Share

Bab 6. Ketemu Sumiyati

Penulis: Dacytta-Peach
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

**

"Ya kalo sudah jodoh, mau gimana lagi Bu?! Mau perawan tua, mau perawan ting-ting, semua sama aja di mata Allah." Ilham menjawab lugas, ia terlihat tenang setenang air lautan. Menatap ponselnya sekali lagi, Ilham mengecek baterai ponsel yang tinggal tiga puluh persen.

"Ya kalo bisa cari yang ting-ting, yang kinyis-kinyis. Kamu tuh ya, masih perjaka, ganteng. Masa iya mau sama perawan tua, miskin lagi. Enggak deh Ham, coba pikirkan lagi niatnya. Kamu pasti mleyot gara-gara belum sarapan tadi." Bu Wiryo berceramah, sesekali menepuk lutut putranya dengan nada bicara yang menggebu-gebu.

"Buat apa Bu yang ting-ting, yang muda, kalo akhirnya juga kagak bener," timpal Ilham lantas memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket jeans yang ia pakai.

"Maksud kamu Nela? Udah dong jangan pikirin Nela lagi. Dia memang gadis gak bener, udah dipinang eh malah hamidun sama cowok lain. Bener-bener nggak bener itu bocah," ucap Bu Wiryo sambil menggelengkan kepala dan berdecap.

"Dia pilihan ibu kan waktu itu?!" Ilham mengomentari membuat Bu Wiryo diam seribu bahasa dan tak mampu berkicau lagi. "Itu menandakan bahwa akhlak yang ting-ting sama yang ayu dan muda tidak kalah baik sama yang perawan tua. Udah deh Bu, jangan ceramah lagi soal jodoh. Ilham puyeng, Ilham mau mengalir aja sama nasib yang diberikan Allah."

"Yang mulai kamu duluan kan tadi?" Bu Wiryo menyanggah, meski begitu ia tidak berani menatap wajah putranya.

"Iya, iya, Ilham yang mulai tadi." Ilham mengalah, ia hanya tidak ingin terdengar berisik di ruang tunggu pasien. "Bu, aku tak pulang dulu ya. Mau mandi ini, nanti agak sorean paling jemput Mbak Sum ke terminal. Kasihan Bu, kita harus nolong orang yang kesusahan."

"Lha terus Bu Saritun bagaimana?" Bu Wiryo nampak panik saat Ilham berpamitan ingin pulang terlebih dahulu.

"Ya Bu Saritun Ibu yang nungguinlah. Bentar aja Bu, aku pulang dulu ya. Assalamualaikum," ucap Ilham lantas menyalami tangan ibunya dan beranjak pergi.

"Wa'alaikum salam. Nah ini nih! Punya tetangga tua aja ngerepotin banget. Udah pingsan, gotongan, eh masih suruh nunggu. Dasar si Sum, emang anak kagak tahu diri. Hmm..."

**

Siang itu Sumiyati lantas mengurus ijin untuk pulang kampung, berbekal informasi yang dikirimkan via W******p oleh Ilham, Sumiyati diijinkan pulang dan hanya bekerja selama setengah hari.

Sumiyati tak tahu harus bagaimana bersikap, ia tidak ingin menyinggung Susilo tapi ia sendiri juga merasa berat dengan keadaan ibunya. Setelah dipikir cukup lama ditambah lagi pertolongan Ilham, Sumiyati akhirnya nekat pulang untuk menjenguk ibunya yang sakit.

Tidak peduli bagaimana Susilo akan marah nanti, Sumiyati tetap pada pendiriannya untuk pulang. Setelah memasukkan beberapa helai pakaian ke dalam tas ransel yang ia bawa, Sumiyati bergegas pamit pada Bu Retno -si pemilik kos-kosan.

"Bu, saya pulang kampung dulu ya," pamit Sumiyati pada Bu Retno yang kala itu sedang menyuapi anak kembarnya makan.

"Kamu mau pulang kampung Sum? Sama siapa? Susilo mana?" tanya Bu Retno sambil berlari ke arah Sumiyati yang berdiri di depan teras rumah.

