MAKAN siang bersama mantan tidak pernah ada dalam sejarah agendanya. Walaupun dia pernah menjalin hubungan berulang kali dengan seorang pria, tapi Irin selalu memastikan hubungan mereka telah berakhir tepat setelah mereka memutuskan untuk berpisah.Tentu saja, kecuali mantan pacarnya yang satu ini, karena Irin mengakhiri hubungan mereka secara sepihak.Kebanyakan mantan pacarnya adalah orang yang baik dan tahu etika. Sekali pun mereka playboy ataupun bajingan sebelumnya, tapi mereka masih tahu diri saat berpacaran dengannya. Mereka tidak pernah berbuat kurang ajar, apalagi sampai memaksa hanya untuk bisa tidur dengannya. Perbuatan baik mereka jelas membuat Irin melakukan hal serupa.Keputusan mereka untuk berpisah pun biasanya karena keduanya memang merasa tidak cocok satu sama lain. Irin melepaskan mereka tanpa beban, karena pada dasarnya dia tidak pernah serius saat menjalin hubungan. Dia hanya ingin sedikit mengobati rasa takutnya pada seorang pria dan untungnya semua mantan kekasi
SEBUAH tangan mencengkeram pergelangan tangan Joan yang sedang memegangi tangan Irin secara tiba-tiba. Irin mendongak, dia tidak menyangka akan melihat wajah suaminya berada di sana. Irin hanya bisa mengerjapkan kedua matanya.Tidak. Sepertinya ada yang salah. Rein sedang bekerja. Tidak mungkin dia bisa muncul di sini secara tiba-tiba. Apalagi menggunakan hoodie berwarna merah bata.Jelas dia bukan suaminya. Lalu, siapa dia? Kenapa dia berwajah sama seperti suaminya?"Bisa lo lepasin dia?" Suaranya terdengar terlalu berat dan mengancam. Walaupun cara dia bicara cukup mirip dengan Rein, tapi mereka jelas dua orang yang berbeda.Joan mendengkus keras saat melihat Rein lah yang telah mengganggu kesenangannya. "Laki lo yang sok itu ternyata bisa muncul di mana-mana, ya?" sindirnya secara terang-terangan."Masalah buat lo?" Rein palsu itu menatap tangan Joan yang tak kunjung melepaskan tangan Irin. Dia pun mencengkeram tangan Joan lebih kuat l
REIN nyaris melupakan hal penting mengenai identitas yang selama ini sengaja tak disebutkan olehnya. Dia sudah bersiap dengan segala teriakan yang mungkin akan merusak gendang telinganya. Untung saja saat dia membuka pintu ruang divisi, dia bisa melihat atasannya sedang mengawasi mereka semua.Rein hanya tersenyum sopan, kemudian berlalu menuju meja kerjanya sendiri. Tentu saja atasannya sudah tahu siapa dia, karena saat pesta pernikahannya tempo hari, orang itu berada di sana, menjabat tangannya, dan mengucapkan selamat padanya.Jo dan Ferdi langsung mendesis saat melihat kedatangannya. "Awas aja lo ntar!" "Kenapa? Pada mau minta traktiran, ya?" Rein menahan tawanya dengan susah payah saat menggoda teman-teman kerjanya itu."Harus, lah!""Sori, hari gajian masih lama! Kartu kredit gue dibawa sama istri tercinta!" Rein hanya tertawa tanpa suara dan membuat Jo maupun Ferdi langsung menimpuk kepalanya menggunakan kertas yang sudah diremas
"LO kenapa?"Satu tanya tak berhasil membuat Rein cepat-cepat mengubah raut wajahnya. Dia tetap diam, tatapannya dingin, dan ekspresinya terlihat nyalang.Ardi yang duduk tepat di sebelahnya langsung menyentuh bahu Rein dan sekali lagi bertanya, "Lo kenapa? Muka lo kelihatan lebih serem dari biasanya."Rein menoleh ke arah teman-temannya yang sedang memperhatikan perubahan ekspresi di wajahnya. Lalu dalam sekejap, Rein kembali memasang topengnya. Bersandiwara layaknya tak terjadi apa-apa. Pura-pura kalau semuanya baik-baik saja."Nggak ada apa-apa, cuma kaget aja sebentar."Padahal bukan sekadar perasaan kaget biasa, melainkan dia merasa sangat khawatir saat mengetahui keberadaannya.Satu nama itu berisi luka yang selama ini berhasil Rein sembunyikan dengan baik keberadaannya. Dia tidak bisa mengatakannya, karena selama ini isi hatinya adalah rahasia.Hanya dia yang bisa merasakannya. Hanya dia yang bisa memahaminya. Hanya dia sendiri, tidak ada yang lain lagi.Sekali pun dia memutusk
