Wira sibuk merapikan bajunya sambil melihat ke bajunya tanpa ada niatan melihat seseorang yang ditabraknya.“Lain kali kalau jalan hati-hati, ya!” tegas Wira lantas berlalu begitu saja.“Lain kali jangan asal nabrak orang apalagi tidak meminta maaf!” Gadis cantik itu angkat bicara sebelum jauh dari Wira.Wira membalikkan tubuhnya, mengenali suara gadis cantik itu dan mendekatinya. “Ayu?” panggil Wira. “Kamu mau ke mana?” tanya Wira.“Mau nyamperin kamu, tapi karena kamu sibuk jadi sebaiknya lain kali saja.” Ayu memundurkan diri dan berlalu pergi.“Kebetulan sekali, aku juga mencarimu. Memang jodoh tidak akan ke mana.” Wira terkekeh.“Silakan duluan.” Ayu mempersilakan Wira untuk berbicara lebih dulu.Wira langsung mengingat bahwa apa yang akan disampaikan padanya adalah penting. Ia menghentikan kekehannya dan mengubah wajahnya serius. Melihat Wira yang berubah seketika, Ayu jadi ikutan serius.“Ayahmu masuk rumah sakit, apa kamu ikut denganku untuk menjenguknya? Kalau kamu sibuk tidak
“Ada apa denganmu?” ucap Danang.Spontan Ayu membuka matanya, tetapi Danang sudah terlanjur dekat. Embusan napasnya terasa di kulit mulus Ayu. “Kamu mengharapkannya?” ledek Danang dengan kekehannya. Pipinya memerah seperti kepiting rebus, ia menahan malu. Ayu pun menginjak kaki Danang dengan keras hingga Danang berteriak kesakitan. “Dasar cowok!” dercaknya sebagai pengalihan.“Aduh, jangan injak kakinya, tapi injak saja hatiku olehku.” Danang masih sempat menggombal.Ayu menyadari akan niatnya untuk mengusir Danang. Ia merendahkan tubuhnya lalu meloloskan diri di bawah lengan Danang yang ia gunakan untuk menahannya di tembok.“Wira! Maaf sebelumnya kalau kata-kataku kasar. Namun, aku berharap kamu mengerti maksudku, aku ingin memperbaiki hubungan dengan Wira. Aku ingin kamu tidak hadir lagi di kehidupanku, aku yakin kamu akan menemukan wanita yang tepat,” kata Ayu dengan yakin.“Aku hanya ingin kamu, itu saja.” Danang memperjelas ucapannya.“Aku tidak bisa, silakan pergi dari sini!
Di sebuah bar yang diisi oleh orang-orang kalangan muda, terutama orang yang belum menikah. Mereka menikmatinya tanpa beban, meminum-minuman beralkohol semaunya sendiri untuk meriset pikiran dari hal-hal buruk atau tidak disukainya.Dinda, ia ke bar sendirian tanpa Wira. Untuk saat ini ia berhubungan lewat ponsel saja karena Dinda sadar Wira mengurus Ayu dan keluarganya.Ia mengenakan dress yang lumayan tertutup karena tujuannya bukan untuk bersenang-senang, melainkan mulai menjalankan misinya.“Halo, Nona,” sapa Geri padahal mereka telah berteman lumayan lama, tetapi seolah asing.“Aku meminta bantuanmu,” kata Dinda to the point.“Wira sudah menjelaskan semuanya, kamu ingin menjebak seseorang kan?” jawab Geri yang peka.Dinda tersenyum smrik padanya. Tangannya ia gunakan untuk merapikan rambut padahal tidak berantakan. “Jadi, kamu paham tugasmu?” Dinda menanyainya karena ragu.“Begini saja, sekarang aku tanya padamu. Apa yang kamu inginkan? Menjebak Danang dengan obat tidur? Atau apa
