Setelah perdebatan kecil di antara mereka, akhirnya mereka memutuskan untuk kembali berjalan menurun hingga sampailah mereka di danau kecil. Pandangan Fia terfokus ke arah dua pohon besar yang berdampingan. Kedua pohon itu seperti sebuah gerbang masuk menuju danau, akar-akar yang menjuntai ke tanah menambah kesan tersendiri dari kedua pohon itu.
“Gue kira kalau pagi hari jadi tempat romantis ternyata masih serem” ucap Arif sambil menatap ke arah depan dengan raut wajah lesu.
“Gue ikut prihatin” kata Fia sambil menatap wajah lesu Arif dengan senyum geli dan menepuk bahu Arif tiga kali.
“Ck, makasih” ucap Arif dengan raut wajah kesal dan menatap Fia sinis.
“Lu gak cocok sama ekspresi kayak gitu” ucap Fia dengan tenang dan mulai berjalan menuju kedua pohon beringin tadi. Saat Fia berjalan di tengah-tengah pohon itu entah kenapa dia merasakan angin menerpa wajahnya hingga membuat Fia menutup mata. Angin y
“Butuh senderan?” kata Fia sambil menatap Arif dengan senyum manisnya.Mendengar perkataan Fia barusan membuat Arif menatap ke arah mata Fia lamat-lama untuk mencari rasa kasihan di matanya tapi bukannya rasa kasihan, yang dia dapat malah perasaan tulus. Dengan gerakan pelan Arif mulai menaruh kepalanya di bahu kecil Fia.“Makasih” ucap Aruf sambil menutup matanya saat merasakan nyaman di bahu kecil Fia.“Hm” balas Fia sambil menatap ke arah depan menerawang.“Baru kali ini gue cerita sama orang lain tentang masalah hidup gue” ucap Arif tanpa membuka matanya.“Kenapa?” tanya Fia dengan raut wajah datar dan mata yang masih setia menatap ke arah depan.“Gue takut, akan respons mereka. Banyak orang yang pasti menatap gue kasihan setelah denger cerita gue,” ucap Arif dengan mata yang mulai terbuka dan menatap ke arah depan.“Tapi gue gak lihat rasa kasihan di ma
Siang harinya mereka sudah bersiap-siap untuk pulang, semua Siswa/i sudah menaiki kendaraan yang akan membawanya ke sekolah.Di sepanjang perjalanan banyak canda tawa yang menghiasi, tapi ada beberapa yang hanya diam sambil menikmati dunianya sendiri, Fia dan Disa contohnya. Fia yang sudah tertidur sedangkan Disa sedang melamun entah memikirkan apa.‘Apa yang gue pikir ‘in’ batin Disa sambil menggelengkan kepalanya cepat untuk menyingkirkan pikirannya tadi. Setelah itu dia mulai menatap ke arah jendela dengan raut wajah datar dan kosong.Di lain sisi.Fia masih tidur dengan nyaman hingga beberapa detik kemudian ada guratan tak nyaman di wajah Fia. Saat ini Fia duduk sendiri di kursi belakang guru, entah ke mana pasangan duduknya.Di alam bawah sadar Fia.“Gue di mana?” gumang Fia saat melihat sekelilingnya.Banyak pohon-pohon yang menjulang tinggi serta ada jalan setapak yang menyuruhnya untuk berjalan me
Malam harinya di rumah Yara.Di atas kasur terlihat seorang gadis yang sedang tertidur tengkurap dengan mata yang terus menatap ke arah layar laptop. Entah apa yang membuat fokus Yara hingga tak peduli dengan sekitarnya.Yara masih fokus ke laptopnya hingga suara benda jatuh membuyarkan fokusnya.BhukDengan refleks Yara melihat ke arah sumber suara, terlihat kardus sepatu jatuh dari atas lemari. Tanpa ada kecurigaan Yara mulai berjalan ke arah kardus tadi dan berniat untuk mengambilnya.Baru saja dia berjalan beberapa langkah tiba-tiba kakinya terasa di tarik dan membuatnya terjatuh di atas karpet dengan tak elitnya.“Akh!” kaget Yara saat dia terjatuh.Dengan spontan Yara melihat ke arah kolom bawah tidurnya, ada perasaan cemas dan takut tapi semua itu masih kalah dengan perasaan penasarannya.Dengan lebih teliti Yara melihat ke arah bawah tidurnya dan tiba-tiba ada sepasang mata yang melihat ke arahnya dan dengan
