(Flashback ketika lamaran dari Martin)"Cher, kamu yakin mau menikah dengan Martin?" tanya Bu Inah sore itu saat duduk bersebelahan dengan puterinya di sofa ruang tamu menunggu keluarga Martin yang katanya akan datang melamar.Andi dan Vina juga ikut menemani Cherry bersama ibu mereka di sana. Mereka agak bingung karena pacar kakak sulung mereka adalah Nicky, tetapi yang akan menikah dengan Cherry justru beda.Belum sempat Cherry menjawab pertanyaan bernada keraguan dari ibunya, Andi menceletuk, "Om Nicky apa nggak marah kalau Kakak nikah sama Mas Martin?"Bu Inah pun memberi isyarat dengan menaruh jari telunjuk ke depan bibirnya ke arah Andi. Dia mengulangi pertanyaannya ke puteri sulungnya, "Apa kamu sudah mantap mau menikah sama Martin? Tahu sendiri Bu Femmy seperti apa orangnya!"Mendengar peringatan dari ibunya, tentu saja Cherry merasa berat hatinya. Dia pun mengetahui bahwa Nyonya Femmy dan kakak perempuan Martin yaitu Nadira membenci dirinya sejak mereka masih berpacaran zaman
Pasangan pengantin baru itu menikmati indahnya malam pertama di hotel bintang lima yang terletak di jantung kota Bandung. Mobil pengantin mengantarkan Martin dan Cherry hingga ke depan pintu lobi hotel lalu meninggalkan mereka karena acara pernikahan telah usai."Aku ambil kunci kamar di resepsionis dulu ya, Cher. Tadi sengaja kutinggal sih soalnya takut kalau dibawa ke luar hotel malah hilang. Sebentar ya!" ujar Martin lalu bergegas meninggalkan Cherry di sofa lobi hotel. Dia menghampiri meja resepsionis.Beberapa tamu serta karyawan hotel yang lewat di dekat sofa Cherry menyapanya dengan senyuman ramah dan memberikan ucapan selamat berbahagia. Pakaian pengantin serta riasan rambut dan wajah Cherry membuatnya nampak sebagai pengantin wanita yang baru saja menikah."Yuk kita naik ke kamar sekarang, Cher. Kuncinya sudah ada ini," ajak Martin lalu mengulurkan tangan kanannya kepada istrinya. Dengan segera Cherry menyambut tangan Martin lalu bangkit dari sofa. Mereka berdua naik lift ke
"Mister Nicky Jansen, perempuan yang Anda pantau melalui jasa detektif kami sudah menikah hari ini dengan pria bernama Martin Bintoro. Apa masih perlu dilanjutkan pengintaiannya?" lapor Detektif Barry Sitanggang melalui telepon. Dia sedang duduk di bar hotel tempat Cherry dan Martin menghabiskan malam pertama mereka.Pria di ujung telepon pun menjawab, "Ya. Lakukan terus pengintaian atas Cherry. Laporkan rutin apa pun yang penting dan kirim foto harian perempuan itu ke nomor ponselku, Pak Barry!"Seusai sambungan telepon berakhir, Nicky pun menenggak habis brandy di gelas kristalnya lalu melemparkan gelas kosong di tangannya ke dinding ruang kerja rumahnya di Jakarta. "TOK TOK TOK." Suara ketokan di pintu ruangan tersebut terdengar berulang seakan menyiratkan kecemasan."Honey, are you okay?" tanya Nyonya Regina Jansen. Semenjak putus hubungan dengan Cherry, temperamen puteranya semakin memburuk. Nicky mudah meledak dalam amarah dan bertindak kasar seperti menggebrak meja, melempar p
