“Ada apa ini?” gelegar suara Waldi mengalihkan perhatian Fania. Entah bagaimana ceritanya, wanita ini bisa membawa senjata dan untuk tujuan apa. “A-aku, mau kamu ikut perintahku mas!” bergetar suara Fania mengucapkan itu. Waldi, menimbang sesaat kejadian ini, dia, yakin ini pasti ada hubungannya dengan tertangkapnya Davon. Suami, Fania. “Turunkan senjatamu!” ucap Waldi, sambil melangkah, menuruni tangga dengan tenang. Tak sedikit pun raut gentar di wajahnya. Pak Darsi, sang mertua yang justru takut. “Jangan kesana, nak. Nanti dia menembakmu!” ucap pak Darsi pelan. “Tidak apa-apa, pak. Saya, hanya minta tolong bapak, segera hubungi mama dan tolong jaga Karmila di atas, jangan sampai dia melihat kejadian ini.” pinta Waldi pada mertuanya. “perempuan itu, siapa nak? Dari tadi Bapak dengar dia ingin bicara sama kamu, tapi Ibrahim menahannya, dan tiba-tiba langsung mengeluarkan pistol begitu.” Agak bergetar suara orang tua ini, tentu karna takut dan, beliau tak pernah melihat kejadian
“Astagfirullah!” pekik Karmila nyaris histeris, melihat, suaminya jatuh menindih perempuan yang tadi bertamu ke rumahnya. Selain itu, hancurnya lampu gantung dari plafon rumah dengan pecahan kaca yang berserak, bahkan ada yang mekukai lengan Ibrahim membuat, Karmila semakin panik lalu segera berlari dari atas menuruni anak tangga menuju suaminya. “Awas, Nduk. Jangan kesana, perempuan itu bawa senjata! Pak Darsi menghalangi Arina yang hendak belari menuju suaminya, maksdunya hendak menolong wanita itu yang nampak shock.Namun entah apa yang ada di pikiran, Fania. Melihat Karmila yang berdiri bingung melihat kearah mereka, di bawah tangga sana. Tiba-tiba saja, Fania melingkarkan kedua tangannya diatas tubuh Waldi, buat Karmila, yang melihatnya menjadi geram. Bukan lagi cemburu namun marah ingin menjambak wanita itu dan juga…suaminya. Tadi sore datang dengan wajah memelas, seolah-olah sangat butuh bantuan suaminya, namun sekarang betapa genit dirinya, bisa-bisanya dia malah memeluk suam
Keterkejutan Davon tak mampu ditutupi, saat melihat Fania datang bersama ibu dan Rena. Bukankah semalam diperintahkan anak buahnya untuk menculik ibu mertua dan iparnya itu?“TANGKAP DIA PAK POLISI!” gelegar kemarahan dari bu Ida, ibunya Fania membuat seisi ruangan menoleh ke arah beliau. Nampak pakaian beliau yang kusut sebab tadi berusaha memberontak. Namun anak buah Davon mengikat beliau dan Rena begitu kuat. Meski niatnya hanya untuk menggertak Fania agar bisa memaksa Waldi untuk datang membebaskan Davon, namun nyatanya tetap mereka berbuat kasar. Bahkan salah seorang diantara mereka tadi berusaha menyentuh Rena, namun Ibrahim segera datang menghentikan aksi biadab itu.“Silahkan, Ibu duduk dulu, ya!” seorang polwan masuk dan berusaha menenangkan bu Ida, yang nampak syok. Sangat marah tentunya.“Anak buah bajingan ini, sudah menculik saya dan anak saya Bu, bahkan tadi mereka berusaha melecehkan putri saya!” bu Ida terisak marah, tatapannya nyalang ke arah Davon yang nampak tertun
