“Sayang ... makan du-”
Bian menghentikan panggilannya, pada akhirnya dia memilih untuk membenarkan posisi tidur Ziya agar lebih nyaman tidurnya.
Semalam jam tidur Ziya berkurang banyak karena Tegar yang terjaga di jam 1 pagi hingga menjelang Subuh. Akhirnya Ziya tidak tidur karena harus menemani Tegar, yang tidak tidur lagi hingga menjelas matahari menampakkan sinarnya.
Sejak Ziya menempati apartemen ini, tugasnya bergantian dengan Bian untuk menjaga Tegar. Jam 6 pagi, sudah menjadi tugas Bian untuk menjaga Tegar sedang Ziya membuatkan sarapan untuk dirinya sendiri juga untuk Bian.
Tapi untuk hari ini, Bian yang mengambil alih tugas Ziya. Sejak kedatangannya pukul 6 pagi, Bian dapat melihat kalau Ziya terlihat mengantuk. Tegar yang sudah tidur terlebih dulu, membuat Ziya ingin menemaninya di samping keponakannya itu. Tak terasa Ziya sudah sangat terlelap di samping Tegar.
Di sisi lain, Bian yang barusan datang langsung menuju dapur untu
“Apa yang kamu tahu tentang Arman, Tika?” tanya Kienan pada sekretarisnya begitu tiba di perusahaannya.Ya, Kienan hari ini untuk pertama kalinya datang setelah kejadian kebakaran. Berniat akan mengurus semua masalah juga tentang rencana para pemegang saham lain yang mengadakan pertemuan, 3 hari lagi.“Ma-maaf, sa-saya tidak ... tahu maksud, Bapak?” jawab gadis berusia 22 tahun itu. Gadis yang seumuran Ziya tidak bisa berucap lancar karena tatapan Kienan mengintimidasi. Bukan tidak mungkin setelah ini dia akan di keluarkan dari perusahaan ini karena tidak bisa menjawab pertanyaan sang Bos.“Yakin kamu tidak tahu, bukannya kalian sangat dekat sekali?” tuduh Kienan. Karena pernah memergoki Tika dan Arman bersama di salah satu Mal.“Ma-maaf, Pak. Kami memang dekat, tapi hanya sebatas rekan kerja tidak untuk yang lain,” bantah gadis yang bernama Tika itu. Terlihat dari wajahnya yang berkata jujur. Ketika seseora
Rupanya polisi bergerak cepat, setelah mendapatkan kesaksian dari para tersangka kalau ada keterlibatan Arman, segera beberapa anggota polisi tersebut menuju ke sasaran dengan membawa surat tugas penangkapan.Bukan hal yang susah, buat para polisi yang langsung bisa menemukan tempat tinggal Arman. Namun setelah beberapa menit mengetuk rumah tersebut tidak ada yang membukakan. Beruntung ada tetangga yang mengetahui yang pada akhirnya memberitahu bahwa Arman jarang pulang karena harus menjaga Ayahnya yang sedang di rawat di rumah sakit.Harusnya bisa menangkap Arman tanpa menggunakan rasa ibah karena kondisi Ayahnya, namun bagaimanapun para anggota polisi itu berpikir juga kalau melakukan penangkapan di rumah sakit, bisa jadi nanti akan menimbulkan keributan di sana. Akhirnya anggota yang terdiri dari 5 orang itu meninggalkan rumah Arman dan mencoba memikirkan bagaimana caranya supaya bisa menangkap Arman tapi tidak di rumah sakit. Mereka menuju mobil yang terparkir tida
