Wanita itu tertegun dari seberang sana, aku bisa mendengar tarikan nafas halusnya berubah semakin memburu, ritmenya cepat dan mungkin dadanya berdegup kencang. Aku hanya tersenyum menikmati situasi ini, sebenarnya aku tidak ingin jahat tapi belakangan Mariana mulai menunjukkan kecurangannya dalam kesepakatan poligami kami. Setiap istri mendapatkan jatah 3 hari dalam seminggu, semalam denganku semalam dengannya. Uang belanja dan waktu akan kami dapatkan dengan adil. Belakangan dia ingin membeli kesepakatanku, harga diri dan persetujuanku dengan uang. Aku mulai memahami bahwa komedi yang tercipta dalam hubungan kami mulai tidak menghiburkan. Suasana dan tekanan semakin berat setiap harinya, jadi aku memutuskan untuk membuat sebuah keputusan.Akan kudapatkan uangnya, akan kudapatkan kesepakatan yang bagus, serta kudapatkan suamiku kembali. Ya, suamiku, dalam arti untuk diriku sendiri! Kalau orang-orang tercengang karena aku tak sebaik yang mereka pikirkan, itu tidak masalah. Aku sudah b
Langit senja terlukis dengan warna pucat, tak jauh dari tokoku, di alun-alun anak-anak berlarian mengejar merpati yang berebut makanan. Suara tawa mereka bercampur dengan kicauan burung dan deru mobil yang berputar di bundaran. Di bangku taman para orang tua bercengkrama sambil menikmati suasana sore yang damai. Toko dan kedai kopi di sekitarku mulai ramai, suara dari pintu toko yang terbuka dan tertutup, bunyi mesin kasir yang menghitung uang dan obrolan para pengunjung memenuhi udara. Aku masih sibuk dengan pelangganku, hari sabtu seperti ini biasanya toko kue buka lebih lama karena orang-orang lebih banyak menghabiskan akhir pekan untuk hangout bersama temannya, atau sekedar bercengkrama dengan sahabat tersayang. Menjelang senja, lampu-lampu dengan mulai berkedip menerangi jalan yang ramai dengan kendaraan dan pejalan kaki, suara klakson dan pemusik jalanan berpadu menciptakan simponi kehidupan kota kecil di penghujung hari. Setelah sibuk mengantarkan pesanan, aku memilih untuk
Tak sampai dia jam setelah percakapan tadi, aku seperti mendengar deru mesin mobil yang familiar di depan rumah. Mungkin setelah percakapan denganku Mas Arham langsung meraih kunci mobilnya dan melaju kencang ke rumah ini. Meski lampu jalanan remang-remang dan genangan air sisa hujan membasahi jalan sepertinya itu tak menyurutkan niatnya untuk segera melesat ke arahku. Pesan-pesan godaan itu telah membuatnya tak mampu membendung rindu. Begitu mobilnya berhenti, aku menyibak jendela kamar, memastikan bahwa yang datang memang benar suamiku. Saat kaca mobilnya turun, siluet wajah lelaki itu membuat perasaanku berdesir, aku bisa mendengar lagu-lagu romantis yang mengalun pelan dari speaker mobilnya. Lagu-lagu nostalgia lama yang mengiringi debaran jantungku yang mulai tak menentu. Jujur saja aku merindukannya, aku tak sabar bertemu dengannya dan memadu asmara. Tak peduli berapa kilometer yang ia lalui dengan kecepatan tinggi, sembari buat alasan untuk meninggalkan Mariana demi aku.
"Ada apa ya?" Aku malas berbasa-basi dengan staf Mariana yang selalu mengenakan dengan jas logo M di bagian dada kiri, seolah menunjukkan dominasi perusahaan dan ketenaran wanita itu. "Saya disuruh Nyonya Mariana untuk datang ke sini." "Iya aku juga ada keperluan denganmu."Aku dan dia duduk berhadapan. "Nyonya Mariana ingin tahu Apakah anda ingin ambil bagian dalam kepengurusan kantor atau tidak. Beberapa pemegang saham aktif memeriksa laporan keuangan dan turut serta memberi keputusan pada perusahaan. Apa anda ingin ambil bagian?""Tidak, aku sudah sibuk di tokoku. Aku hanya ingin jadi investor pasif yang menikmati waktu dengan santai.""Baiklah, Nyonya. Menghargai keputusan Anda sekaligus ingin memberi selamat secara pribadi, bahwa Anda benar-benar sangat beruntung.""Aku tidak melihat bagian terbaik dari membagi suami, tapi aku mencoba bersabar. Mau tak mau, suamiku lebih banyak menghabiskan waktu dengannya sebab mereka satu bisnis dan kerap kali melakukan perjalanan bersama.
