Beranda / Romansa / Cintaku Terhalang Weton / 4. Kedatangan Budhe Ning

Share

4. Kedatangan Budhe Ning

Penulis: Rindu Rinjani
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-14 20:44:31

Pengunjung hik semakin lama semakin ramai. Entah sudah berapa lama dua sejoli itu berada di sana. Es teh yang dipesan oleh Ayu sudah mencair, merubah minuman pekat itu menjadi dua warna, bening dan merah kecokelatan di bagian bawah.

Ayu mendongak dan memperhatikan mata kekasihnya yang teduh. Kedua mata yang selalu memberinya ketenangan.

“Jadi kita akan mencoba kembali, Mas?”

Danang mengangguk penuh percaya diri. Lelaki yang bekerja di bank swasta ini menganggap penolakan itu sebagai bentuk ujian cintanya terhadap Ayu. Bisa jadi calon mertuanya itu ingin melihat bagaimana keteguhan hati laki-laki yang memberanikan diri untuk mempersunting putri mereka.

“Insya Allah Yu, kita usaha dulu, selebihnya biar jadi urusan Sang Pemberi Hidup.”

Ayu pun terdiam lagi, kali ini bukan karena memikirkan cara apa yang harus ditempuh agar keluarganya bisa menerima kehadiran Danang. Namun ia merasa malu karena telah mengungkapkan ide konyol yang harusnya tidak perlu dibicarakan pada kekasihnya. Untung saja Danang masih bisa berpikir jernih sehingga mereka tidak melakukan hal yang diluar batas.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat dua puluh menit ketika Ayu tiba di rumahnya. Saat itu lampu ruang tengahnya masih menyala, dan Ibunya masih berada di situ bercakap-cakap dengan sang kakak yang biasa dipanggil Ayu Budhe Ning.

Ayu mendengkus kesal saat mendapati sosok wanita paruh baya itu berada di sana. Budhe Ning dipandang Ayu sebagai seorang wanita yang berpikiran sangat tradisional, bahkan lebih parah dari kedua orang tuanya.

“Huh, bakal panjang ini urusannya kalau ada budhe,” pikir Ayu malas untuk berbicara dengan kakak dari Ibunya.

Apapun yang akan dibicarakan, Ayu sebagai yang termuda di rumah tentu saja tak memiliki hak untuk menyuarakan keinginannya sendiri. Ia hanya bisa menjadi seorang pendengar, dan seringkali hanya bisa berkata ya pada wanita itu. Apapun yang terjadi dia akan selalu salah.

Namun bagaimanapun juga, ia harus menemui Budhe Ning, menyalami wanita itu dan berbasa-basi. Jika beruntung ia akan mendapatkan wejangan yang entah berapa jam lamanya.

Budhe, mpun dangu (Sudah lama budhe)?” tanya Ayu mencoba berbasa-basi kemudian mencium punggung tangan wanita itu.

Budhe Ning membalas uluran tangan Ayu dan memandang dirinya sinis. Terus menguliti keponakannya dengan tatapan dari atas ke bawah.

Cah wadhon yah mene tas mulih omah, ngopo wae kowe Nduk (Anak perempuan jam segini baru pulang, ngapain aja kamu)?” tanya Budhe Ning kemudian membuang muka seolah ia tidak berkenan untuk bertemu dengan keponakannya.

“Iya Budhe, Ayu tadi dari tempat teman,” kata Ayu dengan sopan, dan mencoba untuk menghargai kakak dari Ibunya.

Dolan wae, jaman budhe karo ibumu isih nom ra tau metu begi-bengi. Ba’da maghrib ngaji nganti isya terus mulih ngewaki mbah e nggarap konveksi (Main saja, jaman Budhe dan Ibumu masih muda, kami tidak pernah keluar rumah malam-malam. Setiap Ba’da maghrib mengaji sampai isya setelah itu membantu Mbah mengerjakan orderan konveksi).