Pak Kardi langsung memandang ke arah Kienan yang ternyata juga sedang memandangnya.“Tersangka Arman ... kecelakaan, Pak Kienan. Anggota saya hari melakukan penangkapan dan dia mencoba kabur,” terang Pak Kardi setelah menutup panggilan teleponnya.“Apa!” Suara Kienan spontan meninggi karena terkejut.Setelah mendapatkan informasi dari anggota Pak Kardi soal rumah sakit tempat Arman dilarikan, secepatnya Kienan mendatanginya.Ketegangan terlihat jelas di wajahnya, kalau Arman sampai meninggal itu artinya dia tidak akan tahu siapa dalang dibalik rencana ini semua.Dengan kecepatan tinggi mobil Kienan sudah memasuki parkiran rumah sakit tersebut. Di susul di belakangnya yang ternyata mobil Pak Kardi dan anggotanya.Ketiganya langsung menuju ke ruang ICU karena sudah mendapatkan informasi dari anggota Pak Kardi. Saat sampai di depan ICU Pak Kardi langsung berbicara dengan anggotanya mengenai kronologis kejadiannya. Kienan
Bian terngiang ucapan Taka untuk melepaskan Ziya. Sepanjang perjalanan dari kantor menuju apartemen, pikirannya tidak fokus. Beruntung jalanan tidak padat sehingga dia bisa mengemudi dengan pelan meski konsentrasinya kurang. Seakan tidak ingin memberi kesempatan pada Kienan, dia ingin segera menikahi Ziya.Langkahnya semakin lebar, saat perjalanan menuju unit Ziya. Saat tiba di depan unit, Bian mengetuknya dengan antusias tinggi berharap secepatnya bertemu Ziya dan menyampaikan tujuannya. Sebenarnya dia bisa saja langsung masuk. Kan dia sendiri tahu passwordnya tetapi untuk menjaga kenyamanan Ziya, Bian tidak lakukan itu.“Mas, tumben koq sudah pulang?” tanya Ziya heran, mendapati Bian yang sudah berdiri di depan pintu sembari menatapnya intens.“Hm ....!Hanya gumaman yang diberikan Bian atas pertanyaan Ziya. Setelah itu masuk dan mendudukan dirinya pada sofa di ruang tamu. Melipat kedua tangannya di depan dada dan menyandarkannya di sa
“Saya mengumpulkan kalian semua di sini bukan tanpa tujuan,” ucap Kiara pada 3 orang ART Kienan, di ruang tengah kediaman Kienan. Saat ini Kiara akan meminta pada mereka semua untuk mencari pekerjaan di tempat lain. Seperti pembicaraannya dengan Kienan semalam, kalau akan menjual rumah ini. Dan pastinya tidak bisa menampung 3 ART tersebut.Ketiga ART yang masih binggung itu, langsung menatap Kiara. Tidak ada yang berani menyahuti Kiara, semua masih menunggu kelanjutan ucapan wanita itu dengan perasaan yang tak menentu. Wajah ketiganya menunjukkan tidak baik-baik saja. Ada yang terlihat cemas, ada yang tegang dan ada yang terlihat gelisah.“Saya dan Pak Kienan sepertinya akan menjual rumah ini. Makanya saya minta kepada kalian untuk ... mencari pekerjaan di tempat lain karena kami tidak bisa menampung kalian,” lanjut Kiara mengatakan dengan perlahan dan mata yang berkaca-kaca menahan tangis. Berat melepas mereka mengingat, sudah lama ketiganya me
“Ma ... Pa ...! panggil Ziya seraya mencium punggung tangan wanita dan pria yang telah membesarkan Bian, yang merupakan kedua orang tua kandung calon suaminya tersebut.Bian secara khusus menjemput kedua orang tuanya yang hampir berumur 60 tahunan itu. Saat ini mereka berkumpul di apartemen Ziya untuk membahas rencana pernikahan Ziya dan Bian.Tidak ada wajah menyenangkan dari sang Mama. Tatapan sinis dan tanpa senyum yang selalu wanita itu tunjukkan. Bukan hanya dengan Ziya tapi dengan Bian juga. Hingga Ziya bisa menebak bahwa hubungan antara anak dan Ibu itu pastinya tidak baik. Bukan sok tahu tapi orang lain yang melihatpun pasti akan berpikiran yang sama dengannya. Sementara seorang pria sedang mengulas senyum tipis sembari melirik sang istri. Andai mereka tidak dalam posisi yang sama, mungkin pria itu akan menunjukan simpati yang baik.Ziya langsung melangkah menuju dapur setelah tidak mendapat sambutan yang hangat dari seorang Mama mertua tersebut. B
