Mina mendelik sewot pada pemuda yang usianya sepuluh tahun lebih muda darinya itu. "Eh, bukannya merahasiakan, ya. Cuma kita berdua kan lagi masa penjajakan. Selama proses itu segala sesuatu mengenai diri masing-masing dibuka pelan-pelan. Kalau cocok, ya lanjut...."
"Kalau nggak cocok?" timpal Eric sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Ya, sayonara-lah. Kayak kamu sama Karin, kan?"
Karin nyengir menyaksikan pertengkaran kedua tamunya. Dia merasa sedikit terhibur. Namanya jodoh, takkan lari kemana, cetusnya dalam hati. Siapa yang menduga Mbak Mina akan menjalin hubungan dengan mantan pa
Karin mendesah. Dia tak berani menatap mata sang kekasih. "Yah, mumpung masih kuat kerja, pelan-pelan mau kualihkan tugas-tugasku sama Maya, Mas. Jadi kalau nanti aku nggak enak badan lagi, dia bisa menangani pekerjaan administrasi tanpa harus bergantung terus padaku," jawabnya hati-hati agar tidak menimbulkan kecurigaan laki-laki itu.Jonathan tertawa geli. "Memangnya kamu mau ke mana? Kalau Maya butuh bantuan saat kamu nggak masuk kerja, dia kan bisa nelepon kamu. Oya, gimana kabarnya baby kita?" tanyanya sembari berjongkok dan mendekatkan telinganya pada perut Karin. Gadis itu merasa terenyuh. Bagaimana mungkin dia sanggup meninggalkan pria sebaik ini?Jangan terlalu menyayangiku, Mas Jon
"Eh, halo, There," sahut Jonathan ramah. "Sama siapa?""Sendirian aja, Mas. Lagi pengen jalan-jalan. Suntuk terus-terusan di rumah. Kamu kelihatan capek banget. Sibuk terus dari tadi, ya?" tanya Theresia sembari mengulas senyuman manis.Penampilannya sangat eyecatching. Wajahnya dipolesmake-upnatural sehingga tampak segar. Ia mengenakan gaun hijau muda terusan lengan pendek yang panjangnya selutut. Gaun itu tidak ketat, namun pas menempel di badannya yang ramping. Sekilas dia tidak kelihatan seperti wanita berumur tiga puluh empat tahun, namun seorang gadis yang mencapai puncak kecantikannya di akhir usia dua puluhan.&nbs
Dengan sorot mata penuh penyesalan, wanita itu berkata, "Aku mau minta maaf atas perangaiku yang tidak menyenangkan selama kita tinggal satu atap, Mas. Hal itu seringkali terjadi di luar kemauanku. Depresi yang kualami akibat tak mampu memberimu keturunan benar-benar membuatku terpuruk."Selanjutnya wanita itu menghela napas panjang. Ditatapnya sang suami dengan sorot mata bersahabat. Lalu ia melanjutkan ucapannya, "Aku senang kau akhirnya menemukan wanita yang mampu memberimu apa yang tak sanggup kuberikan. Tuhan tidak tidur. Ia memberikan apa yang patut diperoleh umatNya yang baik hati. Aku sudah menghubungi pengacaraku agar mempercepat proses perceraian kita.""Terima kasih banyak, Theresia," sahu
Karin sudah mempersiapkan jawabannya. "Itu karena aku ternyata masih mencintainya, Mas. Akhirnya kusadari bahwa dirimu cuma sekadar pelampiasan saja bagiku. Untuk melupakan Eric yang telah begitu menyakitiku. Maafkan aku....""Aku tak percaya! Kesucianmu bahkan kau serahkan padaku. Bagaimana mungkin kau menganggapku cuma sebagai pelampiasan saja?!"Gadis itu mulai tersudut. Namun dia berusaha tetap tenang. "Justru karena aku tak bisa melupakan Eric, maka kurelakan kehormatanku," katanya menjelaskan. "Supaya aku tak lagi merindukannya. Tapi ternyata waktu bertemu dia kembali, aku menyadari bahwa semua yang kulakukan untuk melupakannya sia-sia belaka. Aku...aku masih mencintainya...."