Dia bilang aku semakin menyulitkan suasana, menyulitkan apanya. Aku dan dia sama-sama punya kepentingan dan mengejar orang yang sama. Tepatnya kami hanya mau mencoba mempertahankan kebahagiaan keluarga. Kalau aku dinilai merusak suasana maka dialah yang harus membicarakan semua itu dengan mas Arham atau selesaikan masalah pribadinya denganku. Tapi secara teknis... aku dan dia tidak punya masalah pribadi. Satu-satunya kesalahan adalah...aku dan dia terjebak dalam pernikahan dengan orang yang sama.*Matahari bersinar di cakrawala yang membentang seperti kubah yang megah, pantulannya menciptakan pemandangan indah di antara warna laut biru dan emerald, riak ombak di teluk terasa begitu tenang, menggoyangkan perahu secara perlahan. Setelah pulang dari perjalanan di luar kota, aku dan suamiku menyewa kapal layar dan memutuskan untuk berlibur di sana.Angin berhembus mengantarkan gelombang menghantam pantai, sesekali kesejukan itu menghampiri dan mempermainkan anak rambutku. Aku duduk di si
Mendung di mata Mariana terlihat begitu jelas, terlebih air mata itu menetes setelah mendengar pernyataan Delia yang menusuk. Demi meredakan kesedihan wanita itu mas Arham terpaksa turun tangan dan merangkulnya. "Hei, hei, jangan ambil hati, mereka hanya anak anak," ucapnya "Aku mengerti Mas, tapi, mendapatkan kalimat seperti itu aku benar-benar merasa malu. Aku sadar tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi Mbak Iriana di hatimu.""Sudah kubilang kau dan dia sama," jawab Mas arham sambil memeluknya. dia menerima pelukan mas Arham dan nyaman di dalamnya, meski mataku dan mata Mariana bertautan, tapi aku tidak menunjukkan kedengkian sama sekali. Aku tidak tahu apa yang ada di dalam pikirannya, tapi aku melihat semua itu dengan hati yang terbuka. "Pergi dulu ya Sayang," ucap Mas Arham, sambil mendekat dan mengecup keningku. "Iya, Mas.""Setelah aku habiskan 2 hari bersamamu maka aku akan dua hari dengan dia. Kau tak apa kan?""Iya.""Aku juga ingin berlibur seperti ibunya Delia.
"Halo sayang?" Baru semalam pergi bersama Mariana tapi hari ini dia sudah menghubungiku. Kupikir dia akan menghabiskan waktu dan fokus pada istrinya tanpa meneleponku tapi Mas Arham tak pernah melewatkan setiap lima jam untuk memberiku kabar. "Iya, Mas.""Aku merindukanmu. Kau tahu aku tak sabar menghabiskan satu malam lagi untuk segera pulang ke saint Maria!""Kau harus fokus pada Mariana dan anak-anakmu.""Cassandra sudah membaik, dia sudah mulai bersekolah dan mengikuti les seperti biasa.""Bagaimana dengan pekerjaanmu di kantor?""Semuanya biasa saja, berjalan dengan lancar tanpa kendala. Malah sebagai direktur lebih banyak melamun di meja kerja.""Kenapa begitu.""Rapat dan briefing untuk hal-hal penting sudah kulakukan di minggu kemarin, tidak ada kendala dalam minggu-minggu ini sehingga membuatku bisa sedikit santai.""Jadi apa yang kau lakukan di waktu luang?" "Memikirkanmu. Setiap hari, aku akan memutar kursiku dan menghadap jendela. Membayangkan tentang kamu yang sedang a
Restoran De La Vista, entah apa artinya, restoran dengan langit-langit tinggi berhiaskan lampu kristal berkilauan, terasa seperti istana tersembunyi di tengah hiruk pikuk kota. Begitu tiba di sana, seorang pria berwibawa dengan ketampanan seperti seorang Don membukakan pintu mobil untukku.Dan ya, aku lupa bagaimana kesan pertama masuk ke dalam mobil mewah. Aku kehilangan kata-kata, ledakan euphoria di dalam kepala nyaris membuatku kehilangan akal. Aku duduk di joknya yang emput dengan perasaan seperti wanita kelas atas, interior mobilnya yang begitu mengkilap dan mewah, ah, aku bahkan tidak berani menyentuhnya, khawatir menggoresnya. Lalu kembali sekarang, ke depan restoran. Tidak, ke depan lobby gedungnya. Tuan Arkan Wijaya membukakan pintu untukku lalu mengulurkan tangannya untuk membantuku turun, sebuah sikap gentleman yang membuatku seperti wanita paling berharga di dunia ini. Jujur, aku tidak pernah diperlakukan seperti itu meski oleh suamiku sendiri. Mungkin belum, karena h
