"Kamu siapa??" Karina menatap gadis bertubuh lebih mungil darinya dan berkaca mata itu dengan mengernyit. "Kamu sendiri siapa?" Tanyanya balik. 'Siapa lagi sih ini? Apa jangan-jangan gadis ini mantannya Virgo? Ck. Kenapa pula harus aku yang membukakan pintu?' Sergah Karina kesal dalam hati. Seharusnya tadi ia pura-pura tak mendengar dan membiarkan bel pintu penthouse terus berdering saja, karena Virgo sedang di kamar mandi. Gadis berkaca mata itu menyipitkan maniknya mengamati Karina yang hanya mencepol rambutnya asal-asalan, dan mengenakan kaus hitam yang sangat kebesaran di tubuhnya. Jelas sekali kaus itu adalan milik seorang lelaki. Suara deheman pelan pun keluar dari bibir gadis berkaca mata itu, bibirnya terlihat ingin tersenyum, namun ia kemudian mengulumnya di dalam mulut. "Wah, wah. Rupanya Virgo sudah move on ya," guman gadis itu sembari tertawa kecil. "Hai, namaku Sienna. Aku adalah sepupunya Virgo." Karina diam tak bergeming menatap ragu ke arah tangan putih halus yang
"OM JOMPO!"Darren berdecak sebal mendengar Sienna yang lagi-lagi memanggilnya "om" dan "jompo". Dasar bocah sinting! Mungkin lain kali Darren akan mempertimbangkan untuk memberi 'pelajaran' kepada bibir mungil yang seenaknya mengoloknya itu.Sienna sebenarnya gadis yang cantik, walaupun mengenakan kaca mata besar yang hampir menutupi seluruh wajahnya yang kecil.Hanya saja Sienna itu bukan tipe Darren sama sekali. Kalau untuk wajah, mungkin Darren akan memberikan nilai 95 kepada Sienna. Tapi untuk tubuh mungil dan kurusnya itu, pfftt... nilai 65 saja mungkin sudah sangat murah hati ia berikan.Lelaki itu menatap tubuh Sienna yang masih terduduk di atas tanah becek berlumpur, dan bergidik jijik melihat noda coklat tua yang memenuhi bajunya.Dengan satu tangannya, Darren mengangkat bagian belakang kerah sweater Sienna hingga gadis itu pun terangkat tinggi sampai kakinya tidak menyentuh tanah.Sienna terlihat seperti kucing kecil yang tercebur got kotor jika diangkat seperti itu. Darren
"Minggir! Itu tempat tidurku!!" Sienna mendelik kesal sambil memukul kaki panjang Darren, yang sedang selonjoran santai di salah satu tempat tidur yang paling dekat dengan jendela. "Ck. Kenapa kamu seenaknya sendiri menentukan posisi tidur?" Decak lelaki yang kini telah melepas rambut palsunya itu. Darren yang memang sedang menyamar sebagai wanita, bahkan masih terlihat cantik meskipun dengan rambut aslinya yang pirang dan pendek, ditambah dengan dandanan dan busana yang feminin. "Kubilang minggir, Darren! Aku sudah mengganti seprai dan sarung bantalnya dengan milikku, dan kini semuanya jadi terkotori olehmu!" Sungut gadis berkacamata itu kesal. Sial sekali. Gara-gara tak ada lagi kamar kos yang kosong, mau tak mau Sienna pun terpaksa satu kamar dengan lelaki tua ini. Oh ya, Sienna sebenarnya tahu usia Darren belum tua. Kalau tak salah Juliet pernah mengatakan bahwa lelaki ini lebih tua tiga tahun dari Matthew, yang artinya usia Darren sekitar 33 tahun. Tapi tetap saja itu 'tua'