“Alhamdulillah, kalau semua sudah selesai, Kien!” ucap syukur Kiara. Untuk semua keberhasilan Kienan dalam meyakinkan para investor.Kienan tersenyum. “Iya, Mom.”“Jadi ketiga ART kita bagaimana, tetep lanjut, kan?” tanya Kiara memastikan karena sebelumnya akan di rumahkan.“Terserah sih, Ma kalau itu. Kalau mereka masih mau kerja di sini ya gak masalah, kalau mau ke luar juga aku gak akan menahan. Biarkan mereka yang menentukan sendiri.” Kienan pasrah untuk memberi kebebasan pada ARTnya.“Ya sudah, besok biar Mommy yang bilang sama mereka. Mau lanjut atau berhenti,” putus Kiara menyudahi obrolan dan memulai makan malamnya.Setelah makan malam, Kienan mengikuti sang Mommy yang sedang duduk di sofa ruang tengah sambil menonton TV.“Mom, gak tidur?” tanyanya. Menemani duduk di samping Kiara yang sedang fokus melihat acara talkshow
“Kien ...!” panggil Kiara saat membuka pintu ruangan Kienan. Setelah menerima telepon dari Tika, wanita itu segera datang untuk menemui Kienan.Kiara mendekat, berjongkok di bawah meja Kienan. Hanya untuk memastikan mata Kienan tertutup. Hal itu malah membuatnya ketakutan. Kiara berdiri di samping Kienan, perlahan dia menguncang-nguncang bahu Kienan dengan juga memanggil namanya.“Kien ... Kien ... Kienan, bangun ....”Kienan masih bergeming. Akhirnya dengan bantuan Tika, Kiara mengangkat kepalanya dan menyandarkannya di pinggang Kiara. Tidak ada pergerakan dari Kienan, sudah bisa dipastikan Kienan sedang pingsan.“Tik, tolong panggil ambulans!” pekik Kiara dengan suara yang bergetar menahan tangis.Tiba di rumah sakit, Kienan langsung dibawa ke ruang ICU untuk mendapatkan pertolongan.“Kenapa ini?” sang Dokter yang datang langsung mendekat ke ranjang Kienan. Saat mobil ambulans tiba ada perawa
“Ini surat wasiat yang saya bilang sama kamu, Ziya,” Pak Dirman memberikan map berwarna coklat di hadapan Ziya.“Isinya apa, Pak?”“Bukalah dulu, nanti kalau ada yang tidak jelas saya jelaskan!” perintah Pak Dirman.Ziya menoleh ke arah Kienan dan mendapatkan anggukan pelan dari suaminya tersebut. Gadis itu mulai membuka dan membaca dengan detail lalu tiba-tiba menutup mulutnya karena kaget. Kienan yang mulai binggung mengambil alih map tersebut. Setelahnya tersenyum tipis.“Kamu, koq gak kaget, Mas?”“Saya dan Pak Kienan sudah tahu penyebab Pak Zain melakukan itu,” sindir Pak Dirman dengan tersenyum.Ziya menatap aneh pada suaminya itu seakan meminta penjelasan.“Ziya, biar saya jelaskan saja!” ucap Pak Dirman yang langsung mengalihkan atensi Ziya.Lalu Pak Dirman mulai menjelaskan yang seperti dijelaskan suami tadi malam. Ziya mengangguk-anggukan kepalany
Sesuai pembicaraan dengan Kienan, Ziya akan mendatangi tempat mantan pengacara sang Papa. Sekedar ingin mengetahui apa yang belum dia tahu. Kienan sebenarnya akan ikut mengantarkan istrinya itu, namun karena ada meeting yang tidak bisa ditunda akhirnya Ziya batal pergi.“Mas, aku berangkat sendiri bisa koq!” rengek Ziya pada sambungan telepon pada Kienan. Rasa penasaran sudah membuncah begitu tahu suaminya membatalkannya dia sangat kecewa.“Mas, bilang jangan ya jangan. Kamu bandel amat sih!” jawab Kienan dengan sedikit teriak karena Ziya membantah ucapannya.“Mas, ih ... jahat banget sampai bentak-bentak aku. Ya sudah nanti kamu tidur di kamar tamu saja, aku lagi males ketemu kamu!” putus Ziya hendak menutup ponselnya.“Iya, iya deh!” sela Kienan cepat yang membuat Ziya menyungingkan senyum.“Kenapa? Takut ya, tidur sendiri,” cibir Ziya sembari tertawa terbahak.Kienan tidak menjaw
