Malam yang kulalui seperti dihujam oleh duri duri dari langit, hujan yang selalu kusukai terasa seperti lagu kematian, sendu dan semakin membawa perasaan kelabu yang suram. Aku benci menunggu lelaki itu kembali dan bicara padanya. *Lalu tak lama mobilnya datang, dia turun dari sana dan segera berlari ke teras rumah, kunci pintu terdengar dibuka lalu ayah dari anak anakku muncul dari sana. Melihatku duduk di ruang tamu dengan tatapan tajam, sepertinya lelaki itu bergidik ngeri, langkahnya ragu, tapi, dia harus masuk sebelum serangan hujan yang kian deras menampar tubuh dan pakaiannya."Iriana, kamu belum tidur?""Bagaimana bisa tidur, jika hati ini gelisah?""Aku mengerti maksudmu, Ir. Aku minta maaf atas yang terjadi siang tadi.""Aku tak akan mendramatisir masalah, malah sekarang aku sedang berada di puncak kesadaranku. Semurni murninya pikiran," jawabku tenang."Duduklah!" Perintahku sambil memberi isyarat dengan ekor mata. Dia tak berkutik, menyeret langkah lalu duduk dengan gest
Tak lama kemudian, dia kembali dengan koper dan tas di bahunya. Anak anak memandang ayah mereka dengan wajah penuh kekecewaan dan luka. "Anak anak, sebenarnya ... ini keputusan yang berat, tapi karena ibu kalian yang memintanya, maka aku tak berdaya," ucap Mas Arham dengan suara yang dibuat ragu. "Jangan menyalahkan Bunda! Sebelum ayah datang, kami tak pernah mengalami krisis atau masalah, apalagi berurusan dengan hukum. Ayah menjungkir balikkan kehidupan kami dengan drastis." "Ayah minta maaf, Nak. Baiklah, ayah pergi sekarang," ucap lelaki itu perlahan, aku dan anak anak enggan menatapnya."Kuharap waktu akan memberi ruang agar kalian bisa memaafkanku," lanjut lelaki itu sebelum membuka pintu. "Kami pikir tidak Ayah! kami takkan pernah memaafkan ayah. Jangan berharap pulang lagi ke tempat ini!"Mas Arham mendesah sambil menyeret kopernya. Perlahan dia berlalu, seakan sengaja menyeret benda itu dengan lambat agar kami mau berubah pikiran dan menahannya. Dia gagal! Tak satupun da
Mengakhiri semuanya adalah ide untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan dalam rumah tangga kami, mengakhiri cinta dan penantian panjang selama 12 tahun serta menutup lembaran lama yang mulai usang. Mengakhiri segalanya sama artinya dengan menutup lembaran lama dengan sebuah akta perceraian. Kuharap Mas Arham tidak mempersulit prosesnya sebab aku tak mau banyak drama. Cukup hadiri saja persidangan dan selesaikan hubungan diantara kita. Dia bisa kembali ke pelukan istri tercintanya dan aku lanjut menikmati sisa hidupku dengan ketentraman. *Kuhubungi pengacara yang selalu diandalkan Mas Arham, Tuan Hardy. Kurekrut dia untuk membelaku dalam rangka menggugat suamiku sendiri. Lelaki itu tadinya keberatan karena loyalitasnya pada masa Arham tapi aku menyatakan keinginanku dengan jujur bahwa lebih baik mengakhiri semua ini daripada kemelut ini berkepanjangan dan mempengaruhi reputasi serta kesuksesan klien pak Hardi. Mempertimbangkan hal itu, pak Hardi setuju untuk mengurus perceraian di
"Aku melihatmu turun dari sebuah taksi di depan pengadilan, apa kau ke sana untuk menyelesaikan masalah yang terjadi?""Oh, itu ya... Benar saya ke sana.""Lelaki yang bersamamu siapa?""Pengacara saya.""Oh, baguslah...."dia terdengar bilang begitu tapi sedikit ragu. "Saya penasaran kenapa Mas Arkan mampir dan ingin mengatakan sesuatu, ada apa ya?"Terbit senyum yang begitu lebar di bibir lelaki itu sambil membulatkan matanya ke arahku. Dia mengesap kopinya sambil tertawa tipis. "Apa kamu baru saja memanggilku dengan ucapan Mas Arkan?""Iya, kita tak perlu bicara terlalu formal kan?""Justru itu yang ingin saya katakan sejak lama, Saya dan kamu harus berhubungan dengan casual dan santai.""Jadi, ada apa kemari?""Sebenarnya kami adalah rencana makan malam keluarga, apa Sabtu depan acaramu kosong? aku ingin mengajakmu dan anak anak makan malam."Wow.Tawarannya menarik tapi karena aku masih menjalani proses perceraian, itu akan canggung. Aku akan datang ke sana sebagai apa, dan di