"Sendirian Bu, ibu saya sakit di kampung." Sumiyati menjawab pelan, wajahnya murung dan penuh beban.

"Udah pamit sama Susilo? Ntar dia marah-marah lagi sama kamu?"

"Udah Bu tapi dia tetep gak mau saya ajak pulang kampung. Ya mau bagaimana lagi, ibu lagi sakit dan saya gak bisa abai terus-menerus."

"Pulang kampung berapa hari Sum? Kerjaan gak papa ditinggal lama?" Bu Retno nampak serius, sebagai ibu kos dia begitu perhatian pada Sumiyati.

"Nggak tahu Bu, nanti kalo ibu cepetan pulih ya saya segera balik kalau enggak ya nanti saya kabarin Ibu lagi deh." Sumiyati terlihat menggendong tas ranselnya yang nampak berat.

Bu Retno menganggukkan kepala tanda paham. "Ya sudah, hati-hati di jalan ya Sum. Nanti kalo Susilo datang biar aku kasih ceramah orangnya."

"Iya Bu, makasih ya. Kalau begitu saya balik dulu ya Bu, assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam, hati-hati ya Sum." Bu Retno menatap kepergian rekan ngerumpinya dengan tatapan hampa. Ya, selama ini keberadaan Sumiyati memang bermanfaat untuk dirinya. Selain membantu membelanjakan sayur setiap pagi, Sumiyati juga membantunya momong si kembar. Jadi bisa dibayangkan jika gadis itu tidak ada, betapa repotnya Retno setelah ini.

Sementara itu Sumiyati lantas pergi menuju ke terminal dengan menaiki angkot. Berbekal uang yang dipinjamkan Ilham, Sumiyati membeli tiket bus dan segera pulang kampung secepatnya.

Berterima kasih sekali telah bertemu dengan orang baik seperti Ilham, Sumiyati berjanji akan membalas kebaikan pria itu di lain hari.

Rasa lelah yang mendera membuat wanita usia tiga puluh tahun itu terlelap dalam bus, melintasi beberapa kota besar, menempuh perjalanan jauh selama enam jam untuk pulang kampung dan menemui ibunya yang sakit. Semoga saja ibunya segera sadar dan bisa pulih kembali.

**

Perjalanan jauh dengan menggunakan bus memang melelahkan tapi apa boleh buat Sumiyati harus menempuhnya dengan sabar. Jarak yang membentang dari Semarang ke Wonogiri memang jauh, ia membutuhkan sekitar enam jam untuk bisa sampai ke kampung halamannya.

Setelah enam jam berada di dalam bus, tujuan akhirnya telah tiba. Ia membuka ponselnya, memberitahu pada Ilham bahwa ia telah sampai di terminal. Sebelumnya ia sempat mengirim pesan bahwasanya bus yang membawanya pulang telah sampai di dekat kota sehingga Ilham bisa mulai berangkat dari kampung.

Setelah mencari hampir sepuluh menit, keduanya akhirnya bertemu di salah satu pojok terminal. Dengan membawa ransel berat di punggung, ia menemui sosok pemuda tampan dengan jaket jeans warna biru yang ia punya.

"Mas Ilham?" Sumiyati memanggil dengan ragu, ia takut salah sapa dan berbuah malu.

"Iya, ini Mbak Sum?" Pria itu balas bertanya, menatap Sumiyati dengan bola mata bersinar lebar.

Sumiyati mengangguk, ia melepas masker yang ia pakai lantas senyum. "Assalamualaikum Mas."

"Wa'alaikum salam Mbak. Bingung nyarinya ya Mbak? Maaf, soalnya tadi mau jemput di dalam nggak dibolehin sama petugasnya. Maaf ya Mbak," ucap Ilham dengan sopan. "Oh ya kenalan dulu biar akrab. Saya Ilham Suntoro Mbak."

"Sumiyati Mas," jawab Sum tak kalah ramah. Perlahan ia menjabat tangan pria yang diulurkan kepadanya. "Ibu saya bagaimana Mas keadannya? Maaf ya Mas udah ngrepotin Mas sejauh ini."