PIKIRANNYA yang tidak keruan sejak siang membuat pekerjaannya berantakan. Rein pun terpaksa harus mengambil lembur untuk menyelesaikan pekerjaan yang masih tertunda sebelumnya.Rein mengirim pesan pada Irin untuk memberi tahu istrinya jika dia akan pulang terlambat, tapi tak ada balasan apa pun dari Irin yang membuat Rein merasa sedikit kecewa.Sekarang Irin pasti masih memikirkan soal Akram. Karena bagaimanapun juga, Irin sangat menyukai lelaki itu sejak SMA. Setelah lama tidak pernah bertemu lagi dengannya, tentu saja Irin akan merasa sangat bahagia setelah bertemu kembali dengannya, kan?Apalagi sekarang dia tahu, kalau Akram ternyata masih berada di sekitarnya. Dia masih ada di sana. Irin pasti masih bisa menemuinya lagi setelahnya.Pemikiran itu membuat Rein merasa semakin kesal saja. Raut wajahnya yang sudah masam sejak siang karena kesal, marah, cemburu, masih ditambah pekerjaannya yang tidak kunjung selesai membuat ekspresinya tampak lebih mengerikan daripada sebelumnya.Rein
JIKA bisa memilih, Rein tidak akan pulang untuk malam ini. Dia tidak ingin pulang, karena dia sudah tahu apa yang sedang menunggu kepulangannya, yakni Irin dengan segala curhatannya tentang seorang Akram Hardiansyah Putra.Bukan berarti dia tidak penasaran dengan pertemuan mereka sebelumnya, tapi sedikit demi sedikit sepertinya Rein bisa menerka, bagaimana cerita yang telah terjadi di antara mereka.Irin kembali bertemu dengan Joan. Entah sengaja atau hanya kebetulan belaka, Rein tidak mengetahuinya. Pertemuan itu jelas bukan jenis pertemuan biasa, karena sama seperti sebelumnya, Irin lebih suka menghindar jika memang dia bisa melakukannya.Joan memang masih terlihat menyukai Irin dan ingin mengejar layaknya dia tidak akan pernah melepaskan istrinya sampai kapan pun. Hampir mirip seperti obsesi, mungkin itu pula yang membuat Irin lebih memilih mengakhiri hubungan mereka sebelumnya.
MUNGKIN apa yang terjadi pagi ini hanyalah mimpi. Walaupun dia tahu pasti jika semua itu bukanlah mimpi apalagi sebuah ilusi, nyatanya dia tidak bisa mengatakan apa pun tentang apa yang sudah terjadi pagi tadi.Rein bersikap biasa, seolah tidak pernah terjadi apa pun sebelumnya. Irin pun mencoba melakukan hal serupa, berpura-pura jika pagi ini tidak pernah ada, walau isi hati dan pikirannya jelas berusaha untuk menyangkal semuanya.Karena Irin masih bisa mengingatnya. Suara pelan yang terdengar dalam sarat akan rasa takut ditinggalkan. Pelukan erat yang terasa tidak akan pernah dilepaskan. Juga tatapan mata sayu yang tampak menyimpan luka sarat akan ketakutan.Irin tidak akan bisa melupakannya begitu saja, karena pada saat itu ... dia merasa seperti sedang bercermin. Dia seperti sedang melihat dirinya di masa lalu."Hari ini lo mau ke mana?" Rein bertanya sembari menyantap sarapan yang baru dibuat Irin beberapa saat lalu.Irin mengangkat bahu. "Gue nggak tahu, soalnya belum kepikiran s
PERCAKAPAN Irin dengan pasangan gila yang dimabuk cinta itu berhasil menyulut rasa keingintahuan yang ada di dalam dirinya. Rasanya sama seperti dulu, saat Irin begitu tergila-gila pada Akram dan ingin tahu segala hal yang sedang laki-laki itu kerjakan.Irin pun menyewa beberapa orang untuk menyelidiki Akram secara diam-diam agar dia bisa sedikit mengobati rasa keingintahuan yang ada di hatinya.Tentu saja, Irin menyembunyikan masalah ini dari suaminya. Dia yang setiap hari berada di apartemen, paling-paling hanya bepergian ke sekitar wilayah apartemen saja, jelas tidak akan sanggup membuat suaminya curiga kalau dia sedang mencari tahu soal pria lain sekarang.Tanpa sadar, hari demi hari pun kembali berlalu. Tidak ada informasi apa pun yang berhasil dia dapatkan soal Akram dari orang-orang yang dia kerjakan di luar sana.Walaupun merasa kecewa, tapi Irin tetap tak mau berhenti berharap. Dia masih menyuruh orang-orang itu mencari tahu hingga apa yang ingin dia ketahui mendapatkan jawab