"Kamu mau kemana Bisma?" Adi Prasetyo—Ayah Bisma—menghampiri anaknya yang berniat pergi lagi dari rumah. Pemuda itu memang kerap tidak tidur dirumah, dan memilih untuk menghabiskan waktu di hotel yang memiliki fasilitas lengkap.
"Ini kan hari Sabtu, aku mau weekend-nan sama teman-teman." Bisma melemparkan tas yang dia bawa kepada salah satu pelayan. Mereka yang mengerti langsung menangkapnya dan segera memasukkan kedalam mobil sport milik Bisma.
"Kamu ini, bukannya Daddy sudah bilang. Nanti malam ada makan malam sama klien."
Bisma hanya tersenyum dan segera berbalik, "Bilang aja aku lagi sakit. Lagipula untuk apa makan malam sama klien, gak penting." Bisma segera pergi memasuki mobilnya.
"Tutup semua gerbang!" Adi berteriak kepada satpam. Satpam yang mendapatkan perintah langsung melaksanakan perintah dari Tuan Besar mereka, walau setelah ini mereka sadar. Pasti akan mendapatkan amukan dari Tuan Muda mereka.
"Anak ini, semakin hari semakin melunjak." Adi menggelengkan kepalanya, melihat Bisma yang mulai melakukan mobilnya. Siapa disangka Bisma malah melajukan mobilnya dengan cepat sehingga menabrak beberapa tanaman yang berjejer rapi di samping-samping jalan.
'BRAK' Bisma menabrakan mobilnya berkali-kali kegerbang, beruntung besi yang dibuat untuk membuat gerbang tersebut lumayan kokoh sehingga tidak terlalu mengalami kerusakan.
Adi yang melihat itu menggelengkan kepalanya, dan segera menelpon beberapa bodyguard nya yang berada di dapur untuk segera mengurus Bisma. Ya, hanya bodyguard Adi yang bisa melawan Bisma. Sementara puluhan pelayan di rumahnya masih menyimpan rasa takut.
"Lepas, lepasin gue tolol!" Bisma yang sudah tertangkap dipaksa untuk masuk ke kamarnya yang berada dilantai dua. Sementara para pelayan hanya menundukkan kepala, karena Bisma menatap mereka dengan tatapan nyalang. Sudah dipastikan nanti pasti akan ada kekacauan lagi dirumah besar ini.
'Kalau gak inget disini gajinya besar, lebih baik usep mah berhenti. Tapi da Kumaha atuh, harus sabar. Tuan Muda emang kaya gitu sifatna,' batin Usep. Salah satu pelayan yang berjaga di depan kamar Bisma.
"Maaf Tuan Muda, anda harus kami kunci dari luar. Ini tas anda," tegas salah satu Bodyguard, mereka langsung menyimpan tas Bisma dan mengunci pintu kamar dari luar.
"Sial!" Bisma mengacak rambutnya frustasi, dia membuka ponsel untuk berselancar di Ins*****m.
'Melati.' Bisma mengetik nama Melati di daftar orang yang mengikuti SMA Bintang. Dan melihat beberapa nama yang sama. "Beruntung gue inget wajahnya." Bisma tersenyum puas, karena dia berhasil menemukan akun I* dari gadis yang akan menjadi mainan barunya.
"Maudi padahal nyari sendiri gampang. Tapi Lo kan emang gak suka buka sosmed," gumam Bisma, yang memang paham betul bahwa Maudi sangat jarang memegang ponsel. Kecuali untuk hal-hal yang sangat penting saja.
Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Bisma segera mengambil sesuatu dari bawah kasur. Masih sama, sebuah pil obat yang Bisma yakini bisa menenangkan dirinya.
***
Malam harinya Bisma dengan terpaksa mengikuti kedua orangtuanya untuk mengikuti makan malam bersama salah satu klien bisnis mereka.
