Beberapa menit kemudian tugas sekolah Fia sudah selesai dan jam menunjukkan pukul 08.47 pagi.“Akhirnya selesai” ucap Fia dengan senyum senang. Dengan gerakan tenang Fia menutup buku dan menatanya di atas meja. Fia meminum air putihnya hingga habis dan melupakan rotinya. Dia mulai berjalan keluar kamar dengan gelas kosong di tangannya.Dengan langkah tenang Fia berjalan menuruni anak tangga, sesampainya di bawah dia bisa melihat keluarganya yang sedang duduk santai di ruang keluarga.“Sudah selesai?” tanya Bundanya dengan datar.“Udah Bun” balas Fia dengan raut wajah bingung, dia bingung kenapa sang Bunda datar kepadanya.“Makan setelah itu siap-siap” ucap Bundanya tanpa bisa di bantah.“Iya Bunda” balas Fia dengan lesu.“Lain kali jangan lewatkan jam makan” kata Bunda Fia dengan nada suara serius dan menatap ke arah Fia dengan datar.“Iya
Malam harinya Fia sedang melamun di atas kasur, memikirkan kejadian tadi pagi di taman. Dalam benaknya, siapakah sosok tadi? Kenapa berencana mencelakai adiknya?Dengan langkah pelan Fia mulai bangkit dan berjalan ke arah balkon kamar.Dengan sorot mata yang menatap lurus ke depan, Fia berdiri dengan tenang.Fia terus menatap ke depan hingga ada sesuatu yang mengganggunya.Punggung atasnya terasa panas dan dingin secara bergantian. Dengan mata waspada Fia menatap ke sekelilingnya dan pandangannya terhenti di ujung jalan. Dengan fokus Fia menatap ke arah sana dan sedetik kemudian raut wajah terkejut hinggap di wajahnya.“Sosok itu?” gumam Fia sambil menatap ke arah sosok tadi dengan raut wajah terkejut. Di sana terlihat sosok wanita dengan aura tubuh sedikit berwarna merah, sama seperti sosok tadi pagi.Dengan fokus, Fia terus menatap ke arah sosok tadi, ingin melihat secara jelas wajahnya. Tapi saat sosok itu berjalan semakin mende
Malam semakin gelap dan kegiatan lalu lintas kegiatan manusia semakin sedikit. Semua manusia mulai terlelap dalam mimpinya setelah melaksanakan siang yang menyibukkan.Berbeda di sebuah kamar, terlihat mata dengan bulu mata yang mulai terbuka sedikit demi sedikit. Dengan perlahan Fia mulai bangkit dari tidurnya dan duduk di ranjang dengan wajah bantalnya. Dengan mata yang sayup-sayup terbuka dia menatap ke sekelilingnya dengan raut wajah kosong.Fia terus menatap ke sekelilingnya dan mulai bangkit dari tempat tidurnya untuk mengambil bukunya. Sudah menjadi kebiasaan bagi Fia di tengah malam tiba-tiba terbangun dari tidurnya tanpa ada sebab yang pasti.Dengan fokus Fia membaca buku yang ada di tangannya dengan raut wajah tenang. Fia terus membaca bukunya hingga telinganya tanpa sengaja menangkap suara benda jatuh di kamar mandi. Dengan raut wajah malas Fia menatap ke arah kamar mandi dan dapat dia lihat sekelebat bayangan hitam keluar dari sana. Fia yang melihat
Pagi harinya Fia sudah bersiap dengan seragam sekolahnya dengan langkah pelan Fia mulai berjalan keluar dari kamar. Di depannya sudah ada sang adik yang sudah rapi dengan seragamnya. Entah kenapa perasaannya bertambah kalut saat melihat sosok adiknya, dia takut akan terjadi sesuatu pada adik kecilnya.“Kenapa kak?” tanya Fiko dengan raut wajah heran.“Enggak” balas Fia dengan senyum sekilas dan tanpa sadar sudut matanya mengeluarkan air mata.“Lu nangis?” tanya Fiko sambil berjalan mendekat ke arah kakaknya dan menghapus sudut mata Fia dengan lembut.Fia yang merasakan usapan lembut di wajahnya pun tanpa di cegah air matanya kembali menetes, sambil menatap ke arah adiknya dengan sayup.“Lu kenapa sih kak? Kalau ada masalah cerita jangan di pendem sendiri” ucap Fiko dengan raut wajah kesal dan kembali mengusap mata kakaknya dengan telaten. Tanpa ada kode Fia memeluk tubuh Fiko dengan erat seperti takut
