Angin berembus perlahan melewati jendela kamar dan menyebarkan kesejukan ke seluruh ruangan. Aku dan Mas Arham duduk dan membicarakan tentang bisnis dan anak-anak kami. Juga beberapa hal yang terjadi siang tadi. "Aku lihat kamu dan Mariana bicara serius, kalian bahas apa?""Tidak ada yang kami bahas selain kamu Mas, Mariana tetap dengan keinginanmu agar aku meninggalkanmu dan kau bisa jadi miliknya satu-satunya.""Apa dia masih berusaha seperti itu?""Sebenarnya dia tidak pernah menyerah, apapun yang ia lakukan baik itu kebaikan maupun kejahatan tujuannya hanya satu, bahwa ia ingin kau kembali untuknya sendiri."Perlahan Mas Arham menggeser posisi duduknya padaku lalu melebarkan tangannya ke belakang punggungku hingga aku bisa menyandar bahunya. "Aku menyadari bahwa Mariana akan melakukan hal-hal buruk padamu, aku ingin meninggalkannya tapi ada beberapa hal yang membuatku tertahan. Aku terjebak dalam dilema moral dan harus memilih antara bertahan atau ambisiku untuk terus menjadi su
"Apa yang kau lakukan?!" tanyaku sambil mendekat ke arahnya. "Apa maksudmu?" tanyanya sambil tersenyum miring."Aku tahu kau akan menghancurkan hidup kami dengan segala kebohongan dan kejahatanmu! Tapi aku tak akan membiarkanmu!" Aku mendekat ke arahnya dan nyaris menarik kunciran rambutnya tapi Mas Arham segera berdiri diantara kami dan memelukku demi menghalau pertengkaran kami. "Tenang dulu, biar aku yang bicara pada Mariana!" bisik mas Arham sambil menenangkanku. Pria itu berusaha menyeretku menjauh dari hadapan istrinya. "Heh, kau tak pernah tegas pada istrimu. Biarkan aku memberinya pelajaran, dasar wanita jal4ng!" "Mau menutupi sekuat apapun, aku telah memiliki buktinya!""Bukti apa?!" teriakku dengan marah!" "Bukti yang kau buat dengan kebohongan?""Bukti yang kumiliki akan menghancurkan kalian!"Mariana berjalan menuju ke meja dan membuka lacinya, dia menyalakan ponselnya lalu menunjukkan video saat aku dan Tuan Arkan sedang berdansa, ada foto saat kami mengobrol sambil t
Di kantor brand Fixxie Merry, konflik dan keadaan dramatis tidak bisa terelakkan diantara kami. Para asisten dan karyawan yang kebetulan ruang kerjanya tak jauh dari ruangan Mariana, terlihat berkumpul di depan pintu dan memperhatikan keadaan itu tanpa mampu melakukan apapun. "Kenapa kalian di situ, kembali pada urusan kalian masing-masing!" Mariana menjadi sangat emosi dan melemparkan sebuah ornamen ke lantai, hingga benda itu pecah berkeping-keping. Para karyawan terkesiap dan segera membubarkan diri, sementara Mariana semakin menggila, ia tak suka menjadi perhatian apalagi dipandangi dengan cara paling menyedihkan. "Aku akan pergi sekarang, akan kubiarkan kau sendirian dan merenungi perbuatanmu!" ujar Mas Arham sambil meraih tanganku dan mengajakku pergi. "Aku akan membuatmu menyesal!" geramnya."Aku pernah memutuskan untuk meninggalkan semua kekayaan dan kamu, jadi, aku tidak akan ragu untuk melakukannya dua kali!" Ucap Mas Arham dengan nada mengancam. "Mas, tunggu!" Mariana
Mereka semua tertawa sinis menatap keterpurukanku dan bagaimana aku terdiam tanpa mampu menjelaskan lagi. Segala kepanikan dan rasa malu yang harus kutanggung ini membuatku tak mampu membendung air mata. "Makanya kalau berbisnis yang jujur aja," ujar seorang ibu sambil berlalu."Kecewa deh, sudah langganan bertahun-tahun ternyata kualitasnya kayak gitu!" ujar yang lain sambil menjauh juga. "Bu, apa kalian tahu kenapa cafe ini bisa bertahan? Andai Ibu Iriana tidak mempertahankan kualitasnya mungkin tokoh ini sudah gulung tikar di tahun pertama. Sampai saat ini kami tetap mempertahankan keasrian dan kebersihan kami, kalau tidak percaya silakan masuk dan periksa sendiri!" ujar kaila dengan kesal."Kamu lho yaa, jangan ikut campur kamu!" Ucap seorang ibu sambil menuding Kayla dengan jari telunjuknya. "Saya ini sudah bekerja selama bertahun-tahun, jadi saya tahu apa yang terjadi di toko ini. Saya tidak meragukan apapun, karena kami tahu kualitas pekerjaan kami! "Ish!" Wanita itu tidak