Didalam mobil dirinya masih terlihat acuh, dia malah sibuk membaca dan mengamati apa hobi dari gadis incarannya. Melati adalah seorang Bookstagram yang memiliki banyak followers, hobinya adalah membaca dan menanam bunga. 'Pantesan Maudi naksir ini cewek, hobi mereka sama,' batin Bisma. Saat sedang asyik membaca beberapa postingan Melati, ia dikagetkan dengan salah satu unggahan yang Melati posting. Yaitu foto Melati bersama Raya, disana tertulis caption bahwa dirinya sangat sedih telah kehilangan kakak kelas yang memiliki hobi menanam seperti Melati.
"Bis, aku bawa bunga buat kamu." Tiba-tiba bayangan Raya melintas di pikirannya, Bisma segera menggelengkan kepalanya. Bukankah dia sudah melupakan Raya?
Ingin rasanya Bisma segera meminum obat itu, namun ia harus bisa menahannya. Disampingnya saat ini adalah Fatmawati–Ibunda Bisma–dia tidak ingin melihat ibunya syok, apalagi sudah 1 Minggu ini Fatma dirawat dirumah sakit. Jikalau dulu Bisma sangat ingin ada orang yang melaporkan keburukannya kepada sang Ayah, kali ini Bisma ingin menjaga semua itu. Karena, terlintas di pikirannya bayangan sang mama saat menderita .
"Silahkan tuan!" Suara supir memecahkan lamunan Bisma, dia segera beranjak mengikuti kedua orangtuanya.
"Bis itu klien Daddy, kamu nanti sapa mereka sebaik-baiknya, ya!" Adi menggandeng tangan Bisma hangat, andai saja Ayah Bisma bersikap seperti ini dari dulu. Tentu Bisma yang sekarang tidak akan ada.
Bisma menuruti permintaan Adi, dan menyapa klien tersebut. Dilihatnya mereka juga membawa seorang anak laki-laki yang umurnya tidak jauh dari Bisma.
Saat sedang menunggu makanan dihidangkan, Bisma melihat ke arah samping. Alangkah terkejutnya dia melihat Melati hendak keluar dari Restoran dengan membawa beberapa paper bag.
"Dad, aku kekamar mandi dulu." Bisma segera bangkit dan mengikuti gadis itu.
"Hai!" Bisma memegang pundak Melati, membuat gadis itu menepis tangan Bisma dengan kuat. Dia menatap Bisma tajam.
"Mm sorry. Aku gak sengaja." Bisma cengengesan sambil mengatupkan kedua tangannya.
"Ya, aku kira kamu tadi orang jahat." Melati segera pergi meninggalkan Bisma.
Pemuda yang belum pernah diacuhkan sebelumnya, merasa tertantang. Bisma mengejar Melati dan memegang tangannya.
Malati yang menyadari hal itu segera menulis kembali tangan Bisma.
"Sorry, ya. Aku bukannya sok akrab sama kamu. Tapi biar orang tuaku percaya, kalau aku kesini nemuin teman." Bisma kembali membuat alasan dan memasang wajah memelas.
"Aku bosen aja kalau gabung sama obrolan orangtua yang membahas bisnis. Jadi aku cari alasan mau nemuin temen." Bisma menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
Melati yang faham mengangguk, dia juga terkadang suka membuat alasan yang sama jikalau diajak untuk bertemu dengan rekan bisnis orangtuanya. "Ya, gak apa-apa. Ayo, aku lagi nunggu tadi online." Melati mengajak Bisma dan duduk di salah satu kursi.
"Kamu udah kenal aku kan? Soalnya aku juga beberapa kali kayak pernah liat kamu di sekolah." Bisma mulai basa-basi.
"Iya, aku kenal kamu, kok. Siapa sih yang gak tau sama ketua tim basket SMA Bintang."
Bisma tersenyum, bisa saja gadis di depannya merupakan salah satu pemuja rahasianya. "Itu kamu bawa apa?"