"Ibu masih belum siuman Mbak, kata dokter ya kita memang harus sabar soalnya Bu Saritun itu sudah tua dan fisiknya juga sudah lemah. Doa saja Mbak semoga Bu Saritun cepat siuman dan pulih kembali. Oh ya, tasnya berat ya Mbak? Sini saya bawain. Pasti capek ya perjalanan jauh dari kota." Ilham menawarkan bantuan pada Sumiyati yang nampak tidak nyaman menggendong tas ranselnya.

"Nggak papa Mas, nggak berat kok." Sumiyati menggeleng, segan untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Nggak papa Mbak, sini saya bawain." Ilham tak mau kalah, ia lantas meraih tas Sumiyati dan mau tak mau Sumiyati merelakan tas itu kini berada di gendongan punggung Ilham.

"Kebetulan saya bawa mobil tapi maaf Mbak mungkin mobilnya jelek jadi nanti klo tidak nyaman, maaf ya Mbak."

"Nggak papa Mas, saya berterima kasih sekali Mas Ilham sudah bantuin saya sejauh ini. Nanti kalo tiba hari gajian, saya balikin lagi ya uangnya."

"Mbak ini bicara apa sih?! Jangan bicarakan hal itu di sini Mbak, saya jadi nggak enak. Sekarang kita pulang atau makan dulu? Saya lihat Mbak kayaknya lelah gitu. Istirahat aja dulu gimana Mbak?"

Sumiyati terdiam, ia nampak segan dengan segala keramahan yang ditawarkan Ilham kepadanya. Sudah tampan,muda, ramah, perhatian lagi. Sikap Ilham terbanding terbalik dengan sikap Mas Susilo.

Astagfirullah! Sumiyati menggeleng pelan, ia memejamkan mata sejenak untuk mengusir pikiran buruknya terhadap susilo-calon suaminya.

"Gimana Mbak? Kok malah diam? Kita istirahat dulu ya, makan atau minum dulu. Saya lihat wajah Mbak pucat banget, Mbak tadi pasti belum makan. Iya kan?!" Ilham nampak khawatir, ia berjalan bersandingan dengan Sumiyati menuju ke luar terminal.

Sumiyati masih diam, gadis itu bingung harus berucap apa. Kebaikan ilham memang tiada terkira jumlahnya. "Mas-"

"Iya Mbak?"

"Makasih ya untuk semuanya. Saya beruntung sekali memiliki tetangga sebaik Mas di kampung. Saya janji akan balas kebaikan Mas suatu hari nanti."

Ilham tersenyum lalu menggeleng. "Nggak usah kayak gitu Mbak, tetangga tugasnya memang saling membantu. Tapi, ngomong-ngomong dimana calon suami Mbak? Kok nggak ikut? Apa dia sudah tahu kalo Bu Saritun sakit?"

***

Bab terkait

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 7. Mengenal Tetangga Baru

    Sumiyati hanya diam, wajahnya terlihat murung ketika pemuda yang baru saja ia kenal itu menanyakan tentang calon suaminya yang tidak ikut pulang bersamanya. Gadis itu mengenakan kembali masker duckbill yang ia pakai, kekecewaan yang tergambar di wajahnya tersamarkan ketika ia mengenakan kembali masker tersebut."Ah, pasti calon suami Mbak sibuk ya?! Dia pasti punya pekerjaan mapan sehingga tidak bisa pulang ke kampung sama Mbak. Wah beruntung sekali punya calon imam seperti itu," ucap Ilham meneruskan ucapannya ketika tahu Sumiyati tak bisa menjawab apa yang menjadi pertanyaannya. "Ayo Mbak, itu mobil saya yang warnanya hitam."Ilham tersenyum, ia menunjuk pada mobil sedan mulus warna hitam yang terparkir rapi di luar terminal. Sekali lagi Sumiyati merasa rendah sekaligus takjub, pemuda yang sangat ramah itu bahkan memiliki kendaraan pribadi yang cukup bagus untuk ditumpangi."Itu-itu mobilnya Mas?" Sumiyati bergumam lirih, merasa ragu untuk mengikuti langkah Ilham."Iya Mbak, kenapa