Jam menunjukkan pukul 23.27 malam, saat ini Fia sedang sibuk membaca sebuah novel di atas kasur. Saat sedang asyik membaca novel tiba-tiba Fia merasakan kehadiran sosok di dekatnya. Aura ini cukup mengganggu dirinya. Dengan langkah pelan Fia mulai mendekatkan dirinya ke arah sumber aura tadi.Sampailah dia di balkon kamar dan matanya masih sibuk menelisik ke sekelilingnya, hingga pergerakannya terhenti di satu titik.Fia menatap ke arah titi tadi dengan raut wajah datar dan tangan mencengkeram pinggiran balkon dengan erat.“Sial” gumang Fia saat sosok tadi menatap ke arahnya. Dengan buru-buru Fia bersembunyi agar tak terlihat oleh sosok tadi. Fia masih bersembunyi di tempatnya dan sesekali melihat ke arah sosok tadi untuk melihat situasi.Beberapa menit kemudian aura dari sosok tadi mulai menjauh dan hilang tertiup dengan angin.“Bagaimana mungkin?” gumang Fia sambil menatap ke arah tempat sosok tadi berarda.Sosok ta
Saat ini Fia dan Fiko sedang berjalan-jalan di taman kota, mereka hanya singgah untuk membeli sesuatu. Dan itu pun usulan dari Fiko, Fia yang malas berdebat hanya mengikuti langkah adiknya, mereka sedang membeli sesuatu yang khas dari taman kota ini, apa lagi kalau bukan bolang-baling? Fiko memang penggemar berat makanan itu, setiap di tanya dia selalu menjawab makanannya enak sesuai dengan lidahnya.Menunggu sang adik selesai memakan bolang-balingnya, Fia menyibukkan diri dengan membaca novel.“Minta gak kak?” tanya Fiko sambil menyodorkan bungkusan bolang-baling ke arahnya.“Enggak, makan aja” ucap Fia sambil menatap ke arah Fiko dengan senyum manisnya. Setelah itu Fia mengelus rambut Fiko sekilas dan kembali sibuk ke novelnya.Fiko yang mendengar respons sang kakak hanya diam dan tersenyum sekilas kemudian kembali sibuk dengan makanannya.“Udah kak, mau ke mana lagi?” tanya Fiko sambil membuang sampahnya ke te
Sore harinya, saat ini Fia sedang duduk-duduk santai di taman belakang yang ada di rumah kedua orang tuanya.Dia sedang sibuk bermain dengan kelinci peliharaannya, tanganya sibuk memberi makan. Sesekali Fia tersenyum lucu saat melihat tingkah beberapa kelinci kecil yang mulai aktif.Di kesibukannya tanpa dia sadar ada seseorang berjalan ke arahnya dengan tangan mengendong kucing abu-abu tua.“Kak” panggil Fiko sambil mengelus bulu kucing yang ada di gendongannya.“Apa?” tanya Fia tanpa menatap ke arah Fiko.“Kandang si Abu udah kotor” ucap Fiko sambil duduk di samping Fia.“Terus?” tanya Fia dengan malas dan datar. Dia sudah tahu ke mana pembicaraan ini berlanjut.“Boleh minta tolong buat bersih ‘in? Gue jijik lihat tai si Abu” ucap Fiko tanpa beban dengan tangan yang masih sibuk membelai bulu si Abu.“Itu kandang milik siapa?” tanya Fia sambil menata
Pagi harinya Fia sudah besiap dengan seragam sekolahnya, begitu pula dengan Fiko.“Kak” panggil Fiko sambil masuk ke dalam kamar Fia.“Apa?” balas Fia dengan malas sambil mengecek kembali tas sekolahnya.“Di depan ada temen kakak” ucap Fiko sambil memperhatikan gerak-gerik Fia di ambang pintu.“Siapa?” tanya Fia tanpa menatap ke arah Fiko.“Entah, gue juga gak tau” balas Fiko sambil mengangkat bahu tak tahu.“Di mana?” tanya Fia setelah selesai merapikan isi tasnya. Fia menatap ke arah Fiko dengan raut wajah sedikit heran dan mulai berjalan mendekat ke arah adiknya dengan tas di punggungnya.“Di bawah sama Ayah” balas Fiko dengan raut wajah datar.‘Dia kenapa?’ batin Fia dengan heran saat merasakan perubahan di raut wajah Fiko, seperti raut wajah tidak suka yqng saat ini Fiko tampilkan.Dengan langkah pelan Fia berjalan ke men