"Sienna!!"Sontak Darren pun melemparkan ponselnya begitu saja dan melompat dari tempat tidurnya, dengan langkah terburu-buru menuju ke arah pintu, dimana Sienna berjongkok dan bersandar di sana."Sienna, berhenti melukai dirimu sendiri!" Darren segera menyentak dan menarik kedua tangan gadis itu agar berhenti mencakar lehernya sendiri.Meskipun suasana cukup gelap karena listrik yang tidak menyala, namun sinar bulan yang masuk melalui tirai jendela samar-samar memperlihatkan goresan-goresan luka di leher gadis itu.Darren bahkan bisa mencium bau tajam besi yang menguar di udara dari darah Sienna."Lepaas! Aku sudah tidak tahan! Hentikaaan!! Aku mohon, hentikaaan!!" Jerit Sienna sembari menatap Darren nanar dengan bersimbah air mata, namun gadis itu hanya menangis tanpa memberontak.Darren mengerutkan keningnya melihat tatapan kosong di manik bening yang kali ini tanpa tertutup lensa. Sienna pasti baru terbangun dari tidurnya dan tidak sempat mengenakan kaca matanya."Kamu kenapa?" Ta
"Waah, mimpi apa nih saya semalam, tiba-tiba pagi-pagi begini sudah didatangi oleh dua orang gadis cantik?" Seru lelaki tua berperut buncit, yang memandangi Sienna dan Darren secara bergantian sambil mengerling genit.Sienna mungkin bisa menahan diri untuk tidak menampakkan wajah mual, tapi beda halnya dengan Darren. Lelaki yang kini sedang menyamar menjadi wanita itu bolak-balik memutar bola mata dan berdecak sebal sekaligus jijik.Saat ini Darren dan Sienna telah tiba di Kantor Kepala Desa, dan beruntung sekali karena bisa langsung bertemu dengan pejabat tertinggi di desa ini, yang bernama Pak Akhri.Lelaki tambun berperut buncit itu menyambut Sienna dan Darren dengan wajah sumringah dan sangat ramah, kelewat ramah malah.Sienna tersenyum manis sambil membetulkan letak kaca matanya. Sebenarnya ia muak melihat kilatan nakal di mata Pak Akhri, yang sejak tadi tak lepas menatap ke arah betisnya yang terpampang nyata. Hari ini Sienna memang mengenakan rok dengan panjang sedikit di bawah
"Muffin? Kamu datang?"Matthew segera beranjak berdiri ketika melihat sesosok wanita menawam dengan perutnya yang agak buncit memasuki ruang kerjanya.Ia melangkah lebar untuk menyambut istrinya yang cantik dengan penuh suka cita, memberikan sebuah pelukan hangat dan kecupan manis di bibir.Juliet tersenyum saat suaminya yang tampan mengelus rambutnya serta menghujaninya dengan sorot teduh penuh cinta. "Apa aku menganggu pekerjaanmu, Matthew?"Lagi-lagi Matthew mengecup bibir penuh merah merekah istrinya disertai dengan gigitan gemas. "Kamu tahu kalau aku tidak akan pernah ragu untuk meninggalkan segala hal di dunia ini hanya untukmu, Muffin. Jangan bertanya hal yang kamu sudah tahu pasti jawabannya."Matthew menuntun langkah istrinya untuk duduk bersama di sofa. "Sebentar lagi waktunya makan siang, mau makan di luar bersamaku?" Tanyanya saat mereka telah duduk."Aku memang berniat mengajakmu makan siang bersama," sahut Juliet. "Tapi tidak masalah jika Sienna ikut, kan? Hari ini sehar
"Juliet bilang kalau ia butuh bantuanmu, karena Sienna yang mendadak menghilang tanpa kabar sejak semalam," ucap Karina sambil mengalihkan tatapannya dari layar ponsel ke arah Virgo.***Darren hanya bisa terdiam dan menatap tajam ke arah Pak Akhri yang sedang berjalan menuju ke pintu ruangannya.Lelaki paruh baya itu terlihat mengunci pintu, lalu membalikkan badannya kembali ke arah Darren dan Sienna berada sembari menyeringai."Wah, ternyata kamu tidak benar-benar pingsan ya?" Ucap lelaki paruh baya itu mengamati Darren yang menatapnya tajam penuh kebencian namun tak bisa menjawab.Darren tidak meminum es jeruknya sampai tandas, tidak seperti Sienna. Jadi mungkin karena hal itu dia masih setengah sadar meskipun tidak bisa melakukan apa-apa juga.Sial. Tangan dan seluruh tubuhnya terasa sangat berat serta sulit untuk digerakkan!"Bagus kalau kamu masih sadar, Darla. Jadi kamu bisa lihat apa yang akan saya lakukan kepada temanmu yang mungil tapi manis ini." Pak Akhri mendekati Sienna
