengkram baju tidur yang dikenakannya. Peluh sudah membanjiri dahi Andrea sementara Ratmi asisten rumah tangganya yang selamat lainnya memegangi nyonya mudanya dengan rasa cemas dan ketakutan yang luar biasa.“Sabar Sayang sedikit lagi kita akan tiba di rumah sakit. Semoga suruhan Bastian tidak sampai mengikuti kita kemari.”“Marco, kau terluka, kau banyak mengeluarkan darah.” Andrea semakin pucat pasi, untung mobil yang mereka bawa masih bisa dikendarai dan menghindari
Rama duduk menunggu istrinya yang terbaring lemah belum sadarkan diri, Ashiqa baru saja dipindahkan dari ruang tindakan ke ruang perawatan. Tangan Ashiqa belum juga dilepaskannya dan laki-laki itu masih merapal doa dalam hatinya agar istri dan anak dalam kandungannya baik-baik saja.“Ay … Ayah Baby ….” Ashiqa mulai membuka mata dan bersuara, tentu saja yang dicarinya terlebih dulu adalah suaminya. Rama mendongak dan mendekatkan wajahnya ke istrinya dan mencium dahinya dengan perasaan lega.“Sayang … akhirnya kamu sadar juga, aku di sini, ada apa?” tanya Rama dengan lembut, telapak tangannya membelai kepala Ashiqa perlahan.“Dokter bilang apa, Ay? Bagaimana Baby kita?” Ashiqa menyentuh perutnya perlahan.“Dokter bilang kamu harus bed rest, untungnya cepat ditangani jadi semuanya baik-baik saja. Kamu jangan khawatir yaa sayang, jangan stress, jangan banyak pikiran yaa.”“Maafin aku yaa yang sudah buat Ayah Baby cemas.” Ashiqa memegang erat tangan Rama.“Gak usah dipikirkan lagi. Aku tah
Ashiqa sedang mengupas apel untuk cemilannya, usia kandungannya sudah masuk tujuh bulan. Keadaan sudah semakin membaik sekarang meski pada akhirnya ada beberapa aset Rama yang harus dilepas untuk menyelamatkan perusahaan. Ashiqa tidak mengambil pusing karena dia yakin Rama pasti sudah memikirkannya dengan matang untuk setiap keputusan yang diambil.“Halooo … bumil!” Terryn muncul dari arah belakang Ashiqa sambil membawakannya beberapa kue dan cemilan pesanan Ashiqa.“Naaah … ini yang aku tunggu niih, lemper pedas ayam, risol dan karipap!" mata Ashiqa berbinar mengabsen bawaan Terryn.“Tapi ini banyak banget kalo kamu bikin sendiri, Yin.” Ashiqa takjub dengan keterampilan Terryn dalam mengolah panganan dengan rasa yang lezat.“Aku dibantu ibuku, ada Ibu datang dari kampung dan Ibu tanyain kamu jadi aku dan Ibu buatkan ini spesial buat bumil yang paling cantik ini.” Terryn mengambil sebuah apel di keranjang buah di hadapan Ashiqa dan menggigitnya.“Terima kasih banyak yaa … aku udah rep