“Hehe” Fia tertawa dengan miris dan canggung sambil menatap sosok Fiko dengan pikiran bercabang.Fia menunduk sambil memikirkan ucapan Fiko barusan, dalam benaknya dia membenarkannya.“Bener kata lu dek” ucap Fia sambil menatap Fiko dengan nada suara sedikit bergetar.“Gue penyebab semua ini, lu kecelakaan sama Bunda yang jatuh sakit” ucap Fia dengan senyum pahit.“Gue yang sebenarnya beban di keluarga ini” lanjut Fia dengan senyum miris.Fiko yang tadinya marah mulai sadar saat mendengar ucapan Fia barusan.“Kak-“ ucap Fiko terpotong oleh perkataan Fia.“Gue pamit, lu jaga diri baik-baik” ucap Fia dengan senyum miris dan sorot mata kosong.Fiko ingin membuka suara tapi sebelum dia membuka suara dia bisa merasakan sosok kakaknya mulai menjauh meninggalkannya. Apalagi suara langkah kaki yang mulai menjauh dan suara pintu yang di tutup.“Kak!” panggil Fiko sambil meraba ke sekelilingnya, berharap sang kakak masih di sampingnya dan memaafkan ucapannya tadi.“Kak! Kakak di mana?!” ucap Fi
“Kenapa?” tanya orang tadi sambil duduk di samping Fia dengan raut wajah tenang.“Aku mau ke sana” ucap Fia sambil menundukkan kepala lesu.“Fiko?” tanya orang tadi dengan raut wajah heran. Pasalnya Fia menunda pencariannya karena Fiko sebagai alasan.“Aku titip ke Om ya?” ucap Fia dengan raut wajah sedikit memohon.“Terus ke sana sama siapa?” tanya Ridwan dengan datar.“Sama Yuan” balas Fia dengan tenang.“Om gak izini” ujar Ridwan dengan raut wajah tak suka.“Why? Kalau bukan Yuan siapa lagi Om?” ucap Fia dengan raut wajah bingung.“Sama Om aja, Si Fiko biar Yuan yang jaga” balas Ridwan dengan raut wajah terlewat santai.“Om jangan ngaco, kalau Om yang ikut emang pekerjaan Om udah selesai semua di sini? Belum ‘kan?” ucap Fia dengan raut wajah menahan kesal.“Selain Yuan?” ucap Ridwan setelah memikirkan ucapan Fia barusan.“Gak ada Om” balas Fia dengan raut wajah frustrasi. Ridwan diam sejenak untuk memikirkan sesuatu.“Kenapa tiba-tiba mau cari?” tanya Ridwan dengan raut wajah heran
Yuan masih terjaga sambil bermain ponselnya. Dia masih di tempatnya lebih tepatnya di ruang inap Fiko, tentu saja setelah meminta izin kepada orang tuanya. Pergerakan tangan Yuan di atas layar ponselnya terhenti saat melihat pesan masuk dengan nama yang sangat dia kenal. Di dalam pesan itu tertulis, 'Yuan lu di mana? Besok bisa bantuin gue buat nyari barang yang di maksud oleh paman? Kalau bisa nanti gue tunggu di tempat biasa.' _Fia Dengan gerakan cepat Yuan mulai membalas pesan itu. 'Lu di mana? Adik lu nyariin dari tadi.' _Yuan 'Lu di rumah sakit?' _Fia 'Hm' _Yuan 'Untuk malam ini bisa gue minta tolong? Tolong jagain Fiko di sana' _Fia 'Lu di mana?' _Yuan 'Rumah pondok' _Fia 'Hm, hati-hati. Besok gue jemput' _Yuan Setelah pesan terkirim, Fia hanya membaca tak ada niatan untuk membalas dan dengan raut wajah lelah Yuan meletakkan ponselnya di atas meja dengan gerakan tenang. Yuan mulai mencari posisi nyaman dan tak lama dia mulai menyelami alam bawah sadarnya. Di lain sisi.