Adegan yang agak cringe ya gaes.***"DARREEEEN!! TOLOOONG!!"Jeritan putus asa dari Sienna itu membuat jantung Darren seolah terputus dari aliran darah.Pukulan keras dan bertubi-tubi yang diterimanya dari pengawal Pak Akhri tak lagi dapat ia rasakan. Otaknya mendadak penuh dan fokus hanya ke satu tujuan.Sienna.Dengan tangan dan kaki yang terikat, Darren tahu kesempatannya sangat kecil untuk menang melawan tiga orang lelaki berbadan besar yang sejak tadi tak henti menyiksanya.Seluruh tubuhnya mungkin telah dipenuhi lebam dan luka sekarang.Semula ia merasakan kesakitan luar biasa yang tak tertahankan. Namun anehnya kini semua rasa sakitnya seolah telah menghilang entah kemana, tergantikan oleh kemarahan masif yang terasa membakar dadanya.Semua karena suara jeritan itu.Darren berbaring diam di atas lantai dengan tatapan datar yang mengarah ke arah langit-langit gudang yang tinggi, dan memutuskan bahwa ia tidak mau mati konyol di tempat busuk ini!Karena jika ia mati, lalu siapa
Sienna terus berlari tanpa memperhatikan apa pun di sekitarnya. Jantungnya berdebar kencang, tidak hanya karena aktivitas fisik yang dilakukannya, tetapi juga karena emosi yang meluap-luap di dalam dirinya. Langkah-langkahnya yang cepat menggema di sepanjang koridor kampus, seolah mengiringi detak jantungnya yang berdegup keras. Ia hanya ingin menjauh sejauh mungkin dari ruang kesehatan itu, sejauh mungkin dari tempat ini, dari segala hal yang membuatnya merasa terpojok. Gadis itu bahkan tidak menyadari bahwa kakinya telanjang, karena buru-buru turun dari ranjang portabel di ruang kesehatan tadi tanpa sempat mengenakan kembali flat shoes-nya. Dinginnya lantai tidak terasa menyakitkan bagi Sienna, mungkin karena pikirannya terlalu kacau untuk memproses rasa apa pun selain keinginan untuk melarikan diri. Orang-orang yang melihat Sienna berlari kencang di lorong kampus jelas dibuat bingung dan terkejut. Gadis itu menjadi pusat perhatian dengan begitu mudahnya, namun ia sama
"Uh..." Sienna membuka kedua matanya dengan perlahan, merasa kepalanya sangat pusing dan berat. Lalu ia pun mengerjap pelan ketika menyadari bahwa kini dirinya telah berada di tempat asing. 'Eh? Kok aku bisa ada di sini?' Ruangan yang berukuran sedang ini setahu Sienna adalah ruang kesehatan yang merupakan fasilitas dari kampusnya. Saat ini ia sedang berbaring di ranjang portabel dari besi, serta selembar selimut putih yang menutupi tubuhnya.Gadis itu masih merasa disorientasi, seolah ada ruang kosong di dalam benaknya yang memutus ingatan terakhirnya. Sebentar... Bukankah sebelumnya ia sedang berada di kelas? Ya, benar. Ia sedang membalas pesan dari Darren, sambil menunggu dosen pengganti yang datang terlambat, lalu... Lalu.Bagai ada petir yang menyambar, Sienna kembali mengingat kilasan ingatan yang menghujam otaknya. Orang itu. Dosen baru yang mengganti Pak Rudi, adalah orang itu. Apa yang dia lakukan di fakultas hukum? Bukankah... dia guru matematika?Sienna tiba-tiba mer