Saat ini Fia sedang fokus menyimak materi yang di berikan oleh guru, saat sedang fokus dengan penjelasan yang di berikan oleh guru tiba-tiba Fia mendapatkan panggilan alam. Dengan gerakan sedikit terburu Fia meminta izin kepada guru mapel.“Bu, izin ke toilet” ucap Fia dengan nada suara tanpa emosi.“Iya, saya beri waktu 10 menit untuk ke toilet” balas sang guru sambil menganggukkan kepala sekilas.“Hm” balas Fia dan mulai berjalan keluar dari kelas.Fia berjalan di sepanjang koridor dengan langkah sedikit tergesa. Dia terus berjalan hingga sampailah ia di salah satu kamar mandi yang dekat dengan kelas sepuluh.Beberapa menit kemudian Fia keluar dari salah satu bilik dengan langkah santai. Fia berhenti di depan bilik dan merapikan penampilannya yang sedikit berantakan. Saat Fia ingin berjalan menuju ke arah kelasnya tiba-tiba langkahnya terhenti.Fia menatap ke sekelilingnya dengan perasaan waspada. Dia me
Sudah satu minggu setelah kejadian itu, dan Fia sudah tak sesedih kemarin dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Yara.Dia juga sesekali mampir ke rumah Yara untuk menjenguk mama Yara atau di ajak adik Yara untuk mampir ke rumah. Dengan senang hati Fia menerima ajakan adik Yara.Satu yang membuatnya heran, kenapa orang tua Sasa tak pernah sekali pun mencari keberadaan sang anak yang hilang bagaikan tertelan bumi? Dan ternyata Fia mendapat satu fakta yang tak terduga, Sasa adalah anak dari papanya dengan selingkuhannya, sebab itu mereka tak peduli dengan sosok Sasa, bahkan saat ini orang tua Sasa sedang menyiapkan sidang penceraian mereka.Fia yang mendengar cerita itu hanya memasang raut wajah sedih dan prihatin.Tapi, walau orang tua tak mencarinya, masih ada Alvin yang menanyai keadaan Sasa dan menanyakan kondisi Sasa kepada Fia. Seperti menanyakan ‘Sasa di mana ya? Bagaimana kondisinya? Kenapa dia menghilang tanpa memberi kabar?’ dan di jawab Fia dan Yuan dengan mengangkat b
Yuan yang melihat tingkah lucu Fia hanya memasang raut wajah gemas dan senyum geli.“Ayo” ucap Yuan sambil menatap Fia dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya.“Iya” balas Fia dengan lesu dan dengan malas Fia membuka pintu mobil. Fia keluar dan di sambut oleh Yuan dengan senyum kecil.Yuan memegang tangan Fia dengan lembut dan membawanya ke arah pintu rumah. Mereka memasuki rumah Fia dengan kerutan di dahinya.Bagaimana tidak, di depan mereka sudah berkumpul keluarga Fia. Fia yang melihat keluarganya yang sedang canda tawa hanya memasang raut wajah datar dan sorot mata ke tidak sukaan.Yuan yang tahu akan pikiran Fia hanya bisa menguatkan pegangannya di tangan Fia dan memberi usapan kecil di punggung tangannya.“Fia, sini sayang” ucap salah satu bibinya dengan senyum mengembang indah.Fia yang mendengar panggilan dari sang bibi hanya diam membisu dan masih di tempatnya dengan raut wajah datar.“Fia?” kata sang bibinya lagi dengan kerutan di dahinya.“Ada apa ini?” tanya Fia den