Di kantor, Dinda sedang serius membuat sebuah laporan di depan komputer. Matanya menatap silih berganti antara monitor dan keyboard yang sedang ia gunakan. Sesekali, ia pun membua sebuah berkas yang ada di samping keyboard.Di sebelah mousenya, ponselnya yang tergeletak di sana tiba-tiba saja berdering. Dinda terkejut mendengar dering ponselnya. Ia pun menghentikan sejenak pekerjaannya dan melirik pada layar ponselnya yang menyala dan menampilkan nama Geri yang ternyata menelponnya.Dinda terkejut dengan mata yang melotot. Ia langsung mengambil ponselnya dengan meredamkan suaranya terlebih dahulu. Melirik ke kanan dan ke kiri mengawasi kondisi rekan kerjanya yang memang sedang fokus pada pekerjaannya masing-masing.Dinda pun bangkit dari tempat duduknya untuk mengangkat teleponnya.“Mau ke mana?” tanya salah seorang rekannya dan mengejutkan Dinda.“Ah toilet, aku mau ke toilet,” jawab Dinda sedikit gugup. Rekan kerjanya pun hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia pun kembali f
Sebelumnya, Agil yang terus memperhatikan gerak-gerik Dinda merasa curiga. Karena Dinda terlihat sangat berbeda hari ini. Ia terlihat gelisah dan tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Berkali-kali Dinda yang terus melihat jam membuat Agil merasa penasaran dan sama-sama melihat pada jam yang saat itu masih menunjukkan pukul sebelas siang.Setelah Dinda menerima telepon dari Geri, sikapnya sangat mencurigakan. Hingga beberapa rekan lainnya terus menyadarkan Dinda dari lamunannya. Membuat Dinda terus ditegur. Hal itu membuat Agil penasaran dengan apa yang sedang Dinda lakukan saat ini.Sebelum Dinda bertemu dengan Geri, Agil sempat melihat kedatangan Geri pada kantor mereka. Agil yang sedang bertemu dengan klien mereka dan membantu kliennya untuk mendapatkan pinjaman, terus menatap Geri yang hanya mondar-mandi di dalam sana.Karena Geri bukanlah klien mereka dan merasa heran karena ia bahkan tidak melakukan apa pun di dalam sana dan terus melihat ke arah ruang karyawan.Sejak saat itu, Agi
Sepulang kerja, Danang berjalan ke arah parkiran. Ia menyalakan mobil kesayangannya dan masuk ke dalam. Saat hendak menjalankan mobil, tak sengaja ia seperti melihat sosok yang tak asing baginya melewati mobilnya. Danang yang terkejut pun keluar dan mengejar wanita itu.Wanita itu berjalan seorang diri menuju mobilnya di paling ujung. Perasaan Danang sangat gugup dan sedih menjadi satu. Tangannya terjulur hendak menyentuh pundak wanita itu. Saat wanita itu sedang mencari kunci mobilnya, tak sengaja ia menjatuhkannya.Lalu wanita itu pun menoleh dan mengambil kunci mobilnya tepat di depan Danang. Tepat saat itu, Danang tersadar bahwa wanita itu bukanlah Ayu yang ia pikir ada di depannya.Saat wanita itu sudah mengambil kuncinya, ia melihat keberadaan Danang yang berdiri di belakangnya. Wanita itu pun menatap Danang heran. Tapi, Danang hanya tersenyum kecil lalu berbalik menyadari telah salah orang.“Astaga, apa yang sedang aku lakukan?” tanya Danang dan berbalik pergi. Ia pun kembali m
Danang masih memperhatikan Ayu yang sedang tersipu malu berbicara dengan Wira. Tiba-tiba saja hati Danang merasa sakit dan terluka saat melihat Wira yang sedang menemani Ayu. Bagaimana bisa Ayu tertawa bahagia bersama pria lain. Danang benar-benar merasa hancur. Emosi mulai naik hingga ke kepala. Membuat Danang terus menatap kesal pada Senyuman lebar Ayu.Tak sengaja, Ayu menoleh ke arah Danang. Kedua mata itu saling bertemu. Manik mata Ayu menatap lekat-lekat pada sosok Danang yang tidak pernah ia sangka. Kenapa Danang ada di sana. Ayu cukup terkejut dengan keberadaan Danang di sana. Hingga matanya terus menatap Danang yang juga hanya menatap Ayu dengan kemarahan yang menumpuk dalam hatinya.Wira yang sedang berbincang dengan Ayu bingung karena Ayu tiba-tiba saja terdiam. Menoleh ke arah sebrang, membawa Wira untuk mengikuti arah pandangan Ayu. Wira pun langsung terkejut saat melihat Danang yang ada di sana.Danang dan Wira saling bertemu tatap. Hal itu membuat Danang turun dari dala