Fia berangkat ke sekolah bersama Ayahnya, sedangkan Fiko menaiki motornya. Fia terus menatap ke luar jendela hingga usapan lembut di rambut mengalihkan pandangannya.“Kamu kenapa hm?” tanya Ayahnya yang sesekali menatap ke arah anaknya dengan raut wajah lembut.“Enggak ayah, Fia cuma pusing mikirin tugas sekolah” jawab Fia bohong.Mendengar jawaban dari anaknya membuat Ayahnya menatap datar ke arah Fia.“Kamu kira Ayah mudah di bohongi Fia? Memangnya Ayah tak tahu? Kau menganggap tugas sebagai duniamu setelah keluarga?” cibir Ayahnya saat mengingat bagaimana anak perempuannya sangat menyukai mengerjakan tugas sekolah.Mendengar perkataan Ayahnya Fia sedikit mendelik tak suka di beberapa kalimat.“Sejak kapan tugas menjadi dunia Fia?” ucap Fia bertanya dengan raut wajah tak terima.“Sejak kamu masuk sekolah” balas Ayahnya dengan tenang.“Enak saja” balas Fia
Waktu terus berlalu tak terasa bel masuk telah berbunyi, membuyarkan konsentrasi Fia dalam membaca. Dengan gerakan santai Fia menyimpan bukunya.Tanpa dia sadari ternyata kelasnya sudah penuh bahkan sosok Sasa sudah duduk di bangkunya dengan tenang. Tak berselang lama guru mapel datang dan kegiatan belajar mengajar di mulai.Waktu terus berlalu tak terasa bel istirahat berbunyi dengan santai guru di kelas Fia mengakhiri pembelajaran.Fia mulai menata buku-bukunya dan di masukkan ke dalam rak meja. Sedangkan Sasa menunggu Fia dengan raut wajah malas.“Cepet dong Fi” ucap Sasa dengan tak sabaran.“Sebentar lagi” balas Fia dengan santai. Dengan malas Sasa menatap ke arah Fia, sedangkan yang di tatapan masih dengan santai memasukkan buku ke dalam rak.“Ayo” ucap Fia dengan tenang sambil bangkit dari duduknya.“Ck! Lama” ucap Sasa sedikit kesal.Setelah itu mereka mulai berjalan ke a
Bel pulang sekolah sudah berbunyi dan Fia masih berdiam diri di kelas karena menunggu adiknya yang sedang dalam perjalanan.Fia menyibukkan diri dengan buku di tangannya. Hingga dia merasakan kehadiran seseorang di sampingnya.‘Kak Fia’ panggil seseorang yang ternyata sosok Diana. Masih ingat tentang sosok anak kecil yang dulunya tubuhnya mengeluarkan banyak darah? Yah, sekarang dia ada di samping Fia menjadi sosok yang lebih baik. Tak ada tubuh yang mengeluarkan darah atau tangis memilukan.“Kenapa?” tanya Fia dengan lembut. Pasalnya sosok Diana jarang sekali menemuinya jika tak ada hal penting.‘Hati-hati’ balas Diana dengan raut wajah serius.“Maksudnya?” tanya Fia dengan raut wajah heran tapi saat Diana akan membuka kembali mulutnya, tiba-tiba muncul sosok Fiko di ambang pintu.‘Intinya hati-hati’ ucap Diana sebelum pergi dari sana.Fia menatap bingung ke arah tempat Dian