Mobil melesat dengan cepat melintasi jalanan padat kendaraan dan meliuk mengikuti aspal yang sedikit memberiku ruang untuk melaju lebih cepat lagi. Sambil mengemudikan mobil, perasaan dan pikiranku berlomba, emosi serta rasa prihatin bercampur menjadi satu memikirkan konflik antara kedua istriku. Sudah kutegaskan sejak awal bahwa aku mencintai Iriana dan Mariana, keduanya, punya porsi yang sama yang tidak bisa di nomorduakan dalam hal apapun. Aku telah membagi waktu dan kasih sayang secara berkala, jadi, aku harus bagaimana lagi. Bayangan kehancuran bisnis Iriana membuatku khawatir, mimpi mimpi wanita tegar itu seakan dihancurkan di depan matanya sendiri. Melihatnya bersedih hatiku juga ikut teriris, namun Aku murka pada Mariana yang tega melakukan ini pada kakak madunya. "Kau di mana?""Di kantor sayang," jawab Mariana di telpon."Oh.""Kau di mana?""Ada urusan," jawabku yang terpaksa berdusta, Aku tidak ingin jujur kalau aku sedang perjalanan ke kantornya, karena dia pasti akan
Udara di kantor Mariana terasa dingin seperti es yang mencair di atas meja kerja yang terbuat dari balok jati dan lapisan kaca. Dinding-dindingnya dihiasi lukisan abstrak dengan warna gelap menggambarkan suasana hati antara aku dan dia yang sedang kalut. Aku masih mencoba menenangkan nafasku yang tersengal karena amarah yang memuncak, sementara Mariana terus menangis meratapi posisinya--yang menurutnya--serba salah. Keheningan mencekam menyelimuti ruangan diiringi oleh detakan jantungku yang semakin berdebar. Ucapan terakhir Mariana yang mencela ketidakdewasaanku membuatku kehilangan kata-kata. "Aku melakukan apapun demi kebahagiaanmu dan dia!""Oh ya tapi saat perjalanan bisnis bersamaku, kau rela berbohong dan meluncur di tengah malam demi bercinta dengannya!""Jangan ungkit hal itu, 12 tahun aku bersamamu tanpa dia, jadi apa salahnya memberinya secuil kebahagiaan setelah penantiannya yang panjang.""Kau selalu membicarakan dan peduli tentang penantiannya tanpa memperhitungkan pen
Rumor tentang toko kue Delta menyebar dengan cepat, media sosial bahkan berita yang tayang di TV lokal kota dipenuhi dengan komentar negatif dan berbagai pertanyaan yang mengundang berbagai asumsi. Benarkah selama ini aku telah mempermainkan kepercayaan pelangganku? Benarkah aku telah menggunakan bahan-bahan yang kadaluarsa? Dan kue-kueku mengandung bakteri?Tentu tidak!!Tuduhan-tuduhan yang tertulis di tabloid dan beredar di internet membuatku terpuruk. Aku ingin menjelaskan pada mereka semua, bahwa aku tidak bersalah, tapi bagaimana caranya. Ada pepatah yang bilang bahwa diantara kartu kesehatan dan kebahagiaanmu ada beberapa orang yang ingin melihatmu jatuh. Ada juga yang menonton dari jauh dan bersenang-senang dengan kesulitanmu. Aku sedang dalam posisi jadi sorotan di kota ini, ada yang prihatin padaku, tapi yang lebih banyak adalah yang merayakan kesulitan ini.**Udara pagi di toko kue Delta terasa hampa, aroma manis kue yang biasanya menebarkan kehangatan, pagi ini terasa h
Sebelum meluncur pulang ke rumah Mariana terlebih dahulu aku menelepon istri pertamaku untuk mengabarkan padanya bahwa mungkin malam ini aku tidak pulang, banyak hal yang harus kubicarakan pada istri kedua dan mungkin ini akan sedikit menyedihkan serta menimbulkan tindakan dramatis sebagai respon Mariana. "Bund, malam ini aku nggak pulang ya, aku harus ketemu dengan Mariana dan bahas semuanya.""Iya, Mas, ga apa apa." "Kamu jaga diri dan anak-anak ya.""Aku semakin waspada akhir-akhir ini, khawatir bahwa seseorang akan datang dan menyerang kami.""Kuharap itu tak terjadi," balasku sambil mengakhiri telepon dan fokus mengemudi. Jalanan siang ini terasa begitu lambat dengan mobil-mobil yang saling berhimpitan berebut mencari celah untuk berjalan lebih dahulu, debu-debu yang berterbangan di udara, asap kendaraan dan bunyi klakson semakin menambah kerunyaman dalam dada. Aku ingin segera tiba dan memberitahu Mariana, bicarakan keresahan bahwa aku harus memenjarakan istri kedua demi me