“Sayang, bangun dulu!” Waldi mengguncang pelan tubuh Karmila. Disangkanya istrinya itu tidur betulan. Padahal Karmila memejam sebab menahan jengkel dan Amarah.Namun pria ini pun tak ingin membuat istrinya larut dalam salah paham dan rasa khawatir.“Bangun dulu, Mila. Karmila!” diguncang bahu mulus itu berulang-ulang sambil menyebut nama istrinya. Ah kenapa pula Karmila ini tidur dengan baju tali satu. Membuat Waldi ingin mengulang keintiman tadi sore yang dilakukan tergesa. Kembali diguncangnya bahu itu. Namun Karmila juga tetap gigih dengan marahnya sebagai seorang perempuan.“Sayang, Mas laper.” Ucap pria dingin itu dengan lembut di telinga Karmila. Buat pemiliknya bergidik meremang.“Kenapa nggak makan sama kekasihmu itu sih, Mas?” akhirnya Karmila membuka mata dan bersuara jengkel. Waldi lantas eratkan pelukan di pinggang ramping itu. Dia tahu bila Karmila belum tidur. Dia pun hanya ingin mendengar suara wanita ini, meski omelan yang diberikan. Yang penting jangan mendiamkannya
Hening menjeda di ruang tamu berlantai dua itu. Setiap yang hadir sibuk dengan pikiran yang bercelaru. Tas pakaian yang sudah digeret dan diletakkan di depan pintu kamar, menandakan sang pemilik sudah akan pamit. Pak Darsi memandang ke arah menantunya yang duduk tepat di sebelah putrinya. Rasa ingin percaya bila putrinya itu tak mendapat perlakuan kasar dari sang menantu, namun…kejadian kemarin yang berakhir di kantor polisi cukup mengusik pikiran orang tua ini. Bukan hanya itu, keselamatan putrinya juga dikhawatirkan. Siapa yang tahu dalamnya hati seseorang, bagaimana bila wanita yang kemarin datang menodongkan pistolSetelah sarapan tadi, pak Darsi mengutarakan pada bu Ranti, bila akan mengajak Karmila pulang ke desa dulu. Sebab akan melihat pembangunan rumah yang sudah hampir selesai.Namun sang besan dan menantunya tahu, bila itu hanya alasan pak Darsi saja, sebab tak enak mengutarkan alasan yang sebenarnya.“Saya dan Waldi minta maaf pada, Mas Darsi. Jika kejadian kemarin sekiran
Ucapan Hamdalah diucap pak Darsi dan bu Ranti berulang di acara syukuran rumah baru Karmila di desa ini. Rumah ayahnya yang kemarin dihina reot tapi menyimpan padi yang banyak, kini telah berubah menjadi rumah dua lantai. Bahkan untuk padi, sudah ada banguan sendiri yang didirikan disamping rumah ini dengan posisi agak ke belakang. Sengaja bu Ranti datang untuk menghadiri syukuran rumah baru besannya. Namun begitu pak Darsi tetap menolak mengatakan bila ini rumahnya. Namun ini adalah rumah Karmila, rumah yang diwarisakan untuk sang putri.Saunak saudara, kerabat dan kawan petani pak Darsi juga datang. Bahkan makanan yang sengaja dimasak sedari pagi ditambah kue kue modern yang sengaja dibawa dari kota oleh bu Ranti, nyaris habis. Bahkan Karmila dan bude Minah, adik perempuan pak Darsi meminta warga yang membantu tadi untuk membungkus makanan sebagian untuk dibawa pulang.Banyak warga yang datang membantu, meski rumah mereka berjauh-jauhan namun saat ada hajatan seperti ini semua data
Dinginnya hembusan angin pagi menembus kulit dua manusia yang sedang Berkeliling desa naik motor. Rencana Karmila dan Waldi yang akan ke air terjun pagi ini tak jadi. Sebab bukan hanya dingin yang jadi halangan, namun juga keinginan Karmila yang ingin makan jajanan cenil dan buah mangga secara bersamaan, sungguh membingungkan Waldi dan buat giginya ngilu. Bagaimana mungkin makan mangga muda dan kue bersamaan.“Ke pasar aja, Mas, carinya. Mungkin yang jual sayur ada yang jual mangga juga.” Sudah bergetar suara Karmila, sebab Waldi terlihat jengkel dengan keinginan istrinya itu.Mana minta diantar ke pasar lagi. Bukan tak mau, tapi suaminya ini mana pernah ke pasar. Belum lagi penampilannya yang tampak lain. Celana jeans hitam selutut dan kaos putih dilapisi jaket dan jangan lupa kacamata hitam yang bertengger di hidung bangirnya, buat suaminya itu jadi pusat perhatian tadi. Mana ada orang di desa itu. yang jalan pagi pakai kacamata hitam.“Mas, tunggu di luar aja sini, biar aku yang ma