Melihat mereka saling menerima kembali, ada keharuan yang membasahi sudut mata ini, aku ikhlas dan bahagia untuk mereka. Bahagia melihat mereka bahagia. "Alhamdulillah, kalian sudah saling menerima kembali, Kalau begitu akan kubiarkan keadaan bicara dan aku berpamitan.""Mau ke mana Mbak?" Tanya Mariana."Aku harus kembali ke toko," jawabku sambil mengangguk tulus padanya. "Tapi, mbak ga bisa pulang sendirian, kami harus mengantar mba," ujar Mariana."Tidak usah." Aku menggeleng sambil mengisyaratkan kedua tanganku agar mereka tetap bersama di tempat itu."Tapi Mbak mau pulang dengan siapa?""Denganku!" Suara berat di belakangku menyadarkan bahwa yang datang adalah Mas Arkan. Pria tampan dengan jas marun dan sapu tangan biru yang terselip indah di dada kirinya membuat pria itu terlihat tampan dan keren.Ya, langkahnya, gestur kedatangannya, dan cara dia membuka kacamata hitamnya itu membuat semua orang terpana. "Pak Arkan," ujar Mas arham menyapa lelaki itu dengan senyum hangat da
Aku ceritakan pada anak-anak bahwa semalam aku bicara pada ayah mereka, di meja makan saat kami sarapan pagi, kedua putriku terdengar menyimak semua cerita yang kuutarakan. "Apa Ayah bisa menerima dengan baik semua perkataan Bunda?""Iya, sepertinya pikirannya sedang jernih, jadi aku bisa masuk ke alam bawah sadar dan memberinya afirmasi bahwa dia harus kembali pada keluarganya." "Apa Bunda berhasil?""Bunda rasa Ayahmu mulai terpengaruh dan mau tergerak untuk menemui istrinya.""Sebenarnya ini bukan tugas kita untuk bersikap sejauh itu, tapi kita melakukannya karena kepedulian. Apa kalian setuju?" tanyaku pada anak-anak. "Ya, kami setuju Bunda."*Anak-anak telah berangkat ke kampus dan sekolahnya saat masa Arham tiba-tiba mengirimkan pesan padaku dan memintaku untuk menemaninya menemui Mariana. (Aku tahu ini canggung tapi hanya kau yang bisa kuandalkan untuk menengahi kami.)Aku terdiam sambil membaca pesan tersebut, agak ragu perasaanku karena aku tidak ingin mengambil langkah
Senja menyapa kota ini dengan langit jingga yang memudar meninggalkan jejak warna jingga di cakrawala. Aku terduduk di teras rumahku sambil menatap gedung pencakar langit yang menjulang tinggi dari kejauhan. Di antara semua gedung itu ada gedung Mariana dan tempat yang dulu dikelola Mas Arham dengan begitu bangganya. Karirnya bagus sebagai direktur, hubungan dengan keluarga istrinya juga baik karena secara teknis ia suami yang sempurna. Beberapa bulan lalu ia sangat bangga berada di sana, menghabiskan sebagian besar waktu untuk mencurahkan pikiran dan ide-ide dalam bisnis, tapi kini semuanya tertinggal dalam kesunyian.Pikiranku tenggelam membayangkan apa yang terjadi antara Mariana dan Mas Arham, dia yang selalu terobsesi untuk kembali padaku dan kecemburuan Mariana telah memicu pertengkaran hebat dan perpisahan di antara mereka. Mungkin Mas arham merasa seperti terdampar di Pulau terpencil, sendirian tak memiliki siapapun. Tak ada kawan atau keluarga yang bisa diajak untuk mencura