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, Mas Arham bersikap sangat kasar dan bengis. Tiba-tiba dia mencengkeram rambutku dan membuat kepala ini tertarik ke belakang. "Lepaskan aku, ini sakit!""Aku akan membuatmu lebih sakit hari ini jika kau tetap memutuskan untuk berpisah! Sudah kubilang Aku tidak mau!" Dia menekan kalimatnya dengan kesal. "Aku tidak punya alasan untuk membuat diriku bertahan. Hubungan ini sudah tidak nyaman!"Aku berusaha memberontak agar dia segera melepaskan rambutku tapi nyatanya itu semakin sakit saja. "Omong kosong!" Cengkeraman tangannya semakin menyakitkan membuat kepalaku terasa pedih dan pedas sekali. "... Sejak kapan pernikahan kita tidak bahagia. Kau dan aku adalah pasangan harmonis yang saling mencintai, Siapa yang mempengaruhi keputusanmu dan membuatmu tiba-tiba menceraikan! Bukankah selama ini kau menungguku!""Aku menyesal menunggumu, menyesal menunggu lelaki yang pada akhirnya menyakitiku!""Keterlaluan!" Lelaki tiba-tiba menarik rambutku dengan ker
Merasa gagal membujuk kami dengan semua penjelasan dan bahkan tangisan, lelaki itu mulai putus asa. Saat aku membuka pintu rumah dan memberi isyarat, agar dia bisa keluar dengan santun pria itu hanya berdiri sambil menghela nafasnya dengan kasar. "Kalian akan menyesal mengambil keputusan ini!""Tidak sama sekali, Mas! Ini adalah yang terbaik!" "Iriana..." Dia masih mencoba membujukku dalam suaranya yang lirih. "Kamu akan menyesal kalau kamu tetap bersikeras bercerai?""Menyesal? Mungkin aku akan kesepian dalam beberapa hari tapi aku bisa mengalihkan perhatianku. Setelah itu akan kulanjutkan hidupku, karena selama ini aku juga sendirian. Jadi aku terbiasa.""Kamu kenapa sih, kamu sadar nggak kalau aku benar-benar sayang sama kamu. Aku hanya sedang berusaha untuk....""Stop, Mas! Malam sudah larut dan kami mau istirahat. Aku nggak mau pertengkaran kita mengganggu tetangga, Aku tidak mau jadi gosip dan ditegur oleh ketua komunitas lingkungan ini jadi tolong pergi!""Aku akan temui kamu
Setelah melihat wanita itu pergi dan onggokan uang 12.000 dolar dalam bentuk cek aku merasa perlu untuk bicara dengan anak-anakku, membahas tentang uang itu dan apa rencana kami ke depannya. Aku sudah sudah terlalu banyak menolak rezeki sudah, sudah terlalu banyak bersabar dan patuh pada integritas diriku bahwa aku adalah orang yang tidak mau dibeli. Sekarang aku ingin lebih realistis, jika ada yang memberiku uang maka aku akan menerimanya, jika ada yang menawarkan cinta dan perhatian kenapa aku harus menolaknya. 12 tahun aku kesepian Mas Arham datang menawarkan cinta dalam 2 bulan lalu dia pergi dengan cara paling menyakitkan. Aku bisa apa selain menukar ketegaranku dengan sedikit hiburan yang kurasa tidak berlebihan. *"Ini adalah pemberian ibu tiri kalian."aku mengatakan itu kepada kedua anak-anakku saat mereka pulang dari sekolahnya. Ujian sekolah sudah selesai dan kini menunggu hasil. "Wah lagi,,, untuk apa Dia memberikan kita uang.""Entahlah dia bilang itu adalah tanda terim
Begitu keluar dari ruang sidang 2 unit mobil Tuan Arkan datang menjemputku, satu adalah mobil pribadinya dan satu lagi adalah mobil stafnya.Melihat beberapa orang siap untuk menjemput dan memperlakukan kami dengan hormat Mas Arham dan istrinya terlihat tercengang, meski mereka juga tidak kalah kaya dan juga memiliki pengawal serta sopir pribadi tapi melihat Tuan Arkan yang begitu berwibawa dan terhormat Mas Arham merasa sedikit terintimidasi.Dia sampai menghentikan langkah dan menatap lurus ke arahku tanpa berkedip."Ayo masuk, kuantar kalian pulang.""Saya tidak menyangka Mas Arkan rela menyempatkan waktu untuk menjemput kami.""Tidak masalah bagiku, kebetulan minggu-minggu ini kami tidak terlalu sibuk.""Kalau begitu saya lega," jawabku tertawa kecil. Melihatku tertawa dan saling pandang dengan Tuan Arkan tentu saja Mas Arham seperti dibakar api cemburu. Dia terlihat tegang dan rahangnya nampak bergeletup."Lihat Pak Arham, dia menatap kita!" Bisik Tuan Arkan saat pria itu membuka