Melihat mereka saling menerima kembali, ada keharuan yang membasahi sudut mata ini, aku ikhlas dan bahagia untuk mereka. Bahagia melihat mereka bahagia. "Alhamdulillah, kalian sudah saling menerima kembali, Kalau begitu akan kubiarkan keadaan bicara dan aku berpamitan.""Mau ke mana Mbak?" Tanya Mariana."Aku harus kembali ke toko," jawabku sambil mengangguk tulus padanya. "Tapi, mbak ga bisa pulang sendirian, kami harus mengantar mba," ujar Mariana."Tidak usah." Aku menggeleng sambil mengisyaratkan kedua tanganku agar mereka tetap bersama di tempat itu."Tapi Mbak mau pulang dengan siapa?""Denganku!" Suara berat di belakangku menyadarkan bahwa yang datang adalah Mas Arkan. Pria tampan dengan jas marun dan sapu tangan biru yang terselip indah di dada kirinya membuat pria itu terlihat tampan dan keren.Ya, langkahnya, gestur kedatangannya, dan cara dia membuka kacamata hitamnya itu membuat semua orang terpana. "Pak Arkan," ujar Mas arham menyapa lelaki itu dengan senyum hangat da
Aku ceritakan pada anak-anak bahwa semalam aku bicara pada ayah mereka, di meja makan saat kami sarapan pagi, kedua putriku terdengar menyimak semua cerita yang kuutarakan. "Apa Ayah bisa menerima dengan baik semua perkataan Bunda?""Iya, sepertinya pikirannya sedang jernih, jadi aku bisa masuk ke alam bawah sadar dan memberinya afirmasi bahwa dia harus kembali pada keluarganya." "Apa Bunda berhasil?""Bunda rasa Ayahmu mulai terpengaruh dan mau tergerak untuk menemui istrinya.""Sebenarnya ini bukan tugas kita untuk bersikap sejauh itu, tapi kita melakukannya karena kepedulian. Apa kalian setuju?" tanyaku pada anak-anak. "Ya, kami setuju Bunda."*Anak-anak telah berangkat ke kampus dan sekolahnya saat masa Arham tiba-tiba mengirimkan pesan padaku dan memintaku untuk menemaninya menemui Mariana. (Aku tahu ini canggung tapi hanya kau yang bisa kuandalkan untuk menengahi kami.)Aku terdiam sambil membaca pesan tersebut, agak ragu perasaanku karena aku tidak ingin mengambil langkah
Senja menyapa kota ini dengan langit jingga yang memudar meninggalkan jejak warna jingga di cakrawala. Aku terduduk di teras rumahku sambil menatap gedung pencakar langit yang menjulang tinggi dari kejauhan. Di antara semua gedung itu ada gedung Mariana dan tempat yang dulu dikelola Mas Arham dengan begitu bangganya. Karirnya bagus sebagai direktur, hubungan dengan keluarga istrinya juga baik karena secara teknis ia suami yang sempurna. Beberapa bulan lalu ia sangat bangga berada di sana, menghabiskan sebagian besar waktu untuk mencurahkan pikiran dan ide-ide dalam bisnis, tapi kini semuanya tertinggal dalam kesunyian.Pikiranku tenggelam membayangkan apa yang terjadi antara Mariana dan Mas Arham, dia yang selalu terobsesi untuk kembali padaku dan kecemburuan Mariana telah memicu pertengkaran hebat dan perpisahan di antara mereka. Mungkin Mas arham merasa seperti terdampar di Pulau terpencil, sendirian tak memiliki siapapun. Tak ada kawan atau keluarga yang bisa diajak untuk mencura