Piknik beramai-ramai di Kota Bunga itu begitu menyenangkan bagi pasangan pengantin baru yang sedang mesra-mesranya. Senyuman lebar menghiasi wajah Cherry dan Martin saat mereka melangkah santai berangkulan di antara tanaman bunga-bunga subur yang warna-warni. Beberapa kali mereka berswafoto berdua dan juga bersama keluarga besar Martin. Memang keluarga Cherry sengaja tidak diajak berwisata bersama mereka dengan alasan waktu berangkatnya sudah mepet. Cherry yang memahami bahwa mama dan kakak perempuan suaminya antipati terhadap keluarganya maklum dan tidak mempersoalkan hal itu. Awan mendung yang berarak-arak di langit membuat wisata keluarga itu harus berakhir sekitar pukul 16.30 WIB. Sebelum naik kembali ke mobil, Cherry pergi ke toilet wanita untuk buang air kecil karena perjalanan pulang ke Jakarta pasti macet dan memakan waktu yang lama.Namun, ketika dia akan keluar dari toilet tempat wisata itu, pintunya tak dapat dibuka dari dalam. "Ya ampun, kok macet sih pintunya?" Dia men
"Astaga, kok bisa sampai Cherry tertinggal sih? Kata Mama tadi dia ada di mobil papa 'kan?" seru Martin menyugar rambut di kepalanya dengan kasar.Nyonya Femmy memasang ekspresi acuh tak acuh, dia bersedekap di halaman depan rumah bersama keluarga besar Bintoro. "Ya salah dia sendiri dong, Tin. Sudah tahu cuaca hujan bukannya buruan balik ke mobil buat ikutan pulang malah entah kelayapan di mana. Wajar ... dia 'kan gimana-gimana profesinya wanita malam!" jawab mama Martin menyindir tentang pekerjaan menantunya yang bagi paman dan bibi Martin pun memalukan.Nyonya Winda, adik dari Pak Bambang pun menimpali, "Martin, Tante tuh menyesalkan kenapa kamu nggak dengerin mamamu malah melawan restu begini. Perempuan yang bernama Cherry itu nggak pantas bersanding jadi istri kamu. Pekerjaannya di bar malam-malam, mengundang maksiat. Kamu apa masih akan izinkan dia bekerja setelah kalian menikah?"Belum sempat Martin menjawab, Pak Hendro kakak Nyonya Femmy juga menasihati pemuda itu, "Lebih baik
"Tin, nanti sore suruh istrimu bantuin Mama ke rumah. Ada acara arisan bulanan yang bertempat di rumah kita!" Nyonya Femmy menelepon puteranya ketika Martin masih berpraktik di rumah sakit.Karena sibuk melayani pasien yang antreannya panjang di luar ruangannya, Martin pun segera mengiyakan saja permintaan mamanya dan mengirim pesan singkat agar Cherry datang ke rumah keluarga Bintoro sore ini dan menyebutkan alasannya sesuai perkataan mamanya di telepon tadi. Cherry yang sedang berbelanja di super market membeli kebutuhan bulanan pun menghentikan langkahnya lalu membaca isi pesan dari suaminya. Dia menggigit bibirnya cemas dan enggan menuruti perintah Martin. Helaan napas meluncur dari bibirnya, mama mertuanya selalu berbicara tidak baik mengenai dirinya. Tak menutup kemungkinan nanti dia harus menerima kata-kata pedas sama seperti ketika dia diantar oleh Nicky beberapa malam yang lalu.Namun, dia takut juga situasi akan semakin memburuk bila dia menolak untuk pergi ke rumah mertuan
Cherry nekad berlari cepat-cepat di bawah hujan yang deras menuju ke bangunan tempat kerjanya. Pakaiannya basah kuyup karena payungnya tertinggal di apartment. "Ya ampyuun, Cyiin. Kok basah-basahan sih? Ganti baju dulu deh!" sambut Abdul, transgender MUA yang biasa merias Cherry sebelum naik pentas di Merlino Cafe and Bar."Makasih, Dul. Aku ganti baju dulu ya!" sahut Cherry lalu segera masuk ke kamar mandi dengan membawa kostum yang dipinjamkan oleh Abdul. Manager cafe and bar, Sena segera melaporkan kondisi Cherry yang menyedihkan itu kepada atasannya Merlino Branson, "Boss, si Cherry kayaknya lagi nggak beres deh. Matanya sembab, hujan-hujanan gitu di bawah. Entah bisa manggung apa nggak!"Kebetulan Nicky Jansen sedang mampir mengobrol santai bersama Merlino. Dia berdehem lalu berkata ke sobatnya, "Telepon penyanyi lainnya aja, Lino. Dari pada acara kamu kacau kalau Cherry nggak siap manggung. Biar aku yang bicara ke dia!" Pria blasteran itu berpamitan dengan Merlino yang menuru