Danang menatap tajam pada Wira yang menghalangi dirinya untuk berbicara dengan Ayu. Bahkan keduanya saling mengepalkan tangan untuk memberikan pukulan karena rasa kesal yang membuncah dari dalam hati keduanya.Danang yang cemburu dan kesal karena Ayu yang ternyata bisa tertawa bahagia dan mempunyai pria lain menggantikan posisinya. Sementara, dirinya bahkan tidak bisa menghubungi Ayu. Untuk datang ke sini saja, Danang harus mempersiapkan diri karena teringat akan penolakkan kedua orang tua Ayu.Sementara Wira yang masih bersabar menunggu hati Ayu, merasa tersinggung dengan sikap Danang yang kasar dan memaki Ayu tanpa hati. Ia tidak terima jika Ayu diperlakukan kasa seperti ini. Hingga membuat emosi Wira hampir lepas kontrol dan tidak tertahan.Ayu melihat sikap keduanya yang sulit untuk dipisahkan. Terlebih keduanya sudah melayangkan tinju mereka. Melihat itu, Ayu pun langsung berjalan di tengah-tengah keduanya.“Berhenti!” teriak Ayu dan membuat Danang dan Wira.Ayu benar-benar tidak
Dengan frustrasi Danang meninggalkan ruang perawatan saat Dinda terlelap sebagai reaksi obat bius yang disuntikkan. Manager marketing itu menyusuri koridor klinik bersalin dengan keresahan yang pekat. Dia sama sekali tak menyangka acara gathering yang diadakan oleh bank tempatnya bekerja menjadi awal masalah.Mendengar ancaman Dinda tadi, dia merasa seolah langit runtuh di atas kepalanya. Entah bagaimana cara mencari bukti-bukti yang dia butuhkan. Untuk saat ini Danang hanya meyakini perasaan dan analisa berpikirnya bahwa dia tak bersalah.Danang hanya ingat merasa ngantuk setelah makan malam bersama Dinda. Bahkan dia tak sanggup untuk menyetir mobil dan membiarkan Dinda mengambil alih kemudi. Setelah itu dia tak ingat apa pun lagi yang diperbuatnya."Aaarrgh ... sial banget siih! Bisa-bisanya perempuan itu mengancam untuk melaporkan ke polisi atas tindakan yang tidak pernah kulakukan! Hiiih!" Danang berteriak dengan rasa sesal dan kesal saat tiba di taman depan klinik sambil bergumam
Danang menghindari Dinda dan menjauh menuju meja makan. Sementara Dinda yang kesal dengan sikap Danang terus mengekori lelaki itu. Dengan kasar Dinda menarik kursi di samping Danang yang duduk dekat meja makan."Mas, ini anakmu. Masa kamu lupa kalau sudah meniduriku malam itu?" Dinda memaksa meraih tangan Danang yang terlipat di atas meja makan.Danang bergeming. Dia diam sambil kembali berusaha mengingat kejadian malam itu. Namun tak satu pun potongan ingatan meniduri Dinda terlintas dalam benaknya. Dengan kesal Danang menggebrak meja makan."Jangn membodohiku, Dind. Malam itu tidak terjadi apa-apa di antara kita!" Danang mengepalkan kedua tangan dengan marah hingga buku jari-jarinya memutih."Lalu bagaiman aku bisa hamil kalau kamu nggak meniduriku, Mas? Ini anakmu! Jangan jadi pengecut kamu!" Amarah Dinda terpancing hingga berteriak memaki DanangDinda sama sekali tak menduga jika ternyata Danang sulit ditekan. Pria yang tampak baik dan santun itu nyatanya keras keapla dan tak mau