"Oh, ini." Melati menunjukan paper bag. "Ini buku dari beberapa penulis, yang minta aku review buku mereka."
"Wah kamu suka baca juga, ya?" Bisma pura-pura tidak mengetahui hobi Melati.
Gadis itu mengangguk. "Ya, aku emang hobi baca sih. He-he. Kamu juga suka baca?"
"Ya, aku suka baca. Tapi aku sukanya baca buku komedi gitu. Kaya karyanya Raditya Dika, lucu-lucu." Bisma mulai berbohong lagi, padahal dia baru menghafalkan beberapa jenis buku yang sebelumnya tidak ia ketahui. Membaca adalah kegiatan paling membosankan.
"Wah aku seneng liat cowok suka baca." Melati kembali fokus kepada ponsel miliknya, memantau sudah sampai mana taxi online yang akan menjemputnya.
"Oh, ya. Boleh aku tahu alamat rumah kamu? Aku besok mau jemput kamu ke sekolah, sebagai bentuk makasih karena kamu udah bantuin aku malam ini," tawar Bisma. Dia mulai ingin merayu Gadis yang berada di depannya.
"Nggak usah, nggak apa-apa. Anggap aja kita gak sengaja ketemu," tolak Melati.
Bisma tercengang, baru kali ini ada perempuan yang berani menolaknya. Biasanya siapa saja yang Bisma ajak, pasti mereka tidak bisa menolak. "Gimana kalau pulang sekolah aku antar kamu pulang sekalian makan siang bareng. Aku orangnya gak enakan, jadi pengen aja ngebalas kebaikan orang."
Melati kembali menggelengkan kepalanya, "udah nggak apa-apa, lagipula ini gak yang biasa. Udah ya, aku harus pergi itu mobilnya sudah sampai."
Bisma yang menyadari Melati pergi menuju mobil segera mengejarnya. "Tunggu!"
Malati menoleh ke arah Bisma, "ya?"
"Nama kamu siapa?" tanya Bisma, seolah-olah tidak mengetahui nama Melati.
"Oh iya, aku lupa. Kamu mana tahu nama aku. Kenalin aku Melati." Melati menjulurkan tangannya dan segera pergi.
"Tunggu!" Bisma kembali menahan tangan Melati. Dia segera membuka jas yang dia kenakan.
"Karena kamu gak mau aku bayar dengan hak yang lain. Setidaknya pakai ini." Bisma memasangkan jasnya ke atas pundak Melati.
Melati yang menyadari itu segera menggeleng. "Ini …. "
"Udah, jangan nolak! Ini ucapan terimakasih aku. Supaya kamu gak kedinginan, karena kamu pakai baju tipis banget." Bisma segera pergi dan meninggalkan Melati.
'Beruntung tuh cewek Pake dres lengan pendek selutut, jadi bisa ada alasan buat ngiket dia.' Bisma tertawa penuh kemenangan dan segera berlalu kedalam restoran.
Setelah memasuki mobil, Melati segera melepaskan jas milik Bisma dan melipatnya. "Aku gak biasa pakai baju laki-laki. Lagi Pula udah biasa juga aku pakai baju pendek, gak pernah masuk angin.