Melihat mereka saling menerima kembali, ada keharuan yang membasahi sudut mata ini, aku ikhlas dan bahagia untuk mereka. Bahagia melihat mereka bahagia. "Alhamdulillah, kalian sudah saling menerima kembali, Kalau begitu akan kubiarkan keadaan bicara dan aku berpamitan.""Mau ke mana Mbak?" Tanya Mariana."Aku harus kembali ke toko," jawabku sambil mengangguk tulus padanya. "Tapi, mbak ga bisa pulang sendirian, kami harus mengantar mba," ujar Mariana."Tidak usah." Aku menggeleng sambil mengisyaratkan kedua tanganku agar mereka tetap bersama di tempat itu."Tapi Mbak mau pulang dengan siapa?""Denganku!" Suara berat di belakangku menyadarkan bahwa yang datang adalah Mas Arkan. Pria tampan dengan jas marun dan sapu tangan biru yang terselip indah di dada kirinya membuat pria itu terlihat tampan dan keren.Ya, langkahnya, gestur kedatangannya, dan cara dia membuka kacamata hitamnya itu membuat semua orang terpana. "Pak Arkan," ujar Mas arham menyapa lelaki itu dengan senyum hangat da
Aku ceritakan pada anak-anak bahwa semalam aku bicara pada ayah mereka, di meja makan saat kami sarapan pagi, kedua putriku terdengar menyimak semua cerita yang kuutarakan. "Apa Ayah bisa menerima dengan baik semua perkataan Bunda?""Iya, sepertinya pikirannya sedang jernih, jadi aku bisa masuk ke alam bawah sadar dan memberinya afirmasi bahwa dia harus kembali pada keluarganya." "Apa Bunda berhasil?""Bunda rasa Ayahmu mulai terpengaruh dan mau tergerak untuk menemui istrinya.""Sebenarnya ini bukan tugas kita untuk bersikap sejauh itu, tapi kita melakukannya karena kepedulian. Apa kalian setuju?" tanyaku pada anak-anak. "Ya, kami setuju Bunda."*Anak-anak telah berangkat ke kampus dan sekolahnya saat masa Arham tiba-tiba mengirimkan pesan padaku dan memintaku untuk menemaninya menemui Mariana. (Aku tahu ini canggung tapi hanya kau yang bisa kuandalkan untuk menengahi kami.)Aku terdiam sambil membaca pesan tersebut, agak ragu perasaanku karena aku tidak ingin mengambil langkah
Senja menyapa kota ini dengan langit jingga yang memudar meninggalkan jejak warna jingga di cakrawala. Aku terduduk di teras rumahku sambil menatap gedung pencakar langit yang menjulang tinggi dari kejauhan. Di antara semua gedung itu ada gedung Mariana dan tempat yang dulu dikelola Mas Arham dengan begitu bangganya. Karirnya bagus sebagai direktur, hubungan dengan keluarga istrinya juga baik karena secara teknis ia suami yang sempurna. Beberapa bulan lalu ia sangat bangga berada di sana, menghabiskan sebagian besar waktu untuk mencurahkan pikiran dan ide-ide dalam bisnis, tapi kini semuanya tertinggal dalam kesunyian.Pikiranku tenggelam membayangkan apa yang terjadi antara Mariana dan Mas Arham, dia yang selalu terobsesi untuk kembali padaku dan kecemburuan Mariana telah memicu pertengkaran hebat dan perpisahan di antara mereka. Mungkin Mas arham merasa seperti terdampar di Pulau terpencil, sendirian tak memiliki siapapun. Tak ada kawan atau keluarga yang bisa diajak untuk mencura