"Stop, Cher! Kamu mau ke mana tengah malam bawa koper? Semua bisa dibicarakan baik-baik, kamu itu istriku, tanggung jawabku. Jangan memutuskan hal yang penting tanpa pikir panjang dan emosi begini!" bujuk Martin memeluk tubuh Cherry yang gemetar karena emosi yang bercampur air mata."Tin, kamu terlalu nurut sama omongan keluargamu, itu masalahnya. Padahal mereka benci dan jijik sama aku. Sedari awal cinta yang kita jalani ini melawan restu orang tua! Aku juga nggak denger apa kata mendiang bapak dan ibuku karena setuju menikah sama kamu!" ujar Cherry bersitatap dengan suminya.Perasaan cinta pertama itu seakan telah usang dimakan waktu. Ujian kehidupan yang menyapa kisah cinta mereka seolah membuat Cherry semakin tawar hati."Cher, kamu itu cinta sejati satu-satunya yang kumiliki dalam hidupku. Apa kamu akan ninggalin aku karena omongan orang yang nggak baik?" Martin memeluk dan mengecup bibir Cherry. Kemudian dia menyimpan kembali koper milik istrinya dan mengajak Cherry untuk memadu
"Iya, Om. Nama saya Luther, maaf ... Om ini siapa ya?" Putra sulung Cherry tak mengenali ayah biologisnya sendiri. Pedro dan Justin saling sikut seraya memperhatikan kemiripan wajah kakak mereka dengan pria yang menyapa Luther barusan."Aku papa kandungmu, Luther. Apa nggak ingat? Kita pernah ketemu puluhan tahun lalu!" jawab Martin yang membuat pemuda di hadapannya mundur beberapa langkah lalu segera menaruh piring ke meja karena takut menjatuhkan benda itu hingga membuat heboh di tengah acara ramai.Luther menolak dengan keras karena kenangannya tentang Martin nyaris tak ada, "Om, tolong jangan ngaku-ngaku. Saya lebih baik panggilkan dad and mom, tunggu di sini!" Dia bergegas mencari Nicky dan Carrisa yang sedari tadi hanya ditemani Chrissy, si bungsu.Seolah menahan lara hatinya karena kesalahan di masa mudanya, Martin tetap di tempatnya menunggu putra kandungnya bersama Cherry dulu memanggil orang tuanya untuk menemui dia.Pedro menebak-nebak bahwa pria di hadapannya adalah sosok
Dua puluh tahun kemudian.Carrisa yang sedang bersantai sore menikmati secangkir teh di patio backyard mansion house mewah keluarga Jansen di Jurong, Singapura dikagetkan oleh sebuah undangan via email. Perlahan dia membaca dengan teliti isi undangan via online itu lalu menghela napas panjang. "Kenapa, Mom? Kok wajahnya tiba-tiba kayak nggak enak gitu sih?" tegur Pedro yang kini telah menjadi pemuda tampan berusia 20 tahun. Genetik Kaukasoid dari keluarga daddynya nampak semakin jelas di perawakan tinggi gagah dan hidung mancung serta bola mata cokelat madu yang melelehkan hati kaum Hawa itu.Istri Nicky Jansen yang masih nampak awet muda tersebut tertawa kering seraya menjawab, "Ada undangan reuni SMA di Bandung, Indonesia!""Ohh ... pantas!" tukas Pedro paham, kunjungan mereka ke Indonesia memang sangat dibatasi oleh Nicky, ayahnya. "Tapi kalau untuk acara yang langka dan berkesan begitu masa sih nggak boleh, Mom?" lanjut Pedro berusaha memberi secercah harapan.Carrisa menaruh can