Setelah malam Jonathan dipatahkan hatinya oleh Karin, Theresia menelepon suaminya itu esok pagnyai. Terdengar nada sambung berkali-kali, tapi tak ada yang mengangkat telepon."Sabar, There," ucap wanita itu menenangkan diri sendiri. "Pukul sebelas siang nanti teleponlah Mas Jon lagi. Cari alasan untuk mengajaknya keluar makan siang."Lalu istri Jonathan itu duduk bersila dan mengambil sikap meditasi. Sekarang dia telah dapat menikmati keheningan dan energi yang tercipta saat khusyuk melakukan terapi yang berkontribusi besar terhadap ketenangan batinnya itu.Setelah selesai menyelesaikan aktivitas rutinnya setiap pagi tersebut, Theresia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh. Kemudian dia berdandan alakadarnya untuk menikmati sarapan di meja makan."Terima kasih, Bi Sum," ucapnya pada sang asisten rumah tangga ketika perempuan itu menyajikan segelas susu hangat favoritnya.
Diajaknya Theresia masuk ke dalam kamar tidurnya. Jonathan langsung duduk membelakangi wanita itu. Dibukanya kaos oblong warna putihnya. Jantung Theresia berdegup kencang menyaksikan tubuh kekar yang dulu selalu menjadi tempatnya bersandar. Istri Jonathan itu menelan ludah. Ingin sekali dia merengkuh punggung perkasa itu untuk memberi sang suami kekuatan. Namun ditahannya keinginannya tersebut. Ia tak mau laki-laki itu curiga dengan maksud sebenarnya dirinya datang kemari. Dikeluarkannya sekeping koin dan sebotol kecil minyak kayu putih kesukaan Jonathan dari dalam tasnya. Setelah menghela napas panjang, Theresia mulai mengeroki kulit kuning langsat di depannya dengan perlahan-lahan, membentuk garis miring-miring berwarna merah tua. Jonathan diam saja tak mengeluh sama sekali. Rasa sensitif pada sensorinya berkurang jauh akibat kondisi meriang dan menggigil yang dialaminya. "Minum-minum itu boleh, Ma
"Halo, There. Kamu cantik sekali memakai gaun itu," puji Jonathan ketika sang istri tiba di apartemennya. Theresia memang tampil begitu menawan mengenakan gaun tanpa lengan berwarna merah marun dengan kombinasi hitam yang elegan. Gaun tersebut begitu pas melekat pada tubuhnya yang ramping. Pakaian barunya itu dibelinya siang tadi di mal dan langsung dibawanya ke laundry eksekutif yang menyediakan layanan premium dalam waktu dua jam saja. "Terima kasih, Mas," jawab wanita itu senang. Dipandanginya sang suami yang menatap takjub ke arahnya. "Kamu bawa apa itu, kok banyak sekali? Sini kubantu," kata sang tuan rumah. Dengan sigap diambil-alihnya seluruh barang bawaan tamunya dan diletakkannya di atas meja makan. Pandangan Theresia terarah pada sebuahcheese cake bertaburan buah stroberi segar di atas meja tersebut. Ada dua buah lilin dengan angka tiga dan empat berdiri dengan manis di atas cake. Wanita itu terh
Malam itu benar-benar hari yang membahagiakan bagi Theresia. Ia sangat menikmati makan, minum, dan berbincang-bincang santai dengan suaminya. Apapun mereka bicarakan. Kecuali hal-hal yang tak menyenangkan seperti perceraian, Karin, dan sebagainya.Derai tawa tak henti-hentinya keluar dari mulut Theresia setiap kali suaminya membuat lelucon demi menyenangkan hatinya di hari istimewa ini. Wanita itu terus-menerus menuangkan wine ke dalam gelas Jonathan. Laki-laki itu merasa tak enak hati menolaknya. Tak apalah, pikirnya menolerir. Toh, perayaan ini cuma terjadi setahun sekali. Belum tentu tahun depan kami merayakannya bersama lagi.Akhirnya pria itu selalu menenggak gelasnya yang diisi penuh oleh Theresia setiap kali isinya berkurang . Wanita itu sendiri tidak minum banyak, dengan alasan dilarang oleh psikiaternya.Ketika Jonathan meninggalkan Theresia untuk pergi ke kamar mandi, wanita itu seger