Sudah hampir dua hari semenjak kejadian di mana Diana menemuinya. Dan selama itu pula tak ada sesuatu yang terjadi dengan Fia atau orang di sekelilingnya.Fia mulai sedikit merasa lega saat tak menemukan mara bahaya datang menghampirinya atau orang yang dia sayang.Saat ini dia berada di pinggir lapangan, di tengah lapangan ada anak laki-laki yang sedang bertanding voli bersama beberapa guru. Sedangkan para Siswi duduk di pinggir untuk meneduh atau bergosip ria. Ada juga beberapa orang yang menyemangati salah satu tim.Dengan malas Fia menatap ke sekelilingnya, hingga pandangannya tertuju ke arah tempat Disa dan Yara berada. Di belakang mereka lebih tepatnya di belakang Disa ada sosok wanita yang cukup mengganggu penglihatannya. Bukan kehadirannya yang mengganggu tapi entah kenapa dia merasa tak suka dengan kehadiran sosok tadi. Sosok itu terus menatap ke arah lapangan entah apa yang dia lihat.‘Mungkin sosok itu yang di maksud oleh Yilo dan Arsin&r
Sudah satu minggu setelah kejadian itu, dan Fia sudah tak sesedih kemarin dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Yara.Dia juga sesekali mampir ke rumah Yara untuk menjenguk mama Yara atau di ajak adik Yara untuk mampir ke rumah. Dengan senang hati Fia menerima ajakan adik Yara.Satu yang membuatnya heran, kenapa orang tua Sasa tak pernah sekali pun mencari keberadaan sang anak yang hilang bagaikan tertelan bumi? Dan ternyata Fia mendapat satu fakta yang tak terduga, Sasa adalah anak dari papanya dengan selingkuhannya, sebab itu mereka tak peduli dengan sosok Sasa, bahkan saat ini orang tua Sasa sedang menyiapkan sidang penceraian mereka.Fia yang mendengar cerita itu hanya memasang raut wajah sedih dan prihatin.Tapi, walau orang tua tak mencarinya, masih ada Alvin yang menanyai keadaan Sasa dan menanyakan kondisi Sasa kepada Fia. Seperti menanyakan ‘Sasa di mana ya? Bagaimana kondisinya? Kenapa dia menghilang tanpa memberi kabar?’ dan di jawab Fia dan Yuan dengan mengangkat b
Yuan yang melihat tingkah lucu Fia hanya memasang raut wajah gemas dan senyum geli.“Ayo” ucap Yuan sambil menatap Fia dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya.“Iya” balas Fia dengan lesu dan dengan malas Fia membuka pintu mobil. Fia keluar dan di sambut oleh Yuan dengan senyum kecil.Yuan memegang tangan Fia dengan lembut dan membawanya ke arah pintu rumah. Mereka memasuki rumah Fia dengan kerutan di dahinya.Bagaimana tidak, di depan mereka sudah berkumpul keluarga Fia. Fia yang melihat keluarganya yang sedang canda tawa hanya memasang raut wajah datar dan sorot mata ke tidak sukaan.Yuan yang tahu akan pikiran Fia hanya bisa menguatkan pegangannya di tangan Fia dan memberi usapan kecil di punggung tangannya.“Fia, sini sayang” ucap salah satu bibinya dengan senyum mengembang indah.Fia yang mendengar panggilan dari sang bibi hanya diam membisu dan masih di tempatnya dengan raut wajah datar.“Fia?” kata sang bibinya lagi dengan kerutan di dahinya.“Ada apa ini?” tanya Fia den