Ayu hanya diam, sekilas ia melirik ke arah Ibunya, tapi wanita yang melahirkannya itu tidak bicara apa-apa seakan menyerahkan dirinya pada Budhe Ning.

"Iya budhe, tapi jaman sekarang dan dulu kan berbeda. Kadang Ayu juga bekerja di malam hari,” Ayu berusaha menjelaskan.

Budhe Ning hanya menggeleng tidak suka mendengar ucapan keponakannya itu.

“Kerja? Kerjamu apa to nduk kok malam hari. Jangan-jangan kamu kerja yang nggak bener ya?”

Wanita bersanggul itu pun melirik ke arah adiknya, “Piye kowe ndidik anakmu nganti kerjo bengi-bengi Mi (Bagaimana kamu mendidik anakmu hingga harus bekerja di malam hari)?”

Bu Ratmi tersenyum kecut, kemudian memutar posisi duduknya menghadap pada sang kakak.

“Ayu kerja di Rumah Sakit sebagai tenaga administrasi Mbak. Ayu bekerja dalam shift, jadi kadang dia masuk sore atau malam,” jelas Ibu Ayu dan ditanggapi oleh gelengan kepala dari Budhe Ning.

“Ratmi … Ratmi, harusnya anak perempuan seusia Ayu ini sudah menikah sekarang, nggak perlu lagi bekerja hingga malam hari. Apa nggak ada to laki-laki yang mau meminang putrimu ini?” tanya Budhe Ning.

Wanita paruh baya ini pun melirik ke arah Ayu yang masih berdiri diantara mereka.

“Yu, umurmu sekarang berapa?” tanya Budhe Ning.

“27 Budhe.”

"Opo (Apa)?” tanya Budhe Ning tak percaya.

Ayu dan Bu Ratmi sama-sama mengangguk dan membenarkan apa yang baru saja diucapkan oleh Ayu. Sementara Budhe Ning hanya menggelengkan kepala.

Ayu jelas tahu apa yang sebenarnya ada di pikirkan oleh Budhenya. Wanita paruh baya ini pasti menganggap Ayu adalah perawan tua yang tak laku. Seorang perempuan yang tidak memiliki kemampuan mengurus diri dan rumah tangga seperti gambaran perempuan ideal menurut Budhe Ning.

“Ayu apa nggak bisa masak? Nggak bisa nyuci?” tanya Budhe Ning menyelidik, mencari kekurangan keponakannya.

“Bisa budhe,” jawab Ayu sopan.

Lah masalahe opo terusan, wong bocahe ayu, pinter, sarjana, iso tandang gawe mosok ora ono sing nembung, opo kowe kakehan milih (Lalu apa masalahnya apa, anaknya cantik, pinter, sarjana, bisa mengurus rumah, bagaimana bisa tidak ada yang meminang, apa kamu terlalu pilih-pilih)?” tanya Budhe Ning yang menyesali keadaan keponakannya yang sampai saat ini belum juga menikah.

Ayu hanya bisa menahan emosi mendengar ucapan dari Budhenya ini. Padahal dalam hati ia ingin mengeluarkan uneg-unegnya pada wanita paruh baya itu. Namun jika ia melakukannya, Ayu khawatir kalau masalah akan semakin panjang.

Budhe Ning pasti akan menganggapnya sebagai anak yang tak tahu sopan santun. Bisa-bisa ia mendapat amarah dari Ibu dan juga budhenya.

Ingin rasanya Ayu memaparkan kondisi putri budhe Ning yang statusnya hanya istri kedua dan dinikahi secara siri, atau putri beliau satu lagi yang pernikahannya gagal karena suaminya suka main tangan. Juga putranya satu-satunya yang terpaksa menikahi kekasihnya karena sudah hamil di luar nikah.

“Budhe … budhe apa nggak ngaca dulu ya sebelum ngomongin aku?” batin Ayu.