"Terima kasih, Min," sahut Jonathan sembari menerima uluran tangan sahabatnya. Suasana mulai diliputi keharuan."Kudoakan Valentina segera memperoleh kesembuhan,Bro," kata Bastian sembari menepuk-nepuk bahu kawan baiknya itu. "Jadi kalian sekeluarga bisa cepat kembali ke negeri ini dan kita bersama-sama mengembangkan kantor ini lagi.""Thanks a lot, Bro."Begitulah ketiga orang itu kemudian saling berpelukan. Hati mereka terenyuh sekali. Mina sampai menitikkan air mata. Dia sangat menyayangi Jonathan layaknya saudara sendiri. Kepergiannya kali ini yang entah sampai kapan membuatnya merasa sangat kehilangan.Keesokkan harinya Bastian dan Mina mengadakan acara perpisahan kecil-kecilan di kantor. Mereka memesan sejumlah hidangan prasmanan untuk disantap bersama. Jonathan berpidato singkat di hadapan segenap anak buahnya. Dia mengucapkan terima kasih atas kerja keras mereka
"Aku senang sekali bertemu Karin, Mas. Terima kasih sudah membawanya padaku," ucap Theresia lirih. Seulas senyum bahagia tersungging di bibirnya. Sorot matanya tampak teduh, menenangkan hati Jonathan yang memandanginya."Apa lagi yang kau inginkan, Sayang? Akan berusaha kupenuhi," kata pria itu sepenuh hati. Dirinya benar-benar hendak membahagiakan istrinya ini di sisa-sisa hidupnya.Tangan Theresia menyentuh wajah suaminya. Terasa rambut-rambut kasar di sekeliling mulut laki-laki itu. "Dulu kamu rajin sekali bercukur, Mas. Kenapa sekarang malas?" tanyanya ingin tahu.Jonathan mendesah. Dia memang sudah tak memperhatikan penampilannya lagi semenjak dokter berkata umur istrinya tinggal menunggu waktu. Kesedihan dalam hatinya begitu besar sehingga tak ingin apapun selain menemani Theresia sepanjang waktu. Pekerjaannya pun ditinggalkannya untuk sementara. Untungnya Bastian dan Mina tak keberatan. Mereka memahami sang
"Aku tahu apa saja permintaan Theresia padamu, Karin. Dia ingin kamu menikah denganku sepeninggal dirinya. Lalu kita dan Valentina pergi menyusuri klinik-klinik di Tiongkok sesuai data yang dikumpulkannya. Aku yakin kau takkan sanggup menolaknya. Kondisi istriku yang mengenaskan membuat siapapun yang masih punya hati nurani pasti mengabulkan apapun permintaannya. Aku mengerti jika kamu pun demikian. Tapi jika kau keberatan menjadi istriku, tak usah memaksakan diri. Cukup di depan There saja kau berjanji. Tak perlu kau korbankan masa depanmu demi menikah dengan laki-laki tua seperti diriku." "Cukup!" sela gadis itu seraya menutup mulut Jonathan dengan telapak tangannya. "Aku memang berjanji pada Mbak There. Tapi bukan karena terpaksa. Aku...aku...bersedia melakukannya dengan setulus hati." "Benarkah itu?" tanya laki-laki itu memastikan. Ekspresi wajahnya mulai melembut. Karin mengangguk. "Aku bukan sedang berbahagia
Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar dibuka. Karin terperanjat. Di depan pintu muncullah seorang gadis kecil yang... ya, Tuhan. Mirip sekali dengan dirinya semasa kecil! Bedanya anak perempuan itu duduk di atas kursi roda yang didorong ayahnya. Sedangkan si Karin kecil dulu bebas berjalan dan berlarian kemana pun dia suka."Mama, kenapa menangis? Tante ini juga. Apa yang membuat kalian sedih?" tanya anak itu polos. Dia memandang kedua wanita itu bergantian. Tatapan matanya menyiratkan rasa ingin tahu yang besar.Anak ini kritis sekali, puji Karin dalam hati. Dia juga mempunyai empati yang tinggi terhadap orang lain. Dia adalah...anak kandungku!Theresia langsung meminta Jonathan agar menaruh anak mereka di atas ranjang, supaya dekat dengan dirinya dan Karin. Suaminya menyanggupi. Diangkatnya sang putri dari atas kursi roda dan didudukkannya di depan dua wanita tersebut."Valen, kenalkan ini...Mama K
Tak lama kemudian mobilMercedes Benz berwarna hitam itu sampai di depan pintu gerbang berwarna hitam yang berdiri kokoh. Seorang petugas sekuriti mengangguk dan memberi hormat pada Jonathan yang membuka kaca jendela. Tak lama kemudian laki-laki berkumis tebal dan berbadan tegap itu menghubungi seseorang melalui walkie-talkie. Beberapa saat kemudian pintu gerbang terbuka lebar secara otomatis. Mobil Jonathan langsung meluncur masuk ke dalam. Pintu gerbang otomatis menutup kembali. Dada Karin mulai berdebar-debar. Akhirnya aku sampai juga ke rumah ini, batinnya gundah. Untuk bertemu dengan musuh bebuyutanku. Tapi kali ini dia tak bisa bersikap arogan dan sewenang-wenang lagi. Sebaliknya dia justru akan memohon ampun atas dosa-dosanya. Sontak Karin menggigit bibirnya. Tapi...bukankah aku sendiri juga bersalah kepadanya? batinnya pilu. *** "There, lihat siapa yang da
