"Jimmy!" panggil Ria dengan riang melalui sambungan video call. Lelaki di seberang sana juga tidak kalah antusias ketika call sign Ria terpampang di layar ponselnya.
"Ria!" balas Jimmy dengan semangat. "Puji Tuhan, lo selamat. Terakhir kali telepon gue lo pamitan udah kek orang mau meninggal," ucap Jimmy dengan sedikit kesal di akhir.
Ria menampilkan senyum satu garisnya yang mampu mencairkan suasana kembali. "Lo lagi kerja, ya? Bisa disambung nanti lagi, Jim. Sorry." Ria melihat Jimmy yang sedang di styling oleh hair stylist yang merasa tidak terganggu dengan kegiatan Jimmy yang meneleponnya.
"Iya, Ri. Gue mau pemotretan. Gue kasih ke Tian dulu, ya. Dia beneran jadi harimau garang tau gak! Semenjak kabar lo operasi dan gak bisa dihubungi, tiap hari kerjaannya dia ngomel terus." Jimmy menyampaikan kelakuan Tian dengan penuh emosi.
"Okay." Ria memasang wajah tidak enak. Ia juga tidak kepikiran untuk menghubungi Tian kala itu, malah
Suara langkah kaki terdengar dengan jelas dari dalam kamar inap Ria. Suara tersebut membuat Ria menyiapkan telinganya untuk mendengarkan omelan dari orang tersebut.Knop pintu dibuka dan sosok Nia bersama suster memasuki kamarnya. Tatapan mata tajam dan aura permusuhan sudah terpancar jelas dari raut Nia.Nia mengangkat lengan kiri Ria yang terluka dan memperhatikan dengan seksama. "Bersihkan, Sus!" Suster tersebut mengambil alih lengan Ria dan mulai membersihkan sesuai arahan Nia.Memasukkan kedua tangannya ke kantong snelli dan memberikan tatapan penghakiman. "Kan udah gue bilang. Dapat luka baru kan? Untung cuman luka kecil. Kalau sampai collapse seperti kemarin lagi gimana, Ri?"Ria hanya berani memandang ke arah lantai. Ia tahu ia salah, tidak mengikuti perkataan Nia selaku dokter yang ditunjuk oleh Wira untuk merawatnya."Lo gak kapok bolak-balik rumah sakit karena terluka?" tanya Nia dengan berusaha menekan emosinya.&
John F. Kennedy International Airport. Tidak pernah berubah semenjak terakhir Ria menginjakkan kakinya di sini lima tahun silam. Ia menghirup dalam-dalam udara di New York ini. Kota yang sempat menjadi tempat tinggalnya selama beberapa tahun dan menciptakan beberapa kenangan yang tidak pernah Ria lupakan. Ria tiba di terminal 4 JFK setelah mengudara selama 15 jam setelah transit dari Dubai. Ia merasakan sensasi jetlag yang dikhawatirkan para pengawalnya. Kepalanya sangat pusing dan berjalan pun rasanya bumi berputar. Belum lagi perutnya mual dan ingin mengeluarkan sesuatu, tapi Ria tidak mengkonsumsi apapun selama di pesawat. Fikri menuntun langkah kaki sang nona agar dapat berjalan lebih stabil. Ia sudah menawarkan untuk menggendongnya tapi ditolak oleh Ria. Mereka sedang menunggu Damar mengurus bagasi sementara matanya terus mencari keberadaan seseorang yang sekiranya membawa papan nama sang nona. “Kita dijemput siapa?” tanya Ria yang juga