“Sebenarnya kemarin sudah ada yang meminang, sudah lama menjalin hubungan. Orangnya kerjaannya sudah mapan, sudah punya rumah dan mobil, tapi terpaksa saya tolak,” papar Bu Ratmi.

“Ditolak? Lapo ditolak (kenapa ditolak)?”

Bu Ratmi melirik ke arah Ayu, kemudian kembali memandang ke arah kakaknya sambil menghembuskan napas panjang.

Lha pripun Mbak, weton temu selawe (Lha bagaimana Mbak, wetonnya ketemu angka 25),” jelas Bu Ratmi sedikit menyesal.

Ayu menyimpulkan kalau sebenarnya Ibunya menyukai sosok Danang. Wanita ini jelas menunjukkan kekecewaan karena lelaki yang selama ini dikenal baik dengan putrinya tidak berjodoh secara weton.

Weton temu selawe?” tanya Budhe Ning tak percaya.

Kemudian wanita paruh baya ini pun membenarkan keputusan adiknya yang menolak pinangan dari lelaki itu.

“Bener-bener weton ketemu 25 memang tidak boleh menikah. Itu angka kutukan, rumah tangga bisa hancur.”

Bu Ratmi memegang tangan kakaknya dan melirik ke arah Ayu sejenak.

“Itulah Mbak, kenapa saya minta Mbak untuk datang ke sini dan membantu menasihati Ayu kalau lelaki pilihan Ayu itu tidak tepat untuknya. Mbak kan paham betul mengenai weton dan perhitungannya, saya minta tolong supaya Mbak meyakinkan Ayu akan hal ini,” pinta Bu Ratmi dibalas dengan anggukan dari kakaknya.

Ayu yang mendengar ucapan Ibunya ini pun langsung memprotes.

“Bu, kenapa Ibu terus-terusan membahas masalah ini. Mas Danang itu orang baik, dia juga sudah mapan, bahkan menyiapkan semuanya untuk saya agar ketika berumah tangga nanti tidak merasa kesulitan,” jelas Ayu membela lelaki yang dicintainya.

“Lho, koq sudah berani ngelawan Ibumu to Yu? Pasti gara-gara lelaki yang meminang kamu itu!” seru Budhe Ning.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Cintaku Terhalang Weton   5. Rencana Tersembunyi

    “Mas, Ibu makin kekeh dengan keputusannya,” tulis Ayu melalui layanan pesan berlogo warna hijau.Tadi hatinya sempat berbunga-bunga lantaran pertemuan dengan Danang yang begitu sederhana. Namun kedatangan Budhe Ning telah merubah semuanya. Tak ada lagi senyuman yang menghiasi wajah kalemnya.“Kamu kok belum tidur to Yu? Mikirin Mas ya?” balas Danang tanpa perlu menunggu lama.Melihat sang kekasih masih terjaga, Ayu pun langsung menceritakan kejadian yang baru saja dialami olehnya saat kedatangan Budhe Ning.“Ibumu tetap bersikeras Yu, sampai meminta Budhemu untuk menasihati?” tulis Danang tidak percaya.“Iya Mas.”Sementara itu di kamar Danang ….Lelaki muda itu duduk di tepi ranjangnya sambil memegangi kepala. Kabar yang baru saja diterima dari Ayu benar-benar mengacak-ngacak perasaa

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-15
  • Cintaku Terhalang Weton   6. Buat Ayu