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 8. Fakta Masakan Asin

    Sesampainya Sumiyati di rumah sakit, wajah gadis itu nampak menegang. Keadaan ibunya yang tak kunjung siuman menjadi beban tersendiri untuknya.Setelah memakai seragam berwarna biru untuk menjenguk ibunya yang masih dirawat di ICU, air mata Sumiyati sama sekali tidak bisa terbendung melihat kondisi Bu Saritun yang pucat dan terbujur tak sadarkan diri di atas ranjang putih."Assalamualaikum Bu, Sumiyati pulang. Ibu bangun ya, bukankah Ibu kangen banget sama Si Sum?" bisik Sumiyati di telinga kiri ibunya. Gadis itu menghapus air mata yang merembes di sudut mata kirinya. Kesedihan yang ia rasa akibat melihat ibunya seperti itu sama sekali tidak bisa dibendung.Hingga sang dokter jaga datang, meminta untuk Sumiyati keluar dan berjaga di luar sana. Sumiyati menarik napas, menerima perintah dokter meskipun ada berat yang terasa.Berjalan keluar dari ruangan Bu Saritun, Sumiyati harus menghadapi Bu Wiryo—ibu kandung dari Ilham Suntoro."Terima kasih ya Bu sudah bantu Ibu saya pergi ke rumah

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 9. Selamat Pagi Ibu

    Malam itu menjadi malam yang panjang bagi Sumiyati untuk merenung. Semua cerita yang disampaikan Bu Wiryo begitu jelas dan masih terngiang di kedua telinganya.Sumiyati tidak mampu terpejam, cerita yang diberikan Bu Wiryo benar-benar menguras energinya saat ini. Gadis itu menelan ludah, tidak terpikirkan bagaimana penderitaan ibunya kala itu. Rasa sakit yang menimpanya hingga kehilangan salah satu saraf yang berakibat fatal.Sekarang, setelah tahu semuanya, apakah Sumiyati berani untuk meninggalkan ibunya barang sejenak?! Gadis itu menarik napas, ia merasa gelisah luar biasa. Kata dokter yang ia temui beberapa jam yang lalu, kemungkinan untuk Bu Saritun sembuh hanya beberapa persen saja. Beliau memiliki luka dalam yang seseorang tidak pernah tahu betapa sakitnya penderitaan itu.Andai saja Allah memberi Sumiyati kesempatan maka Sumiyati akan menggunakan kesempatan itu sebaik mungkin. Ia tidak akan mengumpat ibunya lagi walau dalam hati, ia bahkan ikhlas lahir batin jika diminta untuk

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 10. Cinta Seorang Anak

    Sumiyati melangkah cepat memasuki ruang ICU, mengabaikan perasaannya yang buruk terhadap telepon Susilo yang baru saja memporak-porandakan perasaannya. Tersenyum manis pada wanita tua yang telah mensgndungnya tersebut, Sumiyati menggenggam tangan Bu Saritun dengan penuh cinta."Assalamualaikum Bu, selamat pagi." Sumiyati menyapa ibunya di pagi yang cerah dan mulai panas tersebut. Sebuah senyuman ia haturkan pada sang ibunda yang lambat laun baru disadarinya telah berkorban banyak dalam hidupnya.Wanita tua dengan kepala dibalut perban itu tersenyum lemah, perlahan tangannya yang ringkih menyentuh pipi Sumiyati dengan lembut. "Wa'alaikum salam, Nduk. Selamat pagi."Keduanya terdiam seribu bahasa, hanya saling menatap satu sama lain seolah tidak ingin terpisahkan oleh jarak dan juga waktu.Menarik napas panjang, Sumiyati duduk di kursi yang sudah disediakan di dalam ruangan itu lalu menatap ibunya lekat-lekat. "Maafin Sum ya Bu, Sum bahkan tidak memiliki perhatian lebih untuk Ibu. Bahka