Ternyata tanpa disadari, waktu sudah menjelang Subuh mereka baru menyelesaikan acara mandinya. Yang pada akhirnya tidak tidur karena menunggu sholat Subuh sekalian. Kedua pasangan suami istri itu memanfaatkan waktu yang ada itu untuk mengobrol, duduk di atas ranjang sembari menyandarkan punggungnya.“Mas ...”“Hm.”“Memang sejak kapan kamu tahu kalau Kak Zoya selingkuh?” tanya Ziya tiba-tiba karena dia penasaran akan hal itu.Kienan menghela napas panjang, sebenarnya dia telah menutup masalah itu tapi kalau melihat Ziya seperti itu pasti dia tidak akan berhenti bertanya. Masih bertahan dengan diam membuat Ziya menoleh untuk melihat wajahnya.“Mas, koq gak dijawab sih?” tutur Ziya ketus sambil memalingkan wajahnya menjauh dari Kienan.Kienan memiringkan posisi duduknya agar bisa melihat wajah Ziya yang kesal itu. Sambil tersenyum pria itu berkata. “ Sebenarnya, sudah Mas tutup masalah itu,
Ziya beranjak turun dari atas meja tapi Kienan menahannya. “Hey, mau ke mana?” tanyanya dengan alis mengerut.“Mau bersihin beling itu, Mas.”“Udah, gak usah. Mas saja kamu makan saja,” ucap Kienan seraya menekan bahu Ziya untuk duduk kembali di bangku yang sudah dia siapkan.“Ta-”“Duduk atau kita lanjutan yang tadi di sini sekarang?” ancam Kienan tidak memberi kesempatan Ziya untuk menyelesaikan ucapannya.Ziya menghela napas lalu menuruti ucapan suaminya itu. Mulai menyendokkan nasi dan lauk sedangkan Kienan mulai mencari keberadaan alat kebersihan untuk membersihkan pecahan gelas itu.Kienan pasti tidak akan membiarkan Ziya melakukan pekerjaan itu karena sebentar lagi istrinya itu akan memberi kepuasan padanya. Lelaki itu sampai tersenyum sendiri mengingat kejadian yang sudah berlalu beberapa menit yang lalu. Terlalu bersemangat ketika mendapatkan lampu hijau dari Ziya.Z
“Masuk, yuk!” ajak Kienan setelah mengurai pelukannya. Ziya memluk lengan suaminya itu mengikuti langkah Kienan untuk masuk dan berjalan menuju kamarnya di lantai dua. Namun di sela-sela perjalananya Ziya masih belum puas karena belum mendapatkan jawaban dari suaminya.“Mas ....”“Hmm.”“Maaf,” ucap Ziya dan menghentikan langkahnya ketika di depan pintu kamar.Kienan terlihat acuh dan tidak membahas permintaan maaf istrinya. “Mas, mandi dulu ya. Nanti bicara lagi,” sahut Kienan sambil menutup mulutnya setelah menguap. Rupanya rasa ngantuknya kembali datang.Sampai di dalam kamar, Kienan langsung masuk ke dalam kamar mandi sedangkan Ziya menuju lemari untuk mengambilkan baju tidur Kienan. Dia sengaja mengambil piyama yang sama dengan dirinya. Senyum mengembang dari bibirnya tidak sabar melihat Kienan mengenakan piyama couple dengannya.Setelah hampir sepuluh menit, pintu kamar mandi