Angin berhembus dengan sejuk di antara siang menjelang sore. Berbincang dengan Mas Arkan sampai 3 jam lamanya sama sekali tidak terasa seakan baru lima menit berlalu. Karena aku harus menutup toko, maka aku mau minta beliau untuk mengantarku kembali ke cafe delta. Kami meluncur dengan mobil BMW milik Mas Arkan. Menyusuri jalanan kota yang terasa mulai sesak di sore hari, juga terik matahari yang langsung jatuh ke kaca depan mobil. Begitu berhenti di lampu merah yang di sebelah kirinya ada toko ritel aku terkejut dengan seseorang yang sedang duduk di bangku depan toko tersebut. Aku berusaha menajamkan pandangan mata padahal lelaki yang menggunakan celana jeans sobek di bagian lutut, baju kaos hitam dan topi., cambangnya nampak lebat, mungkin lebih bagus disebut jenggot. Dia duduk dengan sebotol kopi kemasan. Dia Mas Arham.Tatapannya kosong, duduk sambil menatap lalu lalang orang di jalanan, Dia terlihat sedih dan sesekali meneguk kopi dari botol tersebut. Melihatku ada di dalam semu
Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan
Mustahil dia adalah inspirasiku, inspirasi sesungguhnya adalah dendam dan luka di hatiku. Aku tidak mau kemurungan menghancurkan hidupku jadi kepedihan yang ada akan kuubah sebagai cambuk yang akan membuatku melejit jauh ke atas dan membuatnya menyesal menyakitiku. Aku tidak membalas pesannya, sekalipun dia mengirimkan spam chat sampai puluhan jumlahnya. Dia bilang dia mencintaiku, dia mohon agar aku memaafkannya. Juga dia bilang bahwa hubunganku dan Mas Arkan tidak ada pengaruhnya untuk dia, dia mau bersaing dengan sehat pada lelaki itu. Konyol sekali. Idiot!"Aku yakin kau belum tidur karena centangnya sudah biru." "Aku terbangun karena denting ponselku. Kau telah mengganggu tidurku," balasku."Dengar sayangku, aku akan memaafkan perbuatan Tuan Arkan dan bagaimana sikap kau dan anak-anak. Aku mau berlapang dada dan bersabar. semoga itu membuatmu paham bahwa aku benar-benar masih menyayangi kalian.""Omong kosong itu... Sudah ratusan kali aku mendengarnya dan aku tidak tertarik me
Mas Arham bergeming begitu kening yang mendapatkan tinjuan yang sangat keras. Dia terkapar di paving lokasi parkir depan toko Delta. Orang-orang memandang kejadian diantara kami dengan decak terkejut dan komentar mereka mulai riuh.Anak-anak dan Kayla yang tadinya sibuk melayani pelanggan akhirnya juga ikut keluar dan menyaksikan semua itu."Anak-anak maafkan kami, maaf karena kalian harus melihat ini semua," ucap Mas Arkan pada Delia."Nggak apa-apa Om beliau memang harus diberikan pengertian," jawab Delia sambil memeluk nampan di tangannya.Mas Arkan terkulai dan berusaha bangkit tapi kurasa kepalanya sakit, kondangannya berkunang-kunang dan pukulan telak itu mungkin nyaris mengambil kesadaran dan membuatnya hampir pingsan."Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap seorang wanita yang sudah lama kenal denganku dia nyonya Telia, pemilik toko pakan kucing di seberang jalan."Tidak ada, Bu. Lelaki yang sudah bercerai denganku kini terus datang dan memberikan terornya.""Astaga, kuharap sekar
Matahari menjulang di langit dengan terik yang terasa nyata di kulit. Aku berjalan perlahan menuruni puluhan anak tangga dari gedung pengadilan agama. Akta perceraian yang kugenggam di tangan menjadi bukti dan titik balik bahwa sekarang aku telah menyandang status sendirian. Aku janda dan aku harus melawan stigma.Mulai sekarang aku akan berjuang sendirian tanpa keyakinan dan penegak jiwa bahwa aku memiliki suami. Orang yang kucintai dan kutunggu selalu bertahun-tahun ternyata bukan jodohku, bukan sama sekali.Sekarang langkah kaki terasa ringan meski hati sedikit sedih. Kutegarkan perasaanku sambil berdoa dan bertekad pada diri sendiri bahwa aku akan kuat menjalani hidupku. P*"Apa semuanya lancar Bu?""Akta cerai mana!""Di tasku.""Ibu tidak ketemu Pak Arham kan?""Dia bisa ambil akta cerainya sendiri.""Oh, syukurlah semuanya sudah selesai.""Ya, dan hakim juga memutuskan perintah untuk menjaga jarak. Mas Arham tidak akan mendekati Kita selamanya.""Syukurlah Bu, tinggal jalani s