"Mencintaimu seumur hidupku, selamanya setia menanti. Walau di hati saja, seluruh hidupku. Selamanya. Kau tetap milikku."Lantunan lagu pamungkas di pesta pernikahan Martin dan Rihanna terasa mengharu biru. Rihanna memang merequest lagu yang dipopulerkan oleh Krisdayanti itu. Dia sempat menitikkan air matanya ketika berdansa di pelukan suaminya, cinta pertama yang awalnya bertepuk sebelah tangan."Jangan nangis dong, Sayang!" bujuk Martin sembari berdansa dengan langkah perlahan mengikuti irama lagu yang sedang dilantunkan biduanita bersuara bening di atas panggung dengan iringan home band.Tatapan mata Rihanna berkaca-kaca, dia menyunggingkan senyum sendu sembari menatap Martin. "Malam ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan buatku, Tin. Dahulu kupikir aku nggak akan pernah bisa menjadi wanita yang kau pilih menjadi istrimu. Cintaku itu hanya bisa kunikmati sendiri dalam diam!" ujarnya masih berdansa penuh perasaan.Martin menghela napas lalu menjawab, "Maafkan karena sadarku yang t
Ruangan di JCC Plenary Hall yang menjadi tempat acara resepsi Dokter Martin Bintoro dan Rihanna Annelika Razak dipadati lautan manusia karena undangan yang disebar berjumlah seribu dari kedua keluarga mereka.Keluarga kecil Cherry bersama tetangga mereka Bu Murni dan Bu Sundari baru saja sampai di sana. Mereka mengisi buku tamu lalu memasukkan amplop sumbangan. Penerima tamu berparas cantik dengan balutan dress anggun yang berwarna hijau pastel dari pihak wedding organizer menyerahkan cenderamata kepada mereka."Wah, pestane geden ya, Mbakyu!" seru Bu Sundari yang berasal asli dari Banyumas, Jawa Tengah. (Wah, pestanya besar-besaran ya, Kakak Perempuan!) "Iya. Wajar soalnya Rihanna putri bungsu terakhir yang menikah dan Martin juga jadi pewaris tunggal keluarga Bintoro, Jeng Sundari!" jawab Bu Inah maklum. Sebenarnya jika dibandingkan dengan acara pernikahan dengan putrinya dulu, ini menjadi hal yang miris untuk diperbandingkan. Jelas sudah status sosial mereka berbeda perlakuan.And
"Halo, selamat pagi!" sapa Nyonya Regina Jansen dengan wajah berseri-seri ketika memasuki kamar perawatan menantunya."Selamat pagi, Ma. Semalam maaf kami nggak membangunkan Mama sewaktu berangkat ke rumah sakit. Takut Mama kecapekan kalau ikut begadang!" jawab Carrisa seraya menerima kecupan sayang di pipi kanan kiri dari mama mertuanya.Namun, Nyonya Regina Jansen mengibaskan tangannya seraya berkata, "Sudah nggakpapa, yang terpenting semua sehat sesudah melahirkan. ASI kamu lancar 'kan, Carrisa?" "Syukur, lancar kok. Sudah minum bolak-balik dari tadi Pedro. Ini lagi aja kelar terus dia terlelap. Nggak rewel bocahnya, Ma. Apa mau coba gendong?" balas Carrisa yang kemudian menyerahkan bayinya ke Nyonya Regina.Wanita berumur yang masih nampak awet muda itu menggendong cucu bungsunya begitu fasih karena memang telah mengasuh banyak anak-anak selama puluhan tahun, empat anak kandung dan sepuluh cucu. "Wajah Pedro seperti jiplakan ayahnya sewaktu bayi. Oya, di mana Nicky?" ucap Nyonya
Nicky berdiri di balik punggung istrinya seraya mendekap calon ibu yang sedang hamil besar itu. Sebelum tidur Carrisa terbiasa membersihkan wajahnya dan menggunakan skincare agar kulitnya terhindar dari penuaan dini sedari muda. Sementara itu telapak tangan Nicky mengusap-usap lembut perut istrinya yang membuncit itu dari balik kain lingerie khusus wanita hamil."HPL kata dokter kapan sih? Lama amat ya!" ucap Nicky sembari mengecupi leher wanita kesayangannya yang wangi semerbak bunga."Sudah nggak sabar buat ketemu si jagoan kecil ya, Daddy?" goda Carrisa sambil terkikik. Dia lalu menjawab, "sebenernya ini telat dari HPL lima hari, Mas. Jadi bisa kapan saja sih!" Nicky mengerutkan keningnya lalu menyahut, "Berarti harus dipacu deh biar bisa pecah ketuban dan kontraksi. Beib, kita ML ya habis kamu kelar pake skincare, mau kusembur di dalam biar bisa lancar melahirkan. Udah telat pula nih!""Masih wajar bukannya ya? Kan baru telat HPL lima hari sih, Sayang!" kelit Carrisa lalu menutup