"Uhuk-uhukk!" Darren segera memberikan segelas air kepada Sienna yang batuk-batuk karena tersedak, akibat mengunyah dengan terburu-buru. Sambil menepuk pelan punggung gadis itu dengan satu tangan, tangan satunya lagi ia gunakan untuk memberikan minum langsung ke bibir Sienna. "Thanks, Darren." Sienna berucap setelah batuknya mereda. "Pelan-pelan saja mengunyahnya, Sunshine." Sienna hanya melemparkan tatapan kesal namun tidak berkata apa-apa kepada Darren. Bagaimana ia tidak terburu-buru? Ia hampir terlambat masuk kuliah hari ini, dan semua itu gara-gara Darren yang tak ada habisnya meminta jatah bercinta. Ck. Bahkan sampai sekarang kedua kakinya masih lemas dan agak gemetar karena lelah. Meskipun begitu, ia harus kuliah hari ini. Ia tidak ingin terus membolos, apalagi sudah beberapa hari kemarin ia mangkir kuliah untuk menyelidiki kasus Mathilda. "Kamu kok nggak makan sih?" tanya gadis itu heran karena Darren yang sejak tadi ikut duduk di sampingnya, namun hanya menatapny
Sienna membuka matanya perlahan ketika merasakan tubuhnya digerakkan dengan lembut. Darren-lah yang melakukannya. Pria itu sedang memindahkan tubuhnya yang sedang asyik tertidur di atas tubuh Darren, untuk direbahkan di kasur lembut. Entah kenapa, kehangatan yang terpancar dari kulit pria itu bisa membuat Sienna rileks hingga akhirnya ia pun terlelap dengan pulas. Otot keras pria itu bertemu dengan tubuhnya yang lembut terasa seperti paduan yang sempurna dan saling melengkapi. "Darren?" Sienna menatap Darren dengan matanya yang masih sayu karena mengantuk, menyiratkan tanya kenapa dirinya dipindahkan. "Kamu jadi terbangun ya? Maaf, Sunshine." Darren mengusap lembut bibir Sienna dan mengecupnya sekilas. "Tidurlah lagi." "Kamu mau kemana?" Tanya Sienna lagi, ketika melihat Darren yang menyelimutinya lalu beranjak turun dari atas ranjang. "Cuma mau ke dapur untuk membuatkan sarapan," sahut pria bersurai pirang itu dengan manik biru lautnya yang cerah dan berkilau penuh senyum m
Sienna keluar dari mobil mewah milik Darren, lalu dengan sengaja membanting pintunya dengan wajah yang masih tertekuk."Kenapa kamu masih saja membawaku ke sini? Aku mau pulang!" Sergah gadis itu dengan kaki yang menghentak kesal dan manik bening dari balik lensa kaca mata yang mendelik ke arah Darren.Padahal Sienna sudah berusaha mengubah sikapnya menjadi agak penurut, dengan membiarkan Darren mengajaknya makan siang dan berjalan-jalan di mal. Sienna bahkan membiarkan pria itu menggandeng tangannya dan memeluknya di tempat umum, mempertontonkan kemesraan layaknya sepasang kekasih.Meskipun Sienna masih tetap tidak menganggap Darren adalah kekasihnya, berbanding terbalik dengan Darren yang sudah mengklaim bahwa Sienna adalah gadisnya.Ia mengira dengan mengikuti apa kemauan pria itu, paling tidak Darren akan mengabulkan permintaannya untuk pulang ke apartemennya. Aaah... Sienna benar-benar rindu dengan situasi kamar dan kasurnya yang empuk. Namun yang justru terjadi saat ini adalah
"Phobia pada kegelapan?" Virgo mengulang pertanyaan Darren sambil berusaha mengingat-ingat.Benar juga, seingatnya dulu saat nereka masih kecil, Sienna memang tidak suka berada di dalam ruangan yang minim cahaya. Apa sekarang pun masih?"Ya. Sienna sangat ketakutan saat berada di dalam suasana yang gelap. Dia... bahkan berada di taraf yang seperti tidak sadar bahwa sudah menyakiti diri sendiri," sahut Darren dengan wajah yang menyiratkan kecemasan."Kamu sepupunya yang paling dekat kan? Apa Sienna pernah bercerita tentang hal itu?"Virgo menggeleng. "Sienna itu cukup tertutup meskipun dari luar terlihat cuek dan berani," cetusnya. "Kami memang cukup dekat sebagai sepupu, tapi tidak sedekat itu untuk menceritakan hal-hal yang terlalu pribadi."Darren mendesah pelan, kecewa karena tidak mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Virgo benar, Sienna itu gadis yang agak tertutup."Bagaimana dengan masa kecilnya?" Tanya Darren lagi, pantang menyerah. "Apa pernah terjadi sesuatu yang traumatis s