Hari Senin, pada saat jam istirahat. Bisma sengaja menampakan dirinya di taman tempat biasa Melati membaca buku. Gadis itu terlihat menoleh ke arah Bisma, namun kembali fokus pada buku bacaannya.Bisma merasa kesal karena Melati acuh, padahal dia sangat berharap Melati mau menghampirinya dan memberikan jas yang sudah ia pinjamkan semalam."Bis … gue mau bicara." Sinta datang tiba-tiba dan memeluk Bisma.Bisma yang merasa kaget langsung menoleh ke arah Melati, ternyata ia melihat ke arah Bisma. Dia segera menarik Sinta menjauh, dan membawa mantan pacarnya ke tempat yang lumayan sepi. "Apaan sih?""Gue gak mau putus, Bis. Lagian kita gak ada masalah apapun."Bisma membuang muka. "Gue mau fokus belajar, bokap gue marah karena nilai gue turun. Terus Lo juga keterlaluan kalau udah shopping suka lupa diri sampai habis ratusan juta. Gue kena omel.""Udahlah l
Bisma yang merasa gelisah langsung mengambil handphone dan dompetnya, karena kalau malam-malam pergi membawa mobil pasti kedua orangtuanya tidak akan mengizinkan."Aku harus kasih penjelasan ke dia." Bisma merasa tidak tenang, dia harus memberikan penjelasan kepada Melati. Apalagi besok adalah hari Minggu, dia pasti tidak akan bisa bertemu dengan Melati. Bisma juga yakut Melati mengetahui semua, karena semenjak Bisma sibuk memikirkan gadis itu, dia tidak pernah minum obat terlarang tersebut.Bisma keluar mengendap-endap dan segera naik ojek untuk pergi ke alamat rumah Melati. Beruntung dia masih mengetahui alamatnya. Sesampainya dirumah Melati dia meninjau rumah itu dengan teliti, lalu memanjat pagar."Kamar dia yang mana, ya?" Bisma kebingungan dan mulai melihat-lihat
“Mel! Tunggu … kenapa kamu menghindar?” tanya Bisma, ia mencoba mengejar Melati.Melati hanya menggeleng dia menutup wajahnya frustasi, “Ada apa lagi? Aku udah bantu kakak tadi. Jadi, please jangan ganggu aku.”Gadis itu menunduk dan membiarkan dirinya duduk diatas rerumputan yang berada di belakang sekolah. Dia sengaja menjauh dari semua orang, kejadian tadi tidak pernah ia bayangkan. Bagaimana Bisma dengan tega menyatakan cinta kepadanya dihadapan semua orang. Dan yang membuat Melati frustasi, bagaimana Maudi bisa melakukan itu kepadanya. Melati merasa dipermainkan.“Maksud kamu apa? Bukankah kita sekarang sudah memiliki hubungan?” Bisma mendekati Melati. Berniat memeluk gadis itu. Namun, dengan segera Melati mengangkat tangannya dan meminta Bisma untuk menghindar.“A-ku …. “ Melati menggeleng, “Aku hanya mau menjaga nama baik kamu di hadapan semua orang. Kakak pikir aku mau jadi pacar kakak?”“Maksud kamu?” Bisma tidak percaya dengan jawaban yang Melati berikan. Bukankah tadi gadis
Maudi melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang, hatinya memang lebih berwarna sekarang. Untuk pertama kalinya dia merasakan getaran yang tidak biasa, sebuah getaran yang mampu membuatnya merasa tidak bisa tidur, dan hanya bisa membayangkan wajahnya seorang.“Aku harap kamu mau menyambutnya,” lirih Maudi. Beberapa saat tadi akhirnya Maudi bisa memberikan surat cinta kepada Melati, perasaan yang telah ia tulis dengan sangat baik.Setelah beberapa menit, lelaki yang terkenal dingin itu memarkirkan mobilnya di rumah Bisma kembali. Ya, dia terpaksa menemui Bisma lagi, dikarenakan sang sahabat memintanya untuk datang setelah mengantarkan Melati.Tiba dikamar, terlihat Bisma tengah berbaring sambil memainkan ponselnya. Sadar atas kehadiran Maudi, dia segera bangkit dan menatapnya dengan tatapan yang tidak biasa.“Ada apa Bis? Perasaan tadi Lo cuek aja pas gue dagang,” tanya Maudi, ia segera menghampiri Bisma dan memilih duduk di sofa yang berada tak jauh dari jendela kamar.“Seberapa D