Membutuhkan waktu kurang lebih 6 jam untuk mereka sampai ke Mojokerto. Waktu mereka di dalam kereta habiskan dengan makan, tidur dan sibuk dengan urusan masing-masing. Sesekali mereka juga akan bercakap-cakap tapi tak bertahan lama. Fia keluar dari setasiun kereta dengan langkah pelan. Di sampingnya ada sosok Yuan dengan ransel di pundaknya. Mereka ke sini hanya membawa satu ransel. Di dalam ransel sudah terisi keperluan mereka selama di sini. “Langsung ke sana?” tanya Yuan dengan raut wajah tanpa emosi. “Kata paman kita haru ke sini dulu” ucap Fia sambil menyerahkan selembar kertas dan di sana tertulis sebuah alamat. “Alamat siapa?” tanya Yuan dengan raut wajah heran. “Entah, kata beliau dia orang yang bisa bantu kita di sini” balas Fia sambil mengangkat bahu tak tahu. “Ya udah, ayo keburu sore” ucap Yuan sambil menggenggam tangan Fia lembut dan membawanya berjalan mencari kendaraan untuk mengantar mereka ke alamat tadi. Setelah mendapatkan taksi mereka langsung di antar ke ala
“Cepat buka! Waktu saya terbuang sia-sia karena mu!” ucap sang sopir sambil menggedor jendela mobil dengan cukup keras.“Yuan” ucap Fia sambil memeluk sosok Yuan erat. Entah apa yang terjadi dengan Yuan, yang pasti tak ada yang beres di sini.Tak berselang lama tiba-tiba angin yang tadinya tenang menjadi riuh dan membuat dahan pohon saling bergesekan. Tak lama sang sopir membungkukkan badan seperti memberi hormat kepada seseorang. Fia masih diam di tempat sambil mengamati kejadian yang terjadi di depannya.Dari arah depannya ada sosok kakek tua yang berpakaian serba putih berjalan ke arah mereka.“Salam sesepuh” sapa sang sopir dengan rasa hormat dan nada suara sangat ramah.Sang kakek hanya membalas dengan mengangguk sekilas dan menatap ke arah Fia berada.“Dia orangnya?” tanya sang kakek tadi dengan mata masih mengarah ke arah Fia.“Iya sesepuh” balas sang sopir setelah berdiri dengan tegak dan berada di belakang sang kakek tua tadi. Tapi tak mengurasi rasa hormatnya. Bagaikan anji
Abiseka masih fokus akan perkelahiannya, sudah cukup lama dia berkelahi hingga mendapatkan beberapa luka di tubuh Fia. Bukan hanya luka fisik, dia juga mendapatkan luka dalam, jiwanya terasa sakit dari waktu ke waktu.Fia yang sendari tadi mencoba menghubungi Candramaya pun tak bisa. Ikatan batinnya dengan Candramaya benar-benar terblokir. Jujur saja, saat ini jiwa Fia sedang menahan rasa sakit yang hadir saat tubuhnya terkena pukulan oleh sang kakek.‘Di mana kau Candaramaya?’ batin Fia dengan Frustrasi.Bhuk!Suara pukulan yang sangat keras membuat mata Fia terbuka sambil memegang perutnya dan dari mulutnya keluar darah yang cukup kental, dengan raut wajah penasaran Fia melihat kondisi Abiseka saat ini. Di sana, terlihat tubuhnya yang di kendalikan oleh Abiseka berjalan mundur beberapa langkah karena pukulan dari lawan.Abiseka memegang perutnya yang terasa nyeri dan berdenyut, tak lupa dia juga terbatuk. Dia terbatuk sambil mengeluarkan cairan merah kental.“Haha! Menyerahlah bocah
Yuan masih berjalan menyusuri hutan, hutan ini terasa sangat luas. Sendari tadi dia berjalan tapi belum juga menemukan jalan keluar. Dan sialnya lagi, ia pikir kalau jalan yang ia ambil salah. Apalagi hari yang semakin gelap dan hutan terasa sama karena pohon-pohon yang menjulang tinggi.“Istirahat dulu, gue tau lu capek” ucap Fia sambil membuka matanya menatap wajah Yuan dari samping.“Hm” balas Yuan dan berjalan ke arah bawah pohon besar di depannya. Dengan hati-hati, Yuan menurunkan tubuh Fia dan menyenderkannya ke batang pohon.“Sorry” ucap Fia dengan penuh sesal.“Hm” balas Yuan dengan senyum manisnya dan mengelus rambut Fia pelan. Yuan meletakkan ranselnya di samping Fia.“Gue cari kayu bakar dulu, lu tunggu sini” ucap Yuan sambil menatap Fia dengan sorot mata lembut.“Cari ke mana?” tanya Fia dengan raut wajah sedikit gelisah.“Sekitar sini” balas Yuan sambil berjongkok di hadapan Fia dan mengelus rambut Fia dengan lembut.“Hati-hati” ucap Fia dengan senyum manisnya.“Pasti” ba