Saat ini Ziya hanya menemani Tegar saja hingga kebosanan menderanya. Namun karena ada Mbak Lastri juga menemaninya, jadi tidak terasa sekali.Sambil menunggui Tegar yang sedang rebahan di lantai beralaskan karpet, Ziya dan Mbak Lastri saling bercerita. Tentang banyak hal. Dari masa kecil Mbak Lastri, kehidupannya di kampung dan sejak bekerja di rumah ini.Sedangkan Kiara sedang ada di luar rumah karena ada pertemuan dengan teman-temannya. Teman yang bagaimana juga Ziya tidak paham.Mbak Lastri mulai bercerita saat Ziya meninggalkan akad nikah waktu itu. Bagaimana perasaan dan semua kesedihan Kiara karena Lastri juga ikut menunggui di rumah sakit, apalagi saat Dokter berkata kalau detak jantung Kienan sempat menghilang. Kiara seperti orang gila yang tidak ingin kehilangan putranya.Seminggu setelah Kienan dinyatakan sehat dan keluar rumah sakit, masalah datang lagi di perusahaannya yang mengakibatkan Kienan harus masuk di ruang ICU lagi. Setahu Lastri masa
Sejak keluar dari rumah pagi-pagi dan memilih kantor untuk sekedar menenangkan dirinya yang sedang berkecambuk dalam kekesalan, Kienan belum juga melakukan apa-apa.Ya, Kienan sengaja berangkat ke kantor di pagi butanya, bahkan belum ada karyawan yang datang. Ketika di depan pintu masuk, seorang security juga terkesiap dengan kedatangan Bos nya yang tidak seperti biasanya. Setelah menyapa dan tersenyum, Arifin-security bersikap sewajarnya padahal dalam hatinya bertanya-tanya apa yang membuat sang Bos datang sepagi ini, jam menunjukkan masih pukul 06.00 dan jam kerja dimulai pukul 08.00.Kienan berjalan menuju ruangannya dengan tersenyum getir. Harusnya dia menikmati malam pengantinnya tapi belum-belum sudah ditolak oleh Ziya. “Mengenaskan!” batinnya sambil terus berjalan melewati pantry.Mendadak lelaki itu berhenti, memandang sebentar ruangan dengan pintu terbuka tersebut. Belum ada orang untuk di mintai tolong tapi dia ingin meminum yang hangat-han
“Nih, buat kamu!”Kienan menyodorkan amplop persegi panjang yang tadi ada di atas kasur, di sebelah taburan bunga.“Ini, apa, Mas?” tanyanya heran dengan alis terangkat.“Mau tahu? Buka dong!”Dengan ragu, Ziya membukanya dan saat matanya melihat isinya. Gadis itu terperangah sambil menutup mulutnya sendiri. Sungguh, ini adalah keinginannya sejak lama tapi belum bisa terwujud. Ini adalah kebahagiaan yang tidak ada tandingannya.“Gimana, kamu suka?”“Mas, bagaimana aku harus membalas kebaikanmu ... aku tidak bisa membayar semua kebaikanmu!”Kienan tersenyum melihat Ziya bahagia membuatnya juga merasakan lebih kebahagiaannya. Kedua tangannya teralih untuk mengusap wajah Ziya. Menyapu sekilas bibir istrinya itu lalu mulai mendekatkan bibir keduanya sebelum berucap “Tetaplah di sampingku, apapun yang terjadi.”***Ziya terbangun oleh suara alarm di ponse
Ziya termenung, pandangannya hanya lurus ke depan. Memandang jalanan yang semakin ramai karena kondisi jam pulang kerja. Sementara Kienan yang sedang berada di sampingnya, hanya bisa sesekali melirik untuk melihat apa yang dilakukan istrinya itu tanpa mau menegur atau mengajaknya berbicara. Memberikan waktu sejenak untuk Ziya.Setelah drama tangis-tangisan itu, Kienan langsung membawa Ziya keluar, meninggalkan rumah sakit. Mengabaikan semua yang terjadi dan menganggapnya tidak terjadi apa-apa, itulah yang dilakukan suami dari Ziya dan menempatkan itu sebagai mimpi buruk saja.Kienan terhenyak, saat mendapati air mata istrinya itu jatuh di pipinya sedang Ziya sendiri seperti tidak peduli dengan hal itu. “Sayang, sudah ya, Mas jadi khawatir kalau kamu seperti ini.”Ziya menoleh pada Kienan dan menatapnya dengan sendu. Ada banyak yang dia rasa saat ini dan dia sendiri tidak tahu harus melakukan apa. “Mas, aku binggung ... bahkan kalau bisa aku min