“Dua ribu saja Bu, saya antar barangnya sampai …par…ki…ran..” terkejut dan terbata-bata suara Mira, menawarkan jasanya sambil membawa kresek hitam besar yang banyak, saat melihat Karmila dan Waldi berbalik ke arahnya.Tiba-tiba saja Mira merasa tubuhnya kaku dan lidahnya kelu, tak bisa berkata-kata. Sungguh terkejut dan malu luar biasa di rasakannya saat ini. Tak pernah menyangka Karmila dan Waldi akan melihat keadaannya sekarang, menawarkan jasa mengangkat barang belanjaan orang-orang di pasar. Di pasar ini banyak orang yang mencari nafkah dengan menawarkan jasa mengangkat barang ataupun membersihkan area tempat dagangan ataupun membantu mengupas bawang para pedagang bawang dan bumbu lainnya. Tapi ini biasanya dilakukan anak-anak usia sekolah dasar, baik yang mencari nafkah sepulang sekolah ataupun yang memang anak putus sekolah. Jarang ada orang dewasa yang bekerja menwarkan jasa membawakan belanjaan orang, kecuali jasa mengupas bawang biasanya ibu – ibu yang tak punya lahan bertani
“Nakal, nggak anak ayah hari ini, hum?” Danu dekati dan mencium bertubi perut membola Abel yang tampak semakin membuatnya seksi. “Nakal, Mas, aku dibikin muntah sampai tiga kali.” Keluh Abel sambil bersandar di sofa ruang tamu rumah pribadinya. Hari ini cuti Danu akan berakhir, besok sudah harus balik lagi ke Papua. Untuk bekerja dan mengajukan surat mutasi, agar kiranya bisa dipindahkan ke kantor pusat di Jakarta saja. agar tak jauh jika harus bolak balik melihat istri dan ibunya. Danu baru saja kembali, dia tadi habis mengecek pembangunan rumah kost-kostan yang didirikan di lahan yang dulu rumahnya berdiri. Mereka memutuskan tinggal di rumah peninggalan orang tua Abel. Gajinya yang lebih dari cukup di pertambangan juga penghasilan Abel dari membantu mertuan di toko baju, mereka gunakan untuk merenovasi rumah kecil Abel dulu, sekarang menajfi dua lantai dengan empat kamar. Dua kamar di atas, dan dua kamar di bawah. Abel merasa nyaman sudah kembali tinggal di kotanya, dekat dengan me
Hera terkejut bukan main, melihat laporan keuangan perusahaan yang ia rebut dari pak Subroto. Sudah lima bulan ini penghasilan mereka minus terus. Namun bulan ini yang paling parah, bahkan Hera sudah merumahkan sebagian karyawannya, karna tak adanya proyek yang didapat. Padahal suaminya, Arham sering dinas keluar kota demi melobi proyek di daerah.Hera mulai curiga pada ayah dari putranya itu. Benarkah selama ini Arham jalan dinas, atau jalan yang lainnya. Lalu diam-diam ia mulai menyelidiki tingkah laku suaminya di luar sana.Ia coba menelpon nomor suaminya namun lagi-lagi tidak aktif. Alasan Arham jika dinas luar, sinyal di daerah tersebut kurang bagus, harus ganti kartu lagi dengan provider yang berbeda, kilah Arham, saat Hera bertanya mengapa ponselnya tak aktif.Selain alasan sinyal kurang, tentu hantaman seks di kemaluan Hera, juga jadi senjata ampuh Arham untuk mengambalikan mood istrinya itu lagi. Istri yang ia bodohi setahun ini. Hera rela meninggalkan pak Subroto yang ulet b