“Kak Mel! Ada yang nyariin tuh.” Seseorang memasuki kamar Melati, dilihatnya sang Kakak sedang asyik membaca buku.“Siapa Nah?” tanya Melati. Kepada Nayla, yang ternyata adik Melati satu-satunya.“Gak tahu, cowok. Lagi di introgasi tuh sama Papah.” Nayla duduk di kasur Melati dan mulai menggoda Kakaknya. “Ciye … kak Melati, bawa cowok ke rumah.”“Apaan sih? Siapa juga yang pacaran.”“Loh. Aku kan gak bilang Kakak pacaran. Ah ngaku juga kalau cowok itu pacarnya.” Nayla semakin aktif menggoda Kakaknya.“Sudahlah, Kakak mau pergi dulu ke bawah. Emang siapa yang datang.” Melati berlalu pergi kebawah, tanpa menghiraukan teriakan sang adik yang terus meledeknya.“Mah tadi kata Nayla ada yang nyariin aku, sia …. ” Melati yang saat ini sedang berteriak lantang menghentikan ucapannya, tatkala melihat Maudi tengah bercengkrama dengan Anton –Papah Melati.“Mel? Kamu mau pergi sama laki-laki ini?” tanya Anton, menatap putrinya lekat. Sementara Melati hanya mengangguk.“Sekarang jam 8 malam. Jam 10
Bagi Maudi ataupun Melati, ini adalah hal pertama bagi mereka. Keduanya sama-sama belum tersentuh, ciuman ini sangatlah manis. Seolah menghapus segala kenyataan pahit yang harus mereka terima.Beberapa menit berlalu, sadar akan adanya desiran aneh yang menjalar ke tubuhnya, Maudi melepaskan tautan keduanya. Dia tidak ingin sampai berbuat hal yang diluar batas.“Maaf!” Maudi menunduk, lalu mengusap bibir Melati yang sedikit basah. Sementara Melati hanya menunduk menahan malu, pasti saat ini, ada rona merah di wajahnya. Beruntung mereka berada ditempat yang sedikit gelap.“Tidak bisakah kita bersama?” tanya Melati kikuk.“Kita hanya perlu menunggu waktu. Aku yakin Bisma hanya penasaran sama kamu. Dan dia merasa tertantang, karena mengetahui kamu mencintai aku.” Maudi mengusap rambut Melati dengan lembut.“Setahuku, Bisma tidak pernah lama memacari pacarnya. Yang paling lama hanya Sinta, itu juga karena terjebak taruhan dengan anak-anak basket.”Brengsek. M
“Mel!” Bisma menghampiri Melati yang sedang memeras bajunya.“Eh …. ” Melati tercekat mendapati Bisma yang memeluknya dari arah belakang. Ditambah ia sangat risih, karena ini masih di sekolah. keduanya saat ini sedang berada di area lapangan sekolah.Melati yang tadi dalam keadaan kotor, terpaksa membersihkan tubuhnya di kamar mandi umum lapangan. Beruntung, ada orang yang baik hati mau memberikan bajunya di loker kelas. Ya, Melati memang sudah terbiasa membawa baju ganti. Dan menyiapkan baju cadangan di lokernya.Di Sekolahnya, memang semua siswa mendapatkan loker masing-masing, bahkan saat jam istirahat tiba semua tas wajib disimpan didalam loker kelas. Ini semua merupakan bentuk antisipasi untuk meminimalisir angka pencurian.“Kenapa? Aku nunggu kamu dari tadi sayang.” Bisma mengusap lembut pipi Melati.Melati mencoba menghindar, kenapa lelaki ini mulai berani kurang ajar kepadanya?. “Mmm … maaf! Tadi ada sedikit masalah.”“Iya, nggak apa-apa. Gimana sama tawaran aku kemarin? Kamu