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 11. Keputusan Sumiyati

    "Mas Ilham—" Sumiyati tertegun saat sosok berperawakan kurus tinggi dengan wajah tampan itu menyodorkan sebuah tisu ke arahnya. Dengan senyuman manis yang terlukis di bibirnya, Ilham mencoba memahami apa yang tengah terjadi pada diri Sumiyati saat ini. "Ambil tisu ini, hapus air mata yang sudah jatuh ke pipi. Saya tidak tahu kesedihan apa yang membuat kamu menangis, hanya saja saya peduli dan ikut bersedih saat melihat kamu menangis."Sumiyati menatap tisu berbungkus plastik warna pink tersebut dengan tatapan ragu, tisu dengan harga seribuan itu perlahan ia ambil dari tangan Ilham. "Terima kasih Mas."Gadis itu menunduk, mencabut tisu dari bungkus plastik lalu mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan lembut.Ilham menarik napas, ia duduk di sebelah Sumiyati dengan gusar. "Kamu lapar tidak? Sembari menunggu Bu Saritun pindah kamar, bagaimana jika kita jajan bubur ayam di depan rumah sakit? Aku dengar bubur ayam di pojok rumah sakit rasanya nikmat dan juga murah."Sumiyati meng

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 12. Butuh Uang

    "Mau pinjam uang Bu?" Susilo mengulangi apa yang baru saja ia dengar dari ibunya. Rasanya ia menyesal karena telah mengangkat panggilan ibunya yang selalu saja terkait dengan uang."Iya, pinjam uang. Kamu ada 'kan? Kalo misal kagak ada coba deh kamu minta bantuan sama Sum. Demi adik iparnya, Ibu yakin kok Sum pasti mau. Dia kan baik hati, Sus.""Empat juta mana ada Bu?! Ibu tahu sendiri 'kan kalo aku sama Sum kerja mati-matian untuk biaya nikah kami akhir tahun ini." Susilo memberi pengertian, sedikit keberatan jika wanita yang sudah melahirkannya itu meminjam duit sebegitu besarnya."Kan masih akhir tahun, masih ada waktu tiga bulan lagi buat kembaliin duitnya. Lagipula duit segitu pasti kecil-lah buat Sumiyati, dia kan kerja di pabrik obat, gajinya besar setiap bulan. Harusnya Sum itu kasih duit sama Ibu jadi Ibu nggak perlu lagi minjam-minjam sama dia kayak orang lain."Susilo terdiam, ia terpaku sesaat dan bingung harus menjawab apa pada perkataan ibunya. Haruskah ia meminjami wan

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 13. Rasa Kecewa dan Tidak Adil

    "Apa Sum? Menunda pernikahan?" Susilo melebarkan bola matanya. Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu mengatupkan bibir dan berwajah masam. "Kamu tidak bisa memutuskan dengan sepihak seperti itu Sum, kita sudah berjuang selama ini. Hanya karena ibumu sakit kamu rela menunda pernikahan kita? Hmm.... Aku sungguh tidak percaya.""Kalau begitu kirimkan saja uangnya Mas, nyawa ibuku jauh lebih penting dari apa pun." Sumiyati bersikeras, kali ini ia tidak ingin kalah dari Susilo. Ya, setiap kali Sumiyati meminta uangnya untuk hal-hal mendesak pasti Susilo tidak pernah memberinya. Tentu saja Sumiyati harus berhutang pada teman-temannya hingga akhirnya ia dijuluki si ratu hutang."Tapi Sum, uang itu—uang itu tidak ada," jawab Susilo mulai merendah. Ada nada bingung yang mampu ditangkap oleh Sumiyati sekarang. "Kalo kamu minta empat juta aku belum bisa kasih sekarang Sum.""Kenapa Mas? Uangnya tidak ada, tidak ada gimana maksudnya?" Sumiyati tercengang, jantungnya seolah dipukul palu besar. Ia