    Danang menyalami Bu Ratmi dan Budhe Ning dengan hormat. Tak lupa ia memberikan sajen berupa martabak dan terangbulan untuk oleh-oleh.“Silakan duduk Nak Danang,” kata Bu Ratmi ramah.Kedatangan Danang kali ini memang disambut dengan lebih ramah dibanding sebelumnya oleh bu Ratmi. Biasanya saat berkunjung ke rumah Ayu, sikap Ibunya biasa saja, tidak hangat dan tidak menunjukkan adanya kebencian bagi dirinya.“Maturnuwun Bu (Terima kasih Bu),” jawab Danang kemudian duduk di hadapan kedua wanita paruh baya itu.“Ini Budhenya Ayu, Budhe Ning yang tinggal di Klaten,” Bu Ratmi mencoba memperkenalkan wanita paruh baya yang duduk di sebelahnya.Tak hanya Danang yang terkejut dengan sikap Bu Ratmi, tapi juga Ayu. Kedua sejoli ini sempat takut dan khawatir akan penolakan yang diberikan oleh Bu Ratmi nantinya. Apalagi dengan kedatangan Budhe Ning

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-15
  • Cintaku Terhalang Weton   7. Dijodohkan

    Budhe Ning dan Bu Ratmi menoleh secara bersamaan ke arah Ayu yang tengah membawa nampan. Kedua wanita paruh baya ini tersenyum pada Ayu seolah tak terjadi apa-apa. Sang Ibu justru memanggil putrinya dan menyuruh untuk duduk di dekatnya.“Sini, Nduk!” panggil Bu Ratmi kemudian menggeser duduknya dan menepuk-nepuk sisi di sampingnya.Dengan sedikit gondok, Ayu pun menuruti Ibunya, melirik ke arah Danang yang duduk dengan mata mulai memerah. Pasti sakit sekali apa yang dirasakan oleh Danang. Ayu sendiri juga merasa sakit hati dengan apa yang barusan diucapkan oleh Ibunya.“Bu, kenapa Ibu ngomong gitu? Ibu dan Budhe nggak serius kan dengan yang tadi?” tanya Ayu setengah merengek.“Ora serius piye to Nduk (Tidak serius bagaimana, Nak), ya jelas Budhe dan Ibumu serius dengan apa yang kami katakan,” kata Budhe Ning mengambil alih.Ayu menoleh

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-21
  • Cintaku Terhalang Weton   8. Harapan Yang Jelek?

    Budhe Ning terus saja bicara tentang kebaikan lelaki yang akan dijodohkan dengan Ayu. Di mata wanita paruh baya ini, sosok lelaki yang akan dikenalkan padanya adalah sosok yang sempurna. Terlebih lagi saat membahas tentang weton yang dimiliki oleh lelaki itu.Ingin sekali Ayu menutup dua telinganya dengan telapak tangan. Mungkin juga ingin segera pergi dari tempat mereka berkumpul. Namun jika hal itu dilakukan, tentu saja akan menimbulkan keributan nantinya.Yang bisa dilakukan Ayu hanya diam berdiri dan mendengarkan perkataan kedua wanita paruh baya itu hingga selesai. Setelah mereka selesai barulah Ayu bisa menjawab ucapan mereka.“Wira itu secara bibit, bobot, bebetnya jelas dan semuanya baik. Dia punya usaha hotel yang ramai, tentunya dia bakal bisa menghidupimu. Keluarganya terhormat, dari keturunan yang baik dan yang paling penting hitungan weton kalian itu cocok Nduk,” jelas Budhe Ning.

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-21
  • Cintaku Terhalang Weton   9. Calon Menantu Idaman

    Bu Ratmi mencoba untuk mengejar Ayu yang melangkah lebar menuju kamar tidurnya. Bagaimanapun putrinya harus mengerti dan sepaham dengan dirinya. Namun baru bergerak selangkah Budhe Ning sudah mencegah dengan menyentuh pundak Ibu Ayu.“Mi, udah biarin aja, namanya anak lagi dimabuk cinta ya begitu itu, percuma saja ngomong sama dia pasti nggak akan didengarkan. Ini semua pasti karena pengaruh dari laki-laki itu!” cergah Budhe Ning.“Sepertinya begitu Mbak Yu,” jawab Bu Ratmi kemudian kembali duduk di sofa.Budhe Ning pun mengambil ponsel dari dalam saku dan menghubungi kenalannya melalui pesan di aplikasi hijau.“Sik yo dhik, aku tak nelpon wong tuwone Wira, njaluk potone (Sebentar ya dhik, aku mau telepon orang tuanya Wira buat minta fotonya),” kata Budhe Ning yang disambut antusias oleh Bu Ratmi.Budhe Ning pun mulai berbasa-basi dengan Bu Las