“Mel, nanti jangan dulu pulang yah?” pinta Bisma kepada Melati. Saat ini mereka berdua tengah berada di depan ruang kelas Melati, Kelas XI MIPA A.“Kenapa? Aku saat ini gak ada kegiatan tambahan. Jadi, kayanya mau langsung naik tadi aja,” jawab Melati. Memang saat pulang sekolah dia selalu naik kendaraan umum, hanya pagi saja diantarkan oleh supir. Karena, biasanya waktu pulang sekolah tidak menentu jamnya.“Aku hari ini ada tanding basket sama SMA Angkasa. Aku mau kamu duduk di depan untuk dukung aku.” Tidak terasa, sudah 1 bulan dari kejadian naas itu. Ya hari itu adalah hari dimana Bisma mengetahui bahwa Raya sudah tiada. Dan hari ini dengan mudah dia sudah bisa melupakan Raya dan anak yang dikandung oleh mantan kekasihnya.“Boleh. Jam berapa pertandingan dimulai?”“Jam dua siang. Kamu harus lihat dari awal, biar aku tambah semangat untuk ngalahin SMA Favorit itu.”“Okay. Aku masuk kelas dulu yah.” Melati mengangguk dan langsung memasuki kelasnya. Bisma terdiam, bagaimana bisa keka
“Lo pernah sadar gak sih. Gak seharusnya kita berdua hadir dikehidupan Melati. Yang berujung membawa dia ke penderitaan.”“Maksud Lo?”Maudi memejamkan matanya, “dia masuk Rumah Sakit lagi hari ini.”“Apa yang terjadi?” Bisma menoleh ke arah Maudi.“Sinta, dia bully Melati hari ini sama Geng nya saat dia ambil berkas-berkas kepindahan.”Bisma mengepalkan tangannya, “cewek itu!”“Dan yang lebih parah lagi, Doni ada diantara mereka! Dia melakukan kekerasan yang berlebihan sama Melati.”“Doni?” tanya Bisma tidak percaya.“Ya! Doni, dia suka sama Melati.” Maudi terkekeh, “bukan hanya kita yang suka dia.”“Lalu, kenapa dia melakukan kekerasan?”“Entahlah! Dia bilang kalau selama ini dia gak suka sama Lo. Jadi, begitu dia tahu Melati adalah perempuan yang bisa buat Lo jatuh cinta dengan tulus. Dia ingin balas dendam lewat Melati, bahkan dia tadi hampir ngelecehin Melati.”Bisma membulat
“Lit, aku pulang dulu, ya,” pamit Maudi kepada Lita yang sedang berjaga.Lita tampak bimbang, tidak mungkin ia menghadapi keluarga Melati sendirian.“Ada sesuatu yang harus aku urus, setelah keluarga Melati datang. Kamu bisa pulang.”Seolah paham dengan apa yang terjadi, Maudi pun menambahkan. “BIlang yang sebenarnya terjadi. Katakan juga, aku akan kesini lagi nanti sekitar jam delapan,” jelasnya, sambil melirik ke jam tangan yang sudah menunjukan pukul enam sore lebih.Lita mengangguk, pemuda dihadapannya terlihat sudah sangat kelelahan. Sedari tadi Maudi yang sibuk mengurus administrasi dan juga sibuk meyakinkan pihak keamanan sekolah agar mau menahan para pelaku.“Jaga Melati, ya!” Maudi segera meninggalkan ruang perawatan Melati. Ada beberapa hal yang memang perlu dia urus.Siapa disangka, saat Maudi pergi keluar pintu rumah sakit lewat koridor kiri. Dewi dan Raka datang dari koridor kanan. Mereka segera menuju ruang rawat Me