Pemakaman Yara berjalan dengan sangat hikmat, banyak orang yang meneteskan air mata saat melihat peti Yara memasuki lian lahat.Fia mengikuti acara pemakaman dengan raut wajah datar dan sorot mata kesedihan. Dia berada di samping mama Yara. Mama Yara yang memintanya untuk di sampingnya dan Fia hanya menurut tak bisa membantah. Dengan langkah pelan keluarga Yara mulai menjauh dari mekan Yara. Mama Yara sudah mengajak Fia untuk pulang tapi Fia menolaknya, dia ingin menetap di sini untuk beberapa saat.Fia menatap ke arah gundukan tanah di depannya dengan sorot mata kepedihan. Dia masih merasa bersalah dengan Yara, tak jauh dari tempatnya berdiri ada sosok Disa yang menatap ke arah gundukan di depannya dengan air mata yang masih mengalir.Fia menatap ke arah Disa dengan senyum kecil dan berjalan ke arah Disa dengan perlahan.“Ayo” ajak Fia sambil memegang pundak Disa dengan senyum kecil di bibirnya.Disa menatap ke arah Fia sebentar dan kembali menatap ke gundukan tanah tadi setelahnya
Hari pemakaman Yara, Fia datang dengan Yuan di sampingnya. Dia sudah membulatkan tekatnya, entah di terima atau tidak kehadirannya di sana. Niatnya untuk mengantarkan Yara ke peristirahatan terakhirnya, sebagai bentuk terima kasih dan penyesalan.Fia berjalan memasuki ambang pintu rumah Yara, saat dia masuk matanya sudah melihat banyak orang di sana dan tak lupa peti jenazah Yara yang di kelilingi oleh keluarganya. Sanak saudara berhilir mudik dan bergantian melihat wajah Yara untuk terakhir kalinya. Sosok Yara terlihat sangan memukau di hari terakhirnya sebelum di kebumikan.Fia mulai berjalan memasuki rumah Yara dengan Yuan di belakangnya. Mereka berdua memakai baju berwarna hitam polos tanpa ada corak seperti yang lainnya.Saat Fia memasuki rumah Yara, ada beberapa pasang mata yang menatap ke arahnya tapi tak dia anggap.Dengan langkah pelan, Fia mendekat ke arah peti Yara, saat langkah kakinya semakin dekat dengan peti Yara berada tiba-tiba langkahnya terhenti saat sosok mama Yara
“Semua ini di sebabkan oleh saya” ucap Fia setelah menguatkan dirinya untuk jujur.Saat mendengar perkataan Fia barusan, membuat pandangan mama Yara langsung tertuju ke arah Fia.“Apa maksudmu?” tanya Mama Yara dengan sorot mata tak bersahabat.“Yara meninggal karena saya, dia mengorbankan nyawanya untuk saya,” ucap Fia terhenti sejenak untuk mengambil nafasnya karena dadanya terasa sesak.“Dia melindungi saya dari tusukan yang seharusnya saya terima, seharusnya saya yang berada di posisi Yara” ucap Fia dengan tertunduk dalam.Mama Yara yang mendengar perkataan Fia hatinya merasa marah, bahkan tangannya terkepal sangat erat. Dengan langkah cepat dia berjalan ke arah Fia dan menamparkan begitu keras untuk melampiaskan kemarahannya.Plak!Sang suami yang melihat tingkah sang istri merasa sedikit terkejut dan mencerna semua kejadian tadi, ucapan Fia tadi kembali mengulang di otaknya.“Pembawa sial!” ucap Mama Yara di depan wajah Fia.“Mah!” ucap sang suami saat sadar akan keterkejutannya
Lama Fia dan Yuan berpelukan hingga Fia melepaskan pelukan itu, dengan raut wajah sembab Fia menatap Yuan.“Makasih” gumam Fia dengan senyum tulus.“Hm” balas Yuan sambil mengelus rambut Fia dengan senyum simpul.“Ayo” ajak Yuan sambil menggenggam tangan Fia dan menuntunnya masuk ke dalam ruangan tadi.Di dalam ruangan ada sosok Disa yang menangis sesegukan sambil menatap sosok Yara yang terbaring kaku di depannya.Fia berjalan mendekat ke arah Yara dan menggenggam tangannya pelan.“Maaf” ucap Yara dengan lirih dan sorot mata sedih.‘Maaf, semua ini gara-gara gue Yar. Andai dulu lu gak deket sama gue, andai lu gak ngelindungi gue pasti lu masih ada di sini’ batin Fia dengan senyum getir.“Gue bener-bener minta maaf” ucap Fia penuh sesal.Suara hening mulai mengisi ruangan tadi, Disa yang menangis dalam diam sedangkan Yuan dan Fia menatap ke sosok Yara dengan raut wajah sedih.Tak lama, suara langkah kaki terdengar di dalam ruangan tadi. Dengan refleks mereka melihat ke sumber suara, d