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-24
  • Cintaku Terhalang Weton   10. Danang Ngambek

    Karena tak kunjung dapat balasan dari Danang, Ayu pun berinisiatif untuk mendatangi kekasihnya itu ke kantornya dan membawakan sarapan favoritnya, pecel ndeso sajian kuliner khas kota Solo yang berisi nasi merah, sayuran lengkap dengan sambal wijennya. Tak lupa Ayu membawakan tempe mendoan dan peyek kacang sebagai pelengkap.“Mas … Mas Danang!” panggil Ayu saat melihat kekasih hatinya sudah turun dari mobil sedannya.Mau tak mau Danang pun berhenti dan menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Perempuan yang dikasihnya berdiri di sana dengan seragam putih khas rumah sakit yang dibalut cardigan biru muda.Sebenarnya ia malas untuk bertemu Ayu kali ini, tapi karena ini di kantor dan sudah banyak rekan kerjanya yang datang maka ia pun menemui Ayu.“Kamu ada apa ke sini?” tanya Danang.“Aku pengin ngobrol sama Mas,” pinta Ayu.

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-24
  • Cintaku Terhalang Weton   11. Ada Yang Mencoba Merusak

    Setelah mengantarkan gadisnya menuju mobil, Danang pun melangkah dengan lebar-lebar, tak ingin terlambat mengkuti pertemuan pagi, apalagi ia juga belum sempat sarapan.Harus diakui kalau ia memang beruntung mendapatkan kiriman dari Ayu. Danang memang tak pernah sarapan di rumah saat bekerja, demi mengejar waktu. Setidaknya jika sarapan di kantor, ia masih bisa absen lebih awal dan tidak khawatir akan terlambat, meskipun menu yang disajikan itu-itu saja.Danang langsung membawa bekal pemeberian Ayu ke pantry dan menikmati pecel ndeso kesukaannya.“Wuih enake,” gumam Danang mulai menyantap sarapan paginya.“Selamat pagi Pak Danang, kayaknya enak banget tuh,” suara seorang perempuan mengejutkannya.“Pagi Bu Dinda, sarapan dulu Bu,” kata Danang berbasa-basi.Dinda adalah rekan satu divisi dengannya. Sebenarnya dia anak orang ka

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-02
  • Cintaku Terhalang Weton   12. Kedatangan Tamu

    Ayu mengangguk hormat dan melemparkan senyum pada seorang wanita yang nyaris berpapasan di rumahnya. Wanita itu begitu anggun dengan gambis berwarna kalem dan beraksen rample batik pada bagian bawahnya. Jilbab yang dikenakan berwarna senada, tanpa aksesoris dan variasi jilbab yang beraneka macam model. Namun kesemuanya tak meninggalkan kesan elegan.Ini pertama kalinya Ayu melihat sosok wanita di hadapannya, dan tentunya ia merasa asing. Namun atas nama kesopanan dan keramahan ia pun menunduk hormat. Apalagi, di belakang wanita ini Ibu dan Budhenya terlihat begitu akrab.“Baru pulang Nduk?” tanya Bu Ratmi.“Njih (Ya) Bu,” jawab Ayu dengan sopan.“Ini kenalin temennya Budhe Ning Bu Lastri, Ibunya Wira,” tunjuk Bu Ratmi.Kemudian wanita paruh baya ini pun melirik ke arah tamunya yang anggun dan mulai membicarakan tentang Ayu putrinya.&nbs