"Heekkhh... hkk... kkhh..."Suara gumanan pelan namun aneh itu membuat tidur lelap Darren pun seketika menjadi terjaga. Perlahan kelopak matanya terbuka, namun tak berapa lama menjadi menyipit bingung, ketika menyadari bahwa ia tidak menemukan seseorang di samping sisi ranjangnya.Kemana Sienna??"Huukkhh..."Suara aneh itu kembali terdengar lagi.Darren pun bergerak untuk beranjak duduk di atas tempat tidurnya sambil menajamkan pendengarannya. Kegelapan yang menyelimuti di sekelilingnya membuatnya tak dapat melihat apa pun.Pria bersurai pirang itu pun memutuskan untuk menyalakan lampu tidur di atas nakas. Bias cahaya kuning lembut pun serta merta memberikan penerangan, meskipun samar-samar.Manik biru laut lelaki itu pun membelalak lebar karena terkejut, ketika menemukan sosok yang ia cari kini tengah duduk di lantai, dengan punggungnya yang bersandar di dinding."Heehkk... uhkk..."Tatapan gadis itu terlihat kosong seperti boneka tanpa nyawa. Bibirnya terbuka, mengeluarkan suara se
"Aku tidak tahu harus berkata apa kepadamu, Muffin."Juliet hanya bisa meringis mendengar nada dingin yang menguar dari suara maskulin suaminya. Ia sadar bahwa di sini semua kesalahan memang bersumber dari dirinya, namun sungguh, ia tidak pernah menyangka akan menjadi sekacau ini.Ia yang tadinya ingin memberikan kejutan manis untuk suaminya dengan menyelidiki diam-diam tentang Mathilda Wiratama, ternyata malah menyebabkan sahabatnya Sienna dan sepupunya Matthew berada dalam masalah.Hampir saja Sienna diperkosa dan Darren yang nyaris kehilangan nyawa, ketika mereka menjalankan misi yang ia minta!Ya ampun...Wanita bersurai gelap dengan perutnya yang mulai membuncit itu benar-benar menyesal. Tangannya yang sejak tadi menggenggam erat tangan sahabatnya, Sienna, mulai terlihat sedikit gemetar.Saat ini Juliet sedang duduk di atas sofa double seated bersama Sienna, sementara itu Matthew dan Darren masing-masing berada di sofa single."Sienna, Darren... maaf," cicit wanita cantik bersura
Setelah sarapan, Sienna segera mandi dan berpakaian dengan cepat. Cuaca cerah pagi ini harus bisa dimanfaatkan sebaik mungkin bagi mereka untuk mencari jalan pulang.Setelah hujan sehari semalam, masih tersisa beberapa genangan air di jalanan yang rusak dan becek penuh lumpur.Semoga saja lumpurnya tidak tebal, agar ban mobil mereka tidak terjebak dan malah tidak bisa bergerak.Darren membukakan pintu untuk Sienna, yang dibalas dengan ucapan terima kasih oleh gadis itu.Hanya saja Sienna tidak tahu, bahwa ada seulas senyum simpul penuh arti di wajah tampan lelaki itu."Darren!!" Pekik Sienna sambil mendelik kesal dan mengusap bokongnya yang baru saja mendapatkan cubitan gemas dari Darren.Tawa pelan lelaki itu semakin membuat Sienna kesal, dan gadis itu pun akhirnya masuk ke dalam mobil sambil menghempaskan tubuhnya."Modus!" Cebiknya sembari memutar kedua bola mata. Dasar laki-laki. Dulu saat pertama kali mengenal Darren, Sienna tidak akan pernah menyangka jika lelaki ini sangat mes