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 14. Susilo Makin Panik

    "Memangnya kalau ingin berbuat baik harus memiliki alasan ya Mbak?!" Ilham tiba-tiba membalik pertanyaan Sumiyati. Pertanyaan yang membuat Ilham bingung harus menjawab apa sebelumnya. Sumiyati hanya diam, ia menggelengkan kepala lalu kembali menunduk. Sepertinya ia terlalu lancang jika menanyakan alasan pribadi kenapa Ilham begitu ringan tangan terhadapnya. Mungkin saja Ilham memang memiliki sifat murah hati tersebut kepada siapa pun."Maaf Mas, saya cuma tanya aja. Mungkin sudah menjadi sifat Mas kali, suka menolong sesama." Sumiyati lantas meminta maaf atas apa yang sudah ia katakan sebelumnya. Ia tidak ingin Ilham merasa sungkan terhadapnya hanya karena pertanyaan aneh dan abstur tersebut."Kalo bisa kalau mau nolong itu jangan ada alasan Mbak, nanti Allah nggak ridho." Ilham lagi-lagi berkata dengan benar, perkataan yang membuat Sumiyati merasa bersalah luar dan dalam. Sumiyati menyadari kekeliruannya, gadis berambut panjang itu memilih untuk menganggukkan kepala tanpa menatap k

Bab terbaru

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 50. Langgeng Selamanya

    Pernikahan Sumiyati dengan Ilham berjalan dengan lancar, mengambil lokasi di rumah Bu Saritun, resepsi yang terjadi pada hari Minggu itu berjalan sesuai dengan harapan semua pihak.Musik khas suku Jawa yang berbunyi begitu syahdu, selaras dengan musik kendang yang dipukul bertalu-talu. Tamu perlahan bergerak datang, memberi selamat pada sang mempelai dengan raut wajah gembira dan penuh sukacita. Ya, sekarang Sumiyati telah memiliki pendamping yang tampan dan mau menerima kekurangannya hingga maut memisahkan.Berbeda dengan Sumiyati dan Ilham yang masih dipajang di kursi pelaminan, Bu Saritun berjalan menepi ke pinggiran rumah tanpa ada satu orang pun yang tahu. Wanita tua itu menahan haru yang cukup dalam, kedua bola matanya memerah dan ia cukup terisak dengan keadaan yang tengah terjadi sekarang.Ya, siapa yang tidak terharu melihat kondisi Sumiyati sekarang. Sebagai ibu tunggal, Saritun pernah merasakan bagaimana susahnya berjuang sendirian membesarkan seorang anak. Sumiyati tumbuh

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 49. Sumpah Setia

    Segala niat baik pasti akan direstui dan dipercepat jalannya oleh Tuhan. Setidaknya Ilham mempercayai pepatah itu di dalam hidupnya. Lihat saja, dua minggu berlalu dengan cepat. Pemuda itu mempersiapkan segalanya dengan matang, ia memesan dekorasi pernikahan sekaligus catering makanan untuk tamu yang hadir di acara pernikahannya nanti.Tidak hanya itu, ia mengurus semua dokumen kelengkapan untuk pernikahan dengan sangat hati-hati dan juga penuh semangat tinggi. Tidak mungkin bagi Ilham untuk mundur, ia telah separuh jalan dan baginya semua yang ia jalani sekarang adalah kenikmatan dari perjuangan yang ia lalui sekali seumur hidup.Setelah berkutat dengan segala hal yang berbau dengan pernikahan, hari spesial itu telah tiba. Ilham sudah tidak sabar menunggu waktu dimana ia akan berjumpa dengan Sumiyati di pelaminan. Ya, tentu saja dia rindu karena selama dua minggu ini sama sekali tidak bertemu dengan Sumiyati dikarenakan kesibukannya mengurusi segala hal.Ilham selalu sabar, bukankah

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 48. Jawaban Atas Segala Doa

    Gadis berparas ayu itu terus menunduk, ada kegundahan hati yang saat ini melanda tanpa bisa ia katakan pada siapa pun. Tidak hanya Ilham atau pun keluarga besar, semua orang yang hadir di ruangan itu tengah menunggu Sumiyati untuk menjawabnya secara langsung.Dalam satu tarikan napas dan menyebut asma Allah dalam hati, Sumiyati menganggukkan kepala. Semua orang mengucapkan hamdalah sebagai tanda syukur mereka atas keputusan yang sudah terjadi saat ini.Pak Jono tersenyum, ia turut bahagia dengan anggukan kepala Sumiyati yang artinya ia mau dan bersedia menerima lamaran dari Ilham Supriyadi. Tidak ada rasa yang lebih berarti selain anggukan kepala Sumiyati yang mampu melegakan hati orang banyak khususnya keluarga Ilham."Alhamdulillah, ananda Sumiyati sudah memberikan jawaban dengan anggukan kepala. Itu artinya gadis cantik di keluarga kami ini telah menerima lamaran dari Nak Ilham Supriyadi." Pak Jono berkata pada Pak Hardi terkait lamaran itu, wajah berbinar terlihat dari kedua belah