Angin berhembus dengan sejuk di antara siang menjelang sore. Berbincang dengan Mas Arkan sampai 3 jam lamanya sama sekali tidak terasa seakan baru lima menit berlalu. Karena aku harus menutup toko, maka aku mau minta beliau untuk mengantarku kembali ke cafe delta. Kami meluncur dengan mobil BMW milik Mas Arkan. Menyusuri jalanan kota yang terasa mulai sesak di sore hari, juga terik matahari yang langsung jatuh ke kaca depan mobil. Begitu berhenti di lampu merah yang di sebelah kirinya ada toko ritel aku terkejut dengan seseorang yang sedang duduk di bangku depan toko tersebut. Aku berusaha menajamkan pandangan mata padahal lelaki yang menggunakan celana jeans sobek di bagian lutut, baju kaos hitam dan topi., cambangnya nampak lebat, mungkin lebih bagus disebut jenggot. Dia duduk dengan sebotol kopi kemasan. Dia Mas Arham.Tatapannya kosong, duduk sambil menatap lalu lalang orang di jalanan, Dia terlihat sedih dan sesekali meneguk kopi dari botol tersebut. Melihatku ada di dalam semu
Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
Mustahil dia adalah inspirasiku, inspirasi sesungguhnya adalah dendam dan luka di hatiku. Aku tidak mau kemurungan menghancurkan hidupku jadi kepedihan yang ada akan kuubah sebagai cambuk yang akan membuatku melejit jauh ke atas dan membuatnya menyesal menyakitiku. Aku tidak membalas pesannya, sekalipun dia mengirimkan spam chat sampai puluhan jumlahnya. Dia bilang dia mencintaiku, dia mohon agar aku memaafkannya. Juga dia bilang bahwa hubunganku dan Mas Arkan tidak ada pengaruhnya untuk dia, dia mau bersaing dengan sehat pada lelaki itu. Konyol sekali. Idiot!"Aku yakin kau belum tidur karena centangnya sudah biru." "Aku terbangun karena denting ponselku. Kau telah mengganggu tidurku," balasku."Dengar sayangku, aku akan memaafkan perbuatan Tuan Arkan dan bagaimana sikap kau dan anak-anak. Aku mau berlapang dada dan bersabar. semoga itu membuatmu paham bahwa aku benar-benar masih menyayangi kalian.""Omong kosong itu... Sudah ratusan kali aku mendengarnya dan aku tidak tertarik me
Mas Arham bergeming begitu kening yang mendapatkan tinjuan yang sangat keras. Dia terkapar di paving lokasi parkir depan toko Delta. Orang-orang memandang kejadian diantara kami dengan decak terkejut dan komentar mereka mulai riuh.Anak-anak dan Kayla yang tadinya sibuk melayani pelanggan akhirnya juga ikut keluar dan menyaksikan semua itu."Anak-anak maafkan kami, maaf karena kalian harus melihat ini semua," ucap Mas Arkan pada Delia."Nggak apa-apa Om beliau memang harus diberikan pengertian," jawab Delia sambil memeluk nampan di tangannya.Mas Arkan terkulai dan berusaha bangkit tapi kurasa kepalanya sakit, kondangannya berkunang-kunang dan pukulan telak itu mungkin nyaris mengambil kesadaran dan membuatnya hampir pingsan."Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap seorang wanita yang sudah lama kenal denganku dia nyonya Telia, pemilik toko pakan kucing di seberang jalan."Tidak ada, Bu. Lelaki yang sudah bercerai denganku kini terus datang dan memberikan terornya.""Astaga, kuharap sekar
Matahari menjulang di langit dengan terik yang terasa nyata di kulit. Aku berjalan perlahan menuruni puluhan anak tangga dari gedung pengadilan agama. Akta perceraian yang kugenggam di tangan menjadi bukti dan titik balik bahwa sekarang aku telah menyandang status sendirian. Aku janda dan aku harus melawan stigma.Mulai sekarang aku akan berjuang sendirian tanpa keyakinan dan penegak jiwa bahwa aku memiliki suami. Orang yang kucintai dan kutunggu selalu bertahun-tahun ternyata bukan jodohku, bukan sama sekali.Sekarang langkah kaki terasa ringan meski hati sedikit sedih. Kutegarkan perasaanku sambil berdoa dan bertekad pada diri sendiri bahwa aku akan kuat menjalani hidupku. P*"Apa semuanya lancar Bu?""Akta cerai mana!""Di tasku.""Ibu tidak ketemu Pak Arham kan?""Dia bisa ambil akta cerainya sendiri.""Oh, syukurlah semuanya sudah selesai.""Ya, dan hakim juga memutuskan perintah untuk menjaga jarak. Mas Arham tidak akan mendekati Kita selamanya.""Syukurlah Bu, tinggal jalani s