Dinda termenung mendengar ucapan Wira. Serasa dihipnotis Dinda bahkan merasa saran Wira adalah sebuah ide yang cemerlang. Lagi pula semua orang sudah tahu foto-foto dirinya bersama Danang yang sengaja ia kirimkan ke grup-grup WA perusahaan."Tapi saat ini kan Danang sedang diskorsing, Mas. Gajinya juga dipotong. Aku nggak mau ya hidup dengan lelaki miskin. Kebutuhanku banyak." Dinda menyampaikan uneg-uneg yang mengganjal di hatinya.Bagaimanapun Dinda tak ingin hidup susah bersama lelaki yang memang disukainya. Ia khawatir selamanya gaji Danang akan dipotong. Sementara jika kehamilannya terus membesar akan butuh biaya yang lebih banyak.Wira tertawa mendengar ucapan Dinda. Perempuan matre seperti Dinda tak pernah ada tempat di hatinya. Apa lagi selama ini Dinda hanya lah sebuah mainan baginya."Nggak selamanya gaji Danang akan dipotong. Kalau pimpinan cabang bank dimana kamu bekerja tahu bahwa lelaki itu bertanggung jawab padamu, bisa jadi malah dia akan naik posisi." Wira mempermain
Dengan wajah penuh rasa sesal Dinda menatap pakaian Agil yang Kotor terkena muntahannya. Ia sendiri merasa jijik dengan cairan kehijauan dan berbau itu. Tak bisa dibayangkannya bagaiman perasaan Agil yang bajunya berlumuran cairan yang keluar dari lambung Dinda."Gil, maaf." Dinda menatap sendu seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada. Agil berdecak mendengar permintaan maaf Dinda. "Sudah aku nggak apa-apa. Tinggal ganti baju aja. Kamu sebaiknya mengisi perut yang kosong. Itu makanannya masih bersih. Makan lah, meskipun sedikit." Kembali Agil membuka bungkusan makanan dan mengambil sepotong pizza lalu menyodorkan pada Dinda.Entah kenapa Dinda menutup mulut dan hidungnya. Aroma makanan favoritnya itu berubah layaknya monster yang menakutkan. Ia mendorong tangan Agil dengan sebelah tangan yang tak digunakan untuk menutup mulut. "Jauhkan, Gil. Perutku eneg membaui makanan itu."Pak Bambang yang ada di ruangannya memperhatikan interaksi antara Dinda dan Agil. Dia merasa heran den
Dinda merasa puas akhirnya pimpinan dan para karyawan di tempatnya bekerja mengetahui skandal yang dia ciptakan. Malam itu memang Dinda menjebak Danang. Saat makan malam diam-diam ia menaburkan obat tidur ke dalam makanan Danang. Dengan dibantu oleh Wira, ia membawa Danang ke kamarnya.Dengan bantuan Wira juga maka Dinda memperoleh hasil foto yang luar biasa manipulatif. Foto-foto topless yang seolah dirinya ditiduri Danang berhasil menimbulkan banyak spekulasi pendapat yang rata-rata menguntungkannya. Bahkan Danang sampai menerima sangsi skorsing dan pemotongan gaji dari bank tempat mereka bekerja.Meskipun puas foto-foto itu tersebar, namun Dinda kecewa karena hingga hari ini Danang belum juga dapat diraihnya. Lelaki itu bahkan makin dingin dan cenderung menghindari Dinda. Bagaimana bisa Dinda mengikat hati Danang jika sampai saat ini jarak masih membentang di antara mereka.Waktu terus berlalu sejak Danang diskorsing. Hari ini masuk Minggu kedua Dinda tak melihat kehadiran Danang d
Sesaat setelah masuk ke dalam rumah Ayu, Wira disuguhi teh hangat dan setoples penuh camilan. Budhe Ning juga mempersilakan Wira untuk salat di rumah itu. Namun Wira memilih untuk berangkat ke musala terdekat dan salat magrib di sana.Budhe Ning mencari keberadaan Ayu setelah Wira berangkat ke musala. Sedangkan Ayu memanfaatkan waktu yang ada dengan mandi dan bersiap untuk salat. Di pintu dapur menuju ruang makan, Ayu berpapasan dengan Budhe Ning."Nduk, kamu itu tadi ke mana? Ndak enak loh sama Nak Wira kalau kamu pergi tapi Ndak bilang-bilang dulu sama calon suamimu. Apa lagi Nak Wira tahunya kan hari ini kamu itu cuti." Budhe Ning menghalangi langkah Ayu yang hendak ke kamarnya.Ayu sendiri merasa jengah dengan segala ucapan budhe Ning yang terus saja nyerocos tentang perjodohan antara dirinya dan Wira. Padahal hingga detik ini Ayu masih terus meragukan ketulusan cinta Wira padanya."Ngapunten, Budhe. Saya mau salat dulu. Sebentar lagi waktu magrib habis." Ayu memotong ucapan Budhe