“Ria kemana, ya?” tanya Tian dengan cemas. Sudah lebih dari 24 jam dan ponsel Ria belum juga aktif. Seharusnya ia sudah tiba siang tadi. Hingga malam hari belum juga ada kabar. “Kenapa? Hilang lagi si Ria?” tanya Julio dengan sinis. Ia sering melihat kondisi Tian ketika kehilangan kabar dari Ria, chaos. “Sinis banget sih.” Julio mengedikkan bahunya dan pergi menjauh dari Tian. Daripada mereka terlibat pertengkaran yang sebenarnya tidak perlu terjadi. “Dia ada masalah apa sih? Keknya gak senang banget kalau gue mikirin Ria,” ujar Tian dengan bersungut-sungut. Ia sudah memperhatikan semenjak kedatangan Ria di sekitar GMC. Memang respon Julio dan Samuel tidak ramah. Mereka seolah menjaga jarak jika GMC lainnya sedang berkumpul dengan Ria. “Dia lagi capek aja kali, Yan.” Jawaban Septa tidak membuatnya puas. Ia bangkit dari sofa berniat menanyakan hal yang mengganjal di antara mereka. Niatnya tersebut ter
"Monitor, kondisi aman?" tanya seseorang melalui walkie talkie. "Aman. Sudah bisa masuk. Jangan menimbulkan keributan ya," balas seseorang lagi yang standby di venue. Julio, Jimmy, Tian dan Elang memasuki venue VIP yang telah mereka pesan untuk menikmati konser salah satu penyanyi yang mendunia, Harry Styles. Mereka sudah merencanakan agenda ini dari jauh-jauh hari dan mereka juga penikmat karya Harry. Sebenarnya ada ketakutan sebelum mengikuti konser ini. Takut reaksi penggemarnya di luar batas normal dan malah mengganggu aktivitas mereka ketika menikmati acara ini. Meskipun sudah membawa pengawal pribadi yang sangat kompeten, tetap saja jika menimbulkan keributan akan membuat suasana menjadi tidak nyaman. Risiko artis yang sedang mendunia dengan penggemar banyak. "Wow, gini rasanya nonton konser," ungkap Elang dengan berbinar melihat ke arah panggung yang sudah diatur sedemikian elok. "Ini yang dir
Suasana di ruangan sangat mencekam. Tidak ada yang berani bersuara. Bahkan hembusan napas seolah tidak diizinkan untuk terdengar di sini. Dua orang berbeda generasi tenggelam dalam pikiran yang berkecamuk. Yang satu berusaha meredam emosi, yang satu berusaha melapangkan hati, siap menerima makian dari lelaki di hadapannya. "Kok bisa, ck." Decakan dari lelaki tersebut semakin membuat Ria kalut. "Kamu tahu, gak-" "Nggak." "Dengar dulu Papah bicara!" sentak Antara yang membuat Ria semakin menenggelamkan tubuhnya di sofa. Ia refleks menjawab pertanyaan tersebut. "Gak ada yang namanya seseorang gak bisa operasi hanya karena terhalang administrasi di sini, Ria. Jaminan kesehatan diberikan oleh pemerintah bagi mereka yang tidak memiliki uang. Peraturan di rumah sakit juga melarang segala bentuk penundaan tindakan gawat darurat hanya karena masalah biaya," ujar Antara tanpa jeda. "Seberapa bany