Fia masih di dalam posisi nyamannya dan Yuan masih terjaga, bahkan dirinya sudah memasang sikap siaga. Jika kalau ada seseorang yang berniat buruk kepada dirinya atau Fia.Malam semakin larut dan udara semakin dingin membuat Fia sedikit kedinginan dalam tidurnya. Dengan penuh perhatian Yuan memberikan kemejanya dan meninggalkan kaus berwarna hitam di tubuhnya.Yuan tersenyum sangat manis saat melihat raut wajah imut dari Fia. Fia sedikit menggeliat dan mencari tempat yang nyaman di dada Yuan. Yuan yang melihat itu hanya terkekeh lucu.“Manis” gumam Yuan dengan senyum geli.Yuan mulai menyenderkan badannya di batang pohon yang ada di belakangnya. Perlahan-lahan rasa kantuk datang menghampirinya dan membuatnya sedikit terlena.Mata Yuan mulai terpejam, sesekali dia menampar pipinya agar terus terjaga. Hingga dia tak bisa menahan kantuknya, Yuan tertidur di atas kepala Fia dengan tangan merangkul pundak Fia.Baru saja Yuan memejamkan mata telinganya menangkap suara semak-semak yang berge
Sudah satu minggu setelah kejadian itu, dan Fia sudah tak sesedih kemarin dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Yara.Dia juga sesekali mampir ke rumah Yara untuk menjenguk mama Yara atau di ajak adik Yara untuk mampir ke rumah. Dengan senang hati Fia menerima ajakan adik Yara.Satu yang membuatnya heran, kenapa orang tua Sasa tak pernah sekali pun mencari keberadaan sang anak yang hilang bagaikan tertelan bumi? Dan ternyata Fia mendapat satu fakta yang tak terduga, Sasa adalah anak dari papanya dengan selingkuhannya, sebab itu mereka tak peduli dengan sosok Sasa, bahkan saat ini orang tua Sasa sedang menyiapkan sidang penceraian mereka.Fia yang mendengar cerita itu hanya memasang raut wajah sedih dan prihatin.Tapi, walau orang tua tak mencarinya, masih ada Alvin yang menanyai keadaan Sasa dan menanyakan kondisi Sasa kepada Fia. Seperti menanyakan ‘Sasa di mana ya? Bagaimana kondisinya? Kenapa dia menghilang tanpa memberi kabar?’ dan di jawab Fia dan Yuan dengan mengangkat b
Yuan yang melihat tingkah lucu Fia hanya memasang raut wajah gemas dan senyum geli.“Ayo” ucap Yuan sambil menatap Fia dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya.“Iya” balas Fia dengan lesu dan dengan malas Fia membuka pintu mobil. Fia keluar dan di sambut oleh Yuan dengan senyum kecil.Yuan memegang tangan Fia dengan lembut dan membawanya ke arah pintu rumah. Mereka memasuki rumah Fia dengan kerutan di dahinya.Bagaimana tidak, di depan mereka sudah berkumpul keluarga Fia. Fia yang melihat keluarganya yang sedang canda tawa hanya memasang raut wajah datar dan sorot mata ke tidak sukaan.Yuan yang tahu akan pikiran Fia hanya bisa menguatkan pegangannya di tangan Fia dan memberi usapan kecil di punggung tangannya.“Fia, sini sayang” ucap salah satu bibinya dengan senyum mengembang indah.Fia yang mendengar panggilan dari sang bibi hanya diam membisu dan masih di tempatnya dengan raut wajah datar.“Fia?” kata sang bibinya lagi dengan kerutan di dahinya.“Ada apa ini?” tanya Fia den