Hari ini ada pengajian kompleks menyambut tahun baru hijriah. Pengajian dan ceramah di laksanakan di gedung serbaguna yang ta jauh dari kompleks itu, sengaja di lakukan di gedung sebab panitia mengundang banyak majelis taklim dan masyarakat sekitar.Ramai hari itu ibu-ibu yang hadir, semuanya nampak cantik dalam balutan busana muslimah. Tak terkecuali dengan Helena, ia ikut dengan saran ibu-ibu di kompleksnya agar mereka semua menggunakan gamis seragam pengajian mereka. Gamis panjang warna putih dengan jilbab lebar warna ungu muda. Helena nampak manis. Tadi sempat pak Subroto memberinya kecupan sayang di dahi dan bibirnya sebelum mereka turun dari mobil dan masuk ke gedung, sementara did alam gedung sana mereka harus berpisah. Pak Subroto dengan rombongan bapak-bapak dan Helena bersama ibu-ibu rombongan pengajian.Tak hanya ibu-ibu pengajiandi kompleks itu saja yang diundang, namun ada juga dari kompleks lain. Pokoknya ibu-ibu berdandan secetar mungkin. Ada yang sengaja datang memang
Sudah tiga bulan ini Bara terbaring di rumah sakit, akibat kecelakaan yang menimpanya. Kedua kakinya mengalami kelumpuhan, tangan sebelah kirinya mengalami patah tulang, alat vitalnya bahkan harus di potong karna tertancap beling tajam dari pecahan kaca depan, bahkan tulang lehernya harus dioperasi tiga kali agar bisa lurus kembali, jangan ditanya dengan giginya, hampir semua giginya hancur karna benturan yang sangat kuat tepat di bagian wajahnya. Wajah tampannya yang dulu memikat Helena dan perempuan lainnya kini hancur tak terbentuk, organ tubuhnya yang gagah dengan ukuran yang cukup panjang dan besar yang dulu ia gunakan untuk memuaskan perempuan lain dan bahkan buat Helena yang ingin setia pada pak subroto jadi selingkuh kiri kanan karna tergila-gila itu, kini sudah tak dapat ia fungsikan. Bahkan untuk buang air kecil dan besar saja Bara harus di bantu.Rasanya lebih baik mati saja daripada hidup namun menderita luar biasa seperti ini.Bara menangis tanpa bisa mengeluarkan suara,
Penolakan Firda pada Bara buat lelaki itu, tak lagi mengantar jemput Firda bila ingin pulang melihat anaknya. Bukan apa-apa, masa lalu Bara yang buruk dalam rumah tangganya jadi pertimbangan Firda untuk menerima pria yang agak mirip dengan almarhum suaminya itu.“Saya janda, Pak. Nggak enak kalau Bapak sering antarin saya, dan saya mohon, jangan ajarin Gavin lagi untuk manggil papa sama Bapak,” ucapan Firda tempo hari terngiang kembali di telinganya. Bara tak ingin memaksa, meski ada rasa tertarik pada Firda yang berwajah ayu itu. namun bayangan Gavin yang memanggilnya papa, buat hatinya menghangat dan tiba-tiba malam ini dia teringat dengan kandungan Helena. Bila ditarik waktunya, Helena sudah melahirkan tiga bulan lalu, begitu pikir Bara, namun mengapa wanita itu tak juga menghubunginya, padahal Bara yakin anaknya yang Helena kandung adalah benihnya, bukan benih bandot tua itu.Bara tiba-tiba tergelitik, ingin menghubungi nomor Helena, ingin menanyakan kabar bayi mereka.___________
Abel berdebar dengan hebatnya, saat ia menunggu suaminya di dalam kamar. Ini pernikahannya yang kedua, namun ini adalah pertama kalinya akan melewati malam pertama. Malam pertama dengan suami kedua ceritanya.Jam sepuluh pagi tadi Danu sudah menghalalkan Abel dalam akad nikah yang sakral dan begitu syahdu, status Abel yang sudah yatim piatu membuat banyak orang menitikkan air mata. Andai orang tuanya masih hidup, tentu mereka bahagia luar biasa, sebab yang meminang putrinya adalah pria baik-baik yang selama ini menjadi tetangga mereka sendiri, laki-laki yang begitu terjaga adabnya, meski godaan sebagai pekerja tambang juga luar biasa. Bukan hanya anak gadis, bahkan ada istri orang yang pernah terang-terangan mengungkapkan perasaannya pada Danu, namun laki-laki ini juga punya prinsip sendiri.Danu juga bukan laki-laki yang terjaga sholat lima waktunya, namun sebisa mungkin ia tetap menunaikan sholat yang bisa ia dapat. Sebab pekerjaannya sebagai mekanik alat berat di perusahaan tembaga