Setelah meninggalkan taman kota, Wira membawa Ayu ke cafe dimana seharusnya Danang mengajak perempuan itu ketemuan sebelumnya. Wira memilih tempat duduk di sudut agar leluasa mengamati lalu lalang orang keluar masuk cafe itu."Jadi ini tempat penuh kenangan antara kamu dan Danang?" Wira menatap Ayu sebelum mengambil buku menu yang ada di meja pelanggan.Ayu berjengit mendengar pertanyaan Wira. Entah dari mana lelaki itu tahu tentang cafe ini yang memang salah satu tempat favorit dan menjadi kenangannya bersama Danang. Ia sering melepas penat selepas kerja di hotel Premier milik lelaki yang saat ini duduk di sisi kanannya. Setiap kali berkunjung ke tempat ini biasanya Ayu janjian dengan Danang. Keduanya menghabiskan waktu dan mengisi kembali energi yang terkuras seharian saat bekerja dengan menikmati kopi panas yang uapnya meruap menenangkan jalinan sinap di kepala mereka. Alunan live music di cafe ini menemani percakapan Ayu dan Danang kala itu."Hai ... halo ...." Wira melambaikan ta
Danang meninggalkan taman kota dengan hati gundah. Ucapan Ayu terngiang di telinganya. Dia kecewa karena Ayu membela Wira. Namun pembelaan Ayu terhadap Wira justru menimbulkan tanda tanya besar di hati Danang.Sambil berpikir Danang megendarai mobil dengan kecepatan sedang. Diiringi lampu jalanan yang mulai benderang dan alunan azan magrib, Danang tiba di rumah yang ditinggalinya bersama sang ibu.Setelah memarkirkan mobil di halaman rumah, Danang berjalan gontai menuju rumah. Saat dia membuka pintu, Bu Asih-ibunya, tampak baru saja selesai berwudhu. Raut wajah teduh Bu Asih basah dengan air yang menetes."Nang, tumben kamu lemes gitu," tegur ibunya.Danang berusaha menyembunyikan keresahannya dari perempuan yang melahirkannya. Dia tak ingin ibunya terseret dalam keresahan yang merajai hati saat ini."Nggak apa-apa, Bu. Cuma cape saja," Danang meraih tangan Bu Asih dan mengecup punggung tangan surganya.Bu Asih membelai kepala sang putra dengan lembut. "Yawis, kamu mandi dulu biar leb
Dalam kekesalannya Danang tatapan Danang beradu dengan pandangan Wira yang sedang tersenyum penuh misteri seolah mengejeknya. Dia pun bangkit dan berjalan menuju tempt duduk Wira yang berseberangan dengan bangku taman yang didudukinya bersama Ayu.Melihat Danang yang berdiri dan berjalan menuju bangku seberang, Ayu merasa heran. Namun keheranannya terjawab saat pandangnnya menemukan sosok Wira yang sedang dihampiri Danang. Dengan penuh tanda tanya Ayu bangkit dan mengekori langkah Danang."Mau apa kau di sini?" Danang berkacak pinggang sambil membentak Wira.Melihat Danang yang berdiri di hadapannya dengan kemarahan yang pekat, Wira hanya mengangkat sudut bibirnya. Dia tersenyum penuh ejekan. "Masalah kalau aku di sini? Setahuku ini tempat umum. Siapa pun boleh ke sini?" Sambil memainkan kunci mobil di tangannya, Wira menjawab pertanyaan Danang.Danang mendengus kesal. "Nggak usah sok-sokan kau. Pasti kau membuntuti Ayu ke sini kan!" Jari telunjuk tangan kanan Danang diacungkan ke dep