Pemakaman Yara berjalan dengan sangat hikmat, banyak orang yang meneteskan air mata saat melihat peti Yara memasuki lian lahat.Fia mengikuti acara pemakaman dengan raut wajah datar dan sorot mata kesedihan. Dia berada di samping mama Yara. Mama Yara yang memintanya untuk di sampingnya dan Fia hanya menurut tak bisa membantah. Dengan langkah pelan keluarga Yara mulai menjauh dari mekan Yara. Mama Yara sudah mengajak Fia untuk pulang tapi Fia menolaknya, dia ingin menetap di sini untuk beberapa saat.Fia menatap ke arah gundukan tanah di depannya dengan sorot mata kepedihan. Dia masih merasa bersalah dengan Yara, tak jauh dari tempatnya berdiri ada sosok Disa yang menatap ke arah gundukan di depannya dengan air mata yang masih mengalir.Fia menatap ke arah Disa dengan senyum kecil dan berjalan ke arah Disa dengan perlahan.“Ayo” ajak Fia sambil memegang pundak Disa dengan senyum kecil di bibirnya.Disa menatap ke arah Fia sebentar dan kembali menatap ke gundukan tanah tadi setelahnya
Hari pemakaman Yara, Fia datang dengan Yuan di sampingnya. Dia sudah membulatkan tekatnya, entah di terima atau tidak kehadirannya di sana. Niatnya untuk mengantarkan Yara ke peristirahatan terakhirnya, sebagai bentuk terima kasih dan penyesalan.Fia berjalan memasuki ambang pintu rumah Yara, saat dia masuk matanya sudah melihat banyak orang di sana dan tak lupa peti jenazah Yara yang di kelilingi oleh keluarganya. Sanak saudara berhilir mudik dan bergantian melihat wajah Yara untuk terakhir kalinya. Sosok Yara terlihat sangan memukau di hari terakhirnya sebelum di kebumikan.Fia mulai berjalan memasuki rumah Yara dengan Yuan di belakangnya. Mereka berdua memakai baju berwarna hitam polos tanpa ada corak seperti yang lainnya.Saat Fia memasuki rumah Yara, ada beberapa pasang mata yang menatap ke arahnya tapi tak dia anggap.Dengan langkah pelan, Fia mendekat ke arah peti Yara, saat langkah kakinya semakin dekat dengan peti Yara berada tiba-tiba langkahnya terhenti saat sosok mama Yara
“Semua ini di sebabkan oleh saya” ucap Fia setelah menguatkan dirinya untuk jujur.Saat mendengar perkataan Fia barusan, membuat pandangan mama Yara langsung tertuju ke arah Fia.“Apa maksudmu?” tanya Mama Yara dengan sorot mata tak bersahabat.“Yara meninggal karena saya, dia mengorbankan nyawanya untuk saya,” ucap Fia terhenti sejenak untuk mengambil nafasnya karena dadanya terasa sesak.“Dia melindungi saya dari tusukan yang seharusnya saya terima, seharusnya saya yang berada di posisi Yara” ucap Fia dengan tertunduk dalam.Mama Yara yang mendengar perkataan Fia hatinya merasa marah, bahkan tangannya terkepal sangat erat. Dengan langkah cepat dia berjalan ke arah Fia dan menamparkan begitu keras untuk melampiaskan kemarahannya.Plak!Sang suami yang melihat tingkah sang istri merasa sedikit terkejut dan mencerna semua kejadian tadi, ucapan Fia tadi kembali mengulang di otaknya.“Pembawa sial!” ucap Mama Yara di depan wajah Fia.“Mah!” ucap sang suami saat sadar akan keterkejutannya
Lama Fia dan Yuan berpelukan hingga Fia melepaskan pelukan itu, dengan raut wajah sembab Fia menatap Yuan.“Makasih” gumam Fia dengan senyum tulus.“Hm” balas Yuan sambil mengelus rambut Fia dengan senyum simpul.“Ayo” ajak Yuan sambil menggenggam tangan Fia dan menuntunnya masuk ke dalam ruangan tadi.Di dalam ruangan ada sosok Disa yang menangis sesegukan sambil menatap sosok Yara yang terbaring kaku di depannya.Fia berjalan mendekat ke arah Yara dan menggenggam tangannya pelan.“Maaf” ucap Yara dengan lirih dan sorot mata sedih.‘Maaf, semua ini gara-gara gue Yar. Andai dulu lu gak deket sama gue, andai lu gak ngelindungi gue pasti lu masih ada di sini’ batin Fia dengan senyum getir.“Gue bener-bener minta maaf” ucap Fia penuh sesal.Suara hening mulai mengisi ruangan tadi, Disa yang menangis dalam diam sedangkan Yuan dan Fia menatap ke sosok Yara dengan raut wajah sedih.Tak lama, suara langkah kaki terdengar di dalam ruangan tadi. Dengan refleks mereka melihat ke sumber suara, d