Doni semakin naik fitam, melihat Melati yang hanya berdiam tanpa mengikuti perintahnya. Dia pun teringat salah satu film yang pernah dia tonton, bagaimana pemeran utama pria terlihat sangat menikmati permainan setelah menyiksa lawan mainnya terlebih dahulu.“Lo emang ditakdirkan untuk balas rasa sakit Gue!” Doni melepaskan cengkramannya, lalu kembali mencambuk paha putih Melati dengan ikat pinggang.Kini, perut dan kakinya sudah memerah.“Buka semua kain yang masih melekat ditubuh, Lo!” ancam Doni sambil mengayunkan kembali ikat pinggangnya. Melati menggeleng, jika harus mati hari ini. Dia tidak akan menyesalinya.'Bugh!'Kembali dia mencambukan ikat pinggang itu ke kaki sang gadis. Membuat Melati meringis menahan nyeri diseluruh tubuhnya.“Lo gak bisa ngelawan setelah ini!” Doni melemparkan ikat pinggang itu lalu melepaskan semua kain yang menutupi tubuhnya.Sinta tersenyum penuh kemenangan, saat yang ia tunggu akhirnya tiba. Doni telah sepakat dan
Tubuh Melati bergerak seketika, terlebih saat dia melihat Sinta menyalakan handphone dan mengarahkan kepada dirinya.Vanya tersenyum sinis, dia pun segera mengambil sebotol sirup yang sudah mereka siapkan.'Kayaknya tuh cowok punya fantasi liar,' batin Vanya melirik kearah lelaki bertopi dan bermasker yang ada di samping Sinta.Olla segera mengambil gunting, sedangkan Lidya memegangi tubuh Melati. Jikalau gadis itu berontak.Dengan tersenyum mengejek, dia segera menggunting cardigan yang melekat ditubuh Melati. Sehingga, Melati hanya menggunakan kaos putih berlengan pendek dan juga rok selututnya.Vanya pun menyiramkan sirup berwarna merah itu di atas kepala Melati. Sehingga, airnya bisa sampai ke bawah dan mengenai kaos putih sang gadis malang itu.'Glek.' Lelaki di samping Sinta hanya bisa menelan salivanya, saat dia bisa melihat jelas bagian tubuh Melati yang tercetak dan transparan akibat kebasahan. “Santai kali, Br
Tepat di hari Sabtu, Melati berniat untuk pergi ke Sekolah. Mengurus berkas-berkas untuk proses kepindahannya.Dia baru sempat melakukan ini karena sebelumnya masih harus menemani Bisma di Rumah Sakit. Sampai akhirnya, mantan kekasihnya dipulangkan pada hari Jum'at.“Terimakasih, kamu sudah mau menjaga Bisma selama di Rumah Sakit.” Fatma memeluk Melati erat, merasa terharu dengan apa yang dilakukan anak gadis yang disukai oleh putranya.“Sama-sama, Tan.” Malati tersenyum, “aku juga minta maaf. Kalau setelah ini, mungkin aku gak akan bisa menemui Bisma lagi. Aku sudah harus full di Rumah.”Fatma mengangguk, dikarenakan Maudi telah menjelaskan tentang keputusan keluarga Melati, yang memintanya agar mengikuti Homeschooling.“Kamu bisa kesini kapanpun kamu mau.” Fatma memeluk menggenggam tangan Melati. Gadis itu pun akhirnya berpamitan kepada Fatma dan Adi Prasetyo, setelah itu dia akan berangkat ke SMA Bintang.“Jangan terlalu dipikirkan. Kalau dia memang p
Januari, 2015.Tepat dihari Senin pertama bulan Januari, seluruh siswa sekolah sudah mulai mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan baik.Begitupun dengan Nayla, dia sudah mulai memasuki Sekolah. Meski sedikit berbeda, tidak ada Elvano yang akan mengganggunya saat jam istirahat berlangsung.“Padahal Lo bisa ikut Ujian Nasional dulu di sini Van. Kenapa harus dari sekarang perginya.”Sebuah perpisahan yang tiba-tiba, membuat Nayla merasakan kehampaan. Dia tidak tahu dengan perasaannya kepada Elvano, meski sebelum pergi, dia telah membalas cintanya. Tapi, hatinya berkata lain.Baginya, Elvano adalah sosok Kakak yang menjadi pengganti Melati.“Nay! Gue pergi dulu, jaga diri Lo baik-baik ya!” Elvano mengusap lembut puncak kepala Nayla. Dia sengaja menemui Nayla terlebih dahulu, sementara keluarga lainnya sudah mulai melakukan check in.“Iya, pasti.” Nayla mengangguk.Elvano tersenyum, dia mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. Lalu memberikannya kepada Nayla. “Ini untuk Lo. Sorry,