“Latihannya santai saja, ya. Kita harus menjaga kondisi untuk tetap sehat dan fit sampai hari H,” ujar Januar memberi instruksi pada GMC yang lain. Mendekati hari H mereka memang masih latihan untuk memantapkan koreografi dan suara agar tidak terjadi kesalahan saat tampil di atas panggung. Padahal seharusnya tidak perlu seperti itu karena mereka sudah latihan rutin beberapa bulan sebelumnya. Hanya tinggal memantapkan dan menunggu hari H konser. Entah kebijakan dari mana yang membuat mereka tetap latihan meskipun sudah sampai di negara tempat diadakannya konser. Orang seperti Januar bisa menahan diri untuk tidak berlebihan saat latihan, lain halnya dengan Jimmy, Tian dan Elang yang memiliki semangat dan energi yang tak pernah luntur. Mereka jika tidak diingatkan dan ditegaskan akan terus latihan dengan keras. Mereka yang paling tidak ingin mengecewakan para penggemar ketika di atas panggung. Di pikiran mereka adalah penampilan sempurna tanpa
“Pulang sana, Jim. Istirahat. Biar gue yang jaga di sini,” ujar Julio ketika melihat Jimmy yang masih terjaga. Julio yakin Jimmy belum tidur dari semalam.Jimmy tidak beranjak dari kursi di samping Tian. Ia tidak merespon perkataan Julio barusan.“Jim!” Jimmy tersentak mendengar suara Julio yang cukup keras.“Hah,” sahut Jimmy begitu menyadari sudah ada sosok Julio di hadapannya.Akibat sentakan tersebut, membuat Tian terbangun juga dari tidurnya. Lelaki tersebut bed rest total sedari kemarin. Tidak beranjak sedikitpun dari bed hospital.“Tidur sana!” Julio menepuk paha Jimmy, menyuruhnya beranjak dari sisi Tian.“Morning, Bang,” sapa Tian dengan muka bengkaknya karena kelamaan tidur.“Bangun, bangun. Gimana? Masih sakit gak?” Julio mengecek pinggang Tian yang sudah berubah warna menjadi ungu.“Lebam, Yan,&rdq
Fikri mencari sang nona dengan cemas. Kakinya melangkah tak tentu arah dengan pandangan yang melihat sekitar. Barangkali ia menemukan sang nona. Fikri sudah diwanti-wanti Antara untuk menjaga sang nona untuk tidak terlibat tindak kriminal satupun di sini. Hukum di sini tidak memandang siapa kamu, kekuasaan tidak berlaku di sini jika sudah masuk pengadilan. Salah Fikri yang lengah dalam mengawasi sang nona. Ia memiliki firasat buruk. Semoga saja tidak masalah yang berarti. Langkahnya terhenti begitu melihat sang nona menerjang seseorang hingga terjatuh. Orang tersebut tak berdaya dan tak punya kekuatan untuk melawan. Ria mencekiknya! Ya Tuhan, salah seorang GMC. Fikri berlari menghampiri keberadaan sang nona sebelum lelaki tersebut kehabisan napas dan meninggal. Fikri lebih takut sang nona terjerat kasus hukum di negeri orang dibandingkan ia harus menghilangkan nyawa seseorang. "Nona!" Fikri menarik tubuh Ria yang
Hai! Sudah sampai kita di penghujung kisah mereka. Terima kasih kepada pembaca yang senantiasa bersedia menunggu cerita ini usai. Maaf jika terdapat plothole dan beberapa kesalahan lainnya. Terutama tidak sesuai ekspektasinya. Maaf jika selama membaca, dari kalian ada yang tertriggered karena gangguan jiwa yang dialami tokoh utama. Saya ingin memberitahu bahwa cerita ini merupakan series alias tidak hanya cerita tentang mereka berdua. Kisah mereka tidak berakhir begitu saja. Akan ada cerita selanjutnya yang mungkin terdapat tokoh pada cerita ini alias Ria dan Tian. Mungkin kisah mereka akan berlanjut di cerita lainnya. Nantikan kisah selanjutnya dari series ini, ya! See you.