Mereka masih di posisinya, dengan pemikiran masing-masing. Sedangkan Ridwan sedikit menjauh untuk memberi kabar orang tua Yara akan kondisi anaknya. Setelah memberi kabar orang tua Yara , Ridwan mulai memberi kabar keluarganya tentang keberhasilan Fia. Kabar yang di beri tahukan Ridwan membawa kebahagiaan di keluarganya.Beberapa menit kemudian pintu UGD mulai terbuka, terlihat sosok berjas putih keluar dari ruangan dengan raut wajah penuh penyesalan.“Bagaimana keadaan teman saya dok?” tanya Disa sambil berjalan mendekat ke arah sang dokter. Dalam diam Fia berjalan mengikuti langkah Disa.“Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan mempunyai jalan yang lebih baik. Maaf, Tuhan berkehendak lain, teman adik dinyatakan meninggal karena telat akan penanganan yang seharusnya dia terima. Teman adik terlalu banyak kehilangan darah” ucap sang dokter dengan raut wajah lesu, karena pasiennya gagal untuk dia selamatkan.“Gak, dokter pasti salah” ucap Disa dengan raut wajah tak percaya dan memu
Fia mulai membuka matanya dan menatap ke arah Disa dengan raut wajah serius.“Dis” panggil Fia tanpa emosi.“Iya?” balas Disa dengan raut wajah heran.“Pegang batu ini dan baca mantra yang tertulis di sini” ucap Fia sambil menatap ke arah Disa dengan raut wajah masih sama.“Kenapa?” tanya Disa dengan raut wajah heran.“Ini kunci keluar dari sini” balas Fia apa adanya.“Oke” balas Disa dan mulai berjalan mendekat ke arah Fia. Tanpa membutuhkan waktu lama Disa mulai membaca mantra yang ada di batu tadi. Mantra tadi tertulis dengan aksara Jawa, dan entah kenapa Disa dengan lancar mengucapkannya, setiap kata terdengar sangat jelas.Tak lama cahaya di batu tadi semakin terang, cahaya yang tadinya putih berubah menjadi abu-abu. Tak lupa ada juga beberapa kunang-kunang yang hadir mengelilingi mereka.Fia yang melihat pemandangan di depannya sedikit menatap dengan sorot mata memuja. Tak lama, cahaya tadi mulai redup dan mereka sudah berada di luar gerbang sekolah.“Kondisinya semakin memburuk
Fia yang mendengar jeritan Sasa hanya menatapnya dengan raut wajah tanpa emosi.“Fia tolongin gue” ucap Sasa dengan raut wajah memohon ke arah Fia.“Gue gak bisa” balas Fia dengan acuh tak acuh.“Gue minta maaf, gue ngaku gue salah. Gue mohon bantu gue, lepasin gue dari rantai ini” ucap Sasa dengan air mata yang menetes melewati pipinya.“Gue gak bisa, itu bukan kemampuan gue” balas Fia apa adanya.Tak lama dari itu Fia mulai mendengar jeritan tak jauh darinya.“Yara!” ucap Disa saat baru saja bangun dari pingsannya, dan saat dia membuka mata pandangan pertamanya adalah sosok Yara dengan darah di tubuhnya. Dengan raut wajah panik Disa menatap ke arah Yara.“Yar, aku minta maaf jangan kayak gini” ucap Disa sambil menepuk pipi Yara beberapa kali.“Dia akan mati kalau gak ambil tindakan dengan cepat” ucap Fia dengan raut wajah tanpa emosi.“Yuan, boleh minta tolong? Tolong gendong Yara, karena gak mungkin kalau gue atau Disa yang gendong” ucap Fia sambil menatap ke arah Yuan dan di anggu