Angin berhembus dengan sejuk di antara siang menjelang sore. Berbincang dengan Mas Arkan sampai 3 jam lamanya sama sekali tidak terasa seakan baru lima menit berlalu. Karena aku harus menutup toko, maka aku mau minta beliau untuk mengantarku kembali ke cafe delta. Kami meluncur dengan mobil BMW milik Mas Arkan. Menyusuri jalanan kota yang terasa mulai sesak di sore hari, juga terik matahari yang langsung jatuh ke kaca depan mobil. Begitu berhenti di lampu merah yang di sebelah kirinya ada toko ritel aku terkejut dengan seseorang yang sedang duduk di bangku depan toko tersebut. Aku berusaha menajamkan pandangan mata padahal lelaki yang menggunakan celana jeans sobek di bagian lutut, baju kaos hitam dan topi., cambangnya nampak lebat, mungkin lebih bagus disebut jenggot. Dia duduk dengan sebotol kopi kemasan. Dia Mas Arham.Tatapannya kosong, duduk sambil menatap lalu lalang orang di jalanan, Dia terlihat sedih dan sesekali meneguk kopi dari botol tersebut. Melihatku ada di dalam semu
Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
Mustahil dia adalah inspirasiku, inspirasi sesungguhnya adalah dendam dan luka di hatiku. Aku tidak mau kemurungan menghancurkan hidupku jadi kepedihan yang ada akan kuubah sebagai cambuk yang akan membuatku melejit jauh ke atas dan membuatnya menyesal menyakitiku. Aku tidak membalas pesannya, sekalipun dia mengirimkan spam chat sampai puluhan jumlahnya. Dia bilang dia mencintaiku, dia mohon agar aku memaafkannya. Juga dia bilang bahwa hubunganku dan Mas Arkan tidak ada pengaruhnya untuk dia, dia mau bersaing dengan sehat pada lelaki itu. Konyol sekali. Idiot!"Aku yakin kau belum tidur karena centangnya sudah biru." "Aku terbangun karena denting ponselku. Kau telah mengganggu tidurku," balasku."Dengar sayangku, aku akan memaafkan perbuatan Tuan Arkan dan bagaimana sikap kau dan anak-anak. Aku mau berlapang dada dan bersabar. semoga itu membuatmu paham bahwa aku benar-benar masih menyayangi kalian.""Omong kosong itu... Sudah ratusan kali aku mendengarnya dan aku tidak tertarik me
Mas Arham bergeming begitu kening yang mendapatkan tinjuan yang sangat keras. Dia terkapar di paving lokasi parkir depan toko Delta. Orang-orang memandang kejadian diantara kami dengan decak terkejut dan komentar mereka mulai riuh.Anak-anak dan Kayla yang tadinya sibuk melayani pelanggan akhirnya juga ikut keluar dan menyaksikan semua itu."Anak-anak maafkan kami, maaf karena kalian harus melihat ini semua," ucap Mas Arkan pada Delia."Nggak apa-apa Om beliau memang harus diberikan pengertian," jawab Delia sambil memeluk nampan di tangannya.Mas Arkan terkulai dan berusaha bangkit tapi kurasa kepalanya sakit, kondangannya berkunang-kunang dan pukulan telak itu mungkin nyaris mengambil kesadaran dan membuatnya hampir pingsan."Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap seorang wanita yang sudah lama kenal denganku dia nyonya Telia, pemilik toko pakan kucing di seberang jalan."Tidak ada, Bu. Lelaki yang sudah bercerai denganku kini terus datang dan memberikan terornya.""Astaga, kuharap sekar
Matahari menjulang di langit dengan terik yang terasa nyata di kulit. Aku berjalan perlahan menuruni puluhan anak tangga dari gedung pengadilan agama. Akta perceraian yang kugenggam di tangan menjadi bukti dan titik balik bahwa sekarang aku telah menyandang status sendirian. Aku janda dan aku harus melawan stigma.Mulai sekarang aku akan berjuang sendirian tanpa keyakinan dan penegak jiwa bahwa aku memiliki suami. Orang yang kucintai dan kutunggu selalu bertahun-tahun ternyata bukan jodohku, bukan sama sekali.Sekarang langkah kaki terasa ringan meski hati sedikit sedih. Kutegarkan perasaanku sambil berdoa dan bertekad pada diri sendiri bahwa aku akan kuat menjalani hidupku. P*"Apa semuanya lancar Bu?""Akta cerai mana!""Di tasku.""Ibu tidak ketemu Pak Arham kan?""Dia bisa ambil akta cerainya sendiri.""Oh, syukurlah semuanya sudah selesai.""Ya, dan hakim juga memutuskan perintah untuk menjaga jarak. Mas Arham tidak akan mendekati Kita selamanya.""Syukurlah Bu, tinggal jalani s