Surat ini ditujukan untuk semua anggota keluarga yang sangat aku cintai.Terlihat jadul banget, ya? Masih pakai surat kertas tulis tangan seperti ini, hehe. Pertama-tama aku mau minta maaf dulu sebelum dapat penghakiman dari kalian. Maaf harus mengacaukan kebahagiaan yang sedang menyapa keluarga kita. Maaf untuk kesekian kalinya karena aku bertindak egois.Aku butuh jarak dari ini semua. Aku bener-bener belum bisa menerima keadaan dan status aku yang baru. Maaf karena lagi-lagi aku bertindak egois tanpa memikirkan perasaan Papah dan Kakek yang ingin sekali mengumbar kedekatan dengan Ananta tanpa takut statusnya akan terungkap.Aku butuh berpikir jernih untuk bisa melanjutkan hidupku yang terlanjur berantakan. Bukan karena Ananta yang terungkap ke publik, kok. Memang sudah berantakan dari awal. Banyak yang harus aku luruskan dengan diriku sendiri.Ditambah aku baru aja putus. Sedih, kan? Aku mendapat figur keluarga yan
Entah terlalu lelah atau terlalu malas, Ria langsung tergeletak begitu saja di tengah-tengah ruangan depan. Ia melempar tas sembarang dan merebahkan tubuhnya di lantai. Lantainya bersih tentu saja. Untuk apa Antara mempekerjakan sebanyak itu pembantu rumah tangga jika rumahnya masih saja kotor.Ria masih setengah terkejut mendapati keputusan Tian yang memilih untuk berpisah. Meskipun lelaki tersebut tidak gamblang menyatakannya, namun Ria paham arti dari semua tindakan Tian hari ini. Hal tersebut cukup membuktikan bahwa semuanya telah usai.Ria masih belum menerima alasan dari lelaki tersebut untuk mengakhiri hubungan mereka. Sungguh, Ria masih tidak mengerti sudut pandang Tian. Ia bahkan tidak tahu hal yang membuat Tian merasa begitu tersakiti. Seolah dirinya berselingkuh dari lelaki tersebut.Ria menyipitkan matanya begitu berbagai spekulasi hadir di benaknya. Semakin dipikirkan, semakin sakit kepalanya. Namun ia tidak bisa menerima begitu sa
“Firasatku berkata tuk jauh darimu, lalu kutemui kamu. Tak ku sangka kamu ada di depanku, bermain cinta.” Penggalan lirik lagu dari Geisha membawa Ria tiba di ruang sidang yang akan membacakan putusan terkait kasus penganiayaan dirinya tempo lalu.Ruang sidang terasa ramai karena banyak orang yang menyaksikan mengingat Lita salah satu artis tanah air yang sedang naik daun. Kasihan jika dilihat, baru merintis karir dan mulai merasakan ketenarannya, tapi semuanya harus hilang dalam sekejap mata akibat emosi semata.Berbagai pemberitaan di luar sana semakin menggila terkait kasus yang menimpa Ria, Lita dan sepupunya Tian. Nama Tian juga ikut terseret dalam kasus tersebut, apalagi kalau bukan untuk menaikkan engagement pemilik portal berita online. Ria tidak ingin hal ini merembet pada kehidupan orang lain sebenarnya, namun media dengan segala kontennya.Nama Ria juga tak luput dari pemberitaan terlebih setelah pengakuan langsung dari p
“Lo udah tahu kalau lo kembali viral? Namun dengan pemberitaan yang berbeda,” kata Jimmy memulai percakapannya dengan Ria.Beberapa menit yang lalu, Antara dan Wira meninggalkan ruangan dengan alasan ingin mencari angin. Padahal mereka ingin memberi ruang untuk Ria dan kawannya berbincang. Antara dan Wira senang bisa berinteraksi dengan kawan Ria tanpa perlu takut status Ria terungkap. Mereka harus menunggu 33 tahun lebih sesuai dengan umur Reno, anak tertua untuk bisa mengakui keturunan mereka dengan bangga.Ria menggeleng, kemudian mengangguk. Ia sendiri tidak yakin dengan jawabannya.“Ketika kasus penganiayaan yang menimpa diri lo terkuak ke publik, bersamaan dengan tersangka yang namanya juga diungkap. Besok paginya, Papah lo bikin konferensi pers di depan puluhan wartawan dan mengatakan bahwa putrinya yang menjadi korban dalam kasus tersebut.”“Pelan-pelan. Gue tahu lo biangnya gosip, tapi gue mas