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-03

Bab terbaru

  • Cintaku Terhalang Weton   224. Biar Ayu Tahu

    Dengan frustrasi Danang meninggalkan ruang perawatan saat Dinda terlelap sebagai reaksi obat bius yang disuntikkan. Manager marketing itu menyusuri koridor klinik bersalin dengan keresahan yang pekat. Dia sama sekali tak menyangka acara gathering yang diadakan oleh bank tempatnya bekerja menjadi awal masalah.Mendengar ancaman Dinda tadi, dia merasa seolah langit runtuh di atas kepalanya. Entah bagaimana cara mencari bukti-bukti yang dia butuhkan. Untuk saat ini Danang hanya meyakini perasaan dan analisa berpikirnya bahwa dia tak bersalah.Danang hanya ingat merasa ngantuk setelah makan malam bersama Dinda. Bahkan dia tak sanggup untuk menyetir mobil dan membiarkan Dinda mengambil alih kemudi. Setelah itu dia tak ingat apa pun lagi yang diperbuatnya."Aaarrgh ... sial banget siih! Bisa-bisanya perempuan itu mengancam untuk melaporkan ke polisi atas tindakan yang tidak pernah kulakukan! Hiiih!" Danang berteriak dengan rasa sesal dan kesal saat tiba di taman depan klinik sambil bergumam

  • Cintaku Terhalang Weton   223. Drama Semakin Menjadi

    Danang menghindari Dinda dan menjauh menuju meja makan. Sementara Dinda yang kesal dengan sikap Danang terus mengekori lelaki itu. Dengan kasar Dinda menarik kursi di samping Danang yang duduk dekat meja makan."Mas, ini anakmu. Masa kamu lupa kalau sudah meniduriku malam itu?" Dinda memaksa meraih tangan Danang yang terlipat di atas meja makan.Danang bergeming. Dia diam sambil kembali berusaha mengingat kejadian malam itu. Namun tak satu pun potongan ingatan meniduri Dinda terlintas dalam benaknya. Dengan kesal Danang menggebrak meja makan."Jangn membodohiku, Dind. Malam itu tidak terjadi apa-apa di antara kita!" Danang mengepalkan kedua tangan dengan marah hingga buku jari-jarinya memutih."Lalu bagaiman aku bisa hamil kalau kamu nggak meniduriku, Mas? Ini anakmu! Jangan jadi pengecut kamu!" Amarah Dinda terpancing hingga berteriak memaki DanangDinda sama sekali tak menduga jika ternyata Danang sulit ditekan. Pria yang tampak baik dan santun itu nyatanya keras keapla dan tak mau

  • Cintaku Terhalang Weton   222. Sandiwara Dinda

    Dinda termenung mendengar ucapan Wira. Serasa dihipnotis Dinda bahkan merasa saran Wira adalah sebuah ide yang cemerlang. Lagi pula semua orang sudah tahu foto-foto dirinya bersama Danang yang sengaja ia kirimkan ke grup-grup WA perusahaan."Tapi saat ini kan Danang sedang diskorsing, Mas. Gajinya juga dipotong. Aku nggak mau ya hidup dengan lelaki miskin. Kebutuhanku banyak." Dinda menyampaikan uneg-uneg yang mengganjal di hatinya.Bagaimanapun Dinda tak ingin hidup susah bersama lelaki yang memang disukainya. Ia khawatir selamanya gaji Danang akan dipotong. Sementara jika kehamilannya terus membesar akan butuh biaya yang lebih banyak.Wira tertawa mendengar ucapan Dinda. Perempuan matre seperti Dinda tak pernah ada tempat di hatinya. Apa lagi selama ini Dinda hanya lah sebuah mainan baginya."Nggak selamanya gaji Danang akan dipotong. Kalau pimpinan cabang bank dimana kamu bekerja tahu bahwa lelaki itu bertanggung jawab padamu, bisa jadi malah dia akan naik posisi." Wira mempermain