“Koq melamun terus, istriku.” Pak Subroto mendekati Helena yang baru saja selesai mandi dan keramas. Semakin hari kondisi tubuhnya semakin pulih dan fit, namun untuk hatinya? Entahlah.“Maaf , Pa. mama nggak denger.” Helena merasa tak enak hati. Beberapa bulan ini dia tak melayani pak Subroto dengan baik, meski minggu lalu mereka sudah menikah secara siri. Salah seorang kawan pak Subroto menyarankan demikian, agar tak menambah dosa keduanya. Tak ada juga hubungan intim diantara mereka sejak kejadian itu, kadang-kadang Helena merasa bersalah, sebab tak memenuhi kebutuhan batin pak Subrot.Kadang timbul rasa marah di hatinya pada Bara, entah marah karna apa, Helena merasa Bara tak bertanggung jawab dengan apa yang telah ia lakukan pada Helena selama ini, juga pada anak yang dia lahirkan, kadang Helena menangis diam-diam bila pak Subroto sudah berangkat kerja. Banyak hal yang membebani pikiran Helena, mulai dari perselingkuhannya dengan Bara, yang ia tahu betul bahwa pria itu adalah lak
Bara menjalani hari-harinya dengan perasaan yang begitu nelangsa. Sungguh penyesalan yang besar kini melanda hidupnya. Tak menyangka, perselingkuhannya dengan Helena akan membawanya pada titik terendah dalam hidup ini.Pria ini sungguh tak menyangka ia bisa menyia-nyiakan Abel, wanita baik dan begitu terjaga adabnya. Beberapa kali ia coba mengunjungi Abel, mulai dari sekadar menanyakan kabar hingga terang-terangan memintanya untuk rujuk. Namun Abel bukanlah wanita yang sama yang dulu hidup dengannya. Di jemari Abel melingkar cincin dengan hiasan safir biru, sebagai tanda ikatan dari Danu. Cincin yang begitu indah, dan membuat Bara jadi cemburu.Masih pantas kah Bara cemburu?Rasanya ia menjadi pria yang begitu egois, setelah melihat sendiri bagaimana Helena bermain api bersama pak Subroto di belakangnya, rasanya begitu ingin kembali membina rumah tangga yang tenang bersama Abel."Bel, balik sama aku, Kita bina rumah tangga kita lagi, percayalah aku, menyesali semuanya." ucap Bara saa
Flashback Hera dan Subroto“Aku nggak mau punya anak sama kamu ya. Kamu bikin aja sama perempuan lain!” Hera berteriak histeris dihadapan Pak Subroto, suaminya yang baru pulang kerja sore itu. usaha yang semakin menanjak sukses dengan puluhan tender proyek juga puluhan anak buah di kantor, buat pak Subroto semakin disegani oleh kawan maupun lawan usahanya di luar sana. Namun pak Subroto yang memang dasarnya senang hidup sederhana, tetap bersahaja dengan segala pencapaian yang sudah di raih. Sikap bersahaja dengan tubuh dan wajah yang terjaga di usia menjelang empat puluh tahun justru buat banyak perempuan lain tergila-gila padanya. Mulai dari anak SMU dan Mahasiswi yang terang-ternag menggoda hingga rekan kerja yang berusaha menarik perhatian pria dewasa ini. usia hampir empat puluh namun uban belum ada di rambutnya satupun.Tentu pak Subroto juga senang berolahraga dan mengkonsumsi vitamin demi kebugaran dan kesehatan tubuhnya.“Kenapa kamu nggak mau punya anak Hera?” keluh pak Subro