Pemakaman Yara berjalan dengan sangat hikmat, banyak orang yang meneteskan air mata saat melihat peti Yara memasuki lian lahat.Fia mengikuti acara pemakaman dengan raut wajah datar dan sorot mata kesedihan. Dia berada di samping mama Yara. Mama Yara yang memintanya untuk di sampingnya dan Fia hanya menurut tak bisa membantah. Dengan langkah pelan keluarga Yara mulai menjauh dari mekan Yara. Mama Yara sudah mengajak Fia untuk pulang tapi Fia menolaknya, dia ingin menetap di sini untuk beberapa saat.Fia menatap ke arah gundukan tanah di depannya dengan sorot mata kepedihan. Dia masih merasa bersalah dengan Yara, tak jauh dari tempatnya berdiri ada sosok Disa yang menatap ke arah gundukan di depannya dengan air mata yang masih mengalir.Fia menatap ke arah Disa dengan senyum kecil dan berjalan ke arah Disa dengan perlahan.“Ayo” ajak Fia sambil memegang pundak Disa dengan senyum kecil di bibirnya.Disa menatap ke arah Fia sebentar dan kembali menatap ke gundukan tanah tadi setelahnya
Hari pemakaman Yara, Fia datang dengan Yuan di sampingnya. Dia sudah membulatkan tekatnya, entah di terima atau tidak kehadirannya di sana. Niatnya untuk mengantarkan Yara ke peristirahatan terakhirnya, sebagai bentuk terima kasih dan penyesalan.Fia berjalan memasuki ambang pintu rumah Yara, saat dia masuk matanya sudah melihat banyak orang di sana dan tak lupa peti jenazah Yara yang di kelilingi oleh keluarganya. Sanak saudara berhilir mudik dan bergantian melihat wajah Yara untuk terakhir kalinya. Sosok Yara terlihat sangan memukau di hari terakhirnya sebelum di kebumikan.Fia mulai berjalan memasuki rumah Yara dengan Yuan di belakangnya. Mereka berdua memakai baju berwarna hitam polos tanpa ada corak seperti yang lainnya.Saat Fia memasuki rumah Yara, ada beberapa pasang mata yang menatap ke arahnya tapi tak dia anggap.Dengan langkah pelan, Fia mendekat ke arah peti Yara, saat langkah kakinya semakin dekat dengan peti Yara berada tiba-tiba langkahnya terhenti saat sosok mama Yara
“Semua ini di sebabkan oleh saya” ucap Fia setelah menguatkan dirinya untuk jujur.Saat mendengar perkataan Fia barusan, membuat pandangan mama Yara langsung tertuju ke arah Fia.“Apa maksudmu?” tanya Mama Yara dengan sorot mata tak bersahabat.“Yara meninggal karena saya, dia mengorbankan nyawanya untuk saya,” ucap Fia terhenti sejenak untuk mengambil nafasnya karena dadanya terasa sesak.“Dia melindungi saya dari tusukan yang seharusnya saya terima, seharusnya saya yang berada di posisi Yara” ucap Fia dengan tertunduk dalam.Mama Yara yang mendengar perkataan Fia hatinya merasa marah, bahkan tangannya terkepal sangat erat. Dengan langkah cepat dia berjalan ke arah Fia dan menamparkan begitu keras untuk melampiaskan kemarahannya.Plak!Sang suami yang melihat tingkah sang istri merasa sedikit terkejut dan mencerna semua kejadian tadi, ucapan Fia tadi kembali mengulang di otaknya.“Pembawa sial!” ucap Mama Yara di depan wajah Fia.“Mah!” ucap sang suami saat sadar akan keterkejutannya
Lama Fia dan Yuan berpelukan hingga Fia melepaskan pelukan itu, dengan raut wajah sembab Fia menatap Yuan.“Makasih” gumam Fia dengan senyum tulus.“Hm” balas Yuan sambil mengelus rambut Fia dengan senyum simpul.“Ayo” ajak Yuan sambil menggenggam tangan Fia dan menuntunnya masuk ke dalam ruangan tadi.Di dalam ruangan ada sosok Disa yang menangis sesegukan sambil menatap sosok Yara yang terbaring kaku di depannya.Fia berjalan mendekat ke arah Yara dan menggenggam tangannya pelan.“Maaf” ucap Yara dengan lirih dan sorot mata sedih.‘Maaf, semua ini gara-gara gue Yar. Andai dulu lu gak deket sama gue, andai lu gak ngelindungi gue pasti lu masih ada di sini’ batin Fia dengan senyum getir.“Gue bener-bener minta maaf” ucap Fia penuh sesal.Suara hening mulai mengisi ruangan tadi, Disa yang menangis dalam diam sedangkan Yuan dan Fia menatap ke sosok Yara dengan raut wajah sedih.Tak lama, suara langkah kaki terdengar di dalam ruangan tadi. Dengan refleks mereka melihat ke sumber suara, d