"Setelah menggelar beberapa kali persidangan maka Hakim memutuskan untuk mengabulkan gugatan cerai Saudara Martin Bintoro kepada Saudari Cherry Ayudia. Menyangkut harta gono-gini dan hak asuh anak disertakan dalam lampiran keputusan pengadilan agama Kota Bandung tertanggal hari ini!" tutur hakim ketua yang memimpin persidangan cerai pasangan muda itu. Ditutup dengan ketokan palu sebanyak tiga kali.Bisik-bisik riuh segera terdengar mengiringi kepergian hakim meninggalkan ruang persidangan. Martin dan Cherry pun berdiri saling berhadapan lalu mereka berjabat tangan."Selamat menjalani kehidupan barumu sebagai Nyonya Nicky Jansen ya, Cher. Semoga kamu bahagia bersamanya!" ujar Martin berusaha bersikap tegar menerima perceraian dengan wanita yang selalu dicintainya itu.Cherry dengan helaan napas dalam menjawab, "Kamu juga mau nikah sama Rihanna 'kan? Selamat membina biduk rumah tangga yang baru. Semoga langgeng sampai kakek nenek. Tentang Luther, kalau pun kamu nggak menjenguknya lagi p
Ketika Carrisa dan Nicky sampai di rumah duka di mana jenasah Nyonya Femmy Bintoro disemayamkan sebelum prosesi pemakaman, wanita itu terkejut membaca nama kakak perempuan Martin juga tertulis di papan karangan bunga duka cita. "Ya Tuhan, Mas ... itu nama kakaknya Martin lho yang tertera di papan. Namanya Nadira Feriska Bintoro. Apa dia juga meninggal dunia bersamaan dengan mamanya?!" ujar Carrisa seakan tak percaya. Tak lama setelah mobil Nicky dan Carrisa tiba di parkiran rumah duka, Bu Inah yang dibonceng oleh Andi bersama adiknya Vina yang duduk di tengah sepeda motor pun tiba. Dengan segera Carrisa menghampiri mereka ditemani oleh suaminya."Bu, ini apa benar kalau Kak Dira juga meninggal dunia?" tanya Carrisa dengan kening berkerut. "Iya, Cher. Kabarnya awalnya stroke lalu komplikasi gangguan pernapasan. Masih muda padahal, Ibu saja kaget karena Nadira itu usianya hanya beda beberapa tahun dari kamu 'kan? Jaga kesehatan ya kamu dan Nak Nicky, gaya hidup yang baik sedari muda
"Halo. Martin, kamu pulang ke Bandung sekarang juga kalau bisa. Kak Dira masuk rumah sakit dan mama kamu ... meninggal dunia, Nak!" ujar Pak Bambang Bintoro di telepon. Suaranya sengau karena baru saja menangisi kehilangan istrinya yang begitu mendadak.Putranya di ujung telepon terpaku berdiri di depan pintu ruang praktik. Martin baru saja selesai istirahat makan siang. Dia seolah tak percaya dengan berita duka yang didengarnya sendiri. "Halo, ini beneran, Pa?" tanya Martin memastikan."Iya, Tin. Masa Papa bercanda buat hal seserius ini? Mama kamu digigit ular berbisa di kebun belakang sewaktu dia mau panen buah melon. Papa sekarang di kamar jenasah Rumah Sakit Widya Harapan Medika. Kamu cepat ke sini, setidaknya ada yang bantuin Papa mengurus kakakmu atau mengikuti proses pengiriman jenasah ke rumah duka!" terang papanya dengan nada serius."Baik, Pa. Martin akan segera izin ke bagian administrasi rumah sakit agar shift praktik siang hingga malam diliburkan. Yang tabah ya, Pa, harus