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 47. Melamar Sumiyati

    "Bu, keluarga Mas Ilham mau datang kemari Bu." Sumiyati angkat bicara setelah mereka berdua selesai makan malam bersama.Bu Saritun yang baru saja selesai meminum teh manis yang tersuguh di meja segera menoleh ke arah Sumiyati. Mata wanita tua itu menyorot tajam, ada hal yang ingin ia tanyakan setelah Sum berhasil mengatakan apa yang menjadi beban pikirannya."Mau kemari?" Ulang Bu Saritun dengan nada heran. "Untuk apa Sum? Kamu bikin masalah di tempat kerja?"Sumiyati menatap ibunya sekilas, ada rasa bimbang sekaligus takut yang tercermin dari wajah ibunya yang keriput. Sumiyati segera menepis, ia menggelengkan kepala dengan cepat. "Bukan Bu. Sum tidak melakukan kesalahan apa pun.""Kalau tidak melakukan kesalahan lalu kenapa mereka sekeluarga mau datang kemari? Jangan bikin Ibu deg-degan Sum." Wajah Bu Saritun semakin takut, perlahan wajahnya berubah menjadi pucat.Sumiyati menunduk, ia menggigit bibirnya yang ranum dengan perasaan yang sama persis dengan apa yang dirasakan ibunya.

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 46. Datang ke Rumah

    "Iya Mbak Sum, kami sekeluarga akan datang bertamu." Ilham mengangguk, ia memberanikan diri menatap bola mata pujaan hatinya tersebut. "Saya ingin melamar Mbak di depan keluarga. Saya ingin Mbak jadi istri saya untuk selamanya. Mbak, Mbak tidak keberatan kan?!"Pemuda berusia dua puluh tujuh tahun itu menatap Sumiyati dengan tatapan penuh, tidak ingin kehilangan kesempatan ia mengutarakan semua isi hatinya pada Sumiyati termasuk keinginannya untuk datang ke rumah dan melamar.Wajah Sumiyati terlihat tegang, ia menunduk dengan wajah menghadap ke tanah. Jujur ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan mudah, butuh beberapa alasan bagi dirinya untuk tetap pada pendirian dimana ia tidak bisa sembarangan lagi untuk menerima seorang pasangan."Apakah Mas Ilham serius? Saya tidak ingin Mas salah pasangan dan akhirnya menyesal. Selama ini Mas tahu kan keadaan saya dan ibu saya seperti apa?! Mungkin Mas bisa menerima segala kekurangan saya tapi ibu—apakah Mas bisa menerima kekurangan ibu say

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 45. Keputusan Mengejutkan

    "Bu, apa benar Ibu nggak suka sama Mbak Sum? Atau jangan-jangan Ibu sudah suka tapi gengsi untuk mengakuinya? Bu jujur saja, Ilham pengen denger pengakuan Ibu."Bu Wiryo terpaku, ia menatap mata ilham dengan segenap perasaan bingung yang ia punya. Memalingkan muka dengan cepat, Bu Wiryo pura-pura mencomot risoles yang ia buat barusan. "Mending kamu segera mandi deh Ham, segera buka toko sama bulikmu sana.""Bu, kenapa sih sikap Ibu aneh sekali?! Ilham sudah besar Bu, sudah bisa menentukan mana yang baik dan mana yang buruk." Ilham terlihat mulai merajuk, jujur saja ia tidak suka dengan sikap ibunya yang nampak tarik ulur dengan perasaan Ilham saat ini. "Jika Ilham memilih Mbak Sum sebagai pendamping itu artinya Ilham sudah siap dengan segala risiko yang akan terjadi. Selama ini aku pun tidak pernah kurang dalam mengamati Mbak Sum, Bu. Dia orang baik, meskipun ia serba kekurangan ia tidak pernah berbohong tentang hidupnya."Bu Wiryo terus saja cuek, ia terdiam dan memilih untuk menikma

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 44. Apakah Ini Sebuah Pertanda?