Mereka masih di posisinya, dengan pemikiran masing-masing. Sedangkan Ridwan sedikit menjauh untuk memberi kabar orang tua Yara akan kondisi anaknya. Setelah memberi kabar orang tua Yara , Ridwan mulai memberi kabar keluarganya tentang keberhasilan Fia. Kabar yang di beri tahukan Ridwan membawa kebahagiaan di keluarganya.Beberapa menit kemudian pintu UGD mulai terbuka, terlihat sosok berjas putih keluar dari ruangan dengan raut wajah penuh penyesalan.“Bagaimana keadaan teman saya dok?” tanya Disa sambil berjalan mendekat ke arah sang dokter. Dalam diam Fia berjalan mengikuti langkah Disa.“Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan mempunyai jalan yang lebih baik. Maaf, Tuhan berkehendak lain, teman adik dinyatakan meninggal karena telat akan penanganan yang seharusnya dia terima. Teman adik terlalu banyak kehilangan darah” ucap sang dokter dengan raut wajah lesu, karena pasiennya gagal untuk dia selamatkan.“Gak, dokter pasti salah” ucap Disa dengan raut wajah tak percaya dan memu
Fia mulai membuka matanya dan menatap ke arah Disa dengan raut wajah serius.“Dis” panggil Fia tanpa emosi.“Iya?” balas Disa dengan raut wajah heran.“Pegang batu ini dan baca mantra yang tertulis di sini” ucap Fia sambil menatap ke arah Disa dengan raut wajah masih sama.“Kenapa?” tanya Disa dengan raut wajah heran.“Ini kunci keluar dari sini” balas Fia apa adanya.“Oke” balas Disa dan mulai berjalan mendekat ke arah Fia. Tanpa membutuhkan waktu lama Disa mulai membaca mantra yang ada di batu tadi. Mantra tadi tertulis dengan aksara Jawa, dan entah kenapa Disa dengan lancar mengucapkannya, setiap kata terdengar sangat jelas.Tak lama cahaya di batu tadi semakin terang, cahaya yang tadinya putih berubah menjadi abu-abu. Tak lupa ada juga beberapa kunang-kunang yang hadir mengelilingi mereka.Fia yang melihat pemandangan di depannya sedikit menatap dengan sorot mata memuja. Tak lama, cahaya tadi mulai redup dan mereka sudah berada di luar gerbang sekolah.“Kondisinya semakin memburuk
Fia yang mendengar jeritan Sasa hanya menatapnya dengan raut wajah tanpa emosi.“Fia tolongin gue” ucap Sasa dengan raut wajah memohon ke arah Fia.“Gue gak bisa” balas Fia dengan acuh tak acuh.“Gue minta maaf, gue ngaku gue salah. Gue mohon bantu gue, lepasin gue dari rantai ini” ucap Sasa dengan air mata yang menetes melewati pipinya.“Gue gak bisa, itu bukan kemampuan gue” balas Fia apa adanya.Tak lama dari itu Fia mulai mendengar jeritan tak jauh darinya.“Yara!” ucap Disa saat baru saja bangun dari pingsannya, dan saat dia membuka mata pandangan pertamanya adalah sosok Yara dengan darah di tubuhnya. Dengan raut wajah panik Disa menatap ke arah Yara.“Yar, aku minta maaf jangan kayak gini” ucap Disa sambil menepuk pipi Yara beberapa kali.“Dia akan mati kalau gak ambil tindakan dengan cepat” ucap Fia dengan raut wajah tanpa emosi.“Yuan, boleh minta tolong? Tolong gendong Yara, karena gak mungkin kalau gue atau Disa yang gendong” ucap Fia sambil menatap ke arah Yuan dan di anggu