“Ria!” panggil Antara dengan keras begitu mendapati wajah putrinya penuh darah dan lebam di berbagai sisi. Ia bahkan sempat tidak mengenali jika tidak menangkap anting yang dikenakan putrinya yang tidak dimiliki oleh siapapun.Antara berlari menerobos pengawal yang sudah mengepung para pelaku. Tangan Antara gemetar tatkala akan menyentuh pipi Ria. Ikatan tali di tangan dan kaki Ria sudah dilepas, meninggalkan bekas yang sampai terlihat dagingnya. “Ambulan sebentar lagi tiba, Tuan. Kita tidak berani memindahkan Nona, takut semakin memperparah kondisinya,” ungkap salah seorang pengawal, takut Antara salah paham karena mereka yang tidak segera membawa Ria ke rumah sakit.“Pakai helikopter agar cepat sampai.”“Baik, Tuan.”Antara meletakkan tangannya di dada kiri Ria tempat jantung berada. Ia ingin memastikan sendiri bahwa jantung putrinya masih berdetak. Entah apa yang akan terjadi jika
"Gue minta sama lo untuk nggak perlu membela kita di hadapan siapapun," kata Januar dengan tegas. Mereka sedang berkumpul di ruangan yang berisi sofa mengelilingi sebuah meja.Ruangan yang digunakan GMC untuk diskusi sebelumnya, bersebelahan tepat dengan ruangan Ria dan Reno bertengkar. Mereka bukan adu argumen, lebih ke arah Ria yang menghakimi Reno.Semua pertengkaran mereka terdengar jelas oleh GMC. Bahkan mereka menemukan fakta baru bahwa direktur di hadapan mereka saat ini sebelumnya merupakan CEO di Adiwira Holding Inc. Siapa yang tidak mengenal Adiwira? Banyak, karena saking banyaknya produk yang mereka hasilkan. Sehingga orang-orang tidak peduli di bawah naungan perusahaan mana produk tersebut berasal.GMC jadi merasa tidak enak karena membuat kakak beradik tersebut bertengkar. Ria dengan niat baiknya untuk menyampaikan keresahan GMC, namun caranya yang salah. Ia malah terfokus untuk menghakimi Reno, bukannya berdiskusi menemukan solusi
"Semuanya setuju dengan konsep shooting kali ini?" tanya Januar pada GMC yang lain di ruang studio latihan mereka.Tidak ada yang berani menjawab. "It's fine, guys. Sampaikan saja kalau keberatan. Kita punya hak bersuara dan gue sebagai leader yang akan menyampaikan ke atasan." Januar meyakinkan mereka semua untuk tidak perlu menahan pendapat."Gue nggak suka konsepnya. Konten yang kita jual di platform stars punya kualitas seperti siaran TV dengan kamera profesional. Kalau kita sekadar ngevlog dengan kamera biasa atau bahkan ponsel, nggak layak dijual pada platform tersebut. Upload aja di youtube, dapat adsense yang banyak juga mengingat masa Wings yang sangat banyak," ujar Samuel memecah keheningan di antara mereka."Setuju. Wings beli konten premium kita nggak murah, loh. Dan kita harus menampilkan kualitas terbaik yang bisa kita kasih ke mereka. Tahu, sih. Niatnya untuk memberi ruang gerak kita lebih leluasa dan di sisi lain memangkas biaya
“Boo, Pak Reno itu-”“Abang aku. Waktu itu kamu pernah ketemu di LA,” jawab Ria sebelum Tian menyelesaikan perkataannya.“Terus, waktu kalian ke Monokrom, kenapa dia bilangnya orang yang lagi dekat sama kamu?” tanya Tian begitu teringat dirinya yang cemburu dengan Reno.“Nggak salah, kan? Dia Abang aku. Dan kita emang lagi coba mendekatkan diri.”Tian menganggukan kepalanya pertanda setuju. Tidak ada yang salah, sih. Dirinya saja yang cemburu tidak jelas.“Pintu tempat kamu keluar tadi, isinya ruangan apa? Atau itu penghubung ke rumah selanjutnya?”“Ruangan yang lebih private yang tidak boleh dimasuki selain keluarga,” jawab Ria menegaskan bahwa batas orang luar berkunjung hanya sekitar ruang depan dan dibatasi oleh pintu tersebut. Bahkan pintunya tidak memiliki jendela, dan tidak akan bisa terlihat suasana di dalam sana.&ldquo