“Apa yang terjadi?” tanya Maudi panik. Melati menggeleng, dia langsung memeluk Maudi.Takut. Itu yang dia rasakan saat ini. Entah mengapa, selain wajah Bisma yang selalu memenuhi pikirannya akhir-akhir ini. Selalu ada sosok lain yang datang, namun tidak terlihat jelas.Dan dia … terlihat menakutkan.“Kamu capek?” tanya Maudi yang langsung menduduki Melati. Dia segera melepas jaketnya dan memakaikan kepada Melati.“Aku selalu bilang dari awal kita sering jalan. Kamu itu cantik, jangan sering pakai pakaian pendek gini.” Maudi mencubit hidung Melati gemas.Melati hanya menanggapi dengan senyuman. Entah kenapa Maudi selalu mengira bahwa pakaian yang dipakai pendek. Padahal ini lumrah bagi gadis seusianya. Lagipula pakaian yang Melati pakai hanya selutut tidak pernah lebih atas.“Agak panjangan dikit. Aku gak mau ada yang memandang kamu dengan tatapan gak biasa.”Malati mengangguk, “Ia. Maaf!”“Apa yang terjadi? Kamu tadi kaya takut banget?”“Kaki ku digigit sesuatu tadi. Tapi, udah gak ke
“Mel! Apa kamu melakukan ini terpaksa?” tanya Bisma serius, saat ini Melati sedang membantunya untuk memberi makan siang.Melati menggeleng, “Nggak! Kalau terpaksa gak bakal sampai dua Minggu aku disini.”Bisma lega mendengarnya, “Aku takut kamu terpaksa. Sampai saat ini aku merasa kamu belum memaafkan aku.”Melati meletakan mangkuk yang tadi dia pegang, “Jangan bahas yang sudah berlalu. Aku mohon sama kamu.”“Maaf! Mel.” Bisma menatap Melati. “Aku merasa berdosa sama kamu.”“Bis, kita sekarang teman. Kita sudah janji, untuk memulai semua dari awal. Aku sudah maafkan kamu, aku juga sudah melupakan apa yang terjadi sebelumnya,” jelasnya sambil membuang muka.“Iya, Mel! Aku janji gak akan bahas itu lagi. Sebelumnya aku juga sudah janji sama Maudi untuk menghapus semua yang menjadi penyebab permasalahan kita. Aku gak akan inget itu lagi.” Bisma meraih tangan Melati.“Sudah jam satu siang. Aku harus pulang.” Melati melepaska
Hari ini, kondisi Bisma mulai membaik. Dia sudah makan makanan yang lebih enak menurutnya. Seperti saat ini, dia diizinkan untuk makan nasi tim. terdengar sederhana memang, tetapi itu makanan terenak yang dia makan semenjak sadar.Seperti sebelumnya, dia memilih menikmati pemandangan di luar rumah sakit. Sambil melihat rerumputan hijau, dan melihat anak-anak yang sedang bermain di taman bermain yang dibuat khusus oleh pihak rumah sakit. Karena, anak-anak tidak diperkenankan masuk Rumah Sakit, maka agar tidak bosan, disediakanlah taman dengan segala fasilitasnya.“Kenapa nangis?” Fatma menyimpan wadah yang berisi makanan dan menghapus air mata yang keluar dari sudut mata anaknya.“Bisma hanya ingat masa-masa Bisma kecil dulu, Mom!” Bisma menunjuk anak-anak yang sedang bermain. “Bebas dan tanpa beban.”“Semua orang itu akan tumbuh dan berkembang. Jadikan semua itu sebagai kenangan!”“Bisma jadi ingat Kak Willy. Kalau Kakak masih ada, pasti