Mereka masih di posisinya, dengan pemikiran masing-masing. Sedangkan Ridwan sedikit menjauh untuk memberi kabar orang tua Yara akan kondisi anaknya. Setelah memberi kabar orang tua Yara , Ridwan mulai memberi kabar keluarganya tentang keberhasilan Fia. Kabar yang di beri tahukan Ridwan membawa kebahagiaan di keluarganya.Beberapa menit kemudian pintu UGD mulai terbuka, terlihat sosok berjas putih keluar dari ruangan dengan raut wajah penuh penyesalan.“Bagaimana keadaan teman saya dok?” tanya Disa sambil berjalan mendekat ke arah sang dokter. Dalam diam Fia berjalan mengikuti langkah Disa.“Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan mempunyai jalan yang lebih baik. Maaf, Tuhan berkehendak lain, teman adik dinyatakan meninggal karena telat akan penanganan yang seharusnya dia terima. Teman adik terlalu banyak kehilangan darah” ucap sang dokter dengan raut wajah lesu, karena pasiennya gagal untuk dia selamatkan.“Gak, dokter pasti salah” ucap Disa dengan raut wajah tak percaya dan memu
Fia mulai membuka matanya dan menatap ke arah Disa dengan raut wajah serius.“Dis” panggil Fia tanpa emosi.“Iya?” balas Disa dengan raut wajah heran.“Pegang batu ini dan baca mantra yang tertulis di sini” ucap Fia sambil menatap ke arah Disa dengan raut wajah masih sama.“Kenapa?” tanya Disa dengan raut wajah heran.“Ini kunci keluar dari sini” balas Fia apa adanya.“Oke” balas Disa dan mulai berjalan mendekat ke arah Fia. Tanpa membutuhkan waktu lama Disa mulai membaca mantra yang ada di batu tadi. Mantra tadi tertulis dengan aksara Jawa, dan entah kenapa Disa dengan lancar mengucapkannya, setiap kata terdengar sangat jelas.Tak lama cahaya di batu tadi semakin terang, cahaya yang tadinya putih berubah menjadi abu-abu. Tak lupa ada juga beberapa kunang-kunang yang hadir mengelilingi mereka.Fia yang melihat pemandangan di depannya sedikit menatap dengan sorot mata memuja. Tak lama, cahaya tadi mulai redup dan mereka sudah berada di luar gerbang sekolah.“Kondisinya semakin memburuk
Fia yang mendengar jeritan Sasa hanya menatapnya dengan raut wajah tanpa emosi.“Fia tolongin gue” ucap Sasa dengan raut wajah memohon ke arah Fia.“Gue gak bisa” balas Fia dengan acuh tak acuh.“Gue minta maaf, gue ngaku gue salah. Gue mohon bantu gue, lepasin gue dari rantai ini” ucap Sasa dengan air mata yang menetes melewati pipinya.“Gue gak bisa, itu bukan kemampuan gue” balas Fia apa adanya.Tak lama dari itu Fia mulai mendengar jeritan tak jauh darinya.“Yara!” ucap Disa saat baru saja bangun dari pingsannya, dan saat dia membuka mata pandangan pertamanya adalah sosok Yara dengan darah di tubuhnya. Dengan raut wajah panik Disa menatap ke arah Yara.“Yar, aku minta maaf jangan kayak gini” ucap Disa sambil menepuk pipi Yara beberapa kali.“Dia akan mati kalau gak ambil tindakan dengan cepat” ucap Fia dengan raut wajah tanpa emosi.“Yuan, boleh minta tolong? Tolong gendong Yara, karena gak mungkin kalau gue atau Disa yang gendong” ucap Fia sambil menatap ke arah Yuan dan di anggu