    "Sum, bau apa ini? Sepertinya kok gosong?" Bu Saritun bertanya pada Sumiyati yang saat itu tengah mencuci piring.Bu Saritun yang duduk di meja makan sambil menikmati teh hangat subuh itu menoleh ke arah Sumiyati, memastikan bahwa anak gadisnya mendengar apa yang ia bicarakan. Namun setelah sekian detik tak ada sahutan, Bu Saritun kembali memanggil Sumiyati dengan alis menaut satu sama lain. "Sum... Kamu masak apa?!"Setelah Bu Saritun bertanya dengan nada sedikit keras, Sum yang kala itu mencuci piring lantas tersadar jika ia tengah menghangatkan sayur lodeh kacang panjang sisa kemarin. Tanpa banyak bicara, ia pantas buru-buru ke belakang dan memastikan sayurnya aman.Bu Saritun menggeleng, tak biasanya anak perempuannya seperti itu. Kira-kira dia tengah memikirkan apa ya?! Wanita itu lagi-lagi menggeleng, menyeruput teh manisnya dengan sepenuh jiwa.Sesaat setelah ia menikmati teh, ia melihat Sum masuk ke dapur utama sambil mengangkat panci panas dan meletakkannya di tempat dimana b

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 43. Dukungan Bulik Ratna

    "Memangnya kamu serius Ham?" Bu Wiryo bertanya, ia menatap putra semata wayangnya dengan tatapan tajam. Pertanyaaan ini bukan hanya sekali dua kali ia layangkan pada Ilham, wanita paruh baya dengan sanggul seadanya itu memang sengaja terus bertanya karena ia takut hati putranya bisa berubah-ubah setiap waktu."Kalau Ilham bilang serius, Ibu akan marah?" Ilham balik bertanya, pria berusia dua puluh tujuh tahun itu tak kalah pandai. Ia tidak ingin menimbulkan hawa panas dalam jiwa ibunya meledak sehingga ia memancingnya demikian.Bu Wiryo mengalihkan tatap, pura-pura kembali sibuk dengan kue putu yang digelar di hadapannya. "Kue-nya sangat enak, di sini sudah jarang ada pedagang lewat yang jualan seperti ini."Ilham hanya diam, ia yakin ibunya berkata demikian hanya untuk mengalihkan topik pembicaraan serius yang terjadi di ruang tengah tersebut. Ilham tak kecewa, ia sudah tahu bagaimana watak ibunya tersebut. "Bu, Ilham sudah menyatakan cinta sama Mbak Sum."Mendengar pengakuan itu, Bu

  • DIBALIK MASAKAN ASIN BUATAN IBUKU   Bab 42. Kue Putu Untuk Bu Wiryo

    "Makasih ya Mas sudah mau antar pulang," ucap Sumiyati ketika ia baru saja turun dari boncengan motor matik milik Ilham di halaman rumah.Gadis berusia tiga puluh tahun itu melepas helm yang ia pakai lalu menyerahkannya ke Ilham yang masih berusaha mematikan mesin motor. "Tidak turun dan masuk dulu?"Ilham tersenyum manis, ia menganggukkan kepala. "Turun dong, saya kan pengen ketemu Nek Saritun."Pemuda itu menerima helm, meletakkan di atas kaca spion lalu turun dari motor. Halah, alasan saja jika ia ingin bertemu dengan Nek Saritun. Yang sebenarnya dalam otak pemuda itu adalah menikmati sore yang indah bersama Sumiyati sambil menyesap teh manis bersama-sama. Aduh, anak muda mah bisa saja cari alasan supaya bisa berlama-lama untuk bersama. Dih!Tak lama kemudian, Bu Saritun terlihat tergopoh-gopoh keluar dari dalam rumah. Senyum wanita tua itu mengembang melihat kedatangan putrinya bersama dengan Ilham.Melihat Bu Saritun datang, Ilham menatapnya dengan berbinar. Ia lantas datang meny

DMCA.com Protection Status