Sang pimpinan yang mengetahui bahwa Karin berasal dari kota buaya menawarinya pertama kali dibandingkan guru-guru lainnya. Gadis itu tak mampu menolak karena merasa sungkan dengan kebaikan dan bimbingan orang itu selama dia bekerja. Akhirnya diterimanya tawaran tersebut dengan berdoa dalam hati semoga dia tidak diusik oleh masa lalunya kembali.Gadis itu berusaha menghibur diri dengan berpikir tak ada salahnya kembali ke kampung halaman. Dia bisa berkumpul kembali dengan Rosa bibinya dan Mina sahabat baiknya. Jonathan dan Theresia selama ini tak pernah terdengar kabarnya. Tak mungkin mereka tiba-tiba datang mengusiknya.Berbulan-bulan dia hidup tenang di kota kelahirannya ini. Kalaupun berjalan-jalan ke mal, tak pernah sekalipun dia kebetulan bertatap muka dengan orang-orang dari masa lalu yang tak ingin ditemuinya kembali. Hidupnya benar-benar tenteram. Pekerjaannya menyenangkan. Sesekali dia berkunjung ke rumah Rosa dan Mina untuk se
Jonathan terperangah. Benar kata Mimin, cetusnya dalam hati. Karin sudah bukan gadis lugu seperti dulu. Penderitaan yang dialaminya bertahun-tahun telah mengasahnya sedemikian rupa sehingga menjadi seorang wanita dewasa yang tegas dan berkarakter kuat.Sorot mata tajam gadis itu membuat hati Jonathan menciut. Dia menghela napas panjang lalu berkata, "Aku minta maaf sudah mengganggumu, Rin. Seandainya bukan karena terpaksa sekali, aku pun takkan datang menemuimu...."Jonathan menelan ludahnya. Dia merasa tak percaya diri berhadapan dengan gadis yang dulu pernah mengisi hari-harinya. Pria itu menunduk, tak berani menatap wajah Karin.Rupanya gadis itu tersentuh dengan perkataan mantan kekasihnya. Sikapnya mulai melunak. "Duduklah, Mas," katanya datar. "Ceritakan maksud dan tujuanmu datang kemari."Pria tersebut mengangguk. Dia lalu duduk di salah satu bangku. Sementara itu Karin menarik sal
"Sudahlah, Sayang," hibur Jonathan seraya memeluk istrinya yang histeris. "Tenangkanlah dirimu. Apappun yang terjadi kita akan selalu bersama-sama. Hentikan menghujat Tuhan. Kita sekarang belum tahu apa rencanaNya. Tapi aku yakin, segala sesuatu akan indah pada waktuNya.""Kurang apa aku selama ini, Mas? Apa kesalahanku sehingga aku diberi penyakit mematikan seperti ini? Apa dosaku?" isak wanita itu tak henti-hentinya. Tiba-tiba dia terperangah mendengar perkataannya sendiri. Tangannya sampai menutup mulutnya saking terkejutnya. Ya, Tuhan! jeritnya dalam hati. Inikah hukuman atas dosaku pada Karin?Ingatannya melayang pada gadis yang beberapa tahun lalu diancamnya sampai menangis histeris seperti dirinya saat ini. Karin, gadis yang waktu itu tengah mengandung Valentina, buah cintanya bersama Jonathan."Ini karma akibat dosaku pada Karin, Mas," ucapnya lirih. Dia sudah tidak histeris lagi. Tapi air matanya masih mengucur
Dia lalu duduk di samping istrinya. Diraihnya tangan wanita itu. Diciuminya punggung tangannya dengan penuh kasih sayang."Kita pulang ke Indonesia saja, yuk. Menenangkan diri sejenak sembari mencari-cari informasi lagi tentang pengobatan buat Valentina," ajaknya sembari tersenyum lembut pada Theresia."Kamu capek ya, Mas, bolak-balik Surabaya-Singapore terus?" tanya istrinya seraya mengusap pipi Jonathan mesra."Nggak juga. Udah biasa, kok. Cuma aku menguatirkan kesehatanmu, Sayang. Aku mau mengajakmu berlibur mencari udara segar di pegunungan seperti Batu atau Tretes gitu. Setelah refreshing selama beberapa hari, pikiranmu pasti akan lebih rileks. Tubuh juga menjadi lebih segar. Kamu nggak akan terus-terusan pusing seperti ini. Bagaimana?"Sang istri mengangguk pasrah. Dia lalu bergelayut manja pada pundak suaminya. "Kupikir-pikir aku juga kangen sama rumah kita di Surabaya, Ma