  • Cintaku Terhalang Weton   221. Penolakan Wira

    Dengan wajah penuh rasa sesal Dinda menatap pakaian Agil yang Kotor terkena muntahannya. Ia sendiri merasa jijik dengan cairan kehijauan dan berbau itu. Tak bisa dibayangkannya bagaiman perasaan Agil yang bajunya berlumuran cairan yang keluar dari lambung Dinda."Gil, maaf." Dinda menatap sendu seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada. Agil berdecak mendengar permintaan maaf Dinda. "Sudah aku nggak apa-apa. Tinggal ganti baju aja. Kamu sebaiknya mengisi perut yang kosong. Itu makanannya masih bersih. Makan lah, meskipun sedikit." Kembali Agil membuka bungkusan makanan dan mengambil sepotong pizza lalu menyodorkan pada Dinda.Entah kenapa Dinda menutup mulut dan hidungnya. Aroma makanan favoritnya itu berubah layaknya monster yang menakutkan. Ia mendorong tangan Agil dengan sebelah tangan yang tak digunakan untuk menutup mulut. "Jauhkan, Gil. Perutku eneg membaui makanan itu."Pak Bambang yang ada di ruangannya memperhatikan interaksi antara Dinda dan Agil. Dia merasa heran den

  • Cintaku Terhalang Weton   220. Gejala Aneh Pada Dinda

    Dinda merasa puas akhirnya pimpinan dan para karyawan di tempatnya bekerja mengetahui skandal yang dia ciptakan. Malam itu memang Dinda menjebak Danang. Saat makan malam diam-diam ia menaburkan obat tidur ke dalam makanan Danang. Dengan dibantu oleh Wira, ia membawa Danang ke kamarnya.Dengan bantuan Wira juga maka Dinda memperoleh hasil foto yang luar biasa manipulatif. Foto-foto topless yang seolah dirinya ditiduri Danang berhasil menimbulkan banyak spekulasi pendapat yang rata-rata menguntungkannya. Bahkan Danang sampai menerima sangsi skorsing dan pemotongan gaji dari bank tempat mereka bekerja.Meskipun puas foto-foto itu tersebar, namun Dinda kecewa karena hingga hari ini Danang belum juga dapat diraihnya. Lelaki itu bahkan makin dingin dan cenderung menghindari Dinda. Bagaimana bisa Dinda mengikat hati Danang jika sampai saat ini jarak masih membentang di antara mereka.Waktu terus berlalu sejak Danang diskorsing. Hari ini masuk Minggu kedua Dinda tak melihat kehadiran Danang d

  • Cintaku Terhalang Weton   219. Permintaan Budhe

    Sesaat setelah masuk ke dalam rumah Ayu, Wira disuguhi teh hangat dan setoples penuh camilan. Budhe Ning juga mempersilakan Wira untuk salat di rumah itu. Namun Wira memilih untuk berangkat ke musala terdekat dan salat magrib di sana.Budhe Ning mencari keberadaan Ayu setelah Wira berangkat ke musala. Sedangkan Ayu memanfaatkan waktu yang ada dengan mandi dan bersiap untuk salat. Di pintu dapur menuju ruang makan, Ayu berpapasan dengan Budhe Ning."Nduk, kamu itu tadi ke mana? Ndak enak loh sama Nak Wira kalau kamu pergi tapi Ndak bilang-bilang dulu sama calon suamimu. Apa lagi Nak Wira tahunya kan hari ini kamu itu cuti." Budhe Ning menghalangi langkah Ayu yang hendak ke kamarnya.Ayu sendiri merasa jengah dengan segala ucapan budhe Ning yang terus saja nyerocos tentang perjodohan antara dirinya dan Wira. Padahal hingga detik ini Ayu masih terus meragukan ketulusan cinta Wira padanya."Ngapunten, Budhe. Saya mau salat dulu. Sebentar lagi waktu magrib habis." Ayu memotong ucapan Budhe

  • Cintaku Terhalang Weton   218. Ternyata Dia

    Setelah meninggalkan taman kota, Wira membawa Ayu ke cafe dimana seharusnya Danang mengajak perempuan itu ketemuan sebelumnya. Wira memilih tempat duduk di sudut agar leluasa mengamati lalu lalang orang keluar masuk cafe itu."Jadi ini tempat penuh kenangan antara kamu dan Danang?" Wira menatap Ayu sebelum mengambil buku menu yang ada di meja pelanggan.Ayu berjengit mendengar pertanyaan Wira. Entah dari mana lelaki itu tahu tentang cafe ini yang memang salah satu tempat favorit dan menjadi kenangannya bersama Danang. Ia sering melepas penat selepas kerja di hotel Premier milik lelaki yang saat ini duduk di sisi kanannya. Setiap kali berkunjung ke tempat ini biasanya Ayu janjian dengan Danang. Keduanya menghabiskan waktu dan mengisi kembali energi yang terkuras seharian saat bekerja dengan menikmati kopi panas yang uapnya meruap menenangkan jalinan sinap di kepala mereka. Alunan live music di cafe ini menemani percakapan Ayu dan Danang kala itu."Hai ... halo ...." Wira melambaikan ta

  • Cintaku Terhalang Weton   217. Mungkinkah?

    Danang meninggalkan taman kota dengan hati gundah. Ucapan Ayu terngiang di telinganya. Dia kecewa karena Ayu membela Wira. Namun pembelaan Ayu terhadap Wira justru menimbulkan tanda tanya besar di hati Danang.Sambil berpikir Danang megendarai mobil dengan kecepatan sedang. Diiringi lampu jalanan yang mulai benderang dan alunan azan magrib, Danang tiba di rumah yang ditinggalinya bersama sang ibu.Setelah memarkirkan mobil di halaman rumah, Danang berjalan gontai menuju rumah. Saat dia membuka pintu, Bu Asih-ibunya, tampak baru saja selesai berwudhu. Raut wajah teduh Bu Asih basah dengan air yang menetes."Nang, tumben kamu lemes gitu," tegur ibunya.Danang berusaha menyembunyikan keresahannya dari perempuan yang melahirkannya. Dia tak ingin ibunya terseret dalam keresahan yang merajai hati saat ini."Nggak apa-apa, Bu. Cuma cape saja," Danang meraih tangan Bu Asih dan mengecup punggung tangan surganya.Bu Asih membelai kepala sang putra dengan lembut. "Yawis, kamu mandi dulu biar leb

  • Cintaku Terhalang Weton   216. Bertengkar Lagi

    Dalam kekesalannya Danang tatapan Danang beradu dengan pandangan Wira yang sedang tersenyum penuh misteri seolah mengejeknya. Dia pun bangkit dan berjalan menuju tempt duduk Wira yang berseberangan dengan bangku taman yang didudukinya bersama Ayu.Melihat Danang yang berdiri dan berjalan menuju bangku seberang, Ayu merasa heran. Namun keheranannya terjawab saat pandangnnya menemukan sosok Wira yang sedang dihampiri Danang. Dengan penuh tanda tanya Ayu bangkit dan mengekori langkah Danang."Mau apa kau di sini?" Danang berkacak pinggang sambil membentak Wira.Melihat Danang yang berdiri di hadapannya dengan kemarahan yang pekat, Wira hanya mengangkat sudut bibirnya. Dia tersenyum penuh ejekan. "Masalah kalau aku di sini? Setahuku ini tempat umum. Siapa pun boleh ke sini?" Sambil memainkan kunci mobil di tangannya, Wira menjawab pertanyaan Danang.Danang mendengus kesal. "Nggak usah sok-sokan kau. Pasti kau membuntuti Ayu ke sini kan!" Jari telunjuk tangan kanan